Sinar matahari menyelimuti bumi, angin berhembus lembut menebas rerumputan. Seorang lelaki berambut hitam legam seperti di gelapnya malam, kilatan rambutnya berwarna putih seperti bintang yang berkelip di malam hari. Mata hitam bagaikan kegelapan yang menarik jiwa untuk terus masuk dan menjelajahi isinya, layaknya blackhole yang mampu menyerap apa saja. Mata itu menatap langit biru cerah di hamparan rumput, matanya terlihat kosong seolah jiwanya tidak berada di tempat itu.
"huh."
Bibir itu menghela nafasnya seperti seseorang yang memiliki banyak pikiran.
"Eruza!" teriak seseorang dari kejauhan, namun lelaki itu hanya memandang wajah itu tanpa menjawab.
"Rrr, air mukamu terlihat menyeramkan, ah benar! Ada yang sedang mencari kita, di depan rumah," kata orang tersebut.
"Siapa?"
"Kau kira aku tau? Jika aku tau juga aku kasih tau huh dasar, btw Darrel adik sepupu kesayanganmu baru saja datang tadi," kata orang itu lagi.
"Ok ayo ke sana bareng," kata Eruza sambil berjalan meninggalkan sahabatnya di belakang.
"Hei! Tunggu! Wah dasar jahat!" kata lelaki berambut coklat terang itu.
Kemudian dia menyusul Eruza yang kini sudah menghilang di balik pintu belakang rumah.
Di sisi lain di waktu bersamaan, Azareel dan kawan-kawan sedang berdiri di depan rumah orang. Mereka menunggu kehadiran seseorang di dalam rumah itu.
Azareel sedang mengamati buku di tangannya, seluruh atensinya berada di gambar tiga kubus lainnya di atas tanda rumah itu.
Ungu, Merah, dan Putih, entah ini keberuntungan atau bagaimana, pencarian mereka di persingkat karena masing-masing penyihir kubus saling berteman, hanya Azareel dan Leonard saja tidak berteman satu sama lain tapi itu adalah pilihan yang paling tepat bagi Azareel untuk mendatangi lelaki kekar itu.
"Mereka datang," kata Reymond, retina mata segelap malam itu bersinar dengan serius, bola mata itu menatap ke arah pintu rumah yang sedang mereka tunggu.
"Ah~ bukankah dua di antara mereka kakak tingkat di kampus?" tanya Leo mengingat-ingat kembali kakak tingkatnya. Tidak mungkin Leonard melupakan wajah yang tampan seperti itu.
Eruza dengan rambut hitam legamnya yang di siram sinar matahari membuat suasana malam yang indah di rambutnya, bola mata hitam yang segelap malam menatap tajam ke arah lima anak laki-laki, pikirannya pun bertanya-tanya, 'ada apa mereka kemari? Apakah aku sudah berbuat salah?'
Wayne, seorang pemuda tampan dengan rambut coklat terangnya, meskipun tampan lelaki itu terkenal dengan perilaku dan cara berpikirnya yang aneh, mata itu manatap linglung ke arah lima lelaki yang berdiri di depan pagar rumah Eruza, di saat yang bersamaan Darrel keluar dengan membawa kotak berisikan brownis, anak lelaki itu memiliki rambut pirang cerah bertabur dengan sinar matahari membuat rambut itu bagaikan lukisan yang dilukis oleh ahli profesional, senyuman yang merekah di bibirnya bagaikan sinar rembulan yang menyejukkan hati.
"Itu bukannya si Alien?" tanya Reymond sambil berbisik ke arah Leonard.
"Iya, Anak yang di belakangnya itu satu angkatan dengan kita kan?" tanya Leo sambil berbisik dengan Reymond.
"Tidak bisa di percaya, kita akan bertualangan dengan orang aneh itu," bisik Raymond.
Begitulah mereka akrab sebagai teman gosip. Seperti tidak ada hari tanpa gosip, setiap bertemu pasti ada saja yang mereka bicarakan tentang orang lain.
Azareel yang melihat itupun bingung, dari mana kedua anak itu mendengar gosip-gosip yang tidak jelas asal-usulnya itu? Aza memejamkan mata, alisnya berkerut memikirkan bagaimana cara untuk meyakinkan mereka. Lelaki itu merasakan tanggung jawab yang besar untuk mempersatukan penyihir kubus ini, dia harus meyakinkan agar mereka ikut sehingga perjalanan ini berjalan dengan sempurna tanpa adanya kendala.
Pagar pun di buka, Eruza, Wayne dan Darrel menghampiri kelima anak lelaki yang secara mendadak menemui mereka.
Kedua belah pihak sama-sama memindai tubuh dari bawah ke atas, memasang air wajah yang tenang, seakan ada perang dingin yang terjadi Azareel mengeluarkan suara batuk ringan untuk menghentikan situasi ini.
"Ekhem! Ekhem! Perkenalkan nama saya Azareel Livingstone, harap kakak mendengarkan ocehan tidak berguna saya," kata Azareel menjelaskan maksudnya.
"Baik, silakan." kata Eruza membalas perkataan Azareel.
Eruza lawan bicaranya adalah si jenius negosiasi, dengan wajah imut itu menambah kesan sopan namun manis di wajahnya. Siapapun tidak dapat menolak untuk tidak mendengarkan perkataannya. Itulah kekuatan keimutan, kelemahan untuk semua orang baik itu lelaki ataupun wanita.
Pembicaraan berakhir dengan lancar walaupun di awal mendapat pertentangan dari pihak lawan, namun Azareel berhasil meyakinkan rekannya itu.
Kini kedelapan remaja lelaki sedang duduk di sofa rumah Eruza, mereka masih memperbincangkan hal-hal yang lebih spesifik, berbagai pertanyaan dan perkiraan adalah topik pembicaraan mereka.
"Jadi ... kapan kita akan berangkat?" tanya Darrel.
"Kalian bisa tentukan tanggalnya? Aku dan Leo sudah mempersiapkan barang-barang yang akan kami bawa di jauh hari," kata Azareel memperlihatkan cengirannya.
"Wah ... Leo dan Aza curang!" ucap Reymond tak terima.
"Ey ... kaliankan tinggal mempersiapkan barang kalian, jadi tanggal berapa?"
"Tanggal 20?"
"Ok!"
Begitulah diskusi mereka saat ini, karena pembicaraan yang banyak semuanya terlihat cocok satu sama lain tanpa ada yang diam ataupun berselisih pendapat.
Aza yang melihatnyapun bersyukur dalam hati, mereka mudah akrab dan mampu menyesuaikan diri mereka sendiri.
⚛⚛⚛
Di malam hari kediaman Livingstone.
Azareel baru saja menyelesaikan makan malam bersama keluarganya. Tidak terasa hari pertemuan penyihir kubus waktu itu sudah terlewat sangat lama, kini mereka sudah mulai terbiasa satu sama lain, sebentar lagi tanggal yang sudah di tentukan untuk bertualang akan segera tiba. Lelaki itu sudah meminta izin kepada kedua orang tuanya dan syukurlah orang tua Aza membolehkan anak satu-satunya keluarga mereka keluar untuk menjelajahi dunia, tentu saja orang tua Aza tidak mengetahui jika anaknya berpetualangan ke dunia lain.
'hah~ apa mereka sudah siap?' gumamnya sambil menatap langit-langit kamarnya.
Sebisa mungkin mereka membawa sesuatu yang diperlukan agar tidak membawa banyak barang. Semakin sedikit semakin baik.
Hari berganti hari, Azareel berpamitan kepada kedua orang tuanya sambil membawa tas berisi peralatan untuk bertualangnya nanti, karena Leo adalah orang yang paling kaya di antara penyihir kubus lainnya, lelaki bertubuh kekar itupun mengangkut delapan temannya di dalam mobil lelaki tersebut.
Setelah banyak mengasah kemampuan serta mendapat ilmu sedikit-sedikit, Darrel sang Penyihir Kubus Putih menentukan arah yang menuju lokasi gerbang dimensi Hidden World. Menurut buku yang Darrel dapatkan, intuisinya sangat kuat dikarenakan angin di sekitarnya membantu dalam perjalanan mereka. Sedangkan yang lainnya sibuk dengan dunia masing-masing. Yang paling santai di antara yang lainnya tentu si manusia alien yang dengan santainya memakan Snack sambil melihat pemandangan di jendela mobil.
Kini mobil itu berhenti di sebuah jalan sepi yang sudah lama di tinggalkan, namun anehnya gedung-gedung di pinggir jalan terlihat bersih dan terawat, namun tidak ada satupun manusia hidup yang terlihat di Sepanjangan jalan.
Azareel membuka bukunya, di sana terdapat petunjuk di mana letak pintu dimensi tersebut. Kedelapan pemuda tampan itu mulai mengikuti Azareel yang berjalan ke tengah jalan, lebih tepatnya ke pembatas jalan.
Kedelapan pemuda itu mulai berdiri di belakang Azareel. Angin berhembus kencang menerpa semua yang menghalangi jalannya.Bersamaan dengan angin, partikel-partikel merah mulai berterbangan dan menyatu menjadi sebuah pintu.Pintu itu seperti pintu kaca yang yang mudah pecah, di lihat dari luar, kalian akan melihat pandangan jalan di belakanganya, seperti pintu kaca pada umumnya.Azareel melangkah maju setelah angin berhenti bertiup, begitu juga dengan teman-temannya yang lain. Melihat ke belakang dengan pandangan tidak yakin, membuat Eruza datang menghampirinya."Biar aku saja," kata Eruza menenangkan Azareel yang gugup, lantas mendengar itupun Azareel mundur ke belakang untuk mempersilakan Eruza.Terlihat jelas lelaki dengan sejuta pesona itu menarik nafas untuk menghilangkan gugup, tangan itu mulai mendorong pintu kaca itu.Sejauh mata memandang, pemandangan di dalam pintu sangat ko
Malam haripun tiba, lelaki berambut coklat terang dan hitam duduk berdua di tepi sungai. Pemandangan langit yang dipenuhi dengan taburan bintang berkelap-kelip indah di gelapnya malam, daun yang berguguran jatuh tertiup angin yang berhembus lembut.Pemandangan bagaikan surga yang tidak nyata namun tampak di lihat oleh mata."Wayne," panggil lelaki berambut hitam segelap malam di langit."Ya?" jawab Wayne si pemuda dengan rambut coklat terang."Aku tidak tahu bagaimana kedepannya, tapi ku harap semua akan baik-baik saja, namun firasatku mengatakan semuanya tidak baik-baik saja, apa yang harusku lakukan?""Hei, tenangkan dirimu, ada aku sebagai temanmu, nanti aku bantu doa jika bahaya akan datang, tenang saja," begitulah kata-kata penghiburan Wayne kepada sahabatnya itu."Ka ... kamu hanya bantu doa?!" tanya Eruza terkejut, buyar sudah suasana canggung di antara mereka.
Sinar ungu mulai melesat ke arah serigala yang paling besar di antara lainnya, serigala itu mati dengan sangat menggenaskan.Gerombolan Serigala Perak mengetahui jika pemimpin mereka mati, lalu serigala itu mulai melarikan diri menjauh dari kawasan itu.Keenam lelaki yang sudah mati-matian melawan Serigala Perak langsung terduduk lelah."Kerja bagus semuanya," kata Eruza menyemangati mereka.Setelah mengumpulkan cukup tenaga semuanya membersihkan diri. Azareel menyiram bekas-bekas darah serigala perak agar tidak memicu binatang iblis yang lainnya."Ngomong-ngomong apa yang sudah kau lakukan Wayne?" tanya Eruza kepada temannya itu."Aku hanya membunuh pemimpinnya," kata Wayne terus terang kemudian dia teringat kejadian Nelson mencium pipi kanannya."Oh! Oh! Oh! Aku punya berita bagus untuk Leo!" kata Wayne bersemangat, di wajahnya yang tampan terlihat sen
"Terus kalian menyesal gitu?!" seru Azareel, suasana hatinya sudah tidak bagus ditambah lagi teman-temannya yang sudah menyerah sebelum memulai."Tidak ada pilihan lain selain menjalankan tugas kita," sambung Azareel."Maksudmu apa hah! Kita semua bisa saja mati di tengah-tengah hutan ini!" kata Tanner sambil berdiri.Azareelpun ikut berdiri, terlihat jelas air muka marah dikedua wajah lelaki itu."Kan kalian yang ingin ke sini! Tidak ada paksaan!" seru Azareel seolah-olah menantang Tanner. Jarak mereka kini sangat dekat untuk seseorang yang sedang berselisih pendapat."Itu semua gara-gara kamu yang memancing!" seru Tanner sambil mendorong bahu Azareel.Dan terjadilah aksi berkelahi di antara mereka berdua, teman-teman yang lainnya pun berinisiatif untuk menghalangi mereka agar tidak menjadi perkelahian yang mebahayakan nyawa."Hei! Kalian tenang lah! Aku tidak memi
"Tolong aku!" teriak Azareel.Semua mata langsung tertuju ke sumber suara."Aza!" Teriak Eruza. Jantungnya hampir berhenti berdetak melihat Azareel yang kini terlilit akar. Dia bertanggung jawab atas keselamatan mereka semua, jadi dia tidak tahan untuk tidak menolong Aza yang kini hampir di remukkan.Eruza berlari ke arah Azareel dengan tergesa-gesa raut wajahnya sangat menyeramkan, dia mulai menebas akar pohon yang menghalanginya di setiap jalannya.Bilah besi itu menebas ke segala arah untuk menghindari akar, dia harus cepat jika terlambat mungkin saja Azareel akan pecah menjadi tumpukan daging oleh akar itu.Ini bukan sesuatu yang di anggap remeh, ini masalah kehidupan seseorang. Di mata Eruza dia melihat Azareel yang mulai kehilangan nafasnya. Badan lelaki itu mulai memerah seakan ingin meledak.Melihat aksi Eruza, yang lainnya pun ikut menyelamatkan Azareel dari bahaya, k
"Aza ... ku mohon sadarlah," ucap Eruza di samping Aza yang belum sadarkan diri dua hari ini. ⚛⚛⚛Waktu berlalu dengan cepat tak terasa sudah satu bulan dari kejadian itu."Kak Uza, aku dapat rusa!" teriak Reymond bersemangat."Kerja bagus Rey! Kita akan makan besar malam ini, benar kan Za?" tanya Eruza kepada pemuda di sebelahnya. Pemuda itu terlihat imut dan sedikit pucat."Iya, aku tidak sabar untuk malam ini," kata Azareel sambil tersenyum tipis.Dia baru saja pulih beberapa hari yang lalu, lelaki itu merasa tidak enak kepada teman-temannya karena dia mengganggu perjalanan ini. Jika saja dia tidak lengah mungkin kami akan mencapai kota di pinggir hutan ini."Sudahlah, janga memasang ekspresi begitu," kata Tanner sambil mengambil tempat du
Suara daging yang bertemu dengan besi panas memenuhi area sekitarnya. Suasana gelapnya malam yang bertabur bintang menemani sang rembulan di atas langit. Semilir angin berhembus dengan lembut membawa aroma khas daging panggang."Ah aku sudah lapar," kata Reymond sambil mengelus perutnya yang rata."Mohon bersabarlah, sebentar lagi dagingnya masak," kata Darrel. Lelaki itu sibuk membolak-balikkan daging di atas wajan panas."Berbequenya sudah hampir selesai di panggang," kata Leonard sambil membalikkan berbeque di hadapannya.Azareel memandangi berbeque yang di panggang Leonard dari waktu ke waktu. Lelaki itu tampak linglung ketika melihat berbeque yang mengeluarkan bunyi berdesis ketika Leonard menambahkan bumbu perasa."Aza ... apa yang kamu pikirkan?" tanya Eruza sambil mendudukkan bokongnya di sebelah Aza."Jika diingat-ingat di pasar tadi tidak ada yang menjual berbeque,"
"Bagaimana jika kita juga jualan obat?" kata Azareel dengan mata berbinar."Tapi jualan obatnya akan susah jika kita tidak menggunakan toko atau kios, lebih baik kita kumpulkan uang untuk membeli toko atau rumah?" kata Wayne, lelaki itu tampaknya sedang membayangkan sesuatu."Benar juga ... bearti sekarang apa yang harus kita lakukan?" kata Nelson yang sedang menggosok punggungnya dengan susah payah."Pertama-tama kita akan berburu, kemudian menyiapkan bumbu, datang ke Desa Hela, sebelum itu kita harus buat gerobak untuk jualan," kata Azareel sambil mengelus-elus dagunya yabg bersih, matanya seperti menerawang langit."Ok seperti itu saja, aku akan naik terlebih dahulu untuk menyiapkan sarapan kita," kata Darrel yang dari tadi hanya diam, lelaki itu memang cukup pendiam namun dia sangat memperhatikan semuanya layaknya seorang ibu, padahal dia hanyalah lelaki remaja yang baru saja menginjak usia dewasa.