"Xiao Ling! aku pulang!!" teriak Xue Yao penuh kegembiraan. Akhirnya setelah enam bulan berada jauh di padang pasir, ia dapat kembali dan menemui Xue Ling, harta karunnya yang sangat berharga. Xue Ling yang sedang makan, mengangkat kepalanya dan terpana tak percaya melihat Tuan Mudanya berdiri di pintu. Ia menurunkan sumpitnya kembali dan mengucek matanya, tak percaya dengan apa yang ia lihat saat itu. "Tuan Muda", gumamnya terpesona. Xue Yao merentangkan tangannya seperti kebiasaan yang selalu ia lakukan saat kembali pulang ke rumah. Xue Ling berdiri, bahagia. Ia berlari menuju Xue Yao dan memeluknya dengan erat. "Tuan Muda!!. Kau Kembali!" ia berseru gembira. "Akhirnya kau kembali!". Xue Yao tertawa lepas, tidak kalah gembira. Ia memeluk Xue Ling dengan erat lalu mengangkatnya sambil berputar. Kerinduannya terbayar dengan sempurna. "Tuan Ketiga Belas, apakah kau tidak mau memperkenalkan kami?" sebuah suara yang lembut dan merdu menyadarkan X
Xue Ling menatap wanita cantik itu dengan takjub. Wanita itu adalah perwujudan seorang dewi. Begitu anggun. Rambutnya tebal dan di tata dengan sangat apik. Pakaiannya menggunakan kain yang berkualitas dan menutupi tubuhnya dengan sempurna. Poninya tertiup angin membuat wajahnya terlihat lebih bersinar. Matanya jernih, senyumnya dapat mencerahkan hari yang suram. Xue Ling menilai, tinggi wanita itu hampir setinggi Tuan Mudanya. Calon istri kata Tuan Mudanya. Xue Ling mengerjapkan matanya, berusaha menghilangkan rasa terkejut dari wajahnya. Bagaimanapun, ia harus bersikap baik seperti yang diperintahkan Tuan Mudanya. Xue Ling merendahkan tubuhnya dengan hormat dan memaksanakan senyum di wajahnya. Xue Yao tersenyum bahagia. “Xiao Ling… ini Nona Mo Fan Wan. Dia adalah ketua dari perkumpulan mantra Negara Shen.” Mo Fan Wan tersenyum pada Xue Ling. Akhirnya ia dapat bertemu dengan Xue Ling. Gadis yang selalu dibanggakan oleh Xue Yao. Seperti yang digambarka
Sesampainya di dapur, Xue Ling memegang dadanya. Debaran di dadanya masih belum hilang sementara airmatanya hampir saja tumpah. Xue Ling menghapus air mata dengan menggunakan ujung pakaiannya. Dia tidak boleh membiarkan Tuan Muda melihat tangisannya. Kata-kata Tuan Muda masih terngiang-ngiang dalam kepalanya. Calon istri. Xue Ling tidak mengerti kenapa dadanya terasa sesak dan sakit. Seolah dadanya di pukul dengan keras. Membuatnya sesak napas. Setengah melamun, Xue Ling menyeduh teh dan membawanya ke depan. Ia melihat Tuan Mudanya tersenyum menatap nona Mo Fan Wan yang sedang melihat kaligrafi miliknya. Nona Mo Fan Wan menyentuh setiap kaligrafi dengan sangat hati-hati dengan pandangan penuh kekaguman. Tulisan Xue Yao memang sempurna dan tak bercacat. Ia bahkan sudah berlatih berkali-kali membentuk mantra dengan gaya penulisan Xue Yao. Namun, bahkan dengan latihan yang terus menerus, ia masih tidak dapat menyamai keanggunan
Xue Ling masih tetap berada di dapur menjaga api tetap hidup sehingga air panas yang dibutuhkan untuk mandi Tuan Mudanya tidak menjadi dingin. Karena sejak saat Tuan Mudanya mengantar nona Mo Fan Wan ke penginapan baru berjam-jam kemudian kembali. Segera setelah mendengar langkah kaki Tuan Mudanya, Xue Ling menuangkan air panas ke dalam bak mandi.Xue Yao melangkah masuk ke dalam dapur sambil bersiul gembira. Ia tidak memperhatikan Xue Ling yang bersikap tidak seperti biasanya. Xue Ling menjadi pendiam, padahal biasanya ia sangat cerewet. Selalu ada yang dapat ia jadikan bahan obrolan dengan Tuan Mudanya.“Air mandiku sudah siap?”. Xue Yao mengangguk puas saat melihat bak mandinya sudah siap. “Pergilah,” katanya pada Xue Ling. “tidak perlu membantu menggosok punggungku, aku bisa melakukannya sendiri.” Ucap Xue Yao pada Xue Ling saat ia melihat Xue Ling sedang membuka tali baju luarnya, hal yang selalu dilakukan oleh Xue Ling saat mem
Namun, Xue Ling tidak pernah menemukan waktu untuk mengatakan semua itu pada Xue Yao. Suatu malam yang cerah, Xue Yao kembali dengan wajah penuh senyum. “Bagaimana pendapatmu tentang nona Mo Fan Wan?”. Tanya Xue Yao pada Xue Ling saat hendak tidur. Xue Ling terdiam beberapa saat sebelum menjawab. “Baik. Sangat baik.” Senyum Xue Yao semakin lebar. Ia tidak dapat melihat wajah Xue Ling yang sedih saat berkata. “Ya…kau benar. Ia sangat baik. Cocok sekali menjadi Nyonyamu, bukan?” “Ya –“ Xue Ling tidak mungkin mengatakan yang sebaliknya karena kenyataannya memang nona Mo Fan Wan sangat baik. Apalagi kakak pertama sangat menyukai nona Mo Fan Wan. Malam itu, Xue Ling tidak dapat tidur dengan nyenyak. Ia merasa bahwa dirinya jahat karena tidak menginginkan Tuan Mudanya menyukai wanita lain selain dirinya. Bagaimanapun dirinya tidak bisa dibandingkan dengan wanita secantik dan seanggun nona Mo Fan Wan. Dini hari ia terbangun karena merasa sang
Sambil menatap kayu yang dilahap oleh api dengan penuh kegembiraan, ia berpikir tentang Tuan Muda. Setelah semua yang mereka alami dan semua kerja keras hingga seperti saat ini, Tuan Muda berhak untuk bahagia meski tidak bersama dengannya. Ia tidak mau bersikap egois, memaksakan dirinya dan membuat Tuan Muda tidak bahagia. Memikirkannya saja sudah membuatnya sedih. Xue Ling mengangguk saat sebuah ide muncul di kepala kecilnya. Jika Tuan Muda ingin menikahi nona Mo Fan Wan, maka ia akan berusaha untuk mewujudkannya. Xue Ling menengadah ke atas langit, menyaksikan langit malam yang kelam berangsur-angsur di penuhi cahaya jingga. Pagi telah datang, pikirnya. Dan ada begitu banyak hal yang harus ia lakukan. Xue Ling bangkit dari duduknya, menuju ke dapur, rasa dingin telah berkurang dari tubuhnya. Ia mengambil kayu bakar, membuat api, memasak air mandi untuk Tuan Muda, menyiapkan sarapan dan menggoreng telur. Sayup-sayup ia mendengar pergerakan di kamar t
Xue Ling melihat ada begitu banyak macam kain dan merasa bingung. Seorang pelayan menghampiri. “adakah yang bisa saya bantu, nona?” Xue Ling menoleh pada pelayan itu. Seorang laki-laki paruh baya yang ramah dan sering ia temui saat makan mie di pasar jalan empatbelas tempat tinggalnya. Xue Ling tersenyum gugup. “Bisakah membantuku mencari kain yang bagus untuk dijadikan gaun pengantin?” Wajah pelayan itu menjadi cerah. “Tentu… nona datang ke tempat yang tepat. Mari…mari saya tunjukkan kain yang bagus.” Xue Ling puas dengan kain yang ditunjukkan oleh pelayan itu. “Apakah toko ini memiliki penjahit?” “Tentu saja, nona. Kami memiliki penjahit yang sangat mahir dalam menjahit pakaian.” “Apakah anda mengenal nona Mo Fan Wan? Ketua sekte mantra dari Negara Shen yang saat ini sedang ada di ibukota?” Pelayan itu mengangguk. “Bisakah membuat baju pengantin dengan ukuran nona Mo Fan Wan dan Tuan Ketiga belas?” Pel
Saat kembali ke rumah, hari sudah memasuki waktu senja. Xue Ling membuka pintu dan mendapati rumah itu kosong. Tuan Mudanya pasti sedang bersama dengan nona Mo Fan Wan. Xue Ling menuju ke dapur, membersihkan air bekas mandi Tuan Mudanya, kemudian membuat makanan untuk dirinya sendiri karena sekarang Tuan Muda sudah tidak makan di rumah lagi. Air mata merebak di mata indahnya. Xue Ling mendongak, berusaha mencegah air matanya jatuh. Ia harus kuat dan tidak boleh menyerah. Malam itu, Xue Yao pulang larut malam. Xue Ling sudah tidur namun sayup-sayup antara sadar dan tidak sadar, dia mendengar Tuan Mudanya bersenandung bahagia. Xue Ling mendengar derit tempat tidur di sampingnya, merasakan hawa panas dari Tuan Mudanya, lalu kembali terlelap hingga pagi. Masih terlalu pagi, seperti yang sudah ia lakukan sehari-hari, Xue Ling segera menghidupkan api tungku, memasak air untuk air mandi, menggoreng telur, menyiapkan sarapan, mencuci pakaian Tuan Muda, membersihkan r