Mira menarik napas, ia tak mengira kedatangannya melihat hal yang menyesakkan. Iapun membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi, namun hal itu diketahui Denny.Panggilan Denny tak ia hiraukan, itu karena ada rasa gemuruh dan ingin marah karenanya. Hingga akhirnya tangan kekar Denny menahannya."Mira, aku ingin jelaskan semuanya, bisakah kau mendengarkan aku sekarang?" ujarnya merayu Mira, sementara wanita itu belum juga melihat ke arahnya."Mira...ini sangat penting bagi kita, ayolah dengarkan aku sekali ini saja. Aku berani bersumpah bahwa aku tidak melakukan hal-hal yang melanggar batas agama dalam hal ini."Mira mencerna ucapan Denny dengan susah payah, karena sebenarnya ia hanya ingin menangis saat ini. Ia begitu marah, begitu cemburu melihat Denny dipeluk seorang wanita terlepas dari salah atau tidaknya seorang Denny atas tuduhan keji terhadapnya."Mira ... maukah kau mendengarkan aku?" lirihnya lagi, sehingga ia membuat mereka bisa berhadapan. Denny bisa melihat wajah Mira yang sa
Berbagai macam kata "bagaimana" meluncur dari mulut Marina yang panik membuat Denny menjadi iba. Meskipun ia sebenarnya sangat marah, ia juga masih punya hati saat melihat orang yang sudah sangat putus asa itu. Itulah sebabnya secara reflek iapun menepuk-nepuk punggung Marina untuk menenangkan wanita itu. Cukup lama ia memeluknya sehingga wanita itu tenang.Akan tetapi ia tak menyangka seseorang datang mengunjunginya dan melihat bagaimana wanita itu memeluknya erat. Ia tak mengira Mira bakal datang ke Jakarta dan menyaksikan semua masalah itu."Mira, aku tau aku terlalu ceroboh dan sering kali membuatmu terluka. Akan tetapi untuk kali ini saja kuharap engkau percaya kepadaku tanpa syarat. Karena syarat apapun tak akan ada gunanya jika tidak tulus dari dalam hati. Kuharap, kumohon kamu bisa mengerti posisiku saat ini," kata Denny terus berusaha meyakinkan Mira.Mira tak mengerti mengapa Denny begitu memelas saat berbicara dengannya.Mira tak tau, bagaimana jika esok nanti ternyata Denn
Kebanyakan orang berpikir untuk menjadi orang nomor satu dalam hidupnya. Standar kesuksesan dilihat dari apa yang ia miliki secara kasat mata. Punya perusahaan, mobil, rumah dan berbagai fasilitas lengkap yang membuat hidupnya semakin mudah, itu persepsi normalnya. Akan tetapi mencapai semua itu juga tidak mudah.Kenyataannya, semakin mendapatkan semua itu, kehidupan seseorang menjadi semakin rumit dan tidak bisa dibuat sederhana lagi."Mira, apa kamu tahu apa yang kupikirkan saat ini?" tiba-tiba Denny berujar."Hah?""Kenapa aku merasa sangat miskin sekarang ini kecuali satu hal yang membuatku merasa punya tempat untuk kembali.""Jangan ngawur, Mas. Kamu ini seorang pemimpin perusahaan, jangan mengelak hanya karena takut dimintai sedekah," goda Mira. "Mas Denny kaya, tampan dan juga idola kami, tidak ada yang kurang dari Mas Denny bagi kami," kata Mira.Denny tersenyum simpul,. bagaimana tidak, Mira mulai menggombal di telinganya. Terlihat wanita itu mengedipkan matanya dengan genit
"Uhmm, nggak ada, Mas. Ini cuma obrolan ringan, Kok. Oh ya, rencana Marina akan tinggal satu rumah dengan kita, jadi aku juga sudah menyiapkan kamar untuknya. Saya rasa masalah ini akan selesai sampai di sini."Denny terkejut bukan main. Ia tak mengerti dengan apa yang Mira pikirkan saat ini."Mira, kamu nggak serius kan?" tanya Denny."Kapan sih Mas, istri kamu nggak serius? Selain itu, kamu juga harus diuji Mas.""Diuji?""Kamu memintaku untuk percaya kepadamu, jadi sekarang aku meminta kamu untuk percaya kepadaku, Mas. Kita akan selesaikan ini secara kekeluargaan, bagaimana?"Denny melihat tatapan Mira dengan tatapan heran, lalu melihat Marina yang berdiri mematung tak berkutik. Apa yang sebenarnya direncanakan Mira, sampai mereka harus tinggal bersama?"Terserah, akan tetapi sebenarnya aku tidak setuju samasekali. Apa kata orang dan bagaimana kalau semua orang menganggap tuduhan itu benar?""Mas Denny tidak perlu kuatir. Akan tetapi ada banyak hal yang harus kita lakukan supaya se
Tidak benar bahwa Marina bersedia melakukannya, itu semua karena Dika, pria kekasihnya itulah yang memaksanya untuk melakukan. Dengan segala bujuk rayunya, Dika selalu berhasil membuat ia menurut. Dasar bodoh! rutuknya pada diri sendiri. Akan tetapi penyesalan sudah tidak ada gunanya lagi sekarang. Dika tidak mau bertanggung jawab, juga melimpahkan kesalahan kepadanya. Selain itu dirinya hanyalah alat balas dendam."Mas, aku hamil sekarang ini, bagaimana kalau kita cepat menikah saja?" suatu hari Marina bertanya pada kekasihnya. Bagaimanapun ia tidak mau dicap sebagai wanita murahan, dan hamil tanpa seorang suami. Itulah sebabnya, meskipun tidak siap menikah, ia rela menikah apa adanya dengan Dika. "Menikah? Apa kau gila? Sudah kukatakan aku samasekali tidak punya komitmen untuk menikah, Marina. Aku belum ingin terikat lalu nanti malah berselingkuh dengan wanita lain. Sekarang kita sama-sama nggak ada ikatan, jadi tolong jangan memintaku untuk menikahi kamu."Marina sangat terkejut d
Denny bisa mendengar perbincangan mereka hanya bisa menggelengkan kepalanya.Ia hanya bisa bersyukur karena Mira bukan wanita yang lemah dan tidak bijaksana. Hampir tak percaya dengan apa yang dilakukan istrinya, akan tetapi bukan Mira kalau tidak punya cara.Marina membuat tuduhan palsu dan polisi justru memintanya untuk menyetujui hal itu untuk sementara waktu.Kenyataannya sekarang rahasia dibalik kejadian ini hampir terungkap.Marina bisa dikatakan telah mengakui semuanya dengan tanpa perlawanan. Semua itu dikarenakan kesabaran Mira yang tidak gegabah dalam menghadapi tuduhan kepadanya.Lalu Denny terus mendengarkan percakapan antara Marina dan juga Mira."Setelah semua kejadian ini, apakah kau merasa bersalah?" tanya Mira lirih.Marina mengangguk cepat. Ia sungguh merasa bersalah karena membuat tuduhan palsu kepada keluarga sebaik Mira. Akan tetapi jika seseorang berada di posisinya, apakah mereka akan melakukan hal yang sama?"Saya minta maaf, saya sungguh mengkhawatirkan kelua
"Kalau begitu jangan lepaskan apa yang bukan tanggung jawabnya, Mas. Orang yang paling kompeten lebih berhak untuk mengatasi masalah, atau kalian semua akan tenggelam," terang Mira, meskipun sejujurnya ucapan seperti itu bisa dinilai sebagai ambisi dan juga keserakahan. "Hanya saja...aku tidak memahami bagaimana cara terbaik untuk membuat keluargamu sadar. Aku tidak berniat untuk membuatmu terbebani apalagi dituduh serakah, Mas. Tolong jangan salah faham.""Aku bisa mengerti. Dan cara satu-satunya adalah membiarkan Mas Danu mengelola perusahaan itu.""Hah?" Mira sangat terkejut, itu adalah keputusan yang paling menakutkan baginya."Jangan kuatir kan uangmu, aku akan menarik saham yang kau miliki. Aku tidak mau membuatmu rugi karena perbuatan keluargaku."Terlihat wajah Denny yang sangat murung. Denny seharusnya tahu bahwa tindakan itu sangat berbahaya, tapi apakah Denny sudah memikirkannya masak-masak?"Mas, aku tidak khawatir dengan uang yang kumiliki. Aku hanya kuatir dengan penyesa
Agus terdiam beberapa saat, menatap ragu pada pada Danu yang tersenyum seolah tak ada masalah."Jika Pak Danu ingin memimpin perusahaan ini, maka harus ada rapat dewan direksi karena permodalan perusahaan ini bukanlah milik pribadi. Bahkan, sudah lebih dari lima puluh persen saham dimiliki oleh ibu Mira, Pak," terangnya pelan. "Selain itu, harus ada penyerahan secara resmi dari Pak Denny soal pengalihan tugas ini, Pak. Butuh proses dan Pak Danu baru bisa menandatangani berkas perusahaan ini," terangnya lagi.Danu yang mendengar hal itu semakin kesal. Ia samasekali tidak menyukai segala hal yang terlalu merepotkan baginya. "Itu masalah gampang. Selama Denny setuju, rapat dewan direksi itu tidak akan ada masalah," ujarnya tak perduli dengan ekspresi Agus yang bingung.Tak lama kemudian Denny sudah tiba di perusahaan dengan wajah yang kuyu.Saat melihat Danu saling menatap tegang dengan Agus iapun mengernyit."Apa yang terjadi? Sepertinya ada perbincangan serius diantara kalian. Apa aku
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik