Hidupku di dasar tebing yang curam. Orang-orang melihatku tersenyum dengan sangat cerah seakan-akan tidak memiliki masalah sama sekali, namun mereka salah, aku merasa hidupku seperti di neraka, seolah-olah aku melakukan sebuah dosa yang sangat besar yang tidak bisa dimaafkan hanya dengan sebuah kata.
"Oh tuhan, apa yang pernah kulakukan di kehidupan sebelumnya? Mengapa aku merasa dunia begitu sangat menyiksaku? Aku lelah menunggu hari itu, hari di mana aku sangat bahagia, hari di mana aku sangat senang untuk menjalani hidupku, aku merasa sangat sedih, benci, lelah, dan aku sudah tidak sanggup lagi, ya Tuhan, kapan aku bahagia?"
⚛⚛⚛
Aku berjalan di terowongan gelap, di mana aku? tempat apa ini? Aku terus berjalan di terowongan gelap ini, kakiku ... aku tidak bisa menghentikannya seakan-akan ada seseorang yang mengendalikanku, sekarang aku takut, tubuhku tidak mengikuti isi pikiranku, tubuhku tidak mau diperintahkan oleh otakku, ada apa ini?
Seperti berjalan tanpa tujuan, aku mulai putus asa, aku pasrah, mau tidak mau aku harus mengikuti langkah kakiku menelusuri lorong gelap ini. Tunggu! Aku melihat cahaya di ujung sana, di ujung terowongan ini, seakan melihat harapan, kakiku mulai berlari mengejar cahaya yang berada di ujung sana, akhirnya aku bisa keluar dari terowongan gelap ini.
Satu langkah lagi aku menuju cahaya itu, maka aku akan keluar dari terowongan gelap ini, namun apa yang ku harapkan adalah neraka yang selalu menghantuiku.
Ayah yang menampar wajah ibu, ibu yang memecahkan segala macam benda di hadapannya, ayah yang membawa wanita lain, ibu yang selalu menghubungi kekasih gelapnya.
Semua yang ada di hadapanku, semua yang kulihat seakan-akan di putar di sebuah tv besar, sangat besar ... seolah-olah orang itu ada di hadapanku, seolah-olah itu nyata, seperti memori yang berjalan mundur ke masa lalu, masa lalu yang kelam, masa lalu yang tidak ingin kuingat.
Aku sendirian menahan diri dari hari yang kejam itu, yang membuatku harus berpura-pura bahagia di hadapan orang-orang, aku berjuang untuk masa depanku yang bahagia dan pergi dari neraka yang kejam dan mengerikan ini.
⚛⚛⚛
Sekarang ingatan-ingatan itu lenyap dan di gantikan dengan sebuah ruangan yang gelap, di tengah-tengah ruang ada sebuah kubus yang memancarkan cahaya berwarna biru muda.
Lagi ... kakiku berjalan sendiri membawa tubuhku menuju kubus tersebut. Ada rasa takut sekaligus membuat hatiku tenang. Kubus itu seakan-akan memberitahuku bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Aku bisa melihat cahaya yang dikeluarkan oleh kubus dari dekat, sangat indah.
Bisa-bisanya kubus itu melayang di udara kosong, aku tidak bisa mempercayai mataku, apakah aku bermimpi?
Sekarang tanganku bergerak ke arah kubus itu, ingin menggapainya, namun satu centi sebelum ujung jariku menyentuhnya, kubus itu mengeluarkan sinar biru yang sangat terang, sangat menyilaukan, membuatku refleks menutup mata, merasa cahaya itu telah pergi, aku membuka mataku, namun apa yang menantiku adalah sebuah tangga yang tinggi, seakan-akan tangga itu tidak memiliki ujung.
Apa yang harus kulakukan?
Apakah aku harus berbalik lagi? Atau terus maju?
Namun tidak ada gunanya untukku berpikir, karena kakiku perlahan-lahan menaiki anak tangga satu persatu.
Oh ayolah, aku lelah, berjalan tanpa henti membuat tubuhku sangat lelah, kakiku sudah mati rasa!
Menaiki tangga yang tiada habisnya membuatku sangat lelah, kini kakiku tersandung anak tangga, untung saja aku tidak jatuh, membayangkan jatuh dari tangga yang tinggi ini membuat bulu kudukku berdiri.
Akhirnya aku melihat cahaya di ujung sana, mungkin itu adalah akhir dari penderitaan ini.
Tuk tak tuk tak
Yang kudengar hanyalah bunyi dari suara langkah kakiku. Menaiki anak tangga untuk menuju cahaya itu, seberapa tinggi? Berapa anak tangga lagi yang harusku naiki? Aku lelah, tolong aku!
Ini sangat tidak wajar, mana ada tangga setinggi ini. Berkali-kali aku mencubit diriku, namun yang ku rasa adalah rasa sakit dari kulitku.
Ini bukan mimpi tapi ini seperti mimpi, mana ada setiap membuka mata seseorang akan berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya.
Aku terus menaiki anak tangga menuju cahaya itu, ku singkirkan pikiran yang membuatku bingung, karena aku sudah sampai di sini, aku harus fokus menuju cahaya itu.
⚛⚛⚛
Akhirnya ... sepuluh anak tangga lagi, wah betapa senangnya aku ketika menghitung anak tangga itu, sepuluh kali lagi ... sepuluh kali lagi ... akhirnya.
Kini aku sudah di anak tangga terakhir, di depanku ada sebuah pintu, cahaya yang di pancarkan dari pintu merembes masuk di celah-celah samping pintu, oh ini kah cahaya yang ku kejar sedari tadi?
Tanpa basa-basi lagi, aku membuka pintu di hadapanku.
Ceklek.
"Annyeong haseyo," ucapku sembari membuka pintu, ku majukan kepalaku untuk melihat isi ruangan itu, namun apa yang aku pikirkan ternyata salah, ini di luar ekspektasiku, ini seperti di surga, indah bahkan kata-kata tidak bisa diungkapkan ketika melihat ini.
Apakah aku di surga? Sangat tidak di percaya, beginikah jika orang mati?
Ku langkahkan kakiku menuju surga itu, ku menghirup rakus udara di sekitarku, sangat segar, seakan-akan jiwaku di perbarui lagi, semua lelahku hilang ketika merasakan udara segar ini.
Benar-benar surga, udaranya pun bisa membuat lelahku hilang.
Aku mendengar suara air, seketika tenggorokanku terasa kering, ku lihat di sekitarku, dan menemukan air terjun kecil, sekali lagi aku terperangah melihatnya.
Mana ada air terjun seindah ini, air yang berkilauan seakan-akan ada berlian di dalamnya.
Ah ... aku haus aku ingin minum air itu, sepertinya segar, bedebah dengan racun, aku haus.
Kulangkahkan kakiku menuju air terjun itu, udara di sekitar air terjun itu dingin, namun masih bisa di toleransi oleh tubuhku, aku pun berjongkok dan mengambil air itu dengan kedua tanganku.
Segar ... rasa dingin di tanganku sangat segar, ku bawa air ke mulutku, wah ... air es pun tidak senikmat ini.
"Hei ... sudah minumnya?" Tanya seseorang di belakangku.
Tunggu!
Seseorang!
Aku membalikkan badanku dan seketika tubuhku menegang, beberapa kali aku meyakinkan diriku bahwa aku tidak bermimpi, namun tetap saja, seperti di dunia mimpi.
Di hadapanku adalah binatang dengan tiga kepala, tiga kepala hewan yang berbeda.
Wah ... apa ini?
Kepala singa, kambing dan ular?
*(Chimera)
Bagaimana bisa makhluk ini ada? Bukankah ini hanya makhluk mitologi? Jadi makhluk itu beneran ada? Beberapa kali aku mengusap mataku, beberapa kali aku mencubit lenganku untuk memastikan apakah yang ada di depanku ini nyata, namun mahkluk itu tetap tidak menghilang dari pandanganku bahkan kulitku terasa perih akibat cubitan.
"Hei! Aku tanya sudah minumnya? Kenapa masih belum di jawab?" Tanya si kepala singa.
"Su ... sudah ... aku sudah selesai meminumnya," ucapku terbata.
"Tenanglah wahai anak muda, kami tidak menggigit," ucap si kepala kambing.
Mendengar kata menggigit, aku menelan air liurku dengan susah payah, bulu kudukku berdiri. Apa-apaan ini!
"Hei, kenapa melamun?" Tanya si kepala ular.
"Ah ... tidak ... tidak, aku ingin bertanya, ini di mana? Apakah aku berada di surga?" Tanyaku dengan susah payah mengumpulkan keberanianku.
"Mimpi ...." ucap si kepala singa.
Seketika tubuhku menegang, mimpi? Apakah ini lucid dream? Oh tidak! Aku masih ingin hidup! Aku belum bahagia!
"Tenanglah wahai anak muda, kami mengunjungimu hanya memberikan ini," ucap si kepala singa lagi.
Kini ada cahaya di hadapanku, cahaya itu sedikit demi sedikit berubah bentuk menjadi sebuah kubus dan buku.
Kubus yang ku lihat di ruangan itu.
"Lawanlah Lucifer dan temukan ketujuh penyihir, jagalah kubus dan buku ini," ucap si kepala singa lagi.
Aku pun mengambil buku dan kubus itu dengan perasaan bingung.
Sekali lagi, cahaya terang menyilaukan mataku.
⚛⚛⚛
Deg!
Ku buka mataku dan kini aku berada di kamarku.
Di dadaku ada sebuah kalung dengan bandul kubus biru beserta buku yang kulihat di mimpiku.
Sekali lagi pikiranku bingung.
Ini nyata?
(Sudut pandang orang ketiga)"Azareel! Cepat bangun dan mandi!" teriak seseorang dari lantai dasar, membuat telinga Azareel berdengung."Iya! Aza udah bangun!" seperti biasa, Azareel adalah seorang lelaki tampan yang sangat manja kepada ibunya, namun sang ayah selalu memarahinya karena terlalu dekat, ayahnya takut jika terjadi incest dalam keluarga.Selesai mandi, Aza segera keluar kamar dan turun ke lantai dasar, di sana ada ayahnya — Andres Livingstone yang sedang memegang koran terbaru.Azareel bingung, apa bagusnya membaca koran? Yang ada tambah pusing dan sakit mata."Aza bantu ibu beliin sosis di warung!"Baru saja Azareel menginjak anak tangga terakhir namun sudah mendapat perintah dari nyonya rumah, jika tahu ia turun ke kamarnya nanti ketika di suruh makan malam. &nbs
Keesokan paginya, Aza terbangun dengan kantong hitam besar di bawah matanya. Ia tidur lumayan larut tadi malam.Setelah berulang kali ia memikirkannya, masih saja dia tak percaya dengan apa yang di bacanya.Apakah peta itu tempat keberadaan penyihir kubus yang lainnya? Dan apakah dia seorang penyihir kubus yang di takdirkan?Berbagai macam pertanyaan mulai mengisi kembali pikirannya namun dari semua pertanyaan itu tidak ada yang menjawabnya!Itu cukup membuat Aza frustasi, setelah bergulat dengan pikirannya. Aza memutuskan untuk mengikuti jalan di peta itu.Ia ingin memastikan peta itu, apakah ini nyata atau tidak.Dengan keputusan bulat, setelah pulang sekolah, Aza akan menelusuri tempat terdekat di daerahnya. ⚛⚛⚛"Eum ... s
Ketika selesai makan, Aza segera naik ke kamarnya dengan membawa segelas air putih. "Ayah, Ibu, aku ke atas dulu, selamat malam," pamit Ada yang kemudian menginjakkan kakinya di anak tangga. "Aku tidak menyangka bayi kecilku sudah tumbuh menjadi pria dewasa," kata Aubrey sambil melihat punggung Aza yang mulai menghilang di balik pintu kamar. "Apa susahnya jika kita membuat lagi?" tanya Andress to the point, pipi dan telinga Aubrey memanas dia memutuskan untuk menunduk dan tidak ingin melihat tatapan lapar dari suaminya. "K ... kau, sabar dulu, aku belum menyelesaikan sisa makanan," namun sudah terlambat, Andress langsung menghampiri istrinya dan menggendongnya ke kamar mereka berdua. &nbs
Ketiga anak lelaki mulai memasang tampang waspada, bisa dilihat dengan mata telanjang tanaman di pinggir jalan mulai memanjang ke arah Aza dan Leo."Kamu siapa?" tanya anak berambut gondrong waspada."Tolong tarik kembali, mata bisa melihat telinga bisa mendengar," kata Aza menenangkan."Aku tidak peduli!""Cepat pergi dari hadapan kami! Kami tidak ingin bertengkar dengan kalian, buang-buang waktu,""Hei! Hei! Hei! Tenanglah! Kami juga penyihir kubus!"Tanaman menjalar itu berhenti, tatapan anak berambut gondrong itu penuh dengan menyelidik."Buktikan," kata anak bermata tupai.Azareel mengeluarkan kalungnya di hadapan ketiga anak lelaki itu."Ini," kata Aza sembari memperlihatkan kalungnya.Dengan sigap, tanaman menjalar itu mengambil kalung yang ada di tangan Aza."Hei!" teriak Aza marah.
Sinar matahari menyelimuti bumi, angin berhembus lembut menebas rerumputan. Seorang lelaki berambut hitam legam seperti di gelapnya malam, kilatan rambutnya berwarna putih seperti bintang yang berkelip di malam hari. Mata hitam bagaikan kegelapan yang menarik jiwa untuk terus masuk dan menjelajahi isinya, layaknya blackhole yang mampu menyerap apa saja. Mata itu menatap langit biru cerah di hamparan rumput, matanya terlihat kosong seolah jiwanya tidak berada di tempat itu."huh."Bibir itu menghela nafasnya seperti seseorang yang memiliki banyak pikiran."Eruza!" teriak seseorang dari kejauhan, namun lelaki itu hanya memandang wajah itu tanpa menjawab."Rrr, air mukamu terlihat menyeramkan, ah benar! Ada yang sedang mencari kita, di depan rumah," kata orang tersebut."Siapa?""Kau kira aku tau? Jika aku tau juga aku kasih tau huh dasar, btw Darrel adik sepupu kesayanganmu baru
Kedelapan pemuda itu mulai berdiri di belakang Azareel. Angin berhembus kencang menerpa semua yang menghalangi jalannya.Bersamaan dengan angin, partikel-partikel merah mulai berterbangan dan menyatu menjadi sebuah pintu.Pintu itu seperti pintu kaca yang yang mudah pecah, di lihat dari luar, kalian akan melihat pandangan jalan di belakanganya, seperti pintu kaca pada umumnya.Azareel melangkah maju setelah angin berhenti bertiup, begitu juga dengan teman-temannya yang lain. Melihat ke belakang dengan pandangan tidak yakin, membuat Eruza datang menghampirinya."Biar aku saja," kata Eruza menenangkan Azareel yang gugup, lantas mendengar itupun Azareel mundur ke belakang untuk mempersilakan Eruza.Terlihat jelas lelaki dengan sejuta pesona itu menarik nafas untuk menghilangkan gugup, tangan itu mulai mendorong pintu kaca itu.Sejauh mata memandang, pemandangan di dalam pintu sangat ko
Malam haripun tiba, lelaki berambut coklat terang dan hitam duduk berdua di tepi sungai. Pemandangan langit yang dipenuhi dengan taburan bintang berkelap-kelip indah di gelapnya malam, daun yang berguguran jatuh tertiup angin yang berhembus lembut.Pemandangan bagaikan surga yang tidak nyata namun tampak di lihat oleh mata."Wayne," panggil lelaki berambut hitam segelap malam di langit."Ya?" jawab Wayne si pemuda dengan rambut coklat terang."Aku tidak tahu bagaimana kedepannya, tapi ku harap semua akan baik-baik saja, namun firasatku mengatakan semuanya tidak baik-baik saja, apa yang harusku lakukan?""Hei, tenangkan dirimu, ada aku sebagai temanmu, nanti aku bantu doa jika bahaya akan datang, tenang saja," begitulah kata-kata penghiburan Wayne kepada sahabatnya itu."Ka ... kamu hanya bantu doa?!" tanya Eruza terkejut, buyar sudah suasana canggung di antara mereka.
Sinar ungu mulai melesat ke arah serigala yang paling besar di antara lainnya, serigala itu mati dengan sangat menggenaskan.Gerombolan Serigala Perak mengetahui jika pemimpin mereka mati, lalu serigala itu mulai melarikan diri menjauh dari kawasan itu.Keenam lelaki yang sudah mati-matian melawan Serigala Perak langsung terduduk lelah."Kerja bagus semuanya," kata Eruza menyemangati mereka.Setelah mengumpulkan cukup tenaga semuanya membersihkan diri. Azareel menyiram bekas-bekas darah serigala perak agar tidak memicu binatang iblis yang lainnya."Ngomong-ngomong apa yang sudah kau lakukan Wayne?" tanya Eruza kepada temannya itu."Aku hanya membunuh pemimpinnya," kata Wayne terus terang kemudian dia teringat kejadian Nelson mencium pipi kanannya."Oh! Oh! Oh! Aku punya berita bagus untuk Leo!" kata Wayne bersemangat, di wajahnya yang tampan terlihat sen