Merasa didesak dua wanita di hadapannya, Denny terpaksa mematikan laptopnya, menghentikan aktivitasnya.'Menghadapi wanita, butuh kepala dingin bukan? Apalagi dengan dua wanita ini, ah, tidak seperti Mira yang selalu sabar dan pengertian,' batinnya. Tanpa ia sadari ia baru saja membandingkan Mira dengan dua wanita di hadapannya."Ibu, Imas, aku tidak pernah membeli mobil untuk Mira, bahkan kami...ah, begini, Mira sekarang bekerja secara resmi di perusahaan kita, jadi mungkin saja dia berencana membeli kendaraan sendiri. Dan itu samasekali diluar pengetahuanku," katanya sedikit jujur."Apa? Bagaimana kalau dia berutang dan perusahaan yang menanggung semuanya? Makin aneh-aneh saja perempuan itu!""Mas, kamu harus mengambil tindakan. Jangan sampai dia memanfaatkan kamu untuk mengeruk keuntungan pribadi," sergah Imas. Denny membatin, entahlah apa sebabnya Imas datang tiba-tiba ke rumahnya, sementara dirinya masih ingin menyembunyikan kondisi hubungannya dengan
Faza sengaja menunda kepergiannya dari Jakarta hanya untuk suatu alasan yang naif. Dia menyadari hal itu, akan tetapi tekadnya untuk membantu Mira memang tidak tanggung-tanggung. Ia berencana membantu Mira secara totalitas meskipun ia kecewa karena Mira samasekali tak melihatnya sebagai seorang pria.Kali ini rencana besarnya adalah ingin bermain-main dengan Imas. Janda muda yang selalu menjadi duri dalam rumah tangga sahabatnya. "Ya, aku bisa merasakan kalau wanita ini sangat mudah jatuh cinta sama lelaki manapun. Bahkan bertemu denganku beberapa kali saja dia mulai memberikan nomor telepon miliknya. Ah, murahan sekali," gumamnya dengan sangat percaya diri.Faza mematut dirinya di cermin dan merasa bangga dengan wajah tampannya.Pria sepertinya, yang selalu berkutat dengan pekerjaan dan buku-buku penelitian ilmiah, tidak punya waktu untuk bersenang-senang dan bergaul dengan wanita. Sekali saja mendekati seorang wanita dan segera berakhir karena merasa ter
"Sepertinya ayah lupa, kalau aku baru saja keluar dari neraka hidupku. Ronald adalah bukti kegagalan ayah dalam membahagiakan seorang anak perempuan. Kenapa ayah melimpahkan semua kesalahan kepadaku? Tidakkah ayah ingin bertanya, apakah aku...putrimu ini baik-baik saja, Ayah?" lirih Imas dengan menatap tajam ayahnya."Pernahkah ayah membayangkan apa yang kualami selama empat tahun berlalu? Ayah membuatku menderita hari demi hari, dan sekarang ayah mengatakan aku gagal?""Benar Ayah, aku gagal menjadi mimpi ayah, dan aku tidak berharap ayah memiliki mimpi itu lagi. Berhentilah untuk bermimpi menjadikan aku alat ayah!"Plakk!Suara tamparan keras seketika membuat suasana hening membeku. Bahkan Imas hanya menikmati rasa sakit tanpa bergeming.Galih, ayah Imas, meremas tangannya sendiri karena merasa menyesal atas apa yang ia lakukan. Baru kali ini ia menampar putri satu-satunya. Putrinya sangatlah penurut dulu, bahkan saat ia memaksanya menikahi Ronald yang ter
Dengan terpaksa Mira melangkah menuju perusahaan, memenuhi kemauan Denny. Mereka memang bersepakat, dengan begini Mira bisa membawa Denny untuk menemaninya kembali ke kampung halamannya. Sementara Mira juga masih menimbang, bagaimana cara merahasiakan masalah pertambangan emas yang ia dapatkan. Ia belum siap untuk menceritakan kepada Denny tentang kebenaran itu.Terlebih lagi, ia memang sudah diceraikan Denny."Selamat pagi, Pak," sapa Mira pada Denny yang duduk di belakang meja kerjanya."Selamat pagi, oh, kebetulan sekali saya sudah menyiapkan berkas kerja yang harus anda kerjakan," kata Denny berlagak formal.Mira menanggapinya dengan dingin, ia tau, Denny selalu penuh kejutan. Sehingga ia tidak akan bertindak gegabah lagi."Oh ya, diluar itu adalah meja kerja kamu, sebaiknya kamu mengetuk pintu kalau memasuki ruanganku," katanya lagi."Baik, Pak."Mira hanya mengangguk patuh, lalu keluar ruangan dengan tersenyum getir."Apa yang dia piki
"Mas, bagaimana bisa perempuan udik itu bekerja di sini? Bukankah seharusnya dia sudah kamu kembalikan ke desa? Kamu tahu kan berapa banyak uang yang sudah aku investasikan untuk kamu, dan ini balasan kamu?!" serta-merta Imas bersikap emosional, merasa Denny berbuat tidak adil kepadanya."Imas, kamu bilang apa? Masalah perusahaan tentu saja tidak bisa dikaitkan dengan masalah pribadi. Menurutku Mira cukup bagus dalam pekerjaannya. Banyak hal yang tidak bisa dikerjakan orang lain, ternyata dia bisa melakukannya dengan baik.""Oh, kamu mulai memujinya sekarang? Kamu sudah lupa bagaimana aku bertahan sampai saat ini? Kamu bilang kamu tidak pernah mencintainya, tapi kamu juga tidak mau menceraikan dia?"Imas terlihat emosi dan marah. Ia kesal dengan segala hal yang berkaitan dengan Mira, dan sekarang ia bisa melihat dengan jelas bagaimana Denny memberikan tempat untuk Mira di perusahaan."Imas, kecilkan suaramu. Tidak enak didengar karyawan yang lain.""Baik, ka
Menyadari apa yang terjadi, Mira segera menepis tangan Denny sedikit keras."Jangan Mas, jangan membuatku bingung dan tidak nyaman lagi. Ini semua sudah akhir dari perjalanan kita. Oh ya, segera berikan surat cerai kita pada Imas. Kamu yang menginginkan hal ini, untuk apa kamu bersikap plin-plan."Mira melangkah pergi, meninggalkan Denny termangu. Dia tahu, Imas juga mendesaknya semakin gencar, bahkan wanita itu hendak menarik investasi kalau tidak merasa puas dengan sikapnya. Akan tetapi, merelakan Mira ternyata cukup menyiksa batinnya."Maafkan aku," lirihnya sambil menatap kepergian Mira.*Malam hari itu, Imas dan Faza sudah berjanji untuk bertemu menikmati malam bersama. Mereka akan menghabiskan malam di sebuah club dan restoran Eropa untuk bersenang-senang. Begitulah, Imas sedang berharap menghibur dirinya setelah bertengkar dengan ayahnya dan juga merasa kesal dengan Denny.Mematut dirinya di cermin, Imas merapikan penampilannya. Dress berwarna bi
Imas membuka syalnya, meletakkan di atas meja, iapun mengambil segelas jus yang telah disiapkan Faza untuknya.Saat Faza kembali, Faza sangat terkejut karena Imas mengambil minuman yang telah ia siapkan tersebut."Sial! Bagaimana kalau terjadi sesuatu kepadanya?" bisik Faza menyesal. Ia telah menambahkan sesuatu ke dalamnya, untuk membuat Imas bergairah, meskipun porsinya sangat sedikit.Faza dengan cepat berjalan dan mengambil minuman tersebut dari tangan Imas."Ouh, aku lupa, ini terlalu banyak gula. Aku akan memesan yang baru yang rendah gula."Imas sempat terkejut, akan tetapi ia menyetujui karena jus jeruk tersebut memang terlalu manis untuknya.Seorang pramusaji dipanggil, dan Faza meminta segelas jus dengan sedikit gula.Imas sudah meminumnya hampir setengah, membuat Faza sedikit gemetar."Ada apa Faza? Kau terlihat panik?"Faza menatap Imas, sekedar melihat reaksi pada wanita itu. Lalu pandangan matanya terkunci pada potongan baju Ima
Pelukan Imas mengetat, disusul dengan hembusan nafas memburu di ceruk leher Faza. Hal itu membuat Faza meremang dan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Disisi ia terdiam merasakan gesekan kulit halus Imas di rahangnya, hatinya dipenuhi kebimbangan dengan rencana awalnya."Faza...ada apa denganmu? Bukankah kau menginginkannya? Kau ingin semua ini terjadi, Faza?" bisik Imas di telinga Faza.Imas memang tak sepenuhnya lupa, apa yang terjadi padanya pastilah ulah Faza. Akan tetapi ia tak akan mengingkari hal ini karena rasa frustasinya."Aku memang tidak layak mendapatkan cinta yang sesungguhnya, dan kamu ingin bersenang-senang bukan? Ayolah...aku membutuhkanmu, Faza," bisik Imas terus menantang Faza.Faza menatap lembut Imas, wanita itu terlihat menyedihkan di hadapannya. Akan tetapi haruskah ia sejauh ini?Pikirannya seketika terhenti saat bibir Imas telah menempel di bibirnya yang membeku. Pagutan Imas meruntuhkan keraguannya, dan pada akhirnya ia harus membalas
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik