"Halaah, sudah sana pergi dari warung ku, nggak usah mbela-mbela ya!" wanita tadi makin kesal. Denny benar-benar diusir dari tempat itu.Terpaksa ia menyingkir dan mencari arah kepergian Mira dan Azrah."Enak saja! Apa kamu nggak tau, gimana pintarnya istri dan anakku? Kalian tidak tau kan?" omel Denny dan naik kendaraannya.Mira yang berjalan cepat menuju rumahnya menepuk-nepuk dadanya merasakan sesak mendengar penghinaan wanita pemilik warung di desanya itu. Sebenarnya, baru kali ini ia mendengar rumor yang aneh-aneh soal dirinya. Sebelumnya sebelum ia menjadi sekaya ini, rumor tidak segencar ini dalam menjelekkannya. Saat berada di jalan sepi, Mira mulai merasa ada yang mengikutinya. Ia menoleh ke belakang, ada seorang pengendara motor yang tidak terlihat wajahnya karena memakai helm full."Ummi, kenapa tidak jadi membeli es krim? Tadi Azrah sudah mau ambil es krim, eh malah nggak jadi.""Azrah, kita akan membelinya lain kali. Selain itu, Ummi punya pekerjaan yang belum selesai."
"Jangan kuatir, bapak tidak perlu terburu-buru karena kami tidak akan membongkar malam ini. Bapak masih bisa berkemas sampai besok pagi. Dan maaf karena terkesan mendadak," ujar pria itu tadi.Denny bernapas lega, ia masih punya kesempatan di pagi hari besok untuk berkeliling mencari tempat tinggal."Baik, Pak. Terimakasih."Esok harinya, Denny sudah bergegas keluar dari gubuk tersebut. Ia segera pergi berkeliling dengan motornya. Di desa yang terpencil itu, suasana cukup sepi di mana-mana. Akan tetapi ia bersyukur karena masih ada pasar tradisional dan juga pertokoan yang bisa memenuhi kebutuhan penduduk desa tersebut.Akan tetapi ia mulai merasakan sesuatu yang sangat berbeda.Yaitu kedamaian yang tidak pernah ia dapatkan di kota Jakarta.Melihat dari ketinggian, Denny bisa merasakan kesejukan memandang warna hijau dan jauh dari kebisingan.Iapun membentangkan tangannya menghirup udara segar pagi itu, lalu tersenyum memandang ke langit."Ya Allah, aku berharap mendapatkan takdir yan
'Benar Denny, kamu sudah tertangkap basah! Apa yang akan kamu lakukan? Apakah mungkin kamu berlari dari hadapan Mira sekarang ini? Tidak mungkin! Kamu tidak mungkin berlari bahkan tidak mungkinlagi bisa menoleh!' Denny tak berkedip, sementara tatapan Mira menguliti penampilannya dari ujung rambut hingga ujung sandal jepitnya! "Mas Denny...apa yang terjadi sebenarnya? Ke-napa... eh... apa terjadi musibah di Jakarta?" tanya Mira seolah membayangkan sesuatu sedang terjadi pada Denny dan perusahaannya sehingga Denny berpenampilan sangat berbeda. 'Apakah mungkin terjadi kebakaran hebat yang merenggut usaha Denny sehingga dia kehabisan seluruh hartanya atau...apakah Denny sedang terkena gangguan jiwa karena penolakannya di Kalimanatan?' batinnya. Ia mulai membayangkan kalau Denny tertawa sendiri di pinggir jalan dengan pakaian compang-camping sambil menyebut namanya dan juga putranya...dan ini sangat menakutkan. Dia tidak mau Azrah memiliki ayah yang terkena gangguan jiwa! "Mas Denny...
"Foto? Foto apa, Mas," katanya masih dalam mode tak mengerti dengan ucapan Denny."Aku tidak mau kau tertipu dengan lelaki.yang mengaku dirinya baik sementara dia itu cuma berengsek. Apalagi kalau nantinya bakal jadi ayah Azrah."Akhirnya Mira mengambil ponsel yang ditunjukkan Denny untuk melihat foto tersebut. Ia jadi penasaran.Lalu iapun mengamati sepasang pria wanita yang saling berpelukan."Ini adalah Mas Andrean?""Maafkan aku, Mira. Aku melakukannya karena ingin menolongmu," kata Denny lagi."Menolongku? Untuk apa, dan kenapa Mas Denny harus menolongku?" katanya semakin tak mengerti."Bukankah Andrean itu adalah seorang yang sudah beristri?""Benar, Mas Andrean memang sudah beristri, tapi kenapa dan apa kaitannya denganku?"Denny memikirkan, apa sih sebenarnya kaitannya Mira dengan Andrean? Mengapa ia menganggap Andrean sangat brengsek? Sementara Mira biasa saja? Bahkan setelah melihat foto kemesraan Andrean dengan seorang wanita."Ta-tapi, apa kalian tidak punya hubungan khusu
Bibir Andrean pecah dan bengkak, itu dari sebab tinjuan Denny pagi tadi. Dan Andrean terkejut saat Denny sudah datang bersama Mira."Tanyakan saja pada orang di sebelahku, kenapa dia begitu marah dan memukulku. Dan sekarang... biarkan aku membalasnya," Andrean berdiri, iapun mengangkat tangannya untuk melayangkan sebuah pukulan, sayangnya pukulan itu meleset karena Denny menghindari dengan cepat."Jangan Andrean, kenapa kamu memukulnya? Kita bicarakan saja baik -baik, hmm?" Mira segera menghadang, supaya Andrean tidak terus mengejar Denny.Kenapa kamu membelanya, hah? Dia harus bertanggung jawab dengan perbuatannya sendiri. Pokoknya aku harus memukulnya!" kembali Andrean mengejar Denny, tapi Mira terus saja menghadang Andrean."Andrean, kalian sudah dewasa, jangan bertengkar di hadapan anak kecil, kumohon..." pinta Mira memelas.Denny menunduk dan merasa bersalah karena telah memukul Andrean. Ia telah salah faham."Andrean, maafkan aku, karena aku sangat gegabah memukulmu sebelum tau
Gagal! batin Denny kesal. Kenapa sih harus muncul di saat seperti ini?Sementara pipi Mira memerah karena saking terkejutnya. Meskipun neneknya tidak mungkin marah, rasa malu mendominasi, terutama karena perjalanan hubungan mereka yang terlalu mengenaskan."Ehm, iya Mbok, baru saja sampai, jadi belum sempat kasih tau Mbok.. Oh ya, mana Azrah Mbok, apa masih main di sungai?" tanya Mira."Iya, masih kerasan nangkepin udang kali, tambah lagi ada temannya, jadi makin betah."Nenek Mira lalu duduk di hadapan mereka berdua."Sudah lama tidak kelihatan, sekarang makin kurus dan item ya...apa Mira nggak kasih kamu makan? He hehe," goda nenek Mira melihat Denny yang memang lebih kurus dari pertemuan mereka terakhir lalu. "Apa sebenarnya kalian baik-baik saja selama ini? Apalagi mbok ini heran, kenapa Mira mengambil keputusan mau menyekolahkan Azrah di desa kecil begini. Rasanya sangat aneh kalau dipikirkan, apa kalian selama ini jujur sama si Mbok?"Mira terhenyak, ia bahkan merasa neneknya ta
"Tinggal di mana Mas? Kenapa susah sekali mengatakannya?""Ah Mira, tidak penting aku tinggal di mana. Yang terpenting sekarang aku sudah tahu kondisimu yang sebenarnya.""Ooh, jadi Mas Denny sudah jadi mata-mata ya sekarang? Jadi apa hasilnya, Mas? Apakah pukulan itu membuatmu puas?" goda Mira sambil mencubit kecil paha Denny. "Baiklah, tapi sekarang tolong mas Denny jelaskan apa rencana Mas Denny di desa ini selanjutnya?"Denny terdiam. Tentu saja rencana utamanya adalah hidup bersama dengan keluarganya. Ia tak perduli bagaimana caranya!"Kita bulan madu," ujarnya dengan mata berkedip membuat Mira sangat gemas. "Selama ini, kita tidak pernah menikmati bulan madu yang sebenarnya. Pernikahan kita juga terkesan kacau. Tapi, sebenarnya...aku ingin bukan madu sekarang, apakah kamu setuju?""Mas, bukan madu kok di desa kayak gini? Apa nggak salah?"Denny menggaruk kepalanya. "Memangnya harus ke mana? Apa harus ke pulau Bali?"Mira terkekeh, apa iya bukan madu harus keluyuran ke mana-mana.
Beberapa hari berlalu, keluarga kecil itu terlihat sangat bahagia. Saat ini mereka menghabiskan waktu di teras rumah sembari bercengkrama."Mas, apa rencana selanjutnya Mas Denny? Apa mas Denny akan tetap tinggal di desa?" tanya Mira suatu hari. "Seperti yang kau lihat, desa terpencil ini cukup sepi, tak ada yang menarik dan tidak juga menghibur," ujarnya."Apalagi yang lebih menghibur dariku, daripada seorang istri sholehah, sabar dan penyayang sepertimu? Aku merasa senang dan bahagia meskipun tidak tinggal di kota. Bahkan terlalu banyak bayangan gelap di kota besar membuat kita selalu merasa takut dan waspada. Begitu juga Azrah yang membuatku semakin merasa hidup dan bernapas, apalagi yang lebih aku butuhkan?"Seperti udara segar dan menghangatkan tubuh, ucapan Denny barusan membuatnya melambung. Siapa sih istri yang tidak suka dipuji?"Kamu berbicara cuma untuk menenangkan aku, Mas. Bisa saja mas Denny merasa terpaksa tinggal di tempat ini.""Mira, meskipun aku tahu wanita suka dig