"Foto? Foto apa, Mas," katanya masih dalam mode tak mengerti dengan ucapan Denny."Aku tidak mau kau tertipu dengan lelaki.yang mengaku dirinya baik sementara dia itu cuma berengsek. Apalagi kalau nantinya bakal jadi ayah Azrah."Akhirnya Mira mengambil ponsel yang ditunjukkan Denny untuk melihat foto tersebut. Ia jadi penasaran.Lalu iapun mengamati sepasang pria wanita yang saling berpelukan."Ini adalah Mas Andrean?""Maafkan aku, Mira. Aku melakukannya karena ingin menolongmu," kata Denny lagi."Menolongku? Untuk apa, dan kenapa Mas Denny harus menolongku?" katanya semakin tak mengerti."Bukankah Andrean itu adalah seorang yang sudah beristri?""Benar, Mas Andrean memang sudah beristri, tapi kenapa dan apa kaitannya denganku?"Denny memikirkan, apa sih sebenarnya kaitannya Mira dengan Andrean? Mengapa ia menganggap Andrean sangat brengsek? Sementara Mira biasa saja? Bahkan setelah melihat foto kemesraan Andrean dengan seorang wanita."Ta-tapi, apa kalian tidak punya hubungan khusu
Bibir Andrean pecah dan bengkak, itu dari sebab tinjuan Denny pagi tadi. Dan Andrean terkejut saat Denny sudah datang bersama Mira."Tanyakan saja pada orang di sebelahku, kenapa dia begitu marah dan memukulku. Dan sekarang... biarkan aku membalasnya," Andrean berdiri, iapun mengangkat tangannya untuk melayangkan sebuah pukulan, sayangnya pukulan itu meleset karena Denny menghindari dengan cepat."Jangan Andrean, kenapa kamu memukulnya? Kita bicarakan saja baik -baik, hmm?" Mira segera menghadang, supaya Andrean tidak terus mengejar Denny.Kenapa kamu membelanya, hah? Dia harus bertanggung jawab dengan perbuatannya sendiri. Pokoknya aku harus memukulnya!" kembali Andrean mengejar Denny, tapi Mira terus saja menghadang Andrean."Andrean, kalian sudah dewasa, jangan bertengkar di hadapan anak kecil, kumohon..." pinta Mira memelas.Denny menunduk dan merasa bersalah karena telah memukul Andrean. Ia telah salah faham."Andrean, maafkan aku, karena aku sangat gegabah memukulmu sebelum tau
Gagal! batin Denny kesal. Kenapa sih harus muncul di saat seperti ini?Sementara pipi Mira memerah karena saking terkejutnya. Meskipun neneknya tidak mungkin marah, rasa malu mendominasi, terutama karena perjalanan hubungan mereka yang terlalu mengenaskan."Ehm, iya Mbok, baru saja sampai, jadi belum sempat kasih tau Mbok.. Oh ya, mana Azrah Mbok, apa masih main di sungai?" tanya Mira."Iya, masih kerasan nangkepin udang kali, tambah lagi ada temannya, jadi makin betah."Nenek Mira lalu duduk di hadapan mereka berdua."Sudah lama tidak kelihatan, sekarang makin kurus dan item ya...apa Mira nggak kasih kamu makan? He hehe," goda nenek Mira melihat Denny yang memang lebih kurus dari pertemuan mereka terakhir lalu. "Apa sebenarnya kalian baik-baik saja selama ini? Apalagi mbok ini heran, kenapa Mira mengambil keputusan mau menyekolahkan Azrah di desa kecil begini. Rasanya sangat aneh kalau dipikirkan, apa kalian selama ini jujur sama si Mbok?"Mira terhenyak, ia bahkan merasa neneknya ta
"Tinggal di mana Mas? Kenapa susah sekali mengatakannya?""Ah Mira, tidak penting aku tinggal di mana. Yang terpenting sekarang aku sudah tahu kondisimu yang sebenarnya.""Ooh, jadi Mas Denny sudah jadi mata-mata ya sekarang? Jadi apa hasilnya, Mas? Apakah pukulan itu membuatmu puas?" goda Mira sambil mencubit kecil paha Denny. "Baiklah, tapi sekarang tolong mas Denny jelaskan apa rencana Mas Denny di desa ini selanjutnya?"Denny terdiam. Tentu saja rencana utamanya adalah hidup bersama dengan keluarganya. Ia tak perduli bagaimana caranya!"Kita bulan madu," ujarnya dengan mata berkedip membuat Mira sangat gemas. "Selama ini, kita tidak pernah menikmati bulan madu yang sebenarnya. Pernikahan kita juga terkesan kacau. Tapi, sebenarnya...aku ingin bukan madu sekarang, apakah kamu setuju?""Mas, bukan madu kok di desa kayak gini? Apa nggak salah?"Denny menggaruk kepalanya. "Memangnya harus ke mana? Apa harus ke pulau Bali?"Mira terkekeh, apa iya bukan madu harus keluyuran ke mana-mana.
Beberapa hari berlalu, keluarga kecil itu terlihat sangat bahagia. Saat ini mereka menghabiskan waktu di teras rumah sembari bercengkrama."Mas, apa rencana selanjutnya Mas Denny? Apa mas Denny akan tetap tinggal di desa?" tanya Mira suatu hari. "Seperti yang kau lihat, desa terpencil ini cukup sepi, tak ada yang menarik dan tidak juga menghibur," ujarnya."Apalagi yang lebih menghibur dariku, daripada seorang istri sholehah, sabar dan penyayang sepertimu? Aku merasa senang dan bahagia meskipun tidak tinggal di kota. Bahkan terlalu banyak bayangan gelap di kota besar membuat kita selalu merasa takut dan waspada. Begitu juga Azrah yang membuatku semakin merasa hidup dan bernapas, apalagi yang lebih aku butuhkan?"Seperti udara segar dan menghangatkan tubuh, ucapan Denny barusan membuatnya melambung. Siapa sih istri yang tidak suka dipuji?"Kamu berbicara cuma untuk menenangkan aku, Mas. Bisa saja mas Denny merasa terpaksa tinggal di tempat ini.""Mira, meskipun aku tahu wanita suka dig
Mira tertegun melihat wajah Denny yang dipenuhi kesedihan. Rasa cemas terlihat sangat jelas di wajahnya, itu karena permasalahan kebakaran tersebut bukan hal ringan yang mungkin saja kerugiannya diluar prediksi seseorang."Mas, jangan cemas. Hadapi saja dengan tenang dan pasrahkan semuanya, setidaknya semua itu memang sudah menjadi ketetapan Allah, Mas.""Kamu benar, aku tau ini adalah takdir. Hanya saja semua ini membuat waktu kita sedikit terganggu. Maafkan aku, ya."Mira tersenyum, ia mengerti kenapa Denny begitu sangat kuatir. Ia hanya harus memberikan support kepada suaminya itu dan berdoa semoga semua bisa diatasi dengan baik.Pada hari itu juga Denny segera beranjak menuju Jakarta. Iapun langsung datang ke perusahaan dan mendapatkan Agus sudah menunggunya."Apa yang terjadi, apa yang membuat pabrik terbakar?""Maaf, Pak. Untuk saat ini belum diketahui apa penyebabnya. Akan tetapi dugaan terkuat adalah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang. Kita sedang mencari tahu siapa pelak
"Katakan padaku, bagaimana polisi menjelaskan kepadamu?"Agus mendekat, lalu memberitahukan kepada Denny perihal dugaan tersebut."Jadi... pelakunya adalah orang yang sudah tau seluk beluk perusahaan ini? Mereka melakukannya dari dalam pabrik dan bukan dari luar bukan?""Benar, Pak. Karena dari waktu kejadian, perekam di seluruh area ini sangat komplit kecuali dari dalam pabrik, Pak."Denny manggut-manggut, ia bisa mengerti sekarang bagaimana pengawasan itu bisa lolos, adalah dikarenakan dilakukan dari dalam pabrik, bukan dari luar."Polisi mengatakan akan melakukan pemeriksaan kepada beberapa karyawan pabrik, dan mengumpulkan data-data," kata Agus lagi."Baiklah, biarkan polisi menjalankan tugas dengan baik. Aku khawatir mereka mengulangi lagi perbuatannya jika tidak diberikan efek jera. Selain itu, katakan kepadaku soal Mas Danu selama aku pergi. Aku berharap tidak ada terjadi seperti dugaanku."Agus termenung, menurutnya sikap Danu selama pergi memang tidak mencurigakan. Akan tetap
Lelah.Itu yang dirasakan Denny saat ini.Berbagai masalah yang kompleks dalam fase kehidupannya.Ia tak mengerti bagaimana mengurai benang kusut akan tetapi tidak akan memutuskan benang itu sendiri.Apakah ia mampu?Apakah seperti itu kehidupan ini?Pada saatnya, mungkinkah semua itu akan menjadi indah."Apa kau tak mendengarku, Denny? Atau kau pura-pura tidak mendengarkan?" kali ini Danu mendesaknya untuk mengatakan sesuatu, saat Denny terlihat diam."Mas, aku mendengarnya dengan baik. Akan tetapi apakah engkau akan mendengarkan aku dengan baik? Duduklah dulu, bicaralah dengan kepala dingin," ujarnya dengan tenang.Meskipun dengan wajah masam, Danu menurut untuk duduk di hadapan Denny sang adik."Baik, jelaskan bagaimana aku harus menyerahkan perusahaan ini kepadamu, Mas. Kau harus menjelaskan kepadaku dan meyakinkan bahwa Mas Danu memang orang yang layak menangani perusahaan ini.""Denny, kamu terlalu meremehkan kakakmu ini! Tentu saja aku mampu kalau saja kau memberikan kesempatan