Setelah Mira pergi, sangat miris bagi Denny sebab ia mulai sering melamun. Memikirkan banyak hal dimana hampir seluruh sisi hidupnya berkaitan dengan Mira. Di rumah, ia bahkan berteriak minta diambilkan anduk mandi hanya karena lupa membawa handuk ke dalam kamar mandi. Ia juga menunggu teh manis buatan Mira saat ia sedang mengerjakan tugas perusahaan. Ia lupa bahwa Mira telah pergi begitu saja darinya, atas permintaannya.Sekarang, Mira melakukan tugas perusahaan tanpa ia perintahkan, akan tetapi ternyata itu adalah kebutuhannya. Mira paling mengerti apa yang ia butuhkan.Tiba-tiba Denny merasa terkejut dengan dirinya sendiri, yang terlalu jauh memikirkan dan membanggakan Mira."Sial! Kenapa aku jadi menganggap Mira orang baik sekarang ini?"Denny bangkit dari duduknya dan berjalan mondar mandir di dalam ruangan kantornya. Ia sedang memikirkan cara untuk bisa bertemu dengan Mira. Sebab, Bono mengatakan bahwa instruksi Bono berasal dari Mira. Sehingga sangat besa
"Hei! Kamu ini bilang apa? Aku ini sua...eh aku ini atasan kamu! Aku berhak untuk melarang kamu pulang dengan cepat karena suatu urusan!" ujarnya dengan intonasi meninggi.'Dasar arogan, kenapa juga kamu membentakku di hadapan orang lain?' batin Mira meronta. Ia kesal karena Denny masih saja bertingkah seperti sebelumnya, sebelum ia menandatangani surat perceraian itu."Tapi pak...""Kenapa? Banyak membantah ya?"Bu Eka yang ada di tempat itu sempat heran dengan sikap Denny yang tiba-tiba marah. Ia tidak pernah melihat Denny begitu marah saat karyawan yang lain minta ijin pulang jika ada sesuatu yang mendesak untuk dilakukan. Akan tetapi dengan Mira Denny seperti posesif dan emosional."Kamu nggak bisa pergi kalau aku memintamu untuk tinggal. Ehm...ada hal penting! Jadi, kamu nggak bisa pulang sekarang!"Mira mendengkus kesal, entahlah apa yang Denny rencanakan, yang jelas ia sedang malas ribut dan berdebat. Akhirnya iapun menuruti saja kemauan Denny unt
'Apa Mas Denny sungguh gila? Aku merasa sangat terluka dengan segala keinginannya agar aku bisa menghilang dari sisinya, tapi sekarang dia malah cari masalah? Apa yang dia pikirkan sebenarnya?' Mira membatin dan mempercepat langkahnya. Ia samasekali tidak berminat hidup dalam keributan. Ia masih ingin menata hati, mengobati luka yang masih menganga. Bahkan kalau bukan karena investasi yang terlanjur ia tanamkan, mungkin ia sudah angkat kaki menjauh dari kehidupan Denny sejauh mungkin."Huft, ternyata perceraian tidak sesederhana yang dikatakan. Selalu saja banyak cerita yang belum kelar setelah sepasang suami istri memutuskan untuk bercerai, apa-apaan," gerutunya.Dalam lima belas menit, akhirnya Mira sampai di sebuah dealer mobil dimana ia berjanji dengan seorang trainer yang melatihnya berkendara."Maaf, saya terlambat," kata Mira meminta maaf."Ah, nggak apa-apa, Bu. Saya juga belum lama sampai."Setelah beberapa saat di sana, Mira menemukan sebuah m
Merasa didesak dua wanita di hadapannya, Denny terpaksa mematikan laptopnya, menghentikan aktivitasnya.'Menghadapi wanita, butuh kepala dingin bukan? Apalagi dengan dua wanita ini, ah, tidak seperti Mira yang selalu sabar dan pengertian,' batinnya. Tanpa ia sadari ia baru saja membandingkan Mira dengan dua wanita di hadapannya."Ibu, Imas, aku tidak pernah membeli mobil untuk Mira, bahkan kami...ah, begini, Mira sekarang bekerja secara resmi di perusahaan kita, jadi mungkin saja dia berencana membeli kendaraan sendiri. Dan itu samasekali diluar pengetahuanku," katanya sedikit jujur."Apa? Bagaimana kalau dia berutang dan perusahaan yang menanggung semuanya? Makin aneh-aneh saja perempuan itu!""Mas, kamu harus mengambil tindakan. Jangan sampai dia memanfaatkan kamu untuk mengeruk keuntungan pribadi," sergah Imas. Denny membatin, entahlah apa sebabnya Imas datang tiba-tiba ke rumahnya, sementara dirinya masih ingin menyembunyikan kondisi hubungannya dengan
Faza sengaja menunda kepergiannya dari Jakarta hanya untuk suatu alasan yang naif. Dia menyadari hal itu, akan tetapi tekadnya untuk membantu Mira memang tidak tanggung-tanggung. Ia berencana membantu Mira secara totalitas meskipun ia kecewa karena Mira samasekali tak melihatnya sebagai seorang pria.Kali ini rencana besarnya adalah ingin bermain-main dengan Imas. Janda muda yang selalu menjadi duri dalam rumah tangga sahabatnya. "Ya, aku bisa merasakan kalau wanita ini sangat mudah jatuh cinta sama lelaki manapun. Bahkan bertemu denganku beberapa kali saja dia mulai memberikan nomor telepon miliknya. Ah, murahan sekali," gumamnya dengan sangat percaya diri.Faza mematut dirinya di cermin dan merasa bangga dengan wajah tampannya.Pria sepertinya, yang selalu berkutat dengan pekerjaan dan buku-buku penelitian ilmiah, tidak punya waktu untuk bersenang-senang dan bergaul dengan wanita. Sekali saja mendekati seorang wanita dan segera berakhir karena merasa ter
"Sepertinya ayah lupa, kalau aku baru saja keluar dari neraka hidupku. Ronald adalah bukti kegagalan ayah dalam membahagiakan seorang anak perempuan. Kenapa ayah melimpahkan semua kesalahan kepadaku? Tidakkah ayah ingin bertanya, apakah aku...putrimu ini baik-baik saja, Ayah?" lirih Imas dengan menatap tajam ayahnya."Pernahkah ayah membayangkan apa yang kualami selama empat tahun berlalu? Ayah membuatku menderita hari demi hari, dan sekarang ayah mengatakan aku gagal?""Benar Ayah, aku gagal menjadi mimpi ayah, dan aku tidak berharap ayah memiliki mimpi itu lagi. Berhentilah untuk bermimpi menjadikan aku alat ayah!"Plakk!Suara tamparan keras seketika membuat suasana hening membeku. Bahkan Imas hanya menikmati rasa sakit tanpa bergeming.Galih, ayah Imas, meremas tangannya sendiri karena merasa menyesal atas apa yang ia lakukan. Baru kali ini ia menampar putri satu-satunya. Putrinya sangatlah penurut dulu, bahkan saat ia memaksanya menikahi Ronald yang ter
Dengan terpaksa Mira melangkah menuju perusahaan, memenuhi kemauan Denny. Mereka memang bersepakat, dengan begini Mira bisa membawa Denny untuk menemaninya kembali ke kampung halamannya. Sementara Mira juga masih menimbang, bagaimana cara merahasiakan masalah pertambangan emas yang ia dapatkan. Ia belum siap untuk menceritakan kepada Denny tentang kebenaran itu.Terlebih lagi, ia memang sudah diceraikan Denny."Selamat pagi, Pak," sapa Mira pada Denny yang duduk di belakang meja kerjanya."Selamat pagi, oh, kebetulan sekali saya sudah menyiapkan berkas kerja yang harus anda kerjakan," kata Denny berlagak formal.Mira menanggapinya dengan dingin, ia tau, Denny selalu penuh kejutan. Sehingga ia tidak akan bertindak gegabah lagi."Oh ya, diluar itu adalah meja kerja kamu, sebaiknya kamu mengetuk pintu kalau memasuki ruanganku," katanya lagi."Baik, Pak."Mira hanya mengangguk patuh, lalu keluar ruangan dengan tersenyum getir."Apa yang dia piki
"Mas, bagaimana bisa perempuan udik itu bekerja di sini? Bukankah seharusnya dia sudah kamu kembalikan ke desa? Kamu tahu kan berapa banyak uang yang sudah aku investasikan untuk kamu, dan ini balasan kamu?!" serta-merta Imas bersikap emosional, merasa Denny berbuat tidak adil kepadanya."Imas, kamu bilang apa? Masalah perusahaan tentu saja tidak bisa dikaitkan dengan masalah pribadi. Menurutku Mira cukup bagus dalam pekerjaannya. Banyak hal yang tidak bisa dikerjakan orang lain, ternyata dia bisa melakukannya dengan baik.""Oh, kamu mulai memujinya sekarang? Kamu sudah lupa bagaimana aku bertahan sampai saat ini? Kamu bilang kamu tidak pernah mencintainya, tapi kamu juga tidak mau menceraikan dia?"Imas terlihat emosi dan marah. Ia kesal dengan segala hal yang berkaitan dengan Mira, dan sekarang ia bisa melihat dengan jelas bagaimana Denny memberikan tempat untuk Mira di perusahaan."Imas, kecilkan suaramu. Tidak enak didengar karyawan yang lain.""Baik, ka