Pelukan Imas mengetat, disusul dengan hembusan nafas memburu di ceruk leher Faza. Hal itu membuat Faza meremang dan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Disisi ia terdiam merasakan gesekan kulit halus Imas di rahangnya, hatinya dipenuhi kebimbangan dengan rencana awalnya."Faza...ada apa denganmu? Bukankah kau menginginkannya? Kau ingin semua ini terjadi, Faza?" bisik Imas di telinga Faza.Imas memang tak sepenuhnya lupa, apa yang terjadi padanya pastilah ulah Faza. Akan tetapi ia tak akan mengingkari hal ini karena rasa frustasinya."Aku memang tidak layak mendapatkan cinta yang sesungguhnya, dan kamu ingin bersenang-senang bukan? Ayolah...aku membutuhkanmu, Faza," bisik Imas terus menantang Faza.Faza menatap lembut Imas, wanita itu terlihat menyedihkan di hadapannya. Akan tetapi haruskah ia sejauh ini?Pikirannya seketika terhenti saat bibir Imas telah menempel di bibirnya yang membeku. Pagutan Imas meruntuhkan keraguannya, dan pada akhirnya ia harus membalas
Benar saja, Imas masih terobsesi dengan Denny bukan? Bahkan setelah kejadian semalam, yang ada dalam pikiran Imas adalah Denny!"Iya, aku mau ketemu Denny membahas masalah pekerjaan. Oh ya, bagaimana denganmu, apakah kamu menyukai bekerja sama dengan perusahaan Denny?""Oh, masalah itu...ehmm...""Kamu bilang kalau mau saling terbuka, kamu jujur aja, apa menyenangkan untuk berinvestasi di perusahaan tersebut?"Faza tercekat dalam rahasia yang harus tersimpan rapi, seperti janjinya dengan Mira. Untuk itu, ia harus mengatakan baik-baik saja."Tentu saja, aku cuma investor, berharap perusahaan itu menyenangkan dan menguntungkan. Bagaimana denganmu?""Aku lebih dari suka. Denny dulu adalah kekasihku, aku senang dia semakin sukses. Meskipun aku kesal karena dia ingkar janji.""Ingkar janji?"Imas terdiam, menghempaskan napas berat dan memandang jauh ke lautan. Dia mengira, Denny sama dengannya, menderita di dalam sebuah pernikahan. Sehingga mereka ber
"Tentu saja, tentu saja kamu bisa memiliki segalanya sekarang," lirih Mira dengan hati yang pedih. Ia sudah tidak tahan lagi dengan semua keadaan ini, disaat ada wanita lain yang menjadi duri justru dianggap sebagai bunga yang paling harum.Dengan langkah dipaksakan, Mira setengah berlari menuju mobilnya. Diapun menangis sepuasnya di dalam sana, merasakan kepedihan yang mendalam."Sangat aneh, sangat memuakkan! Kehidupan macam apa ini sebenarnya? Ya Allah, inikah jalanku?" isaknya sambil mengusap air matanya.Alih-alih menjadi lemah, bukankah seharusnya ia bisa membuktikan bahwa ia juga punya kekuatan untuk membuat mereka sadar?Tolak ukur keluarga mereka hanyalah uang, dan Mira memilikinya sekarang.Akhirnya Mira sedikit tenang, ia harus memikirkan cara untuk bisa membuat mereka menyesal."Baik, mari kita mulai, Mas. Sampai dimana kehebatan yang kalian sombongkan itu?" ujarnya lagi.Iapun segera keluar dari gerbang perusahaan dengan hati yang gundah
Di hadapan Denny, Mira tertunduk dalam, menyembunyikan mendung yang menutupi wajahnya. Hatinya terluka, perih, tapi tak berdaya. Semua sudah final, sudah diputuskan. Ini adalah yang terakhir."Semoga kamu bahagia, Mas," lirihnya dan membalikkan tubuhnya pergi dari hadapan Denny.Denny termangu, seolah Mira telah memutus pertemuan itu, seolah tidak akan ada lagi harapan, bahkan untuk saling menyapa.Memandangi Mira, melaju dengan mobilnya, ia mulai menyadari, Mira memang berbeda dari yang selama ini ia kenal. Apakah mungkin ia bisa melupakan Mira? batinnya gundah.Sementara itu, Mira sudah tenggelam dalam tangisnya. Air matanya mengalir tiada henti, membuat matanya sembab dan menyedihkan."Mungkinkah aku bisa melupakanmu, Mas?" lirihnya dengan kepiluan.***Di sudut yang lain, Imas bercengkrama dengan Faza di sebuah cottage. Dua buah kelapa muda berada di hadapan mereka. Sesekali menyeruput dan menikmati kerang panggang yang terhidang di meja men
Sepertinya ia baru saja berdiri di tepi khayalan seorang remaja belia, berkhayal mendapatkan pria yang sepadan dengan idealisme seorang anak kecil. Melupakan sebuah keputusan yang harus ia pertanggung jawabkan di hadapan Denny, kekasihnya."Benar bukan? Seharusnya aku senang, tapi ternyata aku merasa takut."Faza menangkup telapak tangan Imas."Kalau aku, aku akan berpikir dua kali menikahi seseorang yang sudah menikah begitu. Kamu bakal dianggap perusak rumah tangga orang lain."Imas termenung. Bukankah tadinya ia memang sudah tahu, dan memilih tidak perduli?Iapun sama, rumah tangganya rusak karena hubungan gelap suaminya yang seorang gay.Oh, itu karena ia dibohongi dan dijadikan tumbal pernikahan."Faza, tau apa sih kamu? Sudahlah, aku doakan kamu dapat istri yang sesuai dengan harapan kamu. Oke?""Hmmm, terimakasih temanku, aku sangat menghargai doamu yang tulus," kata Faza menangkup dua telapak tangan di dadanya."Tapi... bagaimana deng
Denny hanya mengangguk pelan, memberikan respon pada sekertarisnya bahwa ia memahami catatan tersebut, lalu meminta sekertaris tersebut untuk membawakan kepadanya sebuah catatan khusus yang ada di sebuah laci rahasia. Catatan itu adalah catatan yang dirangkum Mira untuknya."Aku ingin melihat semua catatan yang Mira simpan untukku," katanya memberikan perintah pada sekertaris tersebut."Baik, Pak." Lalu wanita itu segera mengambilnya untuk Denny, membuka laci penyimpanan dan membawanya untuk Denny.Setelah di hadapannya, Denny mencermati sebuah catatan di lembaran terakhir yang berisi tentang kemungkinan penyebab perusahaan mengalami kemunduran. Salah satunya adalah terlibatnya masalah pribadi ke dalam tubuh perusahaan.Denny menggelengkan kepalanya, merasa takjub dengan catatan penting itu. Sekarang, Imas akan menjadi istrinya, sementara wanita itu menanam saham cukup besar di perusahaannya. Belum lagi, ayah Imas yang ambisius, pastilah memiliki sesuatu ya
Pernyataan neneknya membuatnya benar-benar terkejut dan membebani. Ia bingung untuk mengatakan yang sesungguhnya apa yang terjadi padanya, yang pasti akan membuat keluarganya bingung.Beberapa orang berkerumun mengitari mobilnya, sementara Mira tertegun di belakang kemudi.Dok dok dok!Ketukan seorang lelaki memintanya untuk membuka kaca mobil."Nggak apa-apa, Mbak? Apa ada kerusakan?" tanya lelaki itu sementara beberapa orang di kanan kirinya ikut memperhatikan wajah Mira.Mira menggeleng dan tersenyum, "Enggak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget aja.""Hati-hati, Mbak. Jangan telepon sambil berkendara, itu bahaya!" kata seorang lagi memberikan peringatan. Mungkin ada yang sempat melihat dia menerima telepon sehingga kecelakaan kecil itu terjadi.Mira mengangguk dalam, meminta maaf karena membuat mereka terkejut."Terimakasih, Alhamdulillah, kami baik-baik saja," katanya lalu memohon diri untuk pergi."Hati-hati Mbak!" teriak salah seorang dari me
Biarlah, biarlah semua mengira hidupnya mulus-mulus saja. Biarlah mereka mengucapkan terimakasih untuk Denny dan berkirim salam pada pria itu. Biarlah mereka mengira semua masih sama seperti yang dulu.Sedikit merasa bersalah memang, akan tetapi itu lebih baik daripada mereka tahu apa yang ia alami. Suasana bahagia ini, pasti akan rusak kalau dirinya membuka sedikit saja keadaan dan status pernikahannya saat ini."Mira, kamu istirahat saja. Kamu pasti sudah capek di perjalanan. Ayo sana, bawa barang-barang kamu ke kamar," kata Mbok saat melihat Mira terduduk lesu."Benar, Mbok. Aku juga nggak tahu, sekarang lebih gampang capek rasanya," keluhnya dan beranjak berdiri dari tempat duduknya.Mira merebahkan tubuhnya di tempat tidur miliknya. Tempat tidur usang peninggalan orang tuanya. Meskipun sudah memiliki banyak uang, ia tidak berniat untuk mengganti barang peninggalan orang tuanya."Ibu, maafkan aku," bisiknya lirih. Ia teringat dengan ibunya yang memintany
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik