Malam yang berlalu, Mira telah menempuh apa yang ia inginkan. Bahkan melewati malam yang penuh gairah, Mira merasakan hatinya bagaikan diamuk badai. Kacau dan hancur. Ia menatap sendu pria yang terbaring lelah karena apa yang mereka nikmati bersama.Mira mengambil pena, menggoreskan pena itu pada selembar surat cerai yang berada di atas meja. Surat itu telah Denny siapkan untuknya. Tak henti air matanya bergulir di pipinya. Akan tetapi itulah janji yang harus ia tepati hari ini.Mira melangkah menuju mobil yang terparkir di luar rumah. Di sana Faza telah menunggunya.Pagi hari, saat matahari mulai meninggi, Denny tersentak dari mimpinya. Ia melihat ke sekeliling yang sudah bersih dan rapi. Akan tetapi ia mulai mencari-cari sosok Mira yang tidak kelihatan."Mira! Mira!" panggilnya dan melangkah menuju dapur. Akan tetapi ia hanya mendapati sepiring nasi goreng yang hampir dingin yang sepertinya telah disiapkan untuknya."Apa-apaan ini? Apa dia sungguh menyiapk
Denny menelan ludah. Suatu ucapan yang baru saja keluar dari mulutnya membuat wajah ibunya berseri-seri. Akan tetapi dirinya justru merasakan hatinya berdesir perih. Ia mulai menyela rambut kepalanya karena gelisah, lalu menatap foto pernikahan yang menempel di dinding ruang tengah."Semua barang yang punya Mira harus disingkirkan," tiba-tiba suara ibunya membuatnya terkejut."Ke-kenapa, Bu?""Tentu saja, kalian sudah bercerai. Aku harus membuang semua barang yang ada kaitannya dengan Mira."Magdalena lupa, bahwa rumah yang mereka tempati adalah rumah yang dibeli secara patungan dengan Mira. Magdalena juga lupa, mobil mewah yang Denny miliki juga merupakan andil Mira. Denny melihat ke sekitar ruangan, melihat taplak meja dengan sulaman tangan yang rapi, itu adalah buatan Mira.Sarung bantal sofa, dengan motif bunga yang juga hasil karya Mira.Lalu melihat rangkaian bunga kering yang indah, itu juga hasil kerajinan tangan dari istrinya. Apakah s
Mira menarik napas dalam, memikirkan apakah ia akan menceritakan rahasia Denny yang sebenarnya ia berniat untuk membuat Imas menjadi goyah mendekati Denny.Tadinya ia merasa menemui Imas untuk mengatakan bagaimana Denny dan keluarganya mendekati Imas hanya karena harta, bukan karena cinta. Sehingga Imas tidak lagi merasa senang merebut Denny darinya.Akan tetapi apakah itu masih penting sekarang?Denny telah menceraikannya, dan mereka mungkin akan segera hidup bahagia bersama.Akan tetapi, sangat tidak adil jika ia harus menerima begitu saja keputusan Denny yang sepihak."Baik, aku akan menemuimu segera," lirihnya kemudian.Mira menyeka air matanya, membasuh wajahnya dengan air. Lalu ia melihat tumpukan pakaian, sepatu, tas dan banyak perhiasan di atas tempat tidur yang belum sempat ia rapikan.Iapun mengambil salah satunya dan memakainya."Akhirnya aku bisa memakai pakaian mewah seperti kalian," lirihnya dengan mematut dirinya di hadapan cermin.
Mira menegakkan tubuhnya tepat di sisi Imas yang kebingungan. Ia tak mengira bahwa wanita yang duduk tidak jauh darinya adalah Mira yang sudah ditunggunya."Ouh, kamu... Mira?" Imas terkejut bukan main.Wanita itu melihatnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Semua yang dikenakan Mira, samasekali tidak menunjukkan Mira yang selama ini ia dengar dari Denny.Denny biasa bercerita tentang Mira dan menyebutnya sebagai wanita purbakala yang tak mengenal produk kecantikan atau pakaian mewah. Apalagi dengan memakai sepatu high heels dan juga kaca mata hitam. Mira sangat berubah!Mira mengangguk dan tersenyum tipis, lalu menunjuk pada sebuah tempat duduk di sudut kafe.Imas mengikuti langkah Mira yang elegan dan mengambil tempat duduk berhadapan dengan Mira."Sebenarnya, ini cukup konyol, untuk apa aku menemui istri Denny. Kamu pasti berpikir aku harus menyingkir demi rumah tangga kalian?"Mira tak menggubris, lalu ia memanggil seorang pramusaji dan memesa
Mira menatap penuh perasaan sedih yang ia sembunyikan sebaik mungkin dibalik senyuman dan riasan wajahnya. Bagaimanapun, secara kasat mata Imas memang sangat cantik dan manja. Ia bisa mengerti mengapa Denny sulit melupakan wanita di hadapannya ini.Kalau ia menyerah begitu saja, sudah jelas dirinya hanyalah debu menempel yang ditepiskan seseorang karena mengotori pakaiannya.Ia tak akan bernasib seperti itu, ia akan pergi dalam keadaan terhormat, batinnya.Tiba-tiba Imas tersenyum lebar, "Apa kamu ragu kalau aku bisa membayar utang Denny bahkan membeli Denny dan keluarganya sekalipun," cicitnya dengan sombong. "Ah, tentu saja hal itu tidak akan masuk di otakmu yang lahir di pedesaan. Kamu tidak punya pengalaman yang berarti dalam hidupmu. Itu sangat berbeda denganku yang sering bepergian ke luar negri. Bisa dibilang, aku sudah dilahirkan dengan sendok emas. Uang bukan apa-apa bagiku."Mira mendengar ucapan Imas yang mengalir deras di telinganya seperti gelombang
Faza membalikkan tubuhnya setelah sebelumnya menatap benci pada Denny. Ia sangat benci dan tidak bisa menerima perlakuan Denny atas Mira sahabatnya. Hinaan Denny sudah cukup menjelaskan bagaimana kondisi Mira ditengah-tengah keluarga Denny bahkan di sisi suaminya sendiri. Akan tetapi Mira selalu saja bungkam dan tidak mau bercerita tentang ketidak harmonisan rumah tangga mereka.Saat ia berjalan keluar menyusuri koridor perusahaan, Faza bertemu dengan Imas."Uhmm, kau ada di sini?" sapa Imas pada Faza dengan menghadangnya.Faza terkejut, akan tetapi segera sadar kalau ia berhadapan dengan Imas, wanita yang memiliki hubungan khusus dengan Denny."Hmm," jawab Denny singkat tanpa tersenyum."Ehem... kebetulan sekali. Aku...emm, aku mau berterima kasih kepadamu.""Kebetulan? Terimakasih? Apa maksudmu?""Eh, begini... waktu itu, kamu memberiku ini, dan aku berterima kasih," katanya, sembari mengeluarkan sepucuk saputangan dan menciumnya sebentar di hadapa
Sementara itu Mira sedang di dalam sebuah kantor jasa kursus mengemudi kendaraan.Sebenarnya ia juga sempat belajar mengemudi dahulu, akan tetapi belum terlalu lancar. Kali ini, dengan belajar di tempat kursus mengemudi, tentu akan menjadi lebih terlatih. Ia sudah memutuskan untuk membeli mobil sendiri dan segera mengendarai mobil sendiri.Sementara ini, ia masih akan bekerja di kantor gudang perusahaan Denny. Apalagi ia tak mungkin pulang ke desa dan menceritakan soal perpisahannya dengan neneknya. Mira tidak mau membuat neneknya sedih.Setelah mendapatkan mobil dengan seorang trainer wanita, Mira segera mengikuti pelatihan dengan baik.Satu jam kemudian, trainer tersebut meminta Mira menghentikan mobilnya."Sebenarnya, Mbak Mira sudah cukup bisa untuk mengemudi. Sehingga latihan ini cuma untuk melancarkan saja.""Benarkah? Sebenarnya saya juga tidak menyangka kalau ternyata bisa mengemudi mobil ini," katanya dengan tersenyum lebar.Mira pulang
"Imas! Kamu mau kemana?"Langkah Denny gegas mengejar Imas yang berjalan terburu-buru.Panggilannya tidak digubris wanita itu samasekali."Imas, tumben kamu ngambek begini, ada apa sih, sayang."Denny berhasil menahan lengan Imas."Mas, aku nggak lagi ngambek, aku cuma kesal karena kamu tidak menunjukkan perasaan senang saat aku datang. Tapi kalau ternyata kamu memang banyak pekerjaan, aku bisa ngerti kok. Oke, kita bicara lagi nanti malam, oke?"Denny melihat senyuman Imas yang menunjukkan wanita itu sebenarnya memang nggak terlalu marah."Baiklah, kita bicara nanti malam saja. Hati-hati di jalan.""Hmm, bye."Imas berlalu, dan ia kembali ke kantornya.Tak lama kemudian seorang pria dari gudang produksi datang menemuinya."Selamat siang, Pak.""Bono? Hmm, ada apa? Ayo, silakan duduk," kata Denny mempersilahkan pria itu.Sejenak Denny memperhatikan penampilan Bono yang berbeda, terutama pakaiannya yang rapi dan lebih bersih.
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik