"Kamu adalah ayahnya? Ah, benar juga. Kamu ayahnya setelah lembaran kertas rumah sakit itu keluar. Tapi, bagaimana kamu bisa yakin kalau itu lembaran asli? Bisa saja sebuah kertas dibeli dengan uang. Tau dari mana kalau Azrah itu anakmu?"Denny sudah tak tahan lagi. Ucapan Andrean sangat lihai dalam memprovokasi amarahnya. Tangannya sungguh sudah terangkat untuk menghantam wajah Andrean, tapi Faza menahannya dengan kuat.Denny terus berontak untuk dilepaskan dari cekalan Faza, tapi Faza sekuat tenaga menahannya."Denny, hentikan! Kita bertamu, jangan sampai urusan ini diselesaikan polisi di sini, ini sangat memalukan!" kata Faza mengingatkan untuk bisa mengendalikan emosi."Sebaiknya kalian pulang, karena...sekali lagi maaf, kami harus bersiap untuk pergi."Beberapa saat kemudian, otot lengan Denny mengendur, iapun akhirnya mereda dan Faza melepaskannya. Meskipun tatapan membunuh masih terus terlihat di sorot matanya. Rasa marah dan benci sangat jelas terlihat.Faza membawa Denny untu
Faza menyeringai, mentertawakan gegabahnya pria bernama Denny Nurdiansyah ini, pria yang begitu menjadi idola Mira. Dia kira, pria pujaan Mira ini begitu sempurna sampai -sampai Mira selalu menolaknya. Cinta memang aneh!"Ternyata selain tidak memahami Mira kau juga tidak punya kedekatan dengan keluarga Mira. Pantas saja kalau Mira sudah bosan denganmu," gerutunya namun jelas terdengar di telinga Denny."Bukan begitu, aku sangat sibuk di Jakarta," kilahnya."Sibuk selingkuh!" cerca Faza tapi Denny hanya pasrah. "Sekarang, baru ada lelaki asing yang belum jelas siapa saja kamu sudah emosi, dasar tak tau malu!" Ah, mumpung bisa memaki, Faza memakai kesempatan ini untuk menyudutkan Denny."Hei, jangan mengungkit masa lalu, aku sudah tobat. Aku serius mencintai Mira, apalagi Azrah adalah anakku, aku harus bisa membuat mereka menerimaku, dan hidup bersamaku.""Bagus. Semoga saja belum terlambat. Kau terlalu berlama-lama menyadari betapa pentingnya hati seorang wanita itu untuk dijaga, buka
Tentu saja ini bukan karena uang, akan tetapi Mira tidak berniat untuk menjawab semua pertanyaan tidak penting itu. Baginya, mencintai Denny sudah seperti harga mati, hanya saja ia masih menunggu saat yang tepat untuk membuka diri. Ia ingin tahu, sampai mana Denny berjuang."Mbak, bisa saja Ayah dari putraku ternyata orang yang justru lebih tulus dariku, dan masalah uang itu bukan lagi prioritas untuk dibicarakan diantara kami. Akan tetapi yang paling penting sekarang ini adalah do'a dari kalian semua sebagai keluargaku. Jangan sampai aku menjadi orang yang terdampar lagi di lautan tak bertepi, Mbak."Lina faham, terlalu berliku apa yang dialami Mira dan selama ini segalanya ia rahasiakan begitu apik. Hampir seluruh keluarga menganggap Mira sempurna dan baik-baik saja dalam hidup rumah tangganya. Nyatanya, kehidupan Mira sangat menyedihkan.***Denny menyusun rencana untuk mencari tahu siapa Andrean sebenarnya. Untuk itu ia harus mencari Mira di kampung halamannya. Hal yang ia pikirka
Sesampainya di desa Mira, Denny sedikit bingung. Ia mencoba mencari tempat paling ramai di desa itu akan tetapi semua sudut desa terlihat sama saja. Dengan menyewa tukang ojek kampung, pria itu berkeliling ke seluruh desa."Kenapa balik sini lagi?" protes Denny sama tukang ojek itu. "Bapak ini mau ke mana? Bapak tunjuk arah sana ya saya manut, tunjuk sana saya juga manut dan inilah akhirnya, kita kembali lagi di sini," jawab tukang ojek dengan wajah mulai emosi.Akhirnya Denny merasa ngeri melihat si tukang ojek yang mulai marah itu."Ya sudah, berapa saya harus bayar?""Tiga ratus ribu, kalau orang sini mah saya mahalin pak, berhubung bapak orang Jakarta, ya sudah saya minta tiga ratus ribu saja," ujarnya."Hah? Tiga ratus ribu? Yang bener aja? Ini kan kampung pelosok, kok mahal bener?""Halaah, anggap saja sedekah pak, memakmurkan masyarakat desa, biar jangan cuma orang kota saja yang dibayar mahal. Kalau semua orang seperti bapak ini sering datang ke desa, saya yakin desa saya ini
"Penginapan?" yang ditanya malah bingung. Ia juga mengikuti arah yang di tunjukkan Denny ke suatu arah di belakangnya sana di mana ia sering memangkas rumput untuk makanan ternak."Iya, Pak. penginapan itu namanya penginapan Abadi, apa saya salah arah?""Kalau arah sana bukan penginapan, Pak. Ke sana itu cuma ada kuburan. Selain itu di desa ini nggak ada penginapan," terangnya, lalu pria itu mengangkat rumputnya kembali dan melangkah pergi."Kuburan?" Denny mengernyit. "Tidak ada penginapan?" gumamnya lagi. "Apa aku dikerjain?" Ia mulai mengaitkan antara penginapan abadi dengan kuburan dan bulu kuduknya mulai berdiri."Sial, aku salah mengartikan kalau penginapan abadi itu adalah kuburan?" ujarnya lalu melihat ke sekelilingnya yang sunyi senyap, hanya ada pepohonan besar di sana-sini.Langkahnya berbalik arah menuju arah lain, padahal ia susah sangat kelelahan. Lalu iapun melihat sebuah warung kecil yang ditutup tenda produk obat sakit kepala di bagian atasnya. Ia mengira itu adalah
Kesalahan yang telah ia perbuat pada Mira adalah kesalahan paling besar dalam hidupnya. Akan tetapi, Mira meninggalkan kesuksesan itu pada dirinya. Segala kesuksesan itu menjadi pelajaran berharga bahwa sebenarnya Mira bukanlah wanita menyedihkan seperti yang dulu ia dan keluarganya kira.Bahkan dirinya yang selalu bersikap rendahan dan menyedihkan. Bukankah begitu?Uhuk uhuk uhuk!Tiba-tiba Denny tersedak dan terbatuk-batuk karena terlalu serius memikirkan dirinya sendiri. Terlalu menyakitkan rasanya saat rasa cabe rawit membuatnya tersedak di kerongkongan."Aduuh, pedes ya?" tanya wanita tuan rumah menunjukkan raut muka cemas melihat wajah putih Denny yang memerah seperti kepiting rebus."Ekheem, iya Bu, pedes banget rasanya...eh, maksud saya ... " hatiku yang pedes, Bu, lajutnya dalam hati."Oooh, maaf ya, saya nggak tau kalau nggak doyan pedes."Malu banget rasanya, tapi bagaimana lagi...Selain kelaparan, pikirannya juga nggak fokus gegara ucapan ibu tadi.Denny sekuat hati mengh
Sulit mengungkapkan apa yang sedang ia rasakan saat ini, sehingga Denny cuma bisa tergagap menjawabnya sambil menyeret tukang ojek itu pergi."Ayo, Mas. Kita ke rumah yang di dekat kebun kelapa saja. Sepertinya lebih enak," ujarnya sambil sesekali melihat ke arah rumah Mira."Emang kenapa, Pak. Kok bapak kayak lihat hantu?" kata tukang ojek tersebut heran."Betul, hantu besar, Mas. Aku nggak bisa ke situ."Seolah tukang ojek itu percaya dengan ucapan Denny, iapun manggut-manggut dan berkata, "Ooh, pantas saja bisa kaya mendadak, emang bapak lihat penunggunya ya?" si ojek penasaran, pemikiran seperti itu sangat santer juga si sebagian penduduk desa yang menganggap Mira punya tuyul sehingga mereka tiba-tiba menjadi kaya.Mendengar itu Denny jadi bingung, "Penunggu apa? Pesugihan maksudmu?" sontak Denny menjadi marah."Loh, tadi bapak ketakutan bukannya lihat tuyul? Atau babi ngepet?"Astaga, reaksinya yang berlebihan ternyata membuat si ojek menyimpulkan sesuatu yang berlebihan juga "T
Keesokan harinya, Mira dan juga Andrean mengendarai motor untuk pergi melihat kebun kelapa. Mereka sebelumnya sudah melakukan panggilan dengan pemiliknya untuk melihat batas tanah kebun tersebut."Apa ini tidak terlalu membuang uang, Mira? Kau bisa melakukan saja membeli saham dan hidupmu sudah enak," kata Andrean."Sebenarnya aku sudah tau kalau ini membuang uang. Akan tetapi aku punya keinginan untuk membuat lapangan pekerjaan yang bisa membuat desa ini lebih hidup. Selama ini desa ini sangat terbelakang dan tidak berkembang. Apa salahnya kalau aku sedikit berbuat sesuatu?"Andrean tersenyum, hal semacam itu sangat menyibukkan, akan tetapi mungkin Mira butuh untuk mengalihkan pikirannya atas rumah tangga mereka yang gagal.Sampailah mereka di kebun kelapa Pak Haji. Suasana masih pagi, Mira menghirup udara segar dengan tersenyum."Ada gubuk di tengah kebun ini, apa ada penghuninya?" tanya Mira dan Andrean menjawab dengan menggelengkan kepalanya."Entahlah, aku tidak tahu.""Uhmm, bag