"Penginapan?" yang ditanya malah bingung. Ia juga mengikuti arah yang di tunjukkan Denny ke suatu arah di belakangnya sana di mana ia sering memangkas rumput untuk makanan ternak."Iya, Pak. penginapan itu namanya penginapan Abadi, apa saya salah arah?""Kalau arah sana bukan penginapan, Pak. Ke sana itu cuma ada kuburan. Selain itu di desa ini nggak ada penginapan," terangnya, lalu pria itu mengangkat rumputnya kembali dan melangkah pergi."Kuburan?" Denny mengernyit. "Tidak ada penginapan?" gumamnya lagi. "Apa aku dikerjain?" Ia mulai mengaitkan antara penginapan abadi dengan kuburan dan bulu kuduknya mulai berdiri."Sial, aku salah mengartikan kalau penginapan abadi itu adalah kuburan?" ujarnya lalu melihat ke sekelilingnya yang sunyi senyap, hanya ada pepohonan besar di sana-sini.Langkahnya berbalik arah menuju arah lain, padahal ia susah sangat kelelahan. Lalu iapun melihat sebuah warung kecil yang ditutup tenda produk obat sakit kepala di bagian atasnya. Ia mengira itu adalah
Kesalahan yang telah ia perbuat pada Mira adalah kesalahan paling besar dalam hidupnya. Akan tetapi, Mira meninggalkan kesuksesan itu pada dirinya. Segala kesuksesan itu menjadi pelajaran berharga bahwa sebenarnya Mira bukanlah wanita menyedihkan seperti yang dulu ia dan keluarganya kira.Bahkan dirinya yang selalu bersikap rendahan dan menyedihkan. Bukankah begitu?Uhuk uhuk uhuk!Tiba-tiba Denny tersedak dan terbatuk-batuk karena terlalu serius memikirkan dirinya sendiri. Terlalu menyakitkan rasanya saat rasa cabe rawit membuatnya tersedak di kerongkongan."Aduuh, pedes ya?" tanya wanita tuan rumah menunjukkan raut muka cemas melihat wajah putih Denny yang memerah seperti kepiting rebus."Ekheem, iya Bu, pedes banget rasanya...eh, maksud saya ... " hatiku yang pedes, Bu, lajutnya dalam hati."Oooh, maaf ya, saya nggak tau kalau nggak doyan pedes."Malu banget rasanya, tapi bagaimana lagi...Selain kelaparan, pikirannya juga nggak fokus gegara ucapan ibu tadi.Denny sekuat hati mengh
Sulit mengungkapkan apa yang sedang ia rasakan saat ini, sehingga Denny cuma bisa tergagap menjawabnya sambil menyeret tukang ojek itu pergi."Ayo, Mas. Kita ke rumah yang di dekat kebun kelapa saja. Sepertinya lebih enak," ujarnya sambil sesekali melihat ke arah rumah Mira."Emang kenapa, Pak. Kok bapak kayak lihat hantu?" kata tukang ojek tersebut heran."Betul, hantu besar, Mas. Aku nggak bisa ke situ."Seolah tukang ojek itu percaya dengan ucapan Denny, iapun manggut-manggut dan berkata, "Ooh, pantas saja bisa kaya mendadak, emang bapak lihat penunggunya ya?" si ojek penasaran, pemikiran seperti itu sangat santer juga si sebagian penduduk desa yang menganggap Mira punya tuyul sehingga mereka tiba-tiba menjadi kaya.Mendengar itu Denny jadi bingung, "Penunggu apa? Pesugihan maksudmu?" sontak Denny menjadi marah."Loh, tadi bapak ketakutan bukannya lihat tuyul? Atau babi ngepet?"Astaga, reaksinya yang berlebihan ternyata membuat si ojek menyimpulkan sesuatu yang berlebihan juga "T
Keesokan harinya, Mira dan juga Andrean mengendarai motor untuk pergi melihat kebun kelapa. Mereka sebelumnya sudah melakukan panggilan dengan pemiliknya untuk melihat batas tanah kebun tersebut."Apa ini tidak terlalu membuang uang, Mira? Kau bisa melakukan saja membeli saham dan hidupmu sudah enak," kata Andrean."Sebenarnya aku sudah tau kalau ini membuang uang. Akan tetapi aku punya keinginan untuk membuat lapangan pekerjaan yang bisa membuat desa ini lebih hidup. Selama ini desa ini sangat terbelakang dan tidak berkembang. Apa salahnya kalau aku sedikit berbuat sesuatu?"Andrean tersenyum, hal semacam itu sangat menyibukkan, akan tetapi mungkin Mira butuh untuk mengalihkan pikirannya atas rumah tangga mereka yang gagal.Sampailah mereka di kebun kelapa Pak Haji. Suasana masih pagi, Mira menghirup udara segar dengan tersenyum."Ada gubuk di tengah kebun ini, apa ada penghuninya?" tanya Mira dan Andrean menjawab dengan menggelengkan kepalanya."Entahlah, aku tidak tahu.""Uhmm, bag
'Apakah aku tidak realistis? Selama ini aku selalu menjadi orang yang sudah bersabar untuk membuat Denny meyakini bahwa ia tidak mengabaikan Denny sedikitpun' batinnya. Sejumlah uang adalah pengorbanan, seorang anak adalah pengorbanan, hingga ia rela hidup seorang diri tanpa menoleh sedikitpun.Nyatanya, Denny juga datang mencarinya, bukankah itu bukti kalau Denny juga tidak mengabaikan dirinya?"Andrean, aku yakin Denny mencintaiku."Andrean menoleh dengan tersenyum miris."Terserah. Kalau begitu katakan aja pada dia saat kamu ke Jakarta nanti. Itupun kalau Denny belum ada perempuan lain...ya kan?""Jangan membuatku takut, Andrean. Kami belum bercerai, Kok.""Sudahlah, sekarang ayo lihat, apa area ini cocok untuk usaha yang kamu maksud?"Mira melihat ke sekelilingnya, melihat pohon kelapa yang tidak terlalu produktif, tapi tak ada ruginya kalau menjadikan pohon-pohon tersebut untuk membuat komoditas yang bernilai uang. Belum lagi masih banyak kebun kelapa yang lain yang bisa dimanfaa
Pemandangan itu membuatnya semakin kesal. Akan tetapi apa hubungan mereka sebenarnya? Apakah mungkin Mira memang bukan apa-apa? Seperti yang Faza katakan, mungkin saja Andrean itu adalah keluarganya. Ah, bodohnya dirinya kalau ia memang tidak pernah tau siapa keluarga Mira."Baik, aku harus menyelidiki dulu apa hubungan antara Andrean dengan wanita ini," gumamnya. "Atau seharusnya aku bertanya langsung pada Mira saja? Jadi seandainya ternyata Mira diselingkuhi, pasti Mira langsung mengatasinya sendiri," katanya lagi.Denny segera memasukkan ponselnya ke saku dan pergi dari tempat itu.Sementara itu Andrean juga melihat kepergian Denny dan berpikir siapa yang sedang mengawasi dirinya saat ini, ia jadi penasaran.Denny melaju ke suatu tempat, ia terkejut saat melihat Mira bersama Azrah sedang berada di sebuah toko sembako. Wanita itu berbincang ramah dengan pemilik warung.Denny segera turun dari motornya, bersembunyi di sudut ruangan yang tak terlihat. Ia mencuri dengar perbincangan me
"Halaah, sudah sana pergi dari warung ku, nggak usah mbela-mbela ya!" wanita tadi makin kesal. Denny benar-benar diusir dari tempat itu.Terpaksa ia menyingkir dan mencari arah kepergian Mira dan Azrah."Enak saja! Apa kamu nggak tau, gimana pintarnya istri dan anakku? Kalian tidak tau kan?" omel Denny dan naik kendaraannya.Mira yang berjalan cepat menuju rumahnya menepuk-nepuk dadanya merasakan sesak mendengar penghinaan wanita pemilik warung di desanya itu. Sebenarnya, baru kali ini ia mendengar rumor yang aneh-aneh soal dirinya. Sebelumnya sebelum ia menjadi sekaya ini, rumor tidak segencar ini dalam menjelekkannya. Saat berada di jalan sepi, Mira mulai merasa ada yang mengikutinya. Ia menoleh ke belakang, ada seorang pengendara motor yang tidak terlihat wajahnya karena memakai helm full."Ummi, kenapa tidak jadi membeli es krim? Tadi Azrah sudah mau ambil es krim, eh malah nggak jadi.""Azrah, kita akan membelinya lain kali. Selain itu, Ummi punya pekerjaan yang belum selesai."
"Jangan kuatir, bapak tidak perlu terburu-buru karena kami tidak akan membongkar malam ini. Bapak masih bisa berkemas sampai besok pagi. Dan maaf karena terkesan mendadak," ujar pria itu tadi.Denny bernapas lega, ia masih punya kesempatan di pagi hari besok untuk berkeliling mencari tempat tinggal."Baik, Pak. Terimakasih."Esok harinya, Denny sudah bergegas keluar dari gubuk tersebut. Ia segera pergi berkeliling dengan motornya. Di desa yang terpencil itu, suasana cukup sepi di mana-mana. Akan tetapi ia bersyukur karena masih ada pasar tradisional dan juga pertokoan yang bisa memenuhi kebutuhan penduduk desa tersebut.Akan tetapi ia mulai merasakan sesuatu yang sangat berbeda.Yaitu kedamaian yang tidak pernah ia dapatkan di kota Jakarta.Melihat dari ketinggian, Denny bisa merasakan kesejukan memandang warna hijau dan jauh dari kebisingan.Iapun membentangkan tangannya menghirup udara segar pagi itu, lalu tersenyum memandang ke langit."Ya Allah, aku berharap mendapatkan takdir yan