Setelah bergulingan selama enam putaran, Yan wei terhenti saat tubuhnya membentur batu. Yan Wei mencoba untuk berdiri.
Kepalanya terasa pening, semua di depan mata tampak seolah-olah bayangan saja.
Meskipun tidak ada rasa sakit dari tusukan di dadanya, serangan itu meninggalkan bekas yang mengguncangkan. Terlebih lagi, dia merasa sangat malu. Tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa Rong Guo, yang selalu menjadi korban bully, memiliki keterampilan pedang yang cukup untuk menjatuhkannya.
Dengan tadanya dua sahabatnya yang selalu setia mengikuti perintahnya, berdiri dan menyaksikan kekalahannya tadi, pikiran Yan Wei dipenuhi kekhawatiran, reputasinya yang akan hancur jika kabar ini tersebar.
Dalam amarahnya, Yan Wei mencabut sebilah pedang. Berbeda dengan pedang kayu yang digunakan Rong Guo, pedang ini adalah pedang sungguhan dan tampak berbahaya. Cahaya pedang itu berkilauan tertimpa sinar matahari, ketika Yan Wei menunjuknya ke arah Rong Guo dengan suara gemetar.
“Ternyata kamu punya sedikit kemampuan,” ucap Yan Wei dengan menggigil karena kemarahan. Suaranya semakin meninggi.
“Kamu berani bertindak arogan dan menghina aku di depan banyak orang seperti ini. Padahal baru sedikit belajar tentang keterampilan dari sekte Wudang kami. Kamu sudah terlalu percaya diri. Hari ini, aku akan menunjukkan padamu bagaimana teknik pedang sejati dari sekte ini!”
Setelah melemparkan kata-kata kemarahan itu, Yan Wei bergerak cepat seperti burung walet. Pedangnya melayang menggunakan teknik yang disebut Keterampilan Pedang Menebas Awan.
Gerakan Yan Wei menjadi semakin cekatan. Pedangnya meliuk-liuk dengan kilauan perak, menghasilkan desingan serupa angin. Sasarannya tidak main-main. Dia sungguh-sungguh ingin menghabisi Rong Guo.
Hanya dalam satu serangan saja, Rong Guo kini berada di bawah tekanan pedang Yan Wei.
Lagipula pedang yang digunakannya hanya berupa sebilah kayu, itu hanyalah bahan latihan yang sesuai untuk mengasah keterampilan. Dan itu sama sekali tidak berguna dalam menghadapi pedang sesungguhnya.
Ditambah lagi, keterampilan pedang yang digunakan Rong Guo hanyalah kelas dasar. Berbeda dengan keterampilan pedang Yan Wei—Pedang Menebas Awan. Seni pedang yang dikuasai Yan Wei termasuk dalam Kumpulan Seni Bela Diri dan Keterampilan Pedang peringkat satu di Sekte Wudang.
PANG!
Tebasan pertama dari Pedang Menebas Awan milik Yan Wei langsung menghantam ujung pedang kayu Rong Guo. Pedang Yan wei langsung terpapas.
Kekuatan yang dikerahkan oleh Yan Wei mengandung hawa murni. Namun, setiap gerakan yang dilakukan terlihat sangat berbahaya, penuh ancaman.
Berbeda dengan gerakan pedang yang dilakukan oleh Rong Guo. Meskipun Rong Guo mahir dalam memainkan seni pedang, keterampilannya masih pada tingkat dasar. Setiap serangan yang dia lakukan tidak memancarkan energi sama sekali, karena dia tidak mampu mengerahkan hawa murni untuk memperkuat serangannya.
Pertarungan berlanjut. Tubuh Yan wei lenyap dalam kilatan pedang berwarna putih. Sedangkan Rong Guo berulangkali menundauk dan melompat menghindar. Nyata disini siapa yang diatas angin.
Kenyataan, hanya dalam tiga serangan pedang, Rong Guo sudah terdesak. Tubuhnya sudah lemas, dan yang tersisa hanyalah gagang pedang.
Sebaliknya Yan Wei semakin berbahaya, wajahnya penuh dengan keganasan. Kilatan cahaya putih dari pedangnya membuatnya terlihat seperti seorang ahli.
“Rasakan pembalasanku. Kali ini, kamu harus menyerah!” ujar Yan Wei dengan tegas.
Meskipun terdesak, Rong Guo tidak berniat menyerah. Dia memiliki harga diri yang tinggi dan tekad yang kuat.
Ketika pedang di tangan Yan Wei semakin cepat bergerak, keadaan Rong Guo terlihat sangat mengenaskan. Bajunya telah compang camping akibat angin pedang. Ada banyak luka goresan di seluruh tubuhnya, termasuk di wajahnya.
“Anak bodoh. Mengaku kalah saja!” teriak Tang Wu Xie dari sisi penonton. Gadis kecil ini berkacak pinggang dengan angkuh.
“Ayo, Yan Wei, jangan kendor. Buat anak itu cacat. Putuskan nadi di kedua tangannya! Biarkan dia semakin menderita dan menjadi bahan hinaan!” teriak Huo Shi ikut memanais.
Entah mengapa Yan Wei dan dua kawanannya sangat membenci Rong Guo, padahal Rong Guo tidak pernah berbuat kesalahan. Rong Guo adalah seorang murid biasa dari kelompok yang disebut murid pelataran luar.
Murid pelataran luar dianggap tidak terlalu penting. Mereka hanya memiliki kesempatan untuk naik tingkat jika menunjukkan bakat yang luar biasa, dan itu bisa terjadi jika beberapa penatua memperhatikan mereka dan menunjuk mereka menjadi murid pelataran dalam. Pada saat menjadi murid pelataran dalam, Itu adalah saat mereka akan menerima pelatihan yang sesungguhnya dari Sekte Wudang.
Jadi jelas disini, Rong Guo masih berada di bagian murid pelataran luar, di mana keterampilan dan seni pedang yang dia pelajari hanya tingkat dasar belaka.
Pada saat itu, keributan yang terjadi telah memancing banyak orang berkumpul. Bukan hanya murid pelataran luar yang lokasi kediaman mereka di sekitar hutan bambu itu, tapi juga telah memancing murid murid dari pelataran dalam untuk datang menonton.
Semakin banyak murid dari Sekte Wudang yang berkumpul untuk menyaksikan pertarungan itu, Semakin banyak pula komentar yang terdengar keluar.
“Ayo, hajar bocah itu!”
“Buat dia semakin tidak berarti!”
“Putuskan saraf-sarafnya saja!”
Itulah suara-suara yang dilontarkan oleh murid-murid yang menonton kejadian itu. Mereka umumnya berasal dari murid pelataran dalam, sombong dan angkuh karena merasa istimewa. Bagi mereka, murid-murid pelataran luar tidak lebih dari sekelompok semut yang tidak berarti.
Sementara murid murid pelataran luar semuanya hanya diam dan memandang dengan iba. Tapi tak ada yang berani membantu Rong Guo. Yan wei adalah anak Wakil Pemimpin Sekte, siapa yang berani dengannya?
Kembali di arena dadakan, tempat kejadian aksi, dua anak sedang bertarung.
“Mengaku bersalah, berlutut, dan berjalan seperti anjing melewati kakiku!” dengan sorot mata tajam berapi-api, Yan Wei menunjuk pedangnya ke arah Rong Guo. “Jika tidak, jangan salahkan tuan muda ini jika menghancurkanmu!”
Tetapi Rong Guo, yang merasa tidak bersalah, sama sekali tidak ingin mengaku kalah.
“Aku tidak bersalah. Jadi, mengapa aku harus mengaku kalah?” Wajah Rong Guo menampakkan raut kanak-kanak yang merasa tidak bersalah, yang semakin memancing amarah Yan Wei.
“Tidak tahu diri. Sekarang, terimalah nasibmu!”
Dengan siulan bernada tinggi, tubuh Yan Wei bergerak cepat. Pedang di tangannya ditusukkan ke arah Rong Guo. Suara pedang terdengar berdesing, cahaya kilat berwarna putih tampak berkelebat siap memusnahkan Rong Guo.
Apakah tindakan kejam Yan Wei ini akan berhasil? Tidak adakah seorang pun yang berbelas kasihan terhadap Rong Guo?
Bersambung
Pada saat yang genting itu, ketika ujung pedang Yan Wei bersikap seolah-olah akan membelah tubuh Rong Guo menjadi dua, tiba-tiba terdengar sebuah suara keras.KRAK!Dengan kecepatan yang tidak masuk akal, sebuah kerikil terpental dan menghantam pedangnya.“Aduh!” Yan Wei meringis kesakitan.Ketika batu itu menyentuh pedangnya, ia merasakan aliran listrik menyengat tangannya, membuat detak jantungnya tersentak.Pedangnya terlepas dan jatuh berdenting di tanah.Beberapa saat kemudian, Yan Wei mengangkat kepalanya dan mencari siapa yang melakukan itu.“Siapa yang berani menghalangi aku? Keluarlah dan tunjukkan dirimu! Kita akan bertarung sampai selesai!” Suaranya penuh kecongkakan. Yan Wei berani bertindak seenaknya selama ini, karena mengandalkan ayahnya yang adalah wakil pemimpin di Sekte Wudang. Jadi selama ini tidak ada yang berani menantangnya.Suasana menjadi hening, hanya terdengar angin berdesir.Tidak lama kemudian, seorang pria sekitar tiga puluh dua tahun muncul dari balik bat
Malam itu, langit terlihat gelap dengan awan hitam yang bergulung di cakrawala. Cahaya rembulan gagal menembus celah awan, menyisakan hening di perkampungan murid pelataran luar yang terpencil.Namun, kesunyian itu terputus oleh suara bisikan dan kesibukan tiga sosok anak kecil.“Mari kita seret dia ke Hutan Bambu yang tidak jauh dari sini, tidak mungkin menimbulkan kecurigaan!” bisik seorang anak laki-laki.“Apakah tidak sebaiknya kita membungkusnya, agar menghindari kecurigaan?” suara seorang anak perempuan terdengar.“Tidak bisakah kalian berdua diam? Sejak tadi kalian hanya saling membantah tanpa aksi sama sekali! Sekarang, mari kita seret bocah murahan ini. Tak perlu membungkusnya dengan apapun. Terlalu membuang-buang sumber daya untuk anak tidak berbakat tanpa memiliki inti Mutiara di pusat kehidupannya!” bentak anak yang lain, membuat kedua bocah yang sebelumnya bertengkar langsung terdiam.Dua anak laki-laki segera menyeret tubuh Rong Guo, sementara anak perempuan menyapu jeja
Suara terkekeh memenuhi seisi gua, bergema dan menimbulkan rasa takut. Bau busuk keluar dari mulut sosok itu ketika ia mendekatkan kepala ke arah Rong Guo, hanya berjarak setengah meter dari wajahnya.“Apa kamu tuli? Tidak mendengar kata-kataku?” suaranya bergema lagi, terdengar seperti suara kuno yang datang dari dunia yang lain.Rong Guo tentu saja menggigil ketakutan.Wajah yang buruk. Rambutnya panjang dan kusut. Dan yang paling mengerikan adalah mata kosong itu, seolah-olah bergerak dan mengamatinya dengan jelas. Rong Guo seperti tengah diinterogasi. Pikirannya cepat bergerak. “Biar bagaimanapun aku harus tetap hidup! Jawaban yang paling aman adalah yang akan ku pakai.”Tanpa sadar, masih dengan suara gemetar Rong Guo menjawab, “Namaku Rong Guo. Murid pelataran luar, bahkan kalau bisa aku dianggap murid pekerja belaka…”Rong Guo bisa merasakan cengkeraman tangan sosok itu mengendur. “Dia melembut saat tahu aku bukan murid inti.”“Apakah Sekte Wu Dang masih dipimpin oleh Zhang Shi
Melihat sikap anak kecil yang awalnya takut serta enggan berbicara, namun ketika dia menyebutkan tentang peluang bagi Rong Guo untuk mendapatkan kekuatan dengan memanipulasi Mutiara Energinya, wajah orang tua itu tampak berubah.Jika sebelumnya dia terlihat mengerikan dan kejam, kali ini dia tertawa terbahak-bahak."Hahaha!"Suaranya bergema, membuat seisi gua seakan-akan bisa runtuh.Rong Guo tentu saja menjadi takut, ia melangkah mundur dan menjaga jarak."Penatua.. tolong jangan Anda tertawa. Gua ini bisa runtuh, dan kita berdua akan mati," kata Rong Guo panik.Setelah beberapa saat puas tertawa, dan menakut-nakuti Rong Guo, orang tua buruk rupa itu berkata. Nada suaranya terdengar mengejek."Anak kecil. Kamu masih kanak-kanak tapi sudah sedemikian licik seperti rubah. Awalnya tampak takut, tapi begitu mendengar bahwa ada jalan keluar untuk memulihkan kemampuanmu berkultivasi dengan mengadakan Mutiara energi baru, kamu tiba-tiba menjadi baik padaku. Bahkan memanggilku dengan sebuta
Seluruh pandangan Rong Guo menjadi kabur saat dia membuka matanya.“Dimana aku? Apa yang terjadi?”Kejadian ini terasa seperti deja vu. Pingsan, lalu terbangun, begitu berulang kali.Namun, kali ini Rong Guo terbangun di dalam gua yang gelap. Perbedaan lain adalah hari sudah malam.Cahaya bulan masuk melalui pintu gua, memberikan pencahayaan yang minim.“Pemantik api!” bisik Rong Guo. “Aku harus membuat obor!”Sebagai murid pekerja di luar yang juga bertugas di dapur, Rong Guo selalu membawa pemantik api. Tak lama, dia terlihat meniupnya, dan pemantik itu menyala.Dengan hati yang bersuka cita, Rong Guo menyulut api pada sebatang kayu yang mengandung damar, semacam getah yang mudah terbakar.Ketika api telah menerangi gua itu, wajahnya kontan memucat.“Penatua Payung Iblis? Apa yang terjadi?” Tanpa sadar, dia mundur beberapa langkah ke belakang, tidak sanggup rasanya menyaksikan sosok itu tewas dengan genangan darah di sekitarnya. Bau anyir menusuk ke dalam lubang hidungnya, membuat a
Di Benua Longhai ini, satu-satunya pemimpin dunia adalah Dinasti yang memerintah, Dinasti Xiaoyao.Di Dinasti Xiaoyao, ada enam kerajaan besar yang berkuasa di sana: Kerajaan Jinxiu, Kerajaan Yuechuan, Kerajaan Bicao, Kerajaan Qiongyu, Kerajaan Xingchen, dan Kerajaan Zhenhua.Di seluruh Benua Longhai, semua orang sangat tergila-gila dengan ilmu bela diri dan keterampilan seni pedang. Prinsip yang terkenal di sana adalah: kamu kuat, maka kamu menjadi sorotan dan memperoleh panggung dunia. Menjadi lemah? Tidak akan ada tempat bagi orang yang lemah. Dia hanya akan dibully, ditindas, dan diinjak-injak.Bahkan, kekuatan dari satu sekte atau seorang yang memiliki kemampuan atau keterampilan bela diri hebat, sesungguhnya dia dapat mengendalikan satu kerajaan.Ada beberapa tingkatan untuk para praktisi, hingga mereka mencapai keabadian, seni bela diri tertinggi.Tingkat Pendekar Embun Kristal adalah yang paling mendasar. Menyusul Tingkat Pendekar Harimau Giok, Pendekar Merak Api, Pendekar Ser
Anak itu berdiri di tepi jurang - di Hutan Bambu Sekte Wudang.Perasaan haru meliputi dadanya, ketika akhirnya ia melihat lagi pemandangan yang akrab dan dirindukan selama beberapa hari hidup di dasar jurang.“Pemukiman murid pelataran luar dan murid pekerja, hal yang sangat aku rindukan,” batin Rong Guo penuh kegembiraan.Betapa tidak? Dia yang tadinya sudah berpikir akan mati, terkubur selamanya di dasar jurang, saat ini diberi anugerah oleh Langit untuk melihat lagi Sekte Wudang, meski ini bagian yang paling kumuh dari sekte itu.“Koki Dong Ping pasti akan marah padaku jika aku tidak datang bekerja di dapur pada hari ini. Kemungkinan dia akan melaporkanku pada penatua khusus murid yang dianggap murid pekerja, dan aku bisa diusir dari sekte ini.”Memikirkan hal itu, Rong Guo langsung berlari dengan ketakutan, menuju dapur Sekte.Sejak kecil, Rong Guo telah tinggal di Sekte Wudang sebagai murid pekerja. Dia tidak mengenal dunia di luar Sekte Wudang. Baginya, disinilah rumah, tempat d
Di Hutan Pinus di kaki Gunung Wudang. Rng Guo tampak gembira ketika melakukan pekerjaan menebang pohon untuk kayu. Apa yang dahulu sulit, kini ia lakukan dengan mudah.Dia hanya melakukan gerakan menebas menggunakan golok penebang kayu sambil mengalirkan hawa murni dari inti mutiaranya, maka pohon sebesar badan kambing langsung roboh.Gembira dan berseri-seri!"Setelah aku memiliki kultivasi pada tingkat Pendekar Harimau Giok, pekerjaan menebang kayu menjadi lebih mudah!" Saat itu, di tengah hutan Rong Guo tambah sadar akan manfaat yang ia dapat setelah memiliki inti mutiara."Jika begini kondisinya, tak perlu menunggu hingga tengah malam... aku dapat menyelesaikan pekerjaan ini dengan cepat!" Rong Guo langsung membelah batang pohon itu, membaginya dalam dua kelompok besar dan memikul sumber daya bahan bakar itu, mendaki ke Puncak Wudang.+++Cheng Heng adalah murid pelataran yang memiliki Kultivasi pada tingkat Pendekar Embun Kristal level tiga (puncak). Level yang sebentar lagi ak
Secara alami, pertarungan antara dua Abadi di cakrawala adalah sesuatu yang sangat luar biasa.Pertarungan yang terjadi antara Rong Guo dan Khagan dari Benua Podura mengguncang cakrawala. Kedua sosok abadi itu bertarung dengan kekuatan luar biasa, memecah langit dan menggoncangkan bumi di sekitar mereka.Kedatangan Rong Guo yang terlambat membuatnya terkejut, melihat apa yang terjadi di puncak Gunung Wudang.“Terlambat! Kita terlambat,” tangis Biarawati Fear tak tertahankan.Ia merunduk di tanah puncak gunung, sambil menangisi satu demi satu jenazah murid-murid dari Sekte Gurun Gobi yang tergeletak kaku.Sementara Rong Guo hanya diam.Meski emosinya bergejolak, namun dengan tingkat kultivasi yang telah mencapai puncak dunia, yaitu Yongheng—atau abadi—dia tidak mudah hanyut dalam perasaan sedih yang mendalam.Sambil memindai dengan energi spiritualnya yang tajam, Rong Guo menemukan jejak aura ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas yang menyebar di Puncak Terlarang.Sedetik sorot mata
"Apa yang terjadi?" suara seseorang bergetar memecah keheningan."Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menghabisi semua tentara Matahari Emas?"Tidak ada yang mampu menjawab. Keheningan kembali menyelimuti, berat dan penuh tanda tanya.Zhang Long Yin memandang pemandangan itu dengan dahi berkerut tajam. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, tapi pikirannya dipenuhi kebingungan. Siapa yang memiliki kekuatan sebesar ini, yang mampu menyingkirkan ribuan tentara dalam sekejap?Xiao Ning menggigit bibir, emosinya bercampur aduk.Keajaiban ini mungkin telah menyelamatkan mereka, tetapi muncul pertanyaan besar: keajaiban macam apa yang terjadi di Puncak Terlarang malam tadi?>>> Di langit...Dua sosok bertarung dalam bentuk yang melampaui nalar manusia.Pemuda berbaju putih longgar berdiri di udara dengan ketenangan yang menusuk, seperti puncak gunung es yang tersembunyi.Senjata di tangannya adalah sebuah payung istimewa yang memancarkan aura magis. Angin berputar di sekelilingny
Malam yang panjang berlalu dengan cepat.Di dalam array Puncak Terlarang, semua orang terdiam, menutup mata, berusaha mengabaikan hiruk pikuk di luar. Ada yang tenggelam dalam meditasi, ada pula yang sibuk mencoba menyembuhkan luka dengan sisa obat seadanya.Kesibukan itu membuat tak seorang pun memperhatikan keanehan yang muncul di luar.Di langit yang kelam, sebuah kilat tiba-tiba menyala, hanya sekejap. Namun, efeknya sungguh menggetarkan.Saat kilat itu lenyap, ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas tergeletak, saling bertumpuk di atas tanah Puncak Terlarang.Tubuh-tubuh mereka tidak bergerak tak bernyawa, nyaris menyatu dengan ribuan jasad yang sudah lebih dulu menjadi korban perang.Tak lama kemudian, matahari mulai bersinar lembut.Cahayanya menyelinap melalui celah array, menyentuh permukaan tanah yang dingin dengan kehangatan samar.Zhang Long Yin, pemimpin Sekte Wudang, membuka mata perlahan setelah semalaman bermeditasi untuk memulihkan energi Qi-nya.Di dekatnya, Xiao Nin
Jauh sebelum perang ini pecah, dalam sebuah diskusi, Zhang Long Yin pernah mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki tempat persembunyian, jika keadaan mendesak.“Aku akan bersiul sebagai kode, dan semua orang harus segera bergegas menuju Puncak Terlarang Sekte