Ketika selesai makan, Aza segera naik ke kamarnya dengan membawa segelas air putih.
"Ayah, Ibu, aku ke atas dulu, selamat malam," pamit Ada yang kemudian menginjakkan kakinya di anak tangga.
"Aku tidak menyangka bayi kecilku sudah tumbuh menjadi pria dewasa," kata Aubrey sambil melihat punggung Aza yang mulai menghilang di balik pintu kamar.
"Apa susahnya jika kita membuat lagi?" tanya Andress to the point, pipi dan telinga Aubrey memanas dia memutuskan untuk menunduk dan tidak ingin melihat tatapan lapar dari suaminya.
"K ... kau, sabar dulu, aku belum menyelesaikan sisa makanan," namun sudah terlambat, Andress langsung menghampiri istrinya dan menggendongnya ke kamar mereka berdua.
⚛⚛⚛
Seperti biasa, Azareel melanjutkan tugasnya sebagai mahasiswa, setelah selesai ngampus dia seperti biasa berjalan ke perpustakaan untuk membaca beberapa buku secara acak.
Azareel adalah tipe orang yang sangat menyukai bau buku juga menyukai membaca buku, namun yang di genggamnya sekarang adalah buku bergenre fantasi.
Azareel ingin terbiasa dengan hal-hal yang berbau tidak mungkin seperti penyihir dan lain sebagainya, ketika belum selesai, dia akan meminjam buku tersebut kepada penjaga perpustakaan, kemudian melanjutkannya di rumah nanti.
Ketika berjalan menuju pintu keluar kampus, kalungnya tiba-tiba bergetar dengan sengatan hangat, seakan naluri mengatakan itu adalah keberadaan penyihir kubus, mata lelaki itu langsung melihat ke sekelilingnya, namun yang dia lihat hanyalah orang yang berlalu-lalang.
"Mungkin perasaanku saja."
Di tempat yang sama dengan orang yang berbeda.
"Tumben kamu pakai kalung Za," tegur lelaki berambut merah sambil merangkul teman sebangkunya itu.
"Ah? Aku tidak sangaja mendapatkannya, karena aku melihatnya cocok denganku, jadi aku memutuskan untuk menggunakannya," kata lelaki berambut hitam legam itu —Eruza Miles.
"Ya ... itu sangat cocok untukmu," kata temannya itu.
Azareel masih memperhatikan sekitarnya, siapa tau dia dapat merasakan keberadaan penyihir kubus lainnya.
Namun tetap saja nihil.
⚛⚛⚛
"Tuan, semua warna dari penyihir kubus bersinar," Kata orang bertudung hitam itu, seluruh badannya bergetar ketakutan.
"Aku sudah menduganya, jika di bangkitkan satu, maka yang lainnya akan bangkit," kata orang yang duduk di singgasana.
"Haccu!" Aza menggosok hidungnya yang gatal.
"Kamu sakit?" tanya Leo.
Sekarang mereka berada di rumah Leo, merencanakan dan mempersiapkan segala sesuatu untuk perjalanan mereka.
"Ok lengkap, ayo kita ke jalan bintang, di sana ada dua penyihir kubus, ingin mendatanginya barengan atau ...." Kata Aza namun dengan otak cerdas Leonard dia dapat memahami kelanjutan dari perkataan Aza.
"Mari barengan, jika kita sendiri mungkin mereka kurang memahami atau bahkan tidak percaya, sepertimu yang datang kerumahku dulu,"
Mengingat kejadian dimana Azareel yang menggila, membuat lelaki bermata puppy memerah hingga ke telinga, yang membuat Leo ingin mengejeknya terus-menerus. Azareel mengingat peristiwa tadi di mana ia merasakan getaran pada kalungnya.
"Oh iya, aku lupa memberitahumu, apa kalungmu pernah bergetar tanpa sebab?" tanya Aza kepada Leo yang kini merapikan pakaiannya.
"Tidak," jawab Leo.
"Aneh ... ketika kelas berakhir, aku merasakan kalungku bergetar sewaktu aku melewati pintu keluar," kata Aza.
"Bisa jadi kamu perpapasan dengan penyihir kubus lainnya!" seru Leo dengan mata yang berbinar-binar.
"Sepertinya, barangku akanku titipkan di tempatmu, kita pikirkan barang untuk bertahan hidup,"
"Cari penyihir kubus lainnya, cepat buka g****e maps, jalan bintang di mana," Kata Leo.
"Ok ketemu!"
Di waktu yang sama di tempat yang berbeda.
"Kamu yakin pernah bermimpi seperti itu?" tanya seorang pria berambut biru malam.
"Yakin sekali! Aku tidak akan berbohong kali ini," kata pria berambut gondrong.
"Sudah-sudah jangan bertengkar, kira-kira apa itu penyihir kubus?" ucap pria rambut biru malam dengan gradasi putih.
"Hei! Tupai, kamu memimpikan hal yang sama tidak!" tanya pria berambut gondrong itu.
"Aku memimpikannya kemarin malam,"
"Coba kamu tebak, apakah kita seorang penyihir? Kita akan mempunyai kekuatan?" tanya pria berambut biru malam.
"Mungkin,"
⚛⚛⚛
"Fiuh aku tidak mengira jalan bintang begitu jauh," keluh Leo.
"Sudahku bilang kita naik sepeda tadi,"
"Hei! Aku kan tidak tau! Siapa bilang di maps terlalu pendek!"
Mungkin sekarang telinga Aza berdengung mendengar kicauan dari Leo yang tiada henti-hentinya.
"Ok kira-kira di mana rumahnya?" tanya Leo.
"Aku buka buku sebentar ... ya Tuhan! Penyihir kubus Maroon, Hijau dan Coklat berkumpul di dekat sini!" seru Aza bersemangat.
"Masa? Aku mau lihat!"
Keduanya : "...."
"Aku tidak menyangka akan semudah ini, apakah perjalanannya akan mudah?" tanya Aza pasrah.
"Ayo cepat!"
Azareel : "...."
Setibanya di depan rumah tingkat dua berwarna hijau dengan halaman yang di penuhi tumbuhan di mana-mana. Leo sempat mengira rumah ini adalah taman komplek, namun segera mendapat pukulan tajam di keningnya hingga membekas telapak tangan di kening mulus itu.
"Di sini rumahnya ... rumah Penyihir Kubus Hijau,"
"Aza, apakah rumahmu di penuhi dengan air?" tanya Leo yang sekali lagi mendapatkan tamparan di keningnya.
"Hei! Hei! Kamu ingin aku mempunyai kepala babi?!"
"Kamu memang babi!"
Leonard: "...."
Tidak jauh dari Aza dan Leo, ada tiga anak lelaki yang sedari tadi memperhatikan pertengkaran mereka dengan linglung.
"Bukankah urusan rumah tangga tidak boleh dibahas di luar?" tanya anak lelaki berambut biru malam dengan gradasi putih.
"Aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, apa hubungannya dengan air?"
Ketika anak lelaki: "?"
"Ayo tegur mereka, berani sekali menggangu diskusi kita!"
"Oh bayi rotiku sudah besar!" kata pria berambut gondrong.
"...."
"Kamu bayi seluruh keluargamu bayi!" ucap anak lelaki itu tidak terima.
"Ok ok, kamu bukan bayi,"
"Hei! Ayo cepat!"
"Tunggu sebentar tupai!"
Lelaki yang di panggil tupai pun menghadap ke pria berambut gondrong sambil berkacak pinggang.
"Wajahmu terlalu cantik hingga perempuan pun kalah," kata anak lelaki itu sambil memasang tampang marah yang di buat-buat.
"Hei! Style rambut ini sangat sexy!"
"Terserah!"
"Jadi ... kapan kita menghampiri mereka?" tanya anak lelaki berambut biru malam.
"Astaga! Kau si! Aku jadi lupa!"
"Mengapa kamu menyalahkanku? Aku salah apa?"
"Banyak!"
"...."
Ketiga anak lelaki itu pun menghampiri Azareel dan Leonard, tatapan mereka penuh menyelidik, mereka memperhatikan pakaian Aza dan Leonard dari bawah hingga ke atas memastikan bahwa mereka bukan pengemis yang ingin meminta uang.
"Permisi, mencari siapa?" tanya anak lelaki bermata tupai.
Aza dan Leo saling menatap satu sama lain, dengan pikiran yang sama.
Tiga penyihir kubus!
"Oh? Hai," sapa Leo canggung, begitu juga dengan Aza, ketiga anak lelaki itu hanya memandangi mereka seperti melihat orang bodoh.
"Boleh kenalan?" tanya Leo, namun tidak ada tanggapan dari ketiga anak lelaki itu.
"Untuk?" tanya anak lelaki berambut gondrong.
Leo menatap Aza seakan-akan memberitahunya untuk menjawab pertanyaan si rambut gondrong.
"Mungkin ... kita bisa menjadi teman?"
Ketiga anak lelaki : "...."
"Kami tidak perlu teman," kata anak lelaki berambut biru malam, kedua temannya hanya mengangguk sedikit sambil mengernyitkan alis mereka tidak suka.
Melihat usaha Leo yang gagal, Aza membuka mulut untuk membungkam ketiga anak lelaki itu.
"Aku ingin membicarakan tentang penyihir kubus," kata Aza to the point.
Benar saja, ketiga anak lelaki membelalakkan mata mereka tidak percaya, dari mana kedua anak lelaki ini mengetahui penyihir kubus?
"Kau bercanda?" tanya meremehkan dari rambut gondrong.
"Aku serius,"
Ketiga anak lelaki mulai memasang tampang waspada, bisa dilihat dengan mata telanjang tanaman di pinggir jalan mulai memanjang ke arah Aza dan Leo."Kamu siapa?" tanya anak berambut gondrong waspada."Tolong tarik kembali, mata bisa melihat telinga bisa mendengar," kata Aza menenangkan."Aku tidak peduli!""Cepat pergi dari hadapan kami! Kami tidak ingin bertengkar dengan kalian, buang-buang waktu,""Hei! Hei! Hei! Tenanglah! Kami juga penyihir kubus!"Tanaman menjalar itu berhenti, tatapan anak berambut gondrong itu penuh dengan menyelidik."Buktikan," kata anak bermata tupai.Azareel mengeluarkan kalungnya di hadapan ketiga anak lelaki itu."Ini," kata Aza sembari memperlihatkan kalungnya.Dengan sigap, tanaman menjalar itu mengambil kalung yang ada di tangan Aza."Hei!" teriak Aza marah.
Sinar matahari menyelimuti bumi, angin berhembus lembut menebas rerumputan. Seorang lelaki berambut hitam legam seperti di gelapnya malam, kilatan rambutnya berwarna putih seperti bintang yang berkelip di malam hari. Mata hitam bagaikan kegelapan yang menarik jiwa untuk terus masuk dan menjelajahi isinya, layaknya blackhole yang mampu menyerap apa saja. Mata itu menatap langit biru cerah di hamparan rumput, matanya terlihat kosong seolah jiwanya tidak berada di tempat itu."huh."Bibir itu menghela nafasnya seperti seseorang yang memiliki banyak pikiran."Eruza!" teriak seseorang dari kejauhan, namun lelaki itu hanya memandang wajah itu tanpa menjawab."Rrr, air mukamu terlihat menyeramkan, ah benar! Ada yang sedang mencari kita, di depan rumah," kata orang tersebut."Siapa?""Kau kira aku tau? Jika aku tau juga aku kasih tau huh dasar, btw Darrel adik sepupu kesayanganmu baru
Kedelapan pemuda itu mulai berdiri di belakang Azareel. Angin berhembus kencang menerpa semua yang menghalangi jalannya.Bersamaan dengan angin, partikel-partikel merah mulai berterbangan dan menyatu menjadi sebuah pintu.Pintu itu seperti pintu kaca yang yang mudah pecah, di lihat dari luar, kalian akan melihat pandangan jalan di belakanganya, seperti pintu kaca pada umumnya.Azareel melangkah maju setelah angin berhenti bertiup, begitu juga dengan teman-temannya yang lain. Melihat ke belakang dengan pandangan tidak yakin, membuat Eruza datang menghampirinya."Biar aku saja," kata Eruza menenangkan Azareel yang gugup, lantas mendengar itupun Azareel mundur ke belakang untuk mempersilakan Eruza.Terlihat jelas lelaki dengan sejuta pesona itu menarik nafas untuk menghilangkan gugup, tangan itu mulai mendorong pintu kaca itu.Sejauh mata memandang, pemandangan di dalam pintu sangat ko
Malam haripun tiba, lelaki berambut coklat terang dan hitam duduk berdua di tepi sungai. Pemandangan langit yang dipenuhi dengan taburan bintang berkelap-kelip indah di gelapnya malam, daun yang berguguran jatuh tertiup angin yang berhembus lembut.Pemandangan bagaikan surga yang tidak nyata namun tampak di lihat oleh mata."Wayne," panggil lelaki berambut hitam segelap malam di langit."Ya?" jawab Wayne si pemuda dengan rambut coklat terang."Aku tidak tahu bagaimana kedepannya, tapi ku harap semua akan baik-baik saja, namun firasatku mengatakan semuanya tidak baik-baik saja, apa yang harusku lakukan?""Hei, tenangkan dirimu, ada aku sebagai temanmu, nanti aku bantu doa jika bahaya akan datang, tenang saja," begitulah kata-kata penghiburan Wayne kepada sahabatnya itu."Ka ... kamu hanya bantu doa?!" tanya Eruza terkejut, buyar sudah suasana canggung di antara mereka.
Sinar ungu mulai melesat ke arah serigala yang paling besar di antara lainnya, serigala itu mati dengan sangat menggenaskan.Gerombolan Serigala Perak mengetahui jika pemimpin mereka mati, lalu serigala itu mulai melarikan diri menjauh dari kawasan itu.Keenam lelaki yang sudah mati-matian melawan Serigala Perak langsung terduduk lelah."Kerja bagus semuanya," kata Eruza menyemangati mereka.Setelah mengumpulkan cukup tenaga semuanya membersihkan diri. Azareel menyiram bekas-bekas darah serigala perak agar tidak memicu binatang iblis yang lainnya."Ngomong-ngomong apa yang sudah kau lakukan Wayne?" tanya Eruza kepada temannya itu."Aku hanya membunuh pemimpinnya," kata Wayne terus terang kemudian dia teringat kejadian Nelson mencium pipi kanannya."Oh! Oh! Oh! Aku punya berita bagus untuk Leo!" kata Wayne bersemangat, di wajahnya yang tampan terlihat sen
"Terus kalian menyesal gitu?!" seru Azareel, suasana hatinya sudah tidak bagus ditambah lagi teman-temannya yang sudah menyerah sebelum memulai."Tidak ada pilihan lain selain menjalankan tugas kita," sambung Azareel."Maksudmu apa hah! Kita semua bisa saja mati di tengah-tengah hutan ini!" kata Tanner sambil berdiri.Azareelpun ikut berdiri, terlihat jelas air muka marah dikedua wajah lelaki itu."Kan kalian yang ingin ke sini! Tidak ada paksaan!" seru Azareel seolah-olah menantang Tanner. Jarak mereka kini sangat dekat untuk seseorang yang sedang berselisih pendapat."Itu semua gara-gara kamu yang memancing!" seru Tanner sambil mendorong bahu Azareel.Dan terjadilah aksi berkelahi di antara mereka berdua, teman-teman yang lainnya pun berinisiatif untuk menghalangi mereka agar tidak menjadi perkelahian yang mebahayakan nyawa."Hei! Kalian tenang lah! Aku tidak memi
"Tolong aku!" teriak Azareel.Semua mata langsung tertuju ke sumber suara."Aza!" Teriak Eruza. Jantungnya hampir berhenti berdetak melihat Azareel yang kini terlilit akar. Dia bertanggung jawab atas keselamatan mereka semua, jadi dia tidak tahan untuk tidak menolong Aza yang kini hampir di remukkan.Eruza berlari ke arah Azareel dengan tergesa-gesa raut wajahnya sangat menyeramkan, dia mulai menebas akar pohon yang menghalanginya di setiap jalannya.Bilah besi itu menebas ke segala arah untuk menghindari akar, dia harus cepat jika terlambat mungkin saja Azareel akan pecah menjadi tumpukan daging oleh akar itu.Ini bukan sesuatu yang di anggap remeh, ini masalah kehidupan seseorang. Di mata Eruza dia melihat Azareel yang mulai kehilangan nafasnya. Badan lelaki itu mulai memerah seakan ingin meledak.Melihat aksi Eruza, yang lainnya pun ikut menyelamatkan Azareel dari bahaya, k
"Aza ... ku mohon sadarlah," ucap Eruza di samping Aza yang belum sadarkan diri dua hari ini. ⚛⚛⚛Waktu berlalu dengan cepat tak terasa sudah satu bulan dari kejadian itu."Kak Uza, aku dapat rusa!" teriak Reymond bersemangat."Kerja bagus Rey! Kita akan makan besar malam ini, benar kan Za?" tanya Eruza kepada pemuda di sebelahnya. Pemuda itu terlihat imut dan sedikit pucat."Iya, aku tidak sabar untuk malam ini," kata Azareel sambil tersenyum tipis.Dia baru saja pulih beberapa hari yang lalu, lelaki itu merasa tidak enak kepada teman-temannya karena dia mengganggu perjalanan ini. Jika saja dia tidak lengah mungkin kami akan mencapai kota di pinggir hutan ini."Sudahlah, janga memasang ekspresi begitu," kata Tanner sambil mengambil tempat du