Share

2. Isi Buku

(Sudut pandang orang ketiga)

"Azareel! Cepat bangun dan mandi!" teriak seseorang dari lantai dasar, membuat telinga Azareel berdengung.

"Iya! Aza udah bangun!" seperti biasa, Azareel adalah seorang lelaki tampan yang sangat manja kepada ibunya, namun sang ayah selalu memarahinya karena terlalu dekat, ayahnya takut jika terjadi incest dalam keluarga. 

Selesai mandi, Aza segera keluar kamar dan turun ke lantai dasar, di sana ada ayahnya — Andres Livingstone yang sedang memegang koran terbaru.

Azareel bingung, apa bagusnya membaca koran? Yang ada tambah pusing dan sakit mata.

"Aza bantu ibu beliin sosis di warung!"

Baru saja Azareel menginjak anak tangga terakhir namun sudah mendapat perintah dari nyonya rumah, jika tahu ia turun ke kamarnya nanti ketika di suruh makan malam.

                                    ⚛⚛⚛

Ketika pulang dari warung, Aza berjalan sambil bersenandung dengan riang, tangan kirinya memegang pelastik berisikan sosis serta tangan kanannya menari-nari layaknya dirigen. Jika di perhatikan lebih teliti, air genangan bekas hujan memunculkan riak gembira seolah mengikuti gerakan serta suasana hati Aza saat ini.

"I can fly the sky

Never gonna stay

naega jichyeo sseureojil ttaekkajin

eotteon iyudo

eotteon byeonmyeongdo

jigeum naegen yonggiga piryohae,"

*(Terjemah : aku bisa terbang ke langit

Tidak akan pernah tinggal

Sampai aku pingsan karena kelelahan

Apa pun alasannya

Apa pun alasannya

aku butuh keberanian sekarang (Gaho - Start))

Dia tidak menyadari apa yang ia nyanyikan sekarang, akan menjadi kenyataan di masa depan nanti. 

Di hidden world.

"Tuan! Tuan! Tuan!"

"Ada apa?" suara itu tampak malas dengan sejuta pesona.

"Penyihir kubus biru,"

"Penyihir kubus biru kenapa?" kini suara orang itu mulai tidak sabar.

"Cahasa dari kubus biru memancarkan cahaya,"

Dubak!

"Apa!" kini pemimpin itu mulai tegang, bahkan pegangan tahtanya hancur menjadi bubuk. Peramal yang melaporpun sontak terkejut dan takut, takut jika kepalanya melayang.

"Penyihir kubus mana lagi yang bercahaya!"

"Penyihir kubus merah dan abu-abu, mereka bersinar secara bersamaan," ucap peramal sedikit gemetar.

"Tiga penyihir kubus sudah muncul, apakah kita perlu membunuh mereka?" tanpa peramal itu.

"Untuk sekarang tidak perlu, apa sudah ada kabar di mana kubus kristal berada?"

"Bawahan hanya menemukan bahwa kubus kristal berada di benua Pearlmond," jawab si peramal.

"Terus cari! Jangan sampai kedelapan penyihir menyadari keberadaan kubus kristal, aku harus mendapatkannya terlebih dahulu untuk menguasai dunia!"

"Brr! Sepertinya hari ini anginnya dingin," Aza terus berjalan tanpa mengetahui bahwa dirinya dalam bahaya.

"Ibu! Aku pulang!" teriak Aza.

"Mana sosisnya?" pinta Ibu Aza — Aubrey Livingstone.

"Ini Bu," Aza pun menyerahkan sosis yang di belinya tadi. Ketika hendak mendatangi ayahnya, ia tiba-tiba teringat dengan buku yang muncul secara tiba-tiba di atas tubuhnya, beserta kalung yang tergantung indah di lehernya yang kekar.

                                    ⚛⚛⚛

"Apa-apaan ini!" seru Aza ketika ia mulai membaca di halaman pertama.

"Hidden world adalah tempat sesuatu yang tidak nyata menjadi nyata, seperti vampire, manusia serigala, putri duyung, peri hutan, Naga, Phoenix dan masih banyak lagi. Tetapi di antara semua itu, hirarki yang paling tinggi adalah penyihir."

"Karena hanya penyihir saja yang mampu mengendalikan kubus kristal sumber kehidupan di dunia hidden world, konon hanya kedelapan penyihir kubus saja yang dapat melacak letak kubus kristal,"

"Namun sangat di sayangkan, semenjak peperangan seratus ribu tahun yang lalu, kedelapan penyihir kubus menghilang beserta dengan kubus kristal,"

"Semakin bertambahnya tahun, hidden world tampak mulai melemah, kekuatan roh yang dihasilkan oleh pohon esensi pun mulai menipis, semua makhluk hidup di hidden world sudah terbiasa dengan adanya kekuatan roh, yang mampu membantu meringankan pekerjaan mereka," 

"Mustahil!" kini suara Aza tampak tak percaya, mana mungkin ada dunia seperti itu, penyihir, vampire, manusia serigala, bukankah itu hanya mitos?

Semakin Aza memikirkan semakin di buat bingung dia dengan isi buku tersebut.

Atau jangan-jangan ini buku dongeng yang tidak sengaja ia baca lalu ketiduran, ketika tidur buku itu menimpa kepalanya hingga membuatnya lupa bahwa ia pernah mempunyai buku itu dan membacanya tadi malam, ok seperti itu.

"Argh! Gak logis gak logis gak logis! Apa-apaan ini!" gerutu Aza frustasi.

"Aza! Turun! Ayo makan!" di saat kekalutan di pikiran Aza membelunjak, suara Aubrey bagaikan penyelamat untuk Aza yang sedang berpikir dengan keras sampai-sampai dia bingung dengan apa yang dipikirkannya.

"Iya Bu!" 

Bunyi denting sendok yang mengetuk piring dengan pelan, memenuhi suara di ruangan itu.

Keluarga Livingstone sedang berkumpul untuk makan malam.

"Ada apa Aza? Mukamu terlihat kalut, seperti bukan anak Ayah," suara Andress yang berat namun merdu itu mencapai telinga Aza yang sedang melamun.

"Gak papa Yah, tadi Aza memikirkan materi di kelas yang buat Aza bingung, nanti setelah makan Aza mau belajar lagi,"

"Anak Ibu memang yang terbaik!" ucap Aubrey memanjakan anaknya.

Aubrey dan Andress sangat menyayangi anak lelaki mereka ini, namun tidak terlalu memanjakannya, karena akan menghambat pertumbuhan berpikir anak-anak. Andress selalu mengajarkan kepada Aza berani berbuat berani bertanggung jawab, apapun yang di percayakan kepadanya harus di jalankan dengan sepenuh hati.

Ajaran itulah yang membangun pola pikir Aza hingga saat ini.

"Selamat malam! Aza mau lanjut lagi," ucap Aza sambil menaruh piring di tempat penyucian, kemudian mengambil sebotol air putih untuk di bawanya ke kamar.

Bunyi deritan pintu terdengar di kamar yang sunyi, Aza segera mengambil buku itu kemudian mulai mengambil posisi yang nyaman untuk membacanya.

"Di antara sekelompok penyihir, inti dari penyihir itu sendiri di sebut penyihir Kubus yang mengendalikan kubus kristal, ada delapan penyihir kubus di antaranya penyihir kubus biru, merah, maroon, hijau, coklat, putih, abu-abu dan ungu,"

Ketika Aza membalik halaman selanjutnya, itu kosong.

"Hah? Kosong? Yang benar saja!" gerutu Aza.

Namun tiba-tiba buku itu memancarkan cahaya biru, cahaya itu sangat mencolok di kamar Aza yang gelap.

Pupil mata berwarna hitam kelam melebar, mulut sedikit terbuka ketika menyaksikan cahaya.

Cahaya itu membentuk sebuah gambar, bukan bukan bukan, itu bukan gambar tapi tapi sebuah peta?

Aza semakin memperhatikan cahaya itu yang terus menerus membuat garis di atas kertas kosong. Setelah sinar itu menghilang, Aza mulai memperhatikan peta itu dengan sangat teliti.

"Ah? Bukankah ini peta kotaku? Eum apa ini?" gumam Aza ketika melihat penanda yang di atasnya bergambar kubus dengan berbagai macam warna.

Tunggu! Tunggu! Tunggu!

Aza teringat apa yang sudah ia baca tadi, matanya mulai menghitung jumlah warna kubus itu. Seketika

Dubak!

"Aku tidak percaya! Ini tidak nyata kan? Oh seseorang! Tolong beritahu aku! Bahwa ini tidak nyata!" Serunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status