Mira tertegun melihat wajah Denny yang dipenuhi kesedihan. Rasa cemas terlihat sangat jelas di wajahnya, itu karena permasalahan kebakaran tersebut bukan hal ringan yang mungkin saja kerugiannya diluar prediksi seseorang."Mas, jangan cemas. Hadapi saja dengan tenang dan pasrahkan semuanya, setidaknya semua itu memang sudah menjadi ketetapan Allah, Mas.""Kamu benar, aku tau ini adalah takdir. Hanya saja semua ini membuat waktu kita sedikit terganggu. Maafkan aku, ya."Mira tersenyum, ia mengerti kenapa Denny begitu sangat kuatir. Ia hanya harus memberikan support kepada suaminya itu dan berdoa semoga semua bisa diatasi dengan baik.Pada hari itu juga Denny segera beranjak menuju Jakarta. Iapun langsung datang ke perusahaan dan mendapatkan Agus sudah menunggunya."Apa yang terjadi, apa yang membuat pabrik terbakar?""Maaf, Pak. Untuk saat ini belum diketahui apa penyebabnya. Akan tetapi dugaan terkuat adalah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang. Kita sedang mencari tahu siapa pelak
"Katakan padaku, bagaimana polisi menjelaskan kepadamu?"Agus mendekat, lalu memberitahukan kepada Denny perihal dugaan tersebut."Jadi... pelakunya adalah orang yang sudah tau seluk beluk perusahaan ini? Mereka melakukannya dari dalam pabrik dan bukan dari luar bukan?""Benar, Pak. Karena dari waktu kejadian, perekam di seluruh area ini sangat komplit kecuali dari dalam pabrik, Pak."Denny manggut-manggut, ia bisa mengerti sekarang bagaimana pengawasan itu bisa lolos, adalah dikarenakan dilakukan dari dalam pabrik, bukan dari luar."Polisi mengatakan akan melakukan pemeriksaan kepada beberapa karyawan pabrik, dan mengumpulkan data-data," kata Agus lagi."Baiklah, biarkan polisi menjalankan tugas dengan baik. Aku khawatir mereka mengulangi lagi perbuatannya jika tidak diberikan efek jera. Selain itu, katakan kepadaku soal Mas Danu selama aku pergi. Aku berharap tidak ada terjadi seperti dugaanku."Agus termenung, menurutnya sikap Danu selama pergi memang tidak mencurigakan. Akan tetap
Lelah.Itu yang dirasakan Denny saat ini.Berbagai masalah yang kompleks dalam fase kehidupannya.Ia tak mengerti bagaimana mengurai benang kusut akan tetapi tidak akan memutuskan benang itu sendiri.Apakah ia mampu?Apakah seperti itu kehidupan ini?Pada saatnya, mungkinkah semua itu akan menjadi indah."Apa kau tak mendengarku, Denny? Atau kau pura-pura tidak mendengarkan?" kali ini Danu mendesaknya untuk mengatakan sesuatu, saat Denny terlihat diam."Mas, aku mendengarnya dengan baik. Akan tetapi apakah engkau akan mendengarkan aku dengan baik? Duduklah dulu, bicaralah dengan kepala dingin," ujarnya dengan tenang.Meskipun dengan wajah masam, Danu menurut untuk duduk di hadapan Denny sang adik."Baik, jelaskan bagaimana aku harus menyerahkan perusahaan ini kepadamu, Mas. Kau harus menjelaskan kepadaku dan meyakinkan bahwa Mas Danu memang orang yang layak menangani perusahaan ini.""Denny, kamu terlalu meremehkan kakakmu ini! Tentu saja aku mampu kalau saja kau memberikan kesempatan
["Program hamil?"]["Benar, Mas. Azrah sudah besar, aku ingin kita punya anak lagi."]Denny termenung, apakah itu tidak terlalu cepat?["Mas? Kok diem? Emangnya Mas Denny nggak suka ya?"]Ia sedikit gugup menjawabnya. Bukan tidak suka, akan tetapi rasanya belum begitu tepat memiliki seorang anak lagi sementara ia sedang berjuang memikirkan usahanya. Tapi bagaimana ia mengatakannya?["Eh, bagaimana mungkin Mas nggak suka? Mas, malah pengen punya anak sepuluh, Mira."]Mira terkekeh, membayangkan punya anak sepuluh, apa itu mungkin?["Mas, jangan sembarang bicara ya, gimana kalau itu terkabul?"]["Serius? Kami mau nggak punya anak sepuluh?"]["Iih, banyak sekali, Mas?"]["Tapi Mira, bisakah kita membicarakan ini saat di desa nanti?"] kata Denny berusaha mengalihkan pembicaraan.["Tentu, Mas. Tentu."]Setelah itu, mereka mengakhiri percakapan tersebut dan menutup telepon."Sepuluh? Yang benar saja, Mas?" kikik Mira saat menutup telepon, merasa sangat lucu dengan celotehan Denny. "Dia kira
"Tidak benar? Jangan bercanda, Gus. Mana mungkin seorang wanita melakukan hal semacam ini tanpa tujuan tertentu. Ini pastinya berkaitan dengan uang."Agus melihat Denny dengan seksama. Ia juga tak habis pikir ada seorang wanita nekat melakukan tindakan bodoh hanya karena menyukai Denny. Apa sih hebatnya lelaki di hadapannya ini? "Heh! Kenapa melihatku seperti itu?!" bentak Denny karena Agus menatap wajahnya sembari melamun.Agus terkejut lalu tersenyum, "Saya cuma heran, Pak. Emangnya Pak Denny pakai ilmu pemikat ya sampai-sampai banyak perempuan yang bucin nggak ketulungan?""Hah?" Denny malah bingung. "Apa maksudmu?""Perempuan itu mengaku patah hati karena Pak Denny pernah menolak cintanya, lalu dia nekat pura-pura bekerja di tempat ini dan membakar gudang, itu keterangan yang didapatkan dari polisi, Pak."Denny menautkan alisnya,"Patah hati? Benar-benar nggak masuk akal!" bantahnya. Agus juga tahu, sepertinya tidak masuk akal. Akan tetapi polisi memang mengatakan hal demikian."
