[ Andai aku bisa memperbaiki semua keadaan ini, menjadi seorang suami dan menjadi seorang ayah yang baik buat kalian, aku akan memulainya, oleh sebab itu tolong maafkan aku, Mira]Sesaat kemudian ia tertegun, memikirkan bagaimana ia mengungkapkan isi hatinya lebih banyak lagi. Ia ingin Mira mengerti bahwa ia bersungguh-sungguh dalam hal ini. "Apa ini sudah cukup?" katanya dan memastikan isi pesan tersebut sudah sesuai dengan tujuannya. Lalu iapun menekan icon kirim di layar. Ia akan menunggu apa yang akan dikatakan Mira setelah ia mengirim pesan tersebut. Ia ingin Mira menyambut isi hatinya dan memaafkan semua yang terjadi. Kepergian Mira sungguh membuat hatinya merasa sepi.Sementara Mira telah melupakan rasa sedih dan gundah di hatinya dengan banyak bersosialisasi dengan banyak teman di lingkungan tempat ia bertempat tinggal. Ia telan menonaktifkan ponselnya dengan alasan tidak ingin memperdalam rasa sakit di hatinya.Ia memiliki ponsel lain dan meninggalkan ponselnya yang menyimpa
Agus menggaruk kepalanya yang tak gatal samasekali. Tadi dikatakan, ia dikembalikan di posisi semula adalah karena kinerjanya, bukan karena hal lain. Kenyataannya ia masih harus membantu Denny mengurusi soal Mira.Ya, seperti udang dibalik batu, kalau bukan karena hal itu Denny mungkin juga tak terlalu bersemangat untuk menawarkan sebuah posisi itu lagi. Ia samasekali tak yakin ini tak punya tujuan tertentu."Gus, kamu juga akan mendapatkan gaji yang lebih dariku, dan kamu akan dinobatkan sebagai karyawan dengan kredibilitas terbaik. Tentu saja, akan ada apresiasi dari perusahaan untuk karyawan teladan," ujarnya lagi melihat Agus hanya menanggapi dingin tawarannya. Padahal tawaran itu, siapa sih yang menolak? Agus mengangkat kepalanya, menatap ekspresi Denny yang berapi-api. Akan tetapi entah mengapa ia merasa iba dan kasihan."Pak Denny, kalau boleh saya bertanya, apa kesalahan terbesar pak Denny terhadap Mira?""Hah? Apa maksudmu?" Denny sedikit memiringkan kepalanya, memikirkan ap
Akhirnya Mira bisa mendengar langsung kata-kata yang begitu menyesakkan dadanya itu. Setelah sekian lama ia menguji kesabarannya sendiri dan juga kesabaran seorang pria di hadapannya ini."Aku tau ini seolah memaksa, akan tetapi sebenarnya aku sudah tidak punya cara lain lagi yang bisa membuatmu yakin dengan apa yang kurasakan."Mira yang sejak tadi menunduk, mengangkat wajahnya menatap Denny sehingga pandangan mereka beradu. Sementara pria yang ada di samping Denny segera berdehem keras."Ekhem, apa aku bisa keluar sebentar? Aku butuh menghubungi seseorang," ujarnya membuat mereka berdua menoleh.Denny mengangguk dan membiarkan Faza keluar dari ruangan tersebut.Faza bernapas lega, bisa keluar dari suasana yang sangat canggung diantara mereka.Ia terpaksa melakukan semua ini, menunjukkan di mana Mira berada dikarenakan sangat iba melihat kondisi Denny.Tepatnya seminggu yang lalu, secara kebetulan ia bertemu dengan Denny di sebuah rumah sakit. Ia melihat Denny sedang di dorong di se
Denny mengerjai, ia merasa bermimpi saat mendengar bahwa Faza sungguh tau keberadaan Mira dan putranya. Apa dirinya sungguh berhalusinasi?"Kau...tau di mana Mira?""Kenapa? Apa kau tak percaya?"Denny termenung. Sekian lama tak bertemu Faza, tiba-tiba pria ini muncul memberinya harapan. "Apa yang harus aku sepakati? Aku rasa kau juga mempunyai masalah serius?""Benar, aku butuh ginjal untuk menyelamatkan istriku, kau harus mendapatkannya untukku! Bagaimana? Kau setuju?"Denny malah terkejut bukan main. Imas membutuhkan ginjal, apa yang terjadi sebenarnya?"Kau... serius?"Wajah Faza terlihat sangat murung. Ia teringat asal kejadian itu, di mana mereka memiliki anak ke dua sekitar dua tahun yang lalu. Sayangnya, Imas mengalami pre-eklampsia yang cukup serius. Ia terpaksa mengonsumsi pil penurun tekanan darah tinggi setiap hari yang ternyata berakibat ginjalnya mengalami kerusakan. Setelah putra kedua mereka lahir, Imas harus melakukan pencangkokan ginjal demi keselamatan hidupnya."
Mira menatap pada ekspresi Denny yang memohon padanya. Selalu saja hatinya merasa hancur dan sulit jika sudah melihat bagaimana pria ini memohon. Ia selalu saja tak bisa melupakanmu betapa dirinya yang masih sangat mencintai Denny.Untuk itu ia harus memalingkan wajahnya supaya tidak terpengaruh."Apa maksudmu, Mira? Bukankah kita bisa memulainya lagi dari awal? Kita bisa membangun itu semua dari kesalahan-kesalahanku yang telah lalu. Tidakkah itu lebih baik, Mira? Kita telah melaluinya, lalu aku menyadari semua kesalahanku kepadamu," kata Denny semakin mendesak Mira."Mas, aku harus berkemas sekarang. Kami bisa terlambat jika kau terus memperpanjang perbincangan ini. Maafkan aku, mungkin ini sangat tidak tepat waktunya, Mas."Denny tertegun, merasakan betapa dingin dan bekunya sikap Mira saat ini. Wanita itu beranjak dari duduknya, menunjukkan aura tidak bersahabat.Ia terpaksa berdiri, lalu melangkah mendekati Mira."Mira, berilah aku satu kesempatan lagi untuk bersamamu. Aku...'"M
"Kenapa kau bilang begitu? Toh selama ini kita tidak pernah tau ngapain saja Mira di Kalimantan. Sudah jelas sekarang kalau ada lelaki asing di dalam rumahnya, pasti mereka punya hubungan khusus." "Tidak mungkin! Mira masih terikat pernikahan denganku, mana bisa dia menikah begitu saja tanpa surat cerai dariku?" "Ah, apa kamu lupa bagaimana kayanya seorang Mira? Dia bisa saja membuat identitas palsu untuk menyamarkan jati dirinya? Itulah sebabnya kenapa sekarang Mira menolakmu bukan?" Wajah Denny makin serius dan kacau. "Mira tidak mungkin sanggup berbohong seperti itu, dia tidak akan melakukannya, Faza." "Bukankan kau pernah menuduhnya berzina? Bagaimana kalau ternyata dia memang menikah secara sah hukum negara?" "Tidak mungkin. Mira tidak mungkin menipu siapapun apalagi kalau sudah berkaitan soal agamanya, tidak mungkin!" Selagi berdebat, Andrean keluar dengan nampan berisi air putih, lalu mempersilahkan mereka untuk minum. "Maaf, kami kebetulan sedang berkemas untuk keberan
"Kamu adalah ayahnya? Ah, benar juga. Kamu ayahnya setelah lembaran kertas rumah sakit itu keluar. Tapi, bagaimana kamu bisa yakin kalau itu lembaran asli? Bisa saja sebuah kertas dibeli dengan uang. Tau dari mana kalau Azrah itu anakmu?"Denny sudah tak tahan lagi. Ucapan Andrean sangat lihai dalam memprovokasi amarahnya. Tangannya sungguh sudah terangkat untuk menghantam wajah Andrean, tapi Faza menahannya dengan kuat.Denny terus berontak untuk dilepaskan dari cekalan Faza, tapi Faza sekuat tenaga menahannya."Denny, hentikan! Kita bertamu, jangan sampai urusan ini diselesaikan polisi di sini, ini sangat memalukan!" kata Faza mengingatkan untuk bisa mengendalikan emosi."Sebaiknya kalian pulang, karena...sekali lagi maaf, kami harus bersiap untuk pergi."Beberapa saat kemudian, otot lengan Denny mengendur, iapun akhirnya mereda dan Faza melepaskannya. Meskipun tatapan membunuh masih terus terlihat di sorot matanya. Rasa marah dan benci sangat jelas terlihat.Faza membawa Denny untu
Faza menyeringai, mentertawakan gegabahnya pria bernama Denny Nurdiansyah ini, pria yang begitu menjadi idola Mira. Dia kira, pria pujaan Mira ini begitu sempurna sampai -sampai Mira selalu menolaknya. Cinta memang aneh!"Ternyata selain tidak memahami Mira kau juga tidak punya kedekatan dengan keluarga Mira. Pantas saja kalau Mira sudah bosan denganmu," gerutunya namun jelas terdengar di telinga Denny."Bukan begitu, aku sangat sibuk di Jakarta," kilahnya."Sibuk selingkuh!" cerca Faza tapi Denny hanya pasrah. "Sekarang, baru ada lelaki asing yang belum jelas siapa saja kamu sudah emosi, dasar tak tau malu!" Ah, mumpung bisa memaki, Faza memakai kesempatan ini untuk menyudutkan Denny."Hei, jangan mengungkit masa lalu, aku sudah tobat. Aku serius mencintai Mira, apalagi Azrah adalah anakku, aku harus bisa membuat mereka menerimaku, dan hidup bersamaku.""Bagus. Semoga saja belum terlambat. Kau terlalu berlama-lama menyadari betapa pentingnya hati seorang wanita itu untuk dijaga, buka
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik