Sepertinya ia baru saja berdiri di tepi khayalan seorang remaja belia, berkhayal mendapatkan pria yang sepadan dengan idealisme seorang anak kecil. Melupakan sebuah keputusan yang harus ia pertanggung jawabkan di hadapan Denny, kekasihnya."Benar bukan? Seharusnya aku senang, tapi ternyata aku merasa takut."Faza menangkup telapak tangan Imas."Kalau aku, aku akan berpikir dua kali menikahi seseorang yang sudah menikah begitu. Kamu bakal dianggap perusak rumah tangga orang lain."Imas termenung. Bukankah tadinya ia memang sudah tahu, dan memilih tidak perduli?Iapun sama, rumah tangganya rusak karena hubungan gelap suaminya yang seorang gay.Oh, itu karena ia dibohongi dan dijadikan tumbal pernikahan."Faza, tau apa sih kamu? Sudahlah, aku doakan kamu dapat istri yang sesuai dengan harapan kamu. Oke?""Hmmm, terimakasih temanku, aku sangat menghargai doamu yang tulus," kata Faza menangkup dua telapak tangan di dadanya."Tapi... bagaimana deng
Denny hanya mengangguk pelan, memberikan respon pada sekertarisnya bahwa ia memahami catatan tersebut, lalu meminta sekertaris tersebut untuk membawakan kepadanya sebuah catatan khusus yang ada di sebuah laci rahasia. Catatan itu adalah catatan yang dirangkum Mira untuknya."Aku ingin melihat semua catatan yang Mira simpan untukku," katanya memberikan perintah pada sekertaris tersebut."Baik, Pak." Lalu wanita itu segera mengambilnya untuk Denny, membuka laci penyimpanan dan membawanya untuk Denny.Setelah di hadapannya, Denny mencermati sebuah catatan di lembaran terakhir yang berisi tentang kemungkinan penyebab perusahaan mengalami kemunduran. Salah satunya adalah terlibatnya masalah pribadi ke dalam tubuh perusahaan.Denny menggelengkan kepalanya, merasa takjub dengan catatan penting itu. Sekarang, Imas akan menjadi istrinya, sementara wanita itu menanam saham cukup besar di perusahaannya. Belum lagi, ayah Imas yang ambisius, pastilah memiliki sesuatu ya
Pernyataan neneknya membuatnya benar-benar terkejut dan membebani. Ia bingung untuk mengatakan yang sesungguhnya apa yang terjadi padanya, yang pasti akan membuat keluarganya bingung.Beberapa orang berkerumun mengitari mobilnya, sementara Mira tertegun di belakang kemudi.Dok dok dok!Ketukan seorang lelaki memintanya untuk membuka kaca mobil."Nggak apa-apa, Mbak? Apa ada kerusakan?" tanya lelaki itu sementara beberapa orang di kanan kirinya ikut memperhatikan wajah Mira.Mira menggeleng dan tersenyum, "Enggak apa-apa, Pak. Saya cuma kaget aja.""Hati-hati, Mbak. Jangan telepon sambil berkendara, itu bahaya!" kata seorang lagi memberikan peringatan. Mungkin ada yang sempat melihat dia menerima telepon sehingga kecelakaan kecil itu terjadi.Mira mengangguk dalam, meminta maaf karena membuat mereka terkejut."Terimakasih, Alhamdulillah, kami baik-baik saja," katanya lalu memohon diri untuk pergi."Hati-hati Mbak!" teriak salah seorang dari me
Biarlah, biarlah semua mengira hidupnya mulus-mulus saja. Biarlah mereka mengucapkan terimakasih untuk Denny dan berkirim salam pada pria itu. Biarlah mereka mengira semua masih sama seperti yang dulu.Sedikit merasa bersalah memang, akan tetapi itu lebih baik daripada mereka tahu apa yang ia alami. Suasana bahagia ini, pasti akan rusak kalau dirinya membuka sedikit saja keadaan dan status pernikahannya saat ini."Mira, kamu istirahat saja. Kamu pasti sudah capek di perjalanan. Ayo sana, bawa barang-barang kamu ke kamar," kata Mbok saat melihat Mira terduduk lesu."Benar, Mbok. Aku juga nggak tahu, sekarang lebih gampang capek rasanya," keluhnya dan beranjak berdiri dari tempat duduknya.Mira merebahkan tubuhnya di tempat tidur miliknya. Tempat tidur usang peninggalan orang tuanya. Meskipun sudah memiliki banyak uang, ia tidak berniat untuk mengganti barang peninggalan orang tuanya."Ibu, maafkan aku," bisiknya lirih. Ia teringat dengan ibunya yang memintany
Bukan cuma Mira yang merasa ada beban. Faza juga tak kalah gelisah karena malam ini adalah malam pertunangan antara Imas dengan Denny.Seharusnya, ia merasa takut kalau Mira yang sedih dengan pertunangan tersebut, nyatanya ia malah takut pada dirinya sendiri.Ada sesuatu yang memberontak di hatinya!Neny sudah mengambil posisi duduk di hadapan Mira. Gadis itu sesekali melirik ke Faza dan sedikit malu-malu.Menyadari hal itu, Mira malah merasa Faza sangat cuek dan hanya sibuk dengan ponselnya."Oh ya, Kamu ingat nggak sama Neny?" tanya Mira membuka percakapan.Faza melihat Mira, menautkan alisnya sebentar dan berujar sambil tersenyum, " Aku inget sih, kalau nggak salah, kamu yang suka duduk di kantin sambil foto selfi nggak udah-udah itu kan?" kata Faza kemudian. Menurutnya Neny adalah gadis lebay dan terlalu banyak bicara, memakai berbagai macam pita seperti anak kecil dan juga berpose di kamera tanpa pandang tempat dan waktu.Neny tersenyum malu.
Mira menatap lekat alat test kehamilan dengan dadanya yang berdebar kencang. Selama ini, ia selalu saja dikecewakan satu garis merah di alat tersebut.Setiap kali ia selesai menggunakannya, selalu saja menghasilkan debat mulut dengan Denny. Dan itulah alasan yang paling mendasar untuk Denny menceraikannya.Beberapa detik kemudian matanya benar-benar terbuka lebar karena tak percaya. Hampir saja ia menjerit bahagia saking terkejut dengan kenyataan itu."Mas, aku hamil. Bukankah aku tidak mandul seperti yang kalian tuduhkan selama ini? Ibu...aku hamil, aku bisa menjadikan penerus bagi kalian," bisik lirih Mira di dalam kamar mandi. "Ah, berapa usia kehamilanku ini sebenarnya?" ujarnya pelan, maka iapun membawa hasil testpack tersebut keluar ruangan.Di depan kamar mandi, Neny sudah menunggu Mira dengan raut wajah penasaran."Gimana Mira, hasilnya? Dua apa satu?"Mira tak bisa berkata-kata. Iapun menghambur memeluk Neny dengan senyuman dan deraian air
Sudahlah, untuk apa kembali memikirkan neraka itu. Lebih baik menikmati hidup sendiri tanpa beban apapun. Tapi... apakah mungkin merahasiakan darah daging Denny? Bukankah itu kekejaman? batinnya terus terusik.Selama empat tahun, selalu menjadi bulan-bulanan keluarga Denny, bagaimana ia akan berterus terang sehingga hidupnya kembali berantakan?"Mira? Kenapa? Kok kamu kayak orang bingung?" Neny menatap Mira sedikit heran karena Mira malah melamun."Ah, enggak Neny, ayo ke dalam, ada Faza menungguku. Dan kamu, apa kamu nggak mau pendekatan sama Faza?"Neny meremas tangan Mira."Kamu ini ngomong apa sih? Kamu kan tahu, Faza samasekali tidak melihatku, itu sama saja seperti dulu. Sudahlah, ayo kita ke depan."Mereka menemui Faza di ruang tamu."Kamu memang kelihatan kurang sehat, Mira. Gimana, kamu nggak apa-apa kan?""Iya, nggak apa-apa kok. Paling cuma kelelahan. Dan kamu, apa ada rencana kembali ke Jakarta?"Faza kembali menatap ponselnya. "E
Semua sudah terputus begitu saja. Jangankan mendapatkan pesan, nomornya saja mungkin sudah diblokir.Tiba-tiba rasa rindu menyeruak di hatinya. Iapun menyambar ponselnya, mencoba menekan tombol call pada sebuah nomor anonymous. Ya, itu adalah nomor Mira yang ia sembunyikan dari Imas.Seperti biasa, nomor itu tidak lagi bisa dihubungi.Saat sedang termenung, sebuah pesan masuk di ponselnya. Pesan itu adalah pesan gambar dari seseorang."Imas? Pak Faza? Apa yang sedang mereka lakukan?"Hati Denny terguncang hebat. Saat melihat siapa yang ada di foto-foto tersebut. Mereka adalah Imas, bersama Imas di sebuah restoran di atas kolam. Mereka terlihat sangat ceria dan tertawa bersama."Apakah mereka memang saling berhubungan? Ah, tidak mungkin. Imas sudah bertunangan denganku, mana mungkin dia macem-macem," katanya pada diri sendiri."Dasar Agus, sukanya emang julid. Itu pasti karena dia sekarang tahu kalau aku sebenya dalah suami Mira, temannya," lanjutnya