(Sudut pandang orang ketiga)
"Azareel! Cepat bangun dan mandi!" teriak seseorang dari lantai dasar, membuat telinga Azareel berdengung.
"Iya! Aza udah bangun!" seperti biasa, Azareel adalah seorang lelaki tampan yang sangat manja kepada ibunya, namun sang ayah selalu memarahinya karena terlalu dekat, ayahnya takut jika terjadi incest dalam keluarga.
Selesai mandi, Aza segera keluar kamar dan turun ke lantai dasar, di sana ada ayahnya — Andres Livingstone yang sedang memegang koran terbaru.
Azareel bingung, apa bagusnya membaca koran? Yang ada tambah pusing dan sakit mata.
"Aza bantu ibu beliin sosis di warung!"
Baru saja Azareel menginjak anak tangga terakhir namun sudah mendapat perintah dari nyonya rumah, jika tahu ia turun ke kamarnya nanti ketika di suruh makan malam.
⚛⚛⚛
Ketika pulang dari warung, Aza berjalan sambil bersenandung dengan riang, tangan kirinya memegang pelastik berisikan sosis serta tangan kanannya menari-nari layaknya dirigen. Jika di perhatikan lebih teliti, air genangan bekas hujan memunculkan riak gembira seolah mengikuti gerakan serta suasana hati Aza saat ini.
"I can fly the sky
Never gonna stay
naega jichyeo sseureojil ttaekkajin
eotteon iyudo
eotteon byeonmyeongdo
jigeum naegen yonggiga piryohae,"
*(Terjemah : aku bisa terbang ke langit
Tidak akan pernah tinggal
Sampai aku pingsan karena kelelahan
Apa pun alasannya
Apa pun alasannya
aku butuh keberanian sekarang (Gaho - Start))
Dia tidak menyadari apa yang ia nyanyikan sekarang, akan menjadi kenyataan di masa depan nanti.
Di hidden world.
"Tuan! Tuan! Tuan!"
"Ada apa?" suara itu tampak malas dengan sejuta pesona.
"Penyihir kubus biru,"
"Penyihir kubus biru kenapa?" kini suara orang itu mulai tidak sabar.
"Cahasa dari kubus biru memancarkan cahaya,"
Dubak!
"Apa!" kini pemimpin itu mulai tegang, bahkan pegangan tahtanya hancur menjadi bubuk. Peramal yang melaporpun sontak terkejut dan takut, takut jika kepalanya melayang.
"Penyihir kubus mana lagi yang bercahaya!"
"Penyihir kubus merah dan abu-abu, mereka bersinar secara bersamaan," ucap peramal sedikit gemetar.
"Tiga penyihir kubus sudah muncul, apakah kita perlu membunuh mereka?" tanpa peramal itu.
"Untuk sekarang tidak perlu, apa sudah ada kabar di mana kubus kristal berada?"
"Bawahan hanya menemukan bahwa kubus kristal berada di benua Pearlmond," jawab si peramal.
"Terus cari! Jangan sampai kedelapan penyihir menyadari keberadaan kubus kristal, aku harus mendapatkannya terlebih dahulu untuk menguasai dunia!"
"Brr! Sepertinya hari ini anginnya dingin," Aza terus berjalan tanpa mengetahui bahwa dirinya dalam bahaya.
"Ibu! Aku pulang!" teriak Aza.
"Mana sosisnya?" pinta Ibu Aza — Aubrey Livingstone.
"Ini Bu," Aza pun menyerahkan sosis yang di belinya tadi. Ketika hendak mendatangi ayahnya, ia tiba-tiba teringat dengan buku yang muncul secara tiba-tiba di atas tubuhnya, beserta kalung yang tergantung indah di lehernya yang kekar.
⚛⚛⚛
"Apa-apaan ini!" seru Aza ketika ia mulai membaca di halaman pertama.
"Hidden world adalah tempat sesuatu yang tidak nyata menjadi nyata, seperti vampire, manusia serigala, putri duyung, peri hutan, Naga, Phoenix dan masih banyak lagi. Tetapi di antara semua itu, hirarki yang paling tinggi adalah penyihir."
"Karena hanya penyihir saja yang mampu mengendalikan kubus kristal sumber kehidupan di dunia hidden world, konon hanya kedelapan penyihir kubus saja yang dapat melacak letak kubus kristal,"
"Namun sangat di sayangkan, semenjak peperangan seratus ribu tahun yang lalu, kedelapan penyihir kubus menghilang beserta dengan kubus kristal,"
"Semakin bertambahnya tahun, hidden world tampak mulai melemah, kekuatan roh yang dihasilkan oleh pohon esensi pun mulai menipis, semua makhluk hidup di hidden world sudah terbiasa dengan adanya kekuatan roh, yang mampu membantu meringankan pekerjaan mereka,"
"Mustahil!" kini suara Aza tampak tak percaya, mana mungkin ada dunia seperti itu, penyihir, vampire, manusia serigala, bukankah itu hanya mitos?
Semakin Aza memikirkan semakin di buat bingung dia dengan isi buku tersebut.
Atau jangan-jangan ini buku dongeng yang tidak sengaja ia baca lalu ketiduran, ketika tidur buku itu menimpa kepalanya hingga membuatnya lupa bahwa ia pernah mempunyai buku itu dan membacanya tadi malam, ok seperti itu.
"Argh! Gak logis gak logis gak logis! Apa-apaan ini!" gerutu Aza frustasi.
"Aza! Turun! Ayo makan!" di saat kekalutan di pikiran Aza membelunjak, suara Aubrey bagaikan penyelamat untuk Aza yang sedang berpikir dengan keras sampai-sampai dia bingung dengan apa yang dipikirkannya.
"Iya Bu!"
Bunyi denting sendok yang mengetuk piring dengan pelan, memenuhi suara di ruangan itu.
Keluarga Livingstone sedang berkumpul untuk makan malam.
"Ada apa Aza? Mukamu terlihat kalut, seperti bukan anak Ayah," suara Andress yang berat namun merdu itu mencapai telinga Aza yang sedang melamun.
"Gak papa Yah, tadi Aza memikirkan materi di kelas yang buat Aza bingung, nanti setelah makan Aza mau belajar lagi,"
"Anak Ibu memang yang terbaik!" ucap Aubrey memanjakan anaknya.
Aubrey dan Andress sangat menyayangi anak lelaki mereka ini, namun tidak terlalu memanjakannya, karena akan menghambat pertumbuhan berpikir anak-anak. Andress selalu mengajarkan kepada Aza berani berbuat berani bertanggung jawab, apapun yang di percayakan kepadanya harus di jalankan dengan sepenuh hati.
Ajaran itulah yang membangun pola pikir Aza hingga saat ini.
"Selamat malam! Aza mau lanjut lagi," ucap Aza sambil menaruh piring di tempat penyucian, kemudian mengambil sebotol air putih untuk di bawanya ke kamar.
Bunyi deritan pintu terdengar di kamar yang sunyi, Aza segera mengambil buku itu kemudian mulai mengambil posisi yang nyaman untuk membacanya.
"Di antara sekelompok penyihir, inti dari penyihir itu sendiri di sebut penyihir Kubus yang mengendalikan kubus kristal, ada delapan penyihir kubus di antaranya penyihir kubus biru, merah, maroon, hijau, coklat, putih, abu-abu dan ungu,"
Ketika Aza membalik halaman selanjutnya, itu kosong.
"Hah? Kosong? Yang benar saja!" gerutu Aza.
Namun tiba-tiba buku itu memancarkan cahaya biru, cahaya itu sangat mencolok di kamar Aza yang gelap.
Pupil mata berwarna hitam kelam melebar, mulut sedikit terbuka ketika menyaksikan cahaya.
Cahaya itu membentuk sebuah gambar, bukan bukan bukan, itu bukan gambar tapi tapi sebuah peta?
Aza semakin memperhatikan cahaya itu yang terus menerus membuat garis di atas kertas kosong. Setelah sinar itu menghilang, Aza mulai memperhatikan peta itu dengan sangat teliti.
"Ah? Bukankah ini peta kotaku? Eum apa ini?" gumam Aza ketika melihat penanda yang di atasnya bergambar kubus dengan berbagai macam warna.
Tunggu! Tunggu! Tunggu!
Aza teringat apa yang sudah ia baca tadi, matanya mulai menghitung jumlah warna kubus itu. Seketika
Dubak!
"Aku tidak percaya! Ini tidak nyata kan? Oh seseorang! Tolong beritahu aku! Bahwa ini tidak nyata!" Serunya.
Keesokan paginya, Aza terbangun dengan kantong hitam besar di bawah matanya. Ia tidur lumayan larut tadi malam.Setelah berulang kali ia memikirkannya, masih saja dia tak percaya dengan apa yang di bacanya.Apakah peta itu tempat keberadaan penyihir kubus yang lainnya? Dan apakah dia seorang penyihir kubus yang di takdirkan?Berbagai macam pertanyaan mulai mengisi kembali pikirannya namun dari semua pertanyaan itu tidak ada yang menjawabnya!Itu cukup membuat Aza frustasi, setelah bergulat dengan pikirannya. Aza memutuskan untuk mengikuti jalan di peta itu.Ia ingin memastikan peta itu, apakah ini nyata atau tidak.Dengan keputusan bulat, setelah pulang sekolah, Aza akan menelusuri tempat terdekat di daerahnya. ⚛⚛⚛"Eum ... s
Ketika selesai makan, Aza segera naik ke kamarnya dengan membawa segelas air putih. "Ayah, Ibu, aku ke atas dulu, selamat malam," pamit Ada yang kemudian menginjakkan kakinya di anak tangga. "Aku tidak menyangka bayi kecilku sudah tumbuh menjadi pria dewasa," kata Aubrey sambil melihat punggung Aza yang mulai menghilang di balik pintu kamar. "Apa susahnya jika kita membuat lagi?" tanya Andress to the point, pipi dan telinga Aubrey memanas dia memutuskan untuk menunduk dan tidak ingin melihat tatapan lapar dari suaminya. "K ... kau, sabar dulu, aku belum menyelesaikan sisa makanan," namun sudah terlambat, Andress langsung menghampiri istrinya dan menggendongnya ke kamar mereka berdua. &nbs
Ketiga anak lelaki mulai memasang tampang waspada, bisa dilihat dengan mata telanjang tanaman di pinggir jalan mulai memanjang ke arah Aza dan Leo."Kamu siapa?" tanya anak berambut gondrong waspada."Tolong tarik kembali, mata bisa melihat telinga bisa mendengar," kata Aza menenangkan."Aku tidak peduli!""Cepat pergi dari hadapan kami! Kami tidak ingin bertengkar dengan kalian, buang-buang waktu,""Hei! Hei! Hei! Tenanglah! Kami juga penyihir kubus!"Tanaman menjalar itu berhenti, tatapan anak berambut gondrong itu penuh dengan menyelidik."Buktikan," kata anak bermata tupai.Azareel mengeluarkan kalungnya di hadapan ketiga anak lelaki itu."Ini," kata Aza sembari memperlihatkan kalungnya.Dengan sigap, tanaman menjalar itu mengambil kalung yang ada di tangan Aza."Hei!" teriak Aza marah.
Sinar matahari menyelimuti bumi, angin berhembus lembut menebas rerumputan. Seorang lelaki berambut hitam legam seperti di gelapnya malam, kilatan rambutnya berwarna putih seperti bintang yang berkelip di malam hari. Mata hitam bagaikan kegelapan yang menarik jiwa untuk terus masuk dan menjelajahi isinya, layaknya blackhole yang mampu menyerap apa saja. Mata itu menatap langit biru cerah di hamparan rumput, matanya terlihat kosong seolah jiwanya tidak berada di tempat itu."huh."Bibir itu menghela nafasnya seperti seseorang yang memiliki banyak pikiran."Eruza!" teriak seseorang dari kejauhan, namun lelaki itu hanya memandang wajah itu tanpa menjawab."Rrr, air mukamu terlihat menyeramkan, ah benar! Ada yang sedang mencari kita, di depan rumah," kata orang tersebut."Siapa?""Kau kira aku tau? Jika aku tau juga aku kasih tau huh dasar, btw Darrel adik sepupu kesayanganmu baru
Kedelapan pemuda itu mulai berdiri di belakang Azareel. Angin berhembus kencang menerpa semua yang menghalangi jalannya.Bersamaan dengan angin, partikel-partikel merah mulai berterbangan dan menyatu menjadi sebuah pintu.Pintu itu seperti pintu kaca yang yang mudah pecah, di lihat dari luar, kalian akan melihat pandangan jalan di belakanganya, seperti pintu kaca pada umumnya.Azareel melangkah maju setelah angin berhenti bertiup, begitu juga dengan teman-temannya yang lain. Melihat ke belakang dengan pandangan tidak yakin, membuat Eruza datang menghampirinya."Biar aku saja," kata Eruza menenangkan Azareel yang gugup, lantas mendengar itupun Azareel mundur ke belakang untuk mempersilakan Eruza.Terlihat jelas lelaki dengan sejuta pesona itu menarik nafas untuk menghilangkan gugup, tangan itu mulai mendorong pintu kaca itu.Sejauh mata memandang, pemandangan di dalam pintu sangat ko
Malam haripun tiba, lelaki berambut coklat terang dan hitam duduk berdua di tepi sungai. Pemandangan langit yang dipenuhi dengan taburan bintang berkelap-kelip indah di gelapnya malam, daun yang berguguran jatuh tertiup angin yang berhembus lembut.Pemandangan bagaikan surga yang tidak nyata namun tampak di lihat oleh mata."Wayne," panggil lelaki berambut hitam segelap malam di langit."Ya?" jawab Wayne si pemuda dengan rambut coklat terang."Aku tidak tahu bagaimana kedepannya, tapi ku harap semua akan baik-baik saja, namun firasatku mengatakan semuanya tidak baik-baik saja, apa yang harusku lakukan?""Hei, tenangkan dirimu, ada aku sebagai temanmu, nanti aku bantu doa jika bahaya akan datang, tenang saja," begitulah kata-kata penghiburan Wayne kepada sahabatnya itu."Ka ... kamu hanya bantu doa?!" tanya Eruza terkejut, buyar sudah suasana canggung di antara mereka.
Sinar ungu mulai melesat ke arah serigala yang paling besar di antara lainnya, serigala itu mati dengan sangat menggenaskan.Gerombolan Serigala Perak mengetahui jika pemimpin mereka mati, lalu serigala itu mulai melarikan diri menjauh dari kawasan itu.Keenam lelaki yang sudah mati-matian melawan Serigala Perak langsung terduduk lelah."Kerja bagus semuanya," kata Eruza menyemangati mereka.Setelah mengumpulkan cukup tenaga semuanya membersihkan diri. Azareel menyiram bekas-bekas darah serigala perak agar tidak memicu binatang iblis yang lainnya."Ngomong-ngomong apa yang sudah kau lakukan Wayne?" tanya Eruza kepada temannya itu."Aku hanya membunuh pemimpinnya," kata Wayne terus terang kemudian dia teringat kejadian Nelson mencium pipi kanannya."Oh! Oh! Oh! Aku punya berita bagus untuk Leo!" kata Wayne bersemangat, di wajahnya yang tampan terlihat sen
"Terus kalian menyesal gitu?!" seru Azareel, suasana hatinya sudah tidak bagus ditambah lagi teman-temannya yang sudah menyerah sebelum memulai."Tidak ada pilihan lain selain menjalankan tugas kita," sambung Azareel."Maksudmu apa hah! Kita semua bisa saja mati di tengah-tengah hutan ini!" kata Tanner sambil berdiri.Azareelpun ikut berdiri, terlihat jelas air muka marah dikedua wajah lelaki itu."Kan kalian yang ingin ke sini! Tidak ada paksaan!" seru Azareel seolah-olah menantang Tanner. Jarak mereka kini sangat dekat untuk seseorang yang sedang berselisih pendapat."Itu semua gara-gara kamu yang memancing!" seru Tanner sambil mendorong bahu Azareel.Dan terjadilah aksi berkelahi di antara mereka berdua, teman-teman yang lainnya pun berinisiatif untuk menghalangi mereka agar tidak menjadi perkelahian yang mebahayakan nyawa."Hei! Kalian tenang lah! Aku tidak memi