Mira menatap penuh perasaan sedih yang ia sembunyikan sebaik mungkin dibalik senyuman dan riasan wajahnya. Bagaimanapun, secara kasat mata Imas memang sangat cantik dan manja. Ia bisa mengerti mengapa Denny sulit melupakan wanita di hadapannya ini.Kalau ia menyerah begitu saja, sudah jelas dirinya hanyalah debu menempel yang ditepiskan seseorang karena mengotori pakaiannya.Ia tak akan bernasib seperti itu, ia akan pergi dalam keadaan terhormat, batinnya.Tiba-tiba Imas tersenyum lebar, "Apa kamu ragu kalau aku bisa membayar utang Denny bahkan membeli Denny dan keluarganya sekalipun," cicitnya dengan sombong. "Ah, tentu saja hal itu tidak akan masuk di otakmu yang lahir di pedesaan. Kamu tidak punya pengalaman yang berarti dalam hidupmu. Itu sangat berbeda denganku yang sering bepergian ke luar negri. Bisa dibilang, aku sudah dilahirkan dengan sendok emas. Uang bukan apa-apa bagiku."Mira mendengar ucapan Imas yang mengalir deras di telinganya seperti gelombang
Faza membalikkan tubuhnya setelah sebelumnya menatap benci pada Denny. Ia sangat benci dan tidak bisa menerima perlakuan Denny atas Mira sahabatnya. Hinaan Denny sudah cukup menjelaskan bagaimana kondisi Mira ditengah-tengah keluarga Denny bahkan di sisi suaminya sendiri. Akan tetapi Mira selalu saja bungkam dan tidak mau bercerita tentang ketidak harmonisan rumah tangga mereka.Saat ia berjalan keluar menyusuri koridor perusahaan, Faza bertemu dengan Imas."Uhmm, kau ada di sini?" sapa Imas pada Faza dengan menghadangnya.Faza terkejut, akan tetapi segera sadar kalau ia berhadapan dengan Imas, wanita yang memiliki hubungan khusus dengan Denny."Hmm," jawab Denny singkat tanpa tersenyum."Ehem... kebetulan sekali. Aku...emm, aku mau berterima kasih kepadamu.""Kebetulan? Terimakasih? Apa maksudmu?""Eh, begini... waktu itu, kamu memberiku ini, dan aku berterima kasih," katanya, sembari mengeluarkan sepucuk saputangan dan menciumnya sebentar di hadapa
Sementara itu Mira sedang di dalam sebuah kantor jasa kursus mengemudi kendaraan.Sebenarnya ia juga sempat belajar mengemudi dahulu, akan tetapi belum terlalu lancar. Kali ini, dengan belajar di tempat kursus mengemudi, tentu akan menjadi lebih terlatih. Ia sudah memutuskan untuk membeli mobil sendiri dan segera mengendarai mobil sendiri.Sementara ini, ia masih akan bekerja di kantor gudang perusahaan Denny. Apalagi ia tak mungkin pulang ke desa dan menceritakan soal perpisahannya dengan neneknya. Mira tidak mau membuat neneknya sedih.Setelah mendapatkan mobil dengan seorang trainer wanita, Mira segera mengikuti pelatihan dengan baik.Satu jam kemudian, trainer tersebut meminta Mira menghentikan mobilnya."Sebenarnya, Mbak Mira sudah cukup bisa untuk mengemudi. Sehingga latihan ini cuma untuk melancarkan saja.""Benarkah? Sebenarnya saya juga tidak menyangka kalau ternyata bisa mengemudi mobil ini," katanya dengan tersenyum lebar.Mira pulang
"Imas! Kamu mau kemana?"Langkah Denny gegas mengejar Imas yang berjalan terburu-buru.Panggilannya tidak digubris wanita itu samasekali."Imas, tumben kamu ngambek begini, ada apa sih, sayang."Denny berhasil menahan lengan Imas."Mas, aku nggak lagi ngambek, aku cuma kesal karena kamu tidak menunjukkan perasaan senang saat aku datang. Tapi kalau ternyata kamu memang banyak pekerjaan, aku bisa ngerti kok. Oke, kita bicara lagi nanti malam, oke?"Denny melihat senyuman Imas yang menunjukkan wanita itu sebenarnya memang nggak terlalu marah."Baiklah, kita bicara nanti malam saja. Hati-hati di jalan.""Hmm, bye."Imas berlalu, dan ia kembali ke kantornya.Tak lama kemudian seorang pria dari gudang produksi datang menemuinya."Selamat siang, Pak.""Bono? Hmm, ada apa? Ayo, silakan duduk," kata Denny mempersilahkan pria itu.Sejenak Denny memperhatikan penampilan Bono yang berbeda, terutama pakaiannya yang rapi dan lebih bersih.
Setelah Mira pergi, sangat miris bagi Denny sebab ia mulai sering melamun. Memikirkan banyak hal dimana hampir seluruh sisi hidupnya berkaitan dengan Mira. Di rumah, ia bahkan berteriak minta diambilkan anduk mandi hanya karena lupa membawa handuk ke dalam kamar mandi. Ia juga menunggu teh manis buatan Mira saat ia sedang mengerjakan tugas perusahaan. Ia lupa bahwa Mira telah pergi begitu saja darinya, atas permintaannya.Sekarang, Mira melakukan tugas perusahaan tanpa ia perintahkan, akan tetapi ternyata itu adalah kebutuhannya. Mira paling mengerti apa yang ia butuhkan.Tiba-tiba Denny merasa terkejut dengan dirinya sendiri, yang terlalu jauh memikirkan dan membanggakan Mira."Sial! Kenapa aku jadi menganggap Mira orang baik sekarang ini?"Denny bangkit dari duduknya dan berjalan mondar mandir di dalam ruangan kantornya. Ia sedang memikirkan cara untuk bisa bertemu dengan Mira. Sebab, Bono mengatakan bahwa instruksi Bono berasal dari Mira. Sehingga sangat besa
"Hei! Kamu ini bilang apa? Aku ini sua...eh aku ini atasan kamu! Aku berhak untuk melarang kamu pulang dengan cepat karena suatu urusan!" ujarnya dengan intonasi meninggi.'Dasar arogan, kenapa juga kamu membentakku di hadapan orang lain?' batin Mira meronta. Ia kesal karena Denny masih saja bertingkah seperti sebelumnya, sebelum ia menandatangani surat perceraian itu."Tapi pak...""Kenapa? Banyak membantah ya?"Bu Eka yang ada di tempat itu sempat heran dengan sikap Denny yang tiba-tiba marah. Ia tidak pernah melihat Denny begitu marah saat karyawan yang lain minta ijin pulang jika ada sesuatu yang mendesak untuk dilakukan. Akan tetapi dengan Mira Denny seperti posesif dan emosional."Kamu nggak bisa pergi kalau aku memintamu untuk tinggal. Ehm...ada hal penting! Jadi, kamu nggak bisa pulang sekarang!"Mira mendengkus kesal, entahlah apa yang Denny rencanakan, yang jelas ia sedang malas ribut dan berdebat. Akhirnya iapun menuruti saja kemauan Denny unt
'Apa Mas Denny sungguh gila? Aku merasa sangat terluka dengan segala keinginannya agar aku bisa menghilang dari sisinya, tapi sekarang dia malah cari masalah? Apa yang dia pikirkan sebenarnya?' Mira membatin dan mempercepat langkahnya. Ia samasekali tidak berminat hidup dalam keributan. Ia masih ingin menata hati, mengobati luka yang masih menganga. Bahkan kalau bukan karena investasi yang terlanjur ia tanamkan, mungkin ia sudah angkat kaki menjauh dari kehidupan Denny sejauh mungkin."Huft, ternyata perceraian tidak sesederhana yang dikatakan. Selalu saja banyak cerita yang belum kelar setelah sepasang suami istri memutuskan untuk bercerai, apa-apaan," gerutunya.Dalam lima belas menit, akhirnya Mira sampai di sebuah dealer mobil dimana ia berjanji dengan seorang trainer yang melatihnya berkendara."Maaf, saya terlambat," kata Mira meminta maaf."Ah, nggak apa-apa, Bu. Saya juga belum lama sampai."Setelah beberapa saat di sana, Mira menemukan sebuah m
Merasa didesak dua wanita di hadapannya, Denny terpaksa mematikan laptopnya, menghentikan aktivitasnya.'Menghadapi wanita, butuh kepala dingin bukan? Apalagi dengan dua wanita ini, ah, tidak seperti Mira yang selalu sabar dan pengertian,' batinnya. Tanpa ia sadari ia baru saja membandingkan Mira dengan dua wanita di hadapannya."Ibu, Imas, aku tidak pernah membeli mobil untuk Mira, bahkan kami...ah, begini, Mira sekarang bekerja secara resmi di perusahaan kita, jadi mungkin saja dia berencana membeli kendaraan sendiri. Dan itu samasekali diluar pengetahuanku," katanya sedikit jujur."Apa? Bagaimana kalau dia berutang dan perusahaan yang menanggung semuanya? Makin aneh-aneh saja perempuan itu!""Mas, kamu harus mengambil tindakan. Jangan sampai dia memanfaatkan kamu untuk mengeruk keuntungan pribadi," sergah Imas. Denny membatin, entahlah apa sebabnya Imas datang tiba-tiba ke rumahnya, sementara dirinya masih ingin menyembunyikan kondisi hubungannya dengan