Denny menelan ludah. Suatu ucapan yang baru saja keluar dari mulutnya membuat wajah ibunya berseri-seri. Akan tetapi dirinya justru merasakan hatinya berdesir perih. Ia mulai menyela rambut kepalanya karena gelisah, lalu menatap foto pernikahan yang menempel di dinding ruang tengah."Semua barang yang punya Mira harus disingkirkan," tiba-tiba suara ibunya membuatnya terkejut."Ke-kenapa, Bu?""Tentu saja, kalian sudah bercerai. Aku harus membuang semua barang yang ada kaitannya dengan Mira."Magdalena lupa, bahwa rumah yang mereka tempati adalah rumah yang dibeli secara patungan dengan Mira. Magdalena juga lupa, mobil mewah yang Denny miliki juga merupakan andil Mira. Denny melihat ke sekitar ruangan, melihat taplak meja dengan sulaman tangan yang rapi, itu adalah buatan Mira.Sarung bantal sofa, dengan motif bunga yang juga hasil karya Mira.Lalu melihat rangkaian bunga kering yang indah, itu juga hasil kerajinan tangan dari istrinya. Apakah s
Mira menarik napas dalam, memikirkan apakah ia akan menceritakan rahasia Denny yang sebenarnya ia berniat untuk membuat Imas menjadi goyah mendekati Denny.Tadinya ia merasa menemui Imas untuk mengatakan bagaimana Denny dan keluarganya mendekati Imas hanya karena harta, bukan karena cinta. Sehingga Imas tidak lagi merasa senang merebut Denny darinya.Akan tetapi apakah itu masih penting sekarang?Denny telah menceraikannya, dan mereka mungkin akan segera hidup bahagia bersama.Akan tetapi, sangat tidak adil jika ia harus menerima begitu saja keputusan Denny yang sepihak."Baik, aku akan menemuimu segera," lirihnya kemudian.Mira menyeka air matanya, membasuh wajahnya dengan air. Lalu ia melihat tumpukan pakaian, sepatu, tas dan banyak perhiasan di atas tempat tidur yang belum sempat ia rapikan.Iapun mengambil salah satunya dan memakainya."Akhirnya aku bisa memakai pakaian mewah seperti kalian," lirihnya dengan mematut dirinya di hadapan cermin.
Mira menegakkan tubuhnya tepat di sisi Imas yang kebingungan. Ia tak mengira bahwa wanita yang duduk tidak jauh darinya adalah Mira yang sudah ditunggunya."Ouh, kamu... Mira?" Imas terkejut bukan main.Wanita itu melihatnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Semua yang dikenakan Mira, samasekali tidak menunjukkan Mira yang selama ini ia dengar dari Denny.Denny biasa bercerita tentang Mira dan menyebutnya sebagai wanita purbakala yang tak mengenal produk kecantikan atau pakaian mewah. Apalagi dengan memakai sepatu high heels dan juga kaca mata hitam. Mira sangat berubah!Mira mengangguk dan tersenyum tipis, lalu menunjuk pada sebuah tempat duduk di sudut kafe.Imas mengikuti langkah Mira yang elegan dan mengambil tempat duduk berhadapan dengan Mira."Sebenarnya, ini cukup konyol, untuk apa aku menemui istri Denny. Kamu pasti berpikir aku harus menyingkir demi rumah tangga kalian?"Mira tak menggubris, lalu ia memanggil seorang pramusaji dan memesa
Mira menatap penuh perasaan sedih yang ia sembunyikan sebaik mungkin dibalik senyuman dan riasan wajahnya. Bagaimanapun, secara kasat mata Imas memang sangat cantik dan manja. Ia bisa mengerti mengapa Denny sulit melupakan wanita di hadapannya ini.Kalau ia menyerah begitu saja, sudah jelas dirinya hanyalah debu menempel yang ditepiskan seseorang karena mengotori pakaiannya.Ia tak akan bernasib seperti itu, ia akan pergi dalam keadaan terhormat, batinnya.Tiba-tiba Imas tersenyum lebar, "Apa kamu ragu kalau aku bisa membayar utang Denny bahkan membeli Denny dan keluarganya sekalipun," cicitnya dengan sombong. "Ah, tentu saja hal itu tidak akan masuk di otakmu yang lahir di pedesaan. Kamu tidak punya pengalaman yang berarti dalam hidupmu. Itu sangat berbeda denganku yang sering bepergian ke luar negri. Bisa dibilang, aku sudah dilahirkan dengan sendok emas. Uang bukan apa-apa bagiku."Mira mendengar ucapan Imas yang mengalir deras di telinganya seperti gelombang
Faza membalikkan tubuhnya setelah sebelumnya menatap benci pada Denny. Ia sangat benci dan tidak bisa menerima perlakuan Denny atas Mira sahabatnya. Hinaan Denny sudah cukup menjelaskan bagaimana kondisi Mira ditengah-tengah keluarga Denny bahkan di sisi suaminya sendiri. Akan tetapi Mira selalu saja bungkam dan tidak mau bercerita tentang ketidak harmonisan rumah tangga mereka.Saat ia berjalan keluar menyusuri koridor perusahaan, Faza bertemu dengan Imas."Uhmm, kau ada di sini?" sapa Imas pada Faza dengan menghadangnya.Faza terkejut, akan tetapi segera sadar kalau ia berhadapan dengan Imas, wanita yang memiliki hubungan khusus dengan Denny."Hmm," jawab Denny singkat tanpa tersenyum."Ehem... kebetulan sekali. Aku...emm, aku mau berterima kasih kepadamu.""Kebetulan? Terimakasih? Apa maksudmu?""Eh, begini... waktu itu, kamu memberiku ini, dan aku berterima kasih," katanya, sembari mengeluarkan sepucuk saputangan dan menciumnya sebentar di hadapa
Sementara itu Mira sedang di dalam sebuah kantor jasa kursus mengemudi kendaraan.Sebenarnya ia juga sempat belajar mengemudi dahulu, akan tetapi belum terlalu lancar. Kali ini, dengan belajar di tempat kursus mengemudi, tentu akan menjadi lebih terlatih. Ia sudah memutuskan untuk membeli mobil sendiri dan segera mengendarai mobil sendiri.Sementara ini, ia masih akan bekerja di kantor gudang perusahaan Denny. Apalagi ia tak mungkin pulang ke desa dan menceritakan soal perpisahannya dengan neneknya. Mira tidak mau membuat neneknya sedih.Setelah mendapatkan mobil dengan seorang trainer wanita, Mira segera mengikuti pelatihan dengan baik.Satu jam kemudian, trainer tersebut meminta Mira menghentikan mobilnya."Sebenarnya, Mbak Mira sudah cukup bisa untuk mengemudi. Sehingga latihan ini cuma untuk melancarkan saja.""Benarkah? Sebenarnya saya juga tidak menyangka kalau ternyata bisa mengemudi mobil ini," katanya dengan tersenyum lebar.Mira pulang
"Imas! Kamu mau kemana?"Langkah Denny gegas mengejar Imas yang berjalan terburu-buru.Panggilannya tidak digubris wanita itu samasekali."Imas, tumben kamu ngambek begini, ada apa sih, sayang."Denny berhasil menahan lengan Imas."Mas, aku nggak lagi ngambek, aku cuma kesal karena kamu tidak menunjukkan perasaan senang saat aku datang. Tapi kalau ternyata kamu memang banyak pekerjaan, aku bisa ngerti kok. Oke, kita bicara lagi nanti malam, oke?"Denny melihat senyuman Imas yang menunjukkan wanita itu sebenarnya memang nggak terlalu marah."Baiklah, kita bicara nanti malam saja. Hati-hati di jalan.""Hmm, bye."Imas berlalu, dan ia kembali ke kantornya.Tak lama kemudian seorang pria dari gudang produksi datang menemuinya."Selamat siang, Pak.""Bono? Hmm, ada apa? Ayo, silakan duduk," kata Denny mempersilahkan pria itu.Sejenak Denny memperhatikan penampilan Bono yang berbeda, terutama pakaiannya yang rapi dan lebih bersih.
Setelah Mira pergi, sangat miris bagi Denny sebab ia mulai sering melamun. Memikirkan banyak hal dimana hampir seluruh sisi hidupnya berkaitan dengan Mira. Di rumah, ia bahkan berteriak minta diambilkan anduk mandi hanya karena lupa membawa handuk ke dalam kamar mandi. Ia juga menunggu teh manis buatan Mira saat ia sedang mengerjakan tugas perusahaan. Ia lupa bahwa Mira telah pergi begitu saja darinya, atas permintaannya.Sekarang, Mira melakukan tugas perusahaan tanpa ia perintahkan, akan tetapi ternyata itu adalah kebutuhannya. Mira paling mengerti apa yang ia butuhkan.Tiba-tiba Denny merasa terkejut dengan dirinya sendiri, yang terlalu jauh memikirkan dan membanggakan Mira."Sial! Kenapa aku jadi menganggap Mira orang baik sekarang ini?"Denny bangkit dari duduknya dan berjalan mondar mandir di dalam ruangan kantornya. Ia sedang memikirkan cara untuk bisa bertemu dengan Mira. Sebab, Bono mengatakan bahwa instruksi Bono berasal dari Mira. Sehingga sangat besa