Benar saja, Imas masih terobsesi dengan Denny bukan? Bahkan setelah kejadian semalam, yang ada dalam pikiran Imas adalah Denny!"Iya, aku mau ketemu Denny membahas masalah pekerjaan. Oh ya, bagaimana denganmu, apakah kamu menyukai bekerja sama dengan perusahaan Denny?""Oh, masalah itu...ehmm...""Kamu bilang kalau mau saling terbuka, kamu jujur aja, apa menyenangkan untuk berinvestasi di perusahaan tersebut?"Faza tercekat dalam rahasia yang harus tersimpan rapi, seperti janjinya dengan Mira. Untuk itu, ia harus mengatakan baik-baik saja."Tentu saja, aku cuma investor, berharap perusahaan itu menyenangkan dan menguntungkan. Bagaimana denganmu?""Aku lebih dari suka. Denny dulu adalah kekasihku, aku senang dia semakin sukses. Meskipun aku kesal karena dia ingkar janji.""Ingkar janji?"Imas terdiam, menghempaskan napas berat dan memandang jauh ke lautan. Dia mengira, Denny sama dengannya, menderita di dalam sebuah pernikahan. Sehingga mereka ber
"Tentu saja, tentu saja kamu bisa memiliki segalanya sekarang," lirih Mira dengan hati yang pedih. Ia sudah tidak tahan lagi dengan semua keadaan ini, disaat ada wanita lain yang menjadi duri justru dianggap sebagai bunga yang paling harum.Dengan langkah dipaksakan, Mira setengah berlari menuju mobilnya. Diapun menangis sepuasnya di dalam sana, merasakan kepedihan yang mendalam."Sangat aneh, sangat memuakkan! Kehidupan macam apa ini sebenarnya? Ya Allah, inikah jalanku?" isaknya sambil mengusap air matanya.Alih-alih menjadi lemah, bukankah seharusnya ia bisa membuktikan bahwa ia juga punya kekuatan untuk membuat mereka sadar?Tolak ukur keluarga mereka hanyalah uang, dan Mira memilikinya sekarang.Akhirnya Mira sedikit tenang, ia harus memikirkan cara untuk bisa membuat mereka menyesal."Baik, mari kita mulai, Mas. Sampai dimana kehebatan yang kalian sombongkan itu?" ujarnya lagi.Iapun segera keluar dari gerbang perusahaan dengan hati yang gundah
Di hadapan Denny, Mira tertunduk dalam, menyembunyikan mendung yang menutupi wajahnya. Hatinya terluka, perih, tapi tak berdaya. Semua sudah final, sudah diputuskan. Ini adalah yang terakhir."Semoga kamu bahagia, Mas," lirihnya dan membalikkan tubuhnya pergi dari hadapan Denny.Denny termangu, seolah Mira telah memutus pertemuan itu, seolah tidak akan ada lagi harapan, bahkan untuk saling menyapa.Memandangi Mira, melaju dengan mobilnya, ia mulai menyadari, Mira memang berbeda dari yang selama ini ia kenal. Apakah mungkin ia bisa melupakan Mira? batinnya gundah.Sementara itu, Mira sudah tenggelam dalam tangisnya. Air matanya mengalir tiada henti, membuat matanya sembab dan menyedihkan."Mungkinkah aku bisa melupakanmu, Mas?" lirihnya dengan kepiluan.***Di sudut yang lain, Imas bercengkrama dengan Faza di sebuah cottage. Dua buah kelapa muda berada di hadapan mereka. Sesekali menyeruput dan menikmati kerang panggang yang terhidang di meja men
Sepertinya ia baru saja berdiri di tepi khayalan seorang remaja belia, berkhayal mendapatkan pria yang sepadan dengan idealisme seorang anak kecil. Melupakan sebuah keputusan yang harus ia pertanggung jawabkan di hadapan Denny, kekasihnya."Benar bukan? Seharusnya aku senang, tapi ternyata aku merasa takut."Faza menangkup telapak tangan Imas."Kalau aku, aku akan berpikir dua kali menikahi seseorang yang sudah menikah begitu. Kamu bakal dianggap perusak rumah tangga orang lain."Imas termenung. Bukankah tadinya ia memang sudah tahu, dan memilih tidak perduli?Iapun sama, rumah tangganya rusak karena hubungan gelap suaminya yang seorang gay.Oh, itu karena ia dibohongi dan dijadikan tumbal pernikahan."Faza, tau apa sih kamu? Sudahlah, aku doakan kamu dapat istri yang sesuai dengan harapan kamu. Oke?""Hmmm, terimakasih temanku, aku sangat menghargai doamu yang tulus," kata Faza menangkup dua telapak tangan di dadanya."Tapi... bagaimana deng
Denny hanya mengangguk pelan, memberikan respon pada sekertarisnya bahwa ia memahami catatan tersebut, lalu meminta sekertaris tersebut untuk membawakan kepadanya sebuah catatan khusus yang ada di sebuah laci rahasia. Catatan itu adalah catatan yang dirangkum Mira untuknya."Aku ingin melihat semua catatan yang Mira simpan untukku," katanya memberikan perintah pada sekertaris tersebut."Baik, Pak." Lalu wanita itu segera mengambilnya untuk Denny, membuka laci penyimpanan dan membawanya untuk Denny.Setelah di hadapannya, Denny mencermati sebuah catatan di lembaran terakhir yang berisi tentang kemungkinan penyebab perusahaan mengalami kemunduran. Salah satunya adalah terlibatnya masalah pribadi ke dalam tubuh perusahaan.Denny menggelengkan kepalanya, merasa takjub dengan catatan penting itu. Sekarang, Imas akan menjadi istrinya, sementara wanita itu menanam saham cukup besar di perusahaannya. Belum lagi, ayah Imas yang ambisius, pastilah memiliki sesuatu ya
Pernyataan neneknya membuatnya benar-benar terkejut dan membebani. Ia bingung untuk mengatakan yang sesungguhnya apa yang terjadi padanya, yang pasti akan membuat keluarganya bingung.Beberapa orang berkerumun mengitari mobilnya, sementara Mira tertegun di belakang kemudi.Dok dok dok!Ketukan seorang lelaki memintanya untuk membuka kaca mobil."Nggak apa-apa, Mbak? Apa ada kerusakan?" tanya lelaki itu sementara beberapa orang di kanan kirinya ikut memperhatikan wajah Mira.Mira menggeleng dan tersenyum, "Enggak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget aja.""Hati-hati, Mbak. Jangan telepon sambil berkendara, itu bahaya!" kata seorang lagi memberikan peringatan. Mungkin ada yang sempat melihat dia menerima telepon sehingga kecelakaan kecil itu terjadi.Mira mengangguk dalam, meminta maaf karena membuat mereka terkejut."Terimakasih, Alhamdulillah, kami baik-baik saja," katanya lalu memohon diri untuk pergi."Hati-hati Mbak!" teriak salah seorang dari me
Biarlah, biarlah semua mengira hidupnya mulus-mulus saja. Biarlah mereka mengucapkan terimakasih untuk Denny dan berkirim salam pada pria itu. Biarlah mereka mengira semua masih sama seperti yang dulu.Sedikit merasa bersalah memang, akan tetapi itu lebih baik daripada mereka tahu apa yang ia alami. Suasana bahagia ini, pasti akan rusak kalau dirinya membuka sedikit saja keadaan dan status pernikahannya saat ini."Mira, kamu istirahat saja. Kamu pasti sudah capek di perjalanan. Ayo sana, bawa barang-barang kamu ke kamar," kata Mbok saat melihat Mira terduduk lesu."Benar, Mbok. Aku juga nggak tahu, sekarang lebih gampang capek rasanya," keluhnya dan beranjak berdiri dari tempat duduknya.Mira merebahkan tubuhnya di tempat tidur miliknya. Tempat tidur usang peninggalan orang tuanya. Meskipun sudah memiliki banyak uang, ia tidak berniat untuk mengganti barang peninggalan orang tuanya."Ibu, maafkan aku," bisiknya lirih. Ia teringat dengan ibunya yang memintany
Bukan cuma Mira yang merasa ada beban. Faza juga tak kalah gelisah karena malam ini adalah malam pertunangan antara Imas dengan Denny.Seharusnya, ia merasa takut kalau Mira yang sedih dengan pertunangan tersebut, nyatanya ia malah takut pada dirinya sendiri.Ada sesuatu yang memberontak di hatinya!Neny sudah mengambil posisi duduk di hadapan Mira. Gadis itu sesekali melirik ke Faza dan sedikit malu-malu.Menyadari hal itu, Mira malah merasa Faza sangat cuek dan hanya sibuk dengan ponselnya."Oh ya, Kamu ingat nggak sama Neny?" tanya Mira membuka percakapan.Faza melihat Mira, menautkan alisnya sebentar dan berujar sambil tersenyum, " Aku inget sih, kalau nggak salah, kamu yang suka duduk di kantin sambil foto selfi nggak udah-udah itu kan?" kata Faza kemudian. Menurutnya Neny adalah gadis lebay dan terlalu banyak bicara, memakai berbagai macam pita seperti anak kecil dan juga berpose di kamera tanpa pandang tempat dan waktu.Neny tersenyum malu.