“Butuh bantuan?”
“Tidak!” jawab Xue Ling cepat. Gadis itu menutup pintu dan menguncinya dari dalam.
Xue Yao nyengir. Ia duduk. Sesaat kemudian, seseorang mengetuk pintu. Xue Yao berdiri, membuka pintu. Seorang pelayan, kali ini pria, menyerahkan nampan berisi pakaian pria sambil menunduk.
“Pakaian Anda, Yang Mulia.” Katanya dengan nada penuh hormat.
Segera setelah Xue Yao mengambil nampan pakaian itu, pelayan itu membungkuk dan berlalu pergi dengan cepat.
Xue Yao hanya mengangkat alisnya melihat tingkah pelayan itu lalu menutup dan mengunci pintu dari dalam. Xue Yao melangkah ke depan pintu kamar mandi, mengetuknya dan memanggil Xue Ling. “Kau butuh bantuan? Kenapa lama sekali?”
Terdengar langkah kaki mendekat. Pintu terbuka. Xue Ling melangkah keluar.
Xue Yao menahan napas.
Xue Ling terlihat begitu cantik menggunakan gaun berwarna putih itu.
Xue Ling tersenyum pada Xue Yao
“Wah—wah—wah—“ Xue Ling benar-benar tidak dapat menyembunyikan rasa kagumnya sama sekali.Xue Yao tersenyum lembut melihat wajah Xue Ling yang bersinar karena takjub.“Kau benar-benar tampan, Tuan Muda!” serunya takjub. Rambutnya bergerak lembut. Matanya bersinar. Kedua tangannya masih berada di dada Xue Yao, merapikan kerah agar tidak kusut.Tanpa sadar, Xue Yao mengulurkan kedua tangannya. Menangkup wajah Xue Ling, menurunkan wajahnya hingga sejajar dengan wajah gadis itu, lalu menciumnya dengan penuh penghayatan.“Tidak bisakah kita segera meninggalkan tempat ini?” bisik Xue Yao setelah melepaskan bibirnya dari gadis itu.Xue Ling tidak dapat menjawab dengan cepat. Pikirannya masih berkabut. Setelah di cium dengan begitu lembut dan dalam, otaknya seolah-olah lumpuh.Xue Yao mengangkat dagu Xue Ling dengan lembut. “Aku benar-tidak tidak menyukai gunung ini!”Mata Xue
Yao-yao menunduk dan menjawab. “Benar, Nona. Selama Perayaan Cahaya tidak ada boleh tamu di kuil Cahaya ini. Hanya yang diperkenankan boleh hadir menghadiri Perayaan Cahaya saja yang boleh tetap tinggal.”“Mengapa begitu?”“Karena pada saat Perayaan Cahaya seluruh pelayan bersiap menyambut Perayaan Cahaya ini. Jadi kuil ini tidak menerima tamu.”Xue Ling mengangguk.Yao-yao menoleh sambil tersenyum dengan sangat manis pada Xue Ling. “Kecuali Nona, Nona secara khusus diundang mengikuti Perayaan Cahaya oleh Tuan Lu Jin.”Xue Yao tidak mengatakan apa-apa. Dia bahkan tidak memikirkan Mo Fan Wan sama sekali. Yang ada di dalam kepalanya hanya Xue Ling. Yang Xue Yao inginkan saat ini hanya segera membawa Xue Ling meninggalkan gunung aneh ini. Perasaanya tidak enak. Dan Xue Yao tidak menyukainya. Seolah-olah hal buruk akan terjadi.***Mo Fan Wan menatap Xue Yao yang sedang menggen
Xue Yao dan Xue Ling memasuki aula utama. Xue Ling tidak dapat menyembunyikan kekagumannya terhadap ruangan itu bahkan meskipun gadis itu sudah berkali-kali memasukinya. Xue Yao mengedarkan pandangannya, ia akui ruangan itu memang sangat megah. Bahkan aula kaisar Han kalah megah dengan aula pemujaan kuil ini. Yao-yao membawa mereka melewati altar pemujaan, pelayan itu menekan tombol rahasia yang terdapat di kelopak bunga teratai tepat di samping altar. Terdengar bunyi berderak yang sangat keras.Xue Yao menarik Xue Ling ke belakang tubuhnya. Satu tangannya tetap menggenggam erat tangan Xue Ling, sementara tangan yang satunya mencengkeram gagang golok penebang. Tatapannya waspada. Membawa golok penebang dan payung hitam benar-benar keputusan yang tepat.Dinding bergerak membuka perlahan dengan bunyi yang lebih pelan. Di hadapan mereka, terbentang sebuah terowongan batu yang disinari dengan kunang-kunang.Xue Ling bergerak mengintip dari balik tubuhnya. Xue Yao me
“Wah…. Tuan Muda lihat! Pria itu mirip dirimu, Tuan Muda.” gadis itu menunjuk ukiran lukisan seorang pria berambut merah kecoklatan dengan baju berwarna senada dengan rambutnya berdiri dengan satu tangan memegang bunga matahari yang sangat cantik sementara satu tangannya yang lain di letakkan di punggungnya. Pria itu menatap mereka seolah-olah dialah sumber dari alam semesta.Xue Yao menatap pria dalam lukisan itu lalu mengernyit pada Xue Ling. “Apa maksudmu! Jelas-jelas aku lebih tampan dari dia.”Yao-yao tersenyum dan menunduk lebih dalam lagi agar tidak ketahuan. Dan tanpa menatap Xue Yao, gadis pelayan itu menunjuk pada Xue Yao dengan penuh penghormatan. “Lewat sini, Tuan.”Mendengar kata-kata Xue Yao, Xue Ling tertawa pelan. “Kau benar, Tuan Muda. Kau lebih tampan. Jauh lebih tampan. Kaulah pria tertampan yang pernah kukenal!”Xue Yao menjentik pelan gadis itu sambil menyeringai. “Kenapa ak
Xue Ling mengedarkan pandangan berusaha menghindar dari tatapan Xue Yao. Sejak mereka bertemu, Tuan Mudanya tidak pernah membiarkannya seorang diri. Pria itu selalu mengekor padanya dengan sangat ketat. Selalu menatapnya. Membuatnya merasa bahwa ia adalah pusat kehidupan pria itu.“Hentikan Tuan Muda. Kau membuatku malu.” Bisik Xue Ling lirih.“Kenapa harus malu. Aku suka menatapmu, aku tidak mau memalingkan tatapanku darimu karena aku takut jika aku berpaling darimu sebentar saja kau akan menghilang dari hadapanku.”“Kau tidak menginginkanku lagi, ingat! Kau menyukai wanita lain.”Ah—sial.“Salahku.” Aku Xue Yao. “Itu tidak akan terulang lagi.”“Aku tidak percaya padamu.”Xue Yao menghela napas berat dan membuka mulutnya untuk menyakinkan Xue Ling—“Sudah waktunya.” Suara itu tenang dan lembut namun mampu terdengar oleh semua
Yao-yao menunduk dan menjawab. “Itu kue Feain.”“Feain.” Gumam Xue Ling.“Konon ada sebuah bunga yang tercipta dari setetes darah Dewa Agung yang sangat kuno, Dewa Agung Huo. Bahkan lebih tua dari kaisar langit pertama. Dewa Agung Huo tidak pernah turun dari istananya. Tidak ada yang dapat bertahan hidup di dunia Dewa Agung Huo selain Dewa Agung itu sendiri. Dewa Agung selalu sendiri. Tidak ada yang dapat mendekatinya. Menurut legenda, saat Dewa Agung sedang bertarung melawan Iblis pertama, dia terluka. Salah satu kehebatan Dewa Agung Huo adalah tubuhnya dapat pulih dengan segera dari luka apapun, tapi saat itu, tidak disangka, sebelum luka sabetan pedang iblis pulih, setetes darah keluar dari tubuhnya, terjun bebas melewati semua dunia. Katanya, saat itu setiap dunia yang dilewati oleh setetes darah Dewa Agung menjadi kacau. Sebuah gunung api di dunia paling bawah, dunia para iblis dan siluman, bahkan meletus dengan dahsyat. Darah Dewa Ag
Xue Yao merasakan tubuhnya semakin memanas. Jika ia tidak segera pergi dari tempat itu, mungkin dia harus membuka seluruh pakaiannya di sana.“Kau tidak bermaksud untuk meninggalkan perayaan secepat ini bukan, Tuan Xue Yao?” suara Du Jun pelan dan lembut namun penuh wibawa, membuat yang hadir tempat itu seluruhnya menoleh pada Xue Yao.Sial, rutuk Xue Yao. Xue Yao melemparkan pandangan tajam pada Du Jun yang di balas dengan senyuman kecil. “Aku merasa tidak enak badan. Kurasa tubuhku belum sepenuhnya pulih.” Xue Yao memberi penekanan pada setiap kata yang ia ucapkan.“Ah—“ Du Jun tersenyum. “aku mengerti.” Du Jun menuangkan air dari teko kecil yang ada di hadapannya. Mengangguk pada seorang pelayan, pelayan itu mendekati Du Jun, mengambil gelas yang berisi air dan melangkah mendekati Xue Yao. “Jika kau meminum air embun itu, Tuan Xue Yao, aku pastikan kau akan segera pulih. Aku sendiri yang mengumpulkan
Du Jun memusatkan perhatiannya pada Xue Yao yang sedang menatap Xue Ling dengan tatapan memuja. Ah… andai saja ia dapat mengerti bagaimana cara gadis itu memikat Huo hingga Dewa agung itu rela ikut memasuki dunia manusia hanya untuk melindunginya. Mungkinkah jatuh cinta pada pandangan pertama? Tapi—gadis itu tidak memiliki kecantikan anggun seperti yang dimiliki oleh kekasihnya, Dewi rubah putih berekor sembilan. Apalagi gadis itu masih bayi saat berhasil memikat Huo, begitulah yang ia lihat di cermin jiwa beberapa saat yang lalu.Du Jun memiringkan kepalanya sedikit. Alisnya sedikit terangkat, rambut peraknya bergerak sedikit terbawa angin malam yang bertiup pelan.Du Jun kesal pada Huo yang mengingkari janji padanya, Dewa agung itu berjanji akan datang ke kediamannya untuk bermain catur bersama. Ia sudah menyiapkan semuanya. Makanan kesukaan Dewa agung itu, Du Jun bahkan mengumpulkan sendiri air embun dari Gunung Sunyi untuknya. Namun setelah menunggu ha