Wanita itu sedikit tenang setelah Denny bersedia untuk duduk kembali mendengarkan permintaannya."Siapa nama kamu?" Denny berkata sarkas karena kesal."Marina, Pak.""Hmm, Marina. Kau adalah karyawan perusahaanku?""Benar, Pak.""Katakan, apa yang harus kupercayai dari masalah ini!"Wanita itu kembali termenung, menerawang memikirkan sesuatu.Lalu iapun berujar lirih, "Saya hamil, Pak."Denny menautkan kedua alisnya."Kalau kamu hamil, emangnya kenapa? Apa mentang-mentang hamil, aku harus mengatakan kamu tidak bersalah?"Omelan Denny membuatnya kembali ragu untuk mengatakan sesuatu."Ayolah katakan apa hubungannya kehamilan kamu dengan kebakaran gudang? Oouh, kamu dihamili seseorang dan laki-laki itu tidak bertanggung jawab? Jadi kamu marah dan membakar semaumu?"Wanita itu menggelengkan kepalanya."Tidak, Pak. Ini semua memang ada kaitannya dengan perusahaan bapak....saya...saya hanyalah korban, Pak," ujarnya lagi "Marina, jangan membuatku pusing. Kamu yang tidak menjaga kehormatan
Mira terus membaca isi berita tersebut hingga pesan yang terakhir. Lalu iapun mencari melalui internet berita yang lain dan sayangnya semua surat kabar memberitakan hal yang sama."Apa yang harus kulakukan? Kenapa ujian ini belum berakhir bagiku?" lirih Mira pelan.Di keheningan malam, ia hanya bisa berdoa atas apa yang menimpanya saat ini. "Tapi kenapa aku tidak memercayai hal ini? Aku sangat mengenal mas Denny, dan aku tahu bagaimana ia menjalani hidupnya," gumamnya lagi. "Tapi ... bagaimana mungkin berita ini begitu santer dan nyata?"Akhirnya ia hanya bisa merenung dan berdoa. Ia tak akan bersikap buru-buru, terlebih lagi kondisi dunia Maya memang tidak selalu memberitakan fakta, melainkan hanya mencari sensasi untuk mendapatkan perhatian. Tapi bagaimana jika semua ini benar?Hati Mira terasa sakit, ia tak tahu jika itu terjadi pada dirinya akankah ia memaafkan Denny?"Bagaimana aku memaafkan hal yang menjijikkan itu? Berzina? Bahkan rajam adalah yang paling sesuai dengan hal itu
Merasa gelisah karena tidak bisa menghubungi Denny, maka Mira memutuskan untuk menghubungi Agus. Ia sangat penasaran apa yang sebenarnya terjadi."Apa benar semua berita yang beredar itu, Gus?" ujar Mira pelan dan ragu. Bagaimanapun ia merasa malu dan terganggu dengan berita tersebut."Aku belum bisa memastikan karena belum bertemu langsung dengan Pak Denny. Hanya saja tahanan itu memang seorang wanita muda bernama Marina.""Jadi inisial itu memang benar ya, ada kaitannya dengan Mas Denny dan juga Marina.""Benar. Dan sekarang keadaan semakin rumit, Mir. Karena..."Agus lama terdiam, ia ragu untuk mengatakannya."Kenapa, Gus? Keadaan yang semakin rumit bagaimana maksudmu?""Masalahnya... wanita itu melakukan percobaan bunuh diri sekarang ini sehingga dilarikan ke rumah sakit. Mereka menduga karena Pak Denny mengelak untuk bertanggung jawab. Jika wanita itu sampai meninggal, keadaan akan semakin rumit karena saksi yang lain belum bisa ditemukan."Mira menggigit bibirnya kuat, membayangk
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik