Agus menggaruk kepalanya yang tak gatal samasekali. Tadi dikatakan, ia dikembalikan di posisi semula adalah karena kinerjanya, bukan karena hal lain. Kenyataannya ia masih harus membantu Denny mengurusi soal Mira.Ya, seperti udang dibalik batu, kalau bukan karena hal itu Denny mungkin juga tak terlalu bersemangat untuk menawarkan sebuah posisi itu lagi. Ia samasekali tak yakin ini tak punya tujuan tertentu."Gus, kamu juga akan mendapatkan gaji yang lebih dariku, dan kamu akan dinobatkan sebagai karyawan dengan kredibilitas terbaik. Tentu saja, akan ada apresiasi dari perusahaan untuk karyawan teladan," ujarnya lagi melihat Agus hanya menanggapi dingin tawarannya. Padahal tawaran itu, siapa sih yang menolak? Agus mengangkat kepalanya, menatap ekspresi Denny yang berapi-api. Akan tetapi entah mengapa ia merasa iba dan kasihan."Pak Denny, kalau boleh saya bertanya, apa kesalahan terbesar pak Denny terhadap Mira?""Hah? Apa maksudmu?" Denny sedikit memiringkan kepalanya, memikirkan ap
Akhirnya Mira bisa mendengar langsung kata-kata yang begitu menyesakkan dadanya itu. Setelah sekian lama ia menguji kesabarannya sendiri dan juga kesabaran seorang pria di hadapannya ini."Aku tau ini seolah memaksa, akan tetapi sebenarnya aku sudah tidak punya cara lain lagi yang bisa membuatmu yakin dengan apa yang kurasakan."Mira yang sejak tadi menunduk, mengangkat wajahnya menatap Denny sehingga pandangan mereka beradu. Sementara pria yang ada di samping Denny segera berdehem keras."Ekhem, apa aku bisa keluar sebentar? Aku butuh menghubungi seseorang," ujarnya membuat mereka berdua menoleh.Denny mengangguk dan membiarkan Faza keluar dari ruangan tersebut.Faza bernapas lega, bisa keluar dari suasana yang sangat canggung diantara mereka.Ia terpaksa melakukan semua ini, menunjukkan di mana Mira berada dikarenakan sangat iba melihat kondisi Denny.Tepatnya seminggu yang lalu, secara kebetulan ia bertemu dengan Denny di sebuah rumah sakit. Ia melihat Denny sedang di dorong di se
Denny mengerjai, ia merasa bermimpi saat mendengar bahwa Faza sungguh tau keberadaan Mira dan putranya. Apa dirinya sungguh berhalusinasi?"Kau...tau di mana Mira?""Kenapa? Apa kau tak percaya?"Denny termenung. Sekian lama tak bertemu Faza, tiba-tiba pria ini muncul memberinya harapan. "Apa yang harus aku sepakati? Aku rasa kau juga mempunyai masalah serius?""Benar, aku butuh ginjal untuk menyelamatkan istriku, kau harus mendapatkannya untukku! Bagaimana? Kau setuju?"Denny malah terkejut bukan main. Imas membutuhkan ginjal, apa yang terjadi sebenarnya?"Kau... serius?"Wajah Faza terlihat sangat murung. Ia teringat asal kejadian itu, di mana mereka memiliki anak ke dua sekitar dua tahun yang lalu. Sayangnya, Imas mengalami pre-eklampsia yang cukup serius. Ia terpaksa mengonsumsi pil penurun tekanan darah tinggi setiap hari yang ternyata berakibat ginjalnya mengalami kerusakan. Setelah putra kedua mereka lahir, Imas harus melakukan pencangkokan ginjal demi keselamatan hidupnya."
Mira menatap pada ekspresi Denny yang memohon padanya. Selalu saja hatinya merasa hancur dan sulit jika sudah melihat bagaimana pria ini memohon. Ia selalu saja tak bisa melupakanmu betapa dirinya yang masih sangat mencintai Denny.Untuk itu ia harus memalingkan wajahnya supaya tidak terpengaruh."Apa maksudmu, Mira? Bukankah kita bisa memulainya lagi dari awal? Kita bisa membangun itu semua dari kesalahan-kesalahanku yang telah lalu. Tidakkah itu lebih baik, Mira? Kita telah melaluinya, lalu aku menyadari semua kesalahanku kepadamu," kata Denny semakin mendesak Mira."Mas, aku harus berkemas sekarang. Kami bisa terlambat jika kau terus memperpanjang perbincangan ini. Maafkan aku, mungkin ini sangat tidak tepat waktunya, Mas."Denny tertegun, merasakan betapa dingin dan bekunya sikap Mira saat ini. Wanita itu beranjak dari duduknya, menunjukkan aura tidak bersahabat.Ia terpaksa berdiri, lalu melangkah mendekati Mira."Mira, berilah aku satu kesempatan lagi untuk bersamamu. Aku...'"M
"Kenapa kau bilang begitu? Toh selama ini kita tidak pernah tau ngapain saja Mira di Kalimantan. Sudah jelas sekarang kalau ada lelaki asing di dalam rumahnya, pasti mereka punya hubungan khusus." "Tidak mungkin! Mira masih terikat pernikahan denganku, mana bisa dia menikah begitu saja tanpa surat cerai dariku?" "Ah, apa kamu lupa bagaimana kayanya seorang Mira? Dia bisa saja membuat identitas palsu untuk menyamarkan jati dirinya? Itulah sebabnya kenapa sekarang Mira menolakmu bukan?" Wajah Denny makin serius dan kacau. "Mira tidak mungkin sanggup berbohong seperti itu, dia tidak akan melakukannya, Faza." "Bukankan kau pernah menuduhnya berzina? Bagaimana kalau ternyata dia memang menikah secara sah hukum negara?" "Tidak mungkin. Mira tidak mungkin menipu siapapun apalagi kalau sudah berkaitan soal agamanya, tidak mungkin!" Selagi berdebat, Andrean keluar dengan nampan berisi air putih, lalu mempersilahkan mereka untuk minum. "Maaf, kami kebetulan sedang berkemas untuk keberan
"Kamu adalah ayahnya? Ah, benar juga. Kamu ayahnya setelah lembaran kertas rumah sakit itu keluar. Tapi, bagaimana kamu bisa yakin kalau itu lembaran asli? Bisa saja sebuah kertas dibeli dengan uang. Tau dari mana kalau Azrah itu anakmu?"Denny sudah tak tahan lagi. Ucapan Andrean sangat lihai dalam memprovokasi amarahnya. Tangannya sungguh sudah terangkat untuk menghantam wajah Andrean, tapi Faza menahannya dengan kuat.Denny terus berontak untuk dilepaskan dari cekalan Faza, tapi Faza sekuat tenaga menahannya."Denny, hentikan! Kita bertamu, jangan sampai urusan ini diselesaikan polisi di sini, ini sangat memalukan!" kata Faza mengingatkan untuk bisa mengendalikan emosi."Sebaiknya kalian pulang, karena...sekali lagi maaf, kami harus bersiap untuk pergi."Beberapa saat kemudian, otot lengan Denny mengendur, iapun akhirnya mereda dan Faza melepaskannya. Meskipun tatapan membunuh masih terus terlihat di sorot matanya. Rasa marah dan benci sangat jelas terlihat.Faza membawa Denny untu
Faza menyeringai, mentertawakan gegabahnya pria bernama Denny Nurdiansyah ini, pria yang begitu menjadi idola Mira. Dia kira, pria pujaan Mira ini begitu sempurna sampai -sampai Mira selalu menolaknya. Cinta memang aneh!"Ternyata selain tidak memahami Mira kau juga tidak punya kedekatan dengan keluarga Mira. Pantas saja kalau Mira sudah bosan denganmu," gerutunya namun jelas terdengar di telinga Denny."Bukan begitu, aku sangat sibuk di Jakarta," kilahnya."Sibuk selingkuh!" cerca Faza tapi Denny hanya pasrah. "Sekarang, baru ada lelaki asing yang belum jelas siapa saja kamu sudah emosi, dasar tak tau malu!" Ah, mumpung bisa memaki, Faza memakai kesempatan ini untuk menyudutkan Denny."Hei, jangan mengungkit masa lalu, aku sudah tobat. Aku serius mencintai Mira, apalagi Azrah adalah anakku, aku harus bisa membuat mereka menerimaku, dan hidup bersamaku.""Bagus. Semoga saja belum terlambat. Kau terlalu berlama-lama menyadari betapa pentingnya hati seorang wanita itu untuk dijaga, buka
Tentu saja ini bukan karena uang, akan tetapi Mira tidak berniat untuk menjawab semua pertanyaan tidak penting itu. Baginya, mencintai Denny sudah seperti harga mati, hanya saja ia masih menunggu saat yang tepat untuk membuka diri. Ia ingin tahu, sampai mana Denny berjuang."Mbak, bisa saja Ayah dari putraku ternyata orang yang justru lebih tulus dariku, dan masalah uang itu bukan lagi prioritas untuk dibicarakan diantara kami. Akan tetapi yang paling penting sekarang ini adalah do'a dari kalian semua sebagai keluargaku. Jangan sampai aku menjadi orang yang terdampar lagi di lautan tak bertepi, Mbak."Lina faham, terlalu berliku apa yang dialami Mira dan selama ini segalanya ia rahasiakan begitu apik. Hampir seluruh keluarga menganggap Mira sempurna dan baik-baik saja dalam hidup rumah tangganya. Nyatanya, kehidupan Mira sangat menyedihkan.***Denny menyusun rencana untuk mencari tahu siapa Andrean sebenarnya. Untuk itu ia harus mencari Mira di kampung halamannya. Hal yang ia pikirka