Ketiga anak lelaki mulai memasang tampang waspada, bisa dilihat dengan mata telanjang tanaman di pinggir jalan mulai memanjang ke arah Aza dan Leo.
"Kamu siapa?" tanya anak berambut gondrong waspada.
"Tolong tarik kembali, mata bisa melihat telinga bisa mendengar," kata Aza menenangkan.
"Aku tidak peduli!"
"Cepat pergi dari hadapan kami! Kami tidak ingin bertengkar dengan kalian, buang-buang waktu,"
"Hei! Hei! Hei! Tenanglah! Kami juga penyihir kubus!"
Tanaman menjalar itu berhenti, tatapan anak berambut gondrong itu penuh dengan menyelidik.
"Buktikan," kata anak bermata tupai.
Azareel mengeluarkan kalungnya di hadapan ketiga anak lelaki itu.
"Ini," kata Aza sembari memperlihatkan kalungnya.
Dengan sigap, tanaman menjalar itu mengambil kalung yang ada di tangan Aza.
"Hei!" teriak Aza marah.
"Aku hanya ingin melihat keasliannya,"
Di katakan penyihir kubus Hijau dapat melihat kemurnian dari suatu benda, ternyata itu benar.
"Ini murni," kata anak lelaki itu, kemudian mengembalikan kalung Aza.
"Kamu sudah mengetahuinya, jadi silakan pulang."
Aza dan Leo termenung di depan pagar, sedangkan ketiga anak lelaki mulai memasuki rumah itu.
"Hei! Tunggu! Kami ingin mendiskusikan sesuatu!" teriak Leo tidak terima, apa-apaan ini, sangat kasar dan tidak sopan, seharusnya tamu itu di jamu! Bukan di abaikan!
Ketiga anak lelaki itu melihat Leo yang kini wajahnya berubah merah.
"Tidak ada yang perlu di diskusikan."
"Ada! Bahkan sangat banyak, keberadaan hidden world dan lain-lain,"
Mendengar perkataan Leo yang semakin menarik, membuat ketiga anak lelaki itu menyetujui untuk mengetahui lebih lanjut.
"Ayo masuk," kata pria berambut gondrong.
Leo dan Aza saling menatap satu sama lain, seakan-akan mata mereka berbicara, apakah kita berhasil?
Tangan Leo membuka pagar itu kemudian masuk dengan perasaan gugup.
Di dalam rumah Tanner Hooper
"Ayo kita bicarakan apa yang ingin kamu sampaikan tadi,"
"Kalian tahu kan, kita adalah penyihir kubus, kalian tidak ada buku yang muncul bersamaan dengan bandul kubus?" tanya Aza langsung ke intinya.
Ketiga anak lelaki itu saling menatap satu sama lain, memastikan bahwa yang lainnya setuju.
"Aku akan ambil bukuku di kamar," kata anak lelaki berambut panjang itu—Tanner Hooper.
"Aku juga."
"Aku pun."
Satu ke kamar, dua pulang sebentar.
Leonard mendekati Azareel kemudian membisikkan, "Hei"
"Mmm."
"Apa kamu yakin mereka bisa di ajak kerja sama?"
"Sepertinya ...."
Tanner keluar dari kamarnya kemudian memberikan buku itu kepada Azareel. Lelaki bermata puppy segera mengambil buku dari genggaman Tanner.
Sampul buku itu agak sedikit usang namun bersih tanpa debu, di atasnya bertulisan 'Mantra Sihir'.
"Sepertinya kita harus mengumpulkan semua buku baru bisa menemukan jalan menuju ke hidden world,"
"Hei apa kalian menunggu kami?" tanya Nelson–lelaki dengan warna rambut biru gelap.
"Ya." jawab Aza jujur.
Kedua lelaki itu langsung memberikan buku mereka, aza langsung membuka buku itu satu per satu mengingat semuanya, pertanyaannya sedikit demi sedikit mulai terjawab namun setiap buku yang dia baca menimbulkan banyak pertanyaan baru di kepalanya. Aza sangat frustasi karena tidak ada satupun orang yang dapat menjawab semua pertanyaan dalam pikirannya. Setelah menata pikirannya untuk beberapa saat, Leo menjelaskan secara perlahan apa yang dia tau kepada ketiga anak lelaki itu, tidak seperti di awal, mereka mendengarkan dengan tenang dan terlihat sangat antusias, Aza yang melihatnya dari kejauhan semakin khawatir, karena dia tidak mengetahui bahaya apa yang akan mereka dapatkan dari perjalanan ini, karena awal dari semua ini di mulai darinya yang sangat penasaran hingga sampai saat ini, sekarang tugasnya mencari tiga penyihir kubus lainnya.
"Hei, kita harus mencari penyihir kubus lainnya, aku tidak sabar dengan yang namanya Hidden World,"
"Aku merasa ini terlalu cepat," kata Aza kurang yakin.
"Kenapa?" tanya Leo yang lebih mengerti dirinya.
"Entahlah, aku takut, karena rasa penasaranku membawa orang lain dalam bahaya, apa lagi ... kita baru saja saling mengenal satu sama lain dan tidak semua anak sama seperti Leo yang mudah akrab dengan orang lain, pasti di antara kita ada seseorang yang tidak mudah untuk beradaptasi, sifat orang-orang itu berbeda, aku tidak yakin jika kita yang tidak saling mengenal satu sama lain ini melakukan petualangan nekat, apalagi petualangan yang tidak jelas ini, semakin aku mengetahui semakin aku yakin tempat itu dipenuhi dengan bahaya, kita tidak saling mengenal cukup lama, kita tidak mengetahui sifat masing-masing, perasaan saling mengerti juga tidak begitu kuat, apakah mungkin kita bisa melakukan perjalanan ini?"
Ruangan itu seketika diselimuti oleh keheningan akibat pernyataan Azareel ... benar semua itu berawal dari rasa penasaran Azareel, namun tidak dipungkiri semuanya yang terkait ikut penasaran karena semuanya terlibat dengan keanehan ini.
"Mari kita mempersiapkannya pelan-pelan," kata Tanner.
"Semakin aku mengetahui dunia tersembunyi, semakin aku tahu bahwa tempat itu memiliki banyak hal yang tidak nyata,"
"Sudahlah, kita sudah terlanjur sampai sini mengapa tidak di lanjutkan saja?" kata Tanner.
'benar, aku sudah sampai di sini, tidak ada lagi cara untuk mundur,' katanya dalam hati.
Di rumah Livingstone.
Bruk!
Azareel menghempaskan badannya ke ranjang tangannya memijat-mijat pelat keningnya yang terasa pusing akibat perang batin terus-menerus.
'hah~ apa yang harus aku lakukan?' batinnya. Tatapan lelaki itu menghadap langit-langit kamar dengan pandangan kosong. Pikirannya entah melayang kemana namun yang pasti dia sangat memikirkan tentang kejadian aneh yang terus-menerus menimpa dirinya.
"Ah sudahlah," katanya, lelaki itu pun bangun dari nyamannya kasur, mengambil handuk yang tergantung di jemuran kemudian mandi. Selesai mandi Azareel turun ke bawah untuk makan setelah itu dia kembali ke kamarnya.
Pandangannya tertahan pada buku yang terletak di atas meja belajarnya, buku itu terlihat usang namun tidak rapuh jika di pegang. Ujung sampul yang sedikit berkerut tanda usia buku itu tidak membuat tampilan misterius itu menghilang.
Diambilnya buku itu kemudian dia membuka halaman yang sudah di hafalnya. Semakin di lihat rasa penasaran itu semakin membuncah.
'bagaimana jika aku mati di sana?'
Pikiran konyol itu terus menerus berputar di kepalanya.
'ataukah di saja banyak sesuatu yang baru? Bukannya udah pasti? Argh!' pikirnya sambil menjambak rambutnya pelan.
'besok mencari sisa penyihir kubus lainnya, apakah mereka yakin atau tidak tergantung pada mereka sendiri,'
'apa yang harus aku siapkan?'
'apa kemungkinan yang paling berbahaya di sana?'
'jika tersesat apakah mungkin kami bisa kembali?'
'jika aku jatuh cinta dengan seorang wanita di sana, apakah aku akan membawanya pulang atau justru aku yang akan dibawanya pulang?'
'Argh! Aku berpikiran apa si? Bisa-bisa berpikir untuk pacaran di sana,' pikir Azareel sambil membuang nafas dia tidak habis pikir dengan semua isi kepalanya.
'ah sudahlah, aku ingin tidur. gumamnya kemudian memposisikan dirinya di atas empuknya ranjang kemudian tidur.
Sinar matahari menyelimuti bumi, angin berhembus lembut menebas rerumputan. Seorang lelaki berambut hitam legam seperti di gelapnya malam, kilatan rambutnya berwarna putih seperti bintang yang berkelip di malam hari. Mata hitam bagaikan kegelapan yang menarik jiwa untuk terus masuk dan menjelajahi isinya, layaknya blackhole yang mampu menyerap apa saja. Mata itu menatap langit biru cerah di hamparan rumput, matanya terlihat kosong seolah jiwanya tidak berada di tempat itu."huh."Bibir itu menghela nafasnya seperti seseorang yang memiliki banyak pikiran."Eruza!" teriak seseorang dari kejauhan, namun lelaki itu hanya memandang wajah itu tanpa menjawab."Rrr, air mukamu terlihat menyeramkan, ah benar! Ada yang sedang mencari kita, di depan rumah," kata orang tersebut."Siapa?""Kau kira aku tau? Jika aku tau juga aku kasih tau huh dasar, btw Darrel adik sepupu kesayanganmu baru
Kedelapan pemuda itu mulai berdiri di belakang Azareel. Angin berhembus kencang menerpa semua yang menghalangi jalannya.Bersamaan dengan angin, partikel-partikel merah mulai berterbangan dan menyatu menjadi sebuah pintu.Pintu itu seperti pintu kaca yang yang mudah pecah, di lihat dari luar, kalian akan melihat pandangan jalan di belakanganya, seperti pintu kaca pada umumnya.Azareel melangkah maju setelah angin berhenti bertiup, begitu juga dengan teman-temannya yang lain. Melihat ke belakang dengan pandangan tidak yakin, membuat Eruza datang menghampirinya."Biar aku saja," kata Eruza menenangkan Azareel yang gugup, lantas mendengar itupun Azareel mundur ke belakang untuk mempersilakan Eruza.Terlihat jelas lelaki dengan sejuta pesona itu menarik nafas untuk menghilangkan gugup, tangan itu mulai mendorong pintu kaca itu.Sejauh mata memandang, pemandangan di dalam pintu sangat ko
Malam haripun tiba, lelaki berambut coklat terang dan hitam duduk berdua di tepi sungai. Pemandangan langit yang dipenuhi dengan taburan bintang berkelap-kelip indah di gelapnya malam, daun yang berguguran jatuh tertiup angin yang berhembus lembut.Pemandangan bagaikan surga yang tidak nyata namun tampak di lihat oleh mata."Wayne," panggil lelaki berambut hitam segelap malam di langit."Ya?" jawab Wayne si pemuda dengan rambut coklat terang."Aku tidak tahu bagaimana kedepannya, tapi ku harap semua akan baik-baik saja, namun firasatku mengatakan semuanya tidak baik-baik saja, apa yang harusku lakukan?""Hei, tenangkan dirimu, ada aku sebagai temanmu, nanti aku bantu doa jika bahaya akan datang, tenang saja," begitulah kata-kata penghiburan Wayne kepada sahabatnya itu."Ka ... kamu hanya bantu doa?!" tanya Eruza terkejut, buyar sudah suasana canggung di antara mereka.
Sinar ungu mulai melesat ke arah serigala yang paling besar di antara lainnya, serigala itu mati dengan sangat menggenaskan.Gerombolan Serigala Perak mengetahui jika pemimpin mereka mati, lalu serigala itu mulai melarikan diri menjauh dari kawasan itu.Keenam lelaki yang sudah mati-matian melawan Serigala Perak langsung terduduk lelah."Kerja bagus semuanya," kata Eruza menyemangati mereka.Setelah mengumpulkan cukup tenaga semuanya membersihkan diri. Azareel menyiram bekas-bekas darah serigala perak agar tidak memicu binatang iblis yang lainnya."Ngomong-ngomong apa yang sudah kau lakukan Wayne?" tanya Eruza kepada temannya itu."Aku hanya membunuh pemimpinnya," kata Wayne terus terang kemudian dia teringat kejadian Nelson mencium pipi kanannya."Oh! Oh! Oh! Aku punya berita bagus untuk Leo!" kata Wayne bersemangat, di wajahnya yang tampan terlihat sen
"Terus kalian menyesal gitu?!" seru Azareel, suasana hatinya sudah tidak bagus ditambah lagi teman-temannya yang sudah menyerah sebelum memulai."Tidak ada pilihan lain selain menjalankan tugas kita," sambung Azareel."Maksudmu apa hah! Kita semua bisa saja mati di tengah-tengah hutan ini!" kata Tanner sambil berdiri.Azareelpun ikut berdiri, terlihat jelas air muka marah dikedua wajah lelaki itu."Kan kalian yang ingin ke sini! Tidak ada paksaan!" seru Azareel seolah-olah menantang Tanner. Jarak mereka kini sangat dekat untuk seseorang yang sedang berselisih pendapat."Itu semua gara-gara kamu yang memancing!" seru Tanner sambil mendorong bahu Azareel.Dan terjadilah aksi berkelahi di antara mereka berdua, teman-teman yang lainnya pun berinisiatif untuk menghalangi mereka agar tidak menjadi perkelahian yang mebahayakan nyawa."Hei! Kalian tenang lah! Aku tidak memi
"Tolong aku!" teriak Azareel.Semua mata langsung tertuju ke sumber suara."Aza!" Teriak Eruza. Jantungnya hampir berhenti berdetak melihat Azareel yang kini terlilit akar. Dia bertanggung jawab atas keselamatan mereka semua, jadi dia tidak tahan untuk tidak menolong Aza yang kini hampir di remukkan.Eruza berlari ke arah Azareel dengan tergesa-gesa raut wajahnya sangat menyeramkan, dia mulai menebas akar pohon yang menghalanginya di setiap jalannya.Bilah besi itu menebas ke segala arah untuk menghindari akar, dia harus cepat jika terlambat mungkin saja Azareel akan pecah menjadi tumpukan daging oleh akar itu.Ini bukan sesuatu yang di anggap remeh, ini masalah kehidupan seseorang. Di mata Eruza dia melihat Azareel yang mulai kehilangan nafasnya. Badan lelaki itu mulai memerah seakan ingin meledak.Melihat aksi Eruza, yang lainnya pun ikut menyelamatkan Azareel dari bahaya, k
"Aza ... ku mohon sadarlah," ucap Eruza di samping Aza yang belum sadarkan diri dua hari ini. ⚛⚛⚛Waktu berlalu dengan cepat tak terasa sudah satu bulan dari kejadian itu."Kak Uza, aku dapat rusa!" teriak Reymond bersemangat."Kerja bagus Rey! Kita akan makan besar malam ini, benar kan Za?" tanya Eruza kepada pemuda di sebelahnya. Pemuda itu terlihat imut dan sedikit pucat."Iya, aku tidak sabar untuk malam ini," kata Azareel sambil tersenyum tipis.Dia baru saja pulih beberapa hari yang lalu, lelaki itu merasa tidak enak kepada teman-temannya karena dia mengganggu perjalanan ini. Jika saja dia tidak lengah mungkin kami akan mencapai kota di pinggir hutan ini."Sudahlah, janga memasang ekspresi begitu," kata Tanner sambil mengambil tempat du
Suara daging yang bertemu dengan besi panas memenuhi area sekitarnya. Suasana gelapnya malam yang bertabur bintang menemani sang rembulan di atas langit. Semilir angin berhembus dengan lembut membawa aroma khas daging panggang."Ah aku sudah lapar," kata Reymond sambil mengelus perutnya yang rata."Mohon bersabarlah, sebentar lagi dagingnya masak," kata Darrel. Lelaki itu sibuk membolak-balikkan daging di atas wajan panas."Berbequenya sudah hampir selesai di panggang," kata Leonard sambil membalikkan berbeque di hadapannya.Azareel memandangi berbeque yang di panggang Leonard dari waktu ke waktu. Lelaki itu tampak linglung ketika melihat berbeque yang mengeluarkan bunyi berdesis ketika Leonard menambahkan bumbu perasa."Aza ... apa yang kamu pikirkan?" tanya Eruza sambil mendudukkan bokongnya di sebelah Aza."Jika diingat-ingat di pasar tadi tidak ada yang menjual berbeque,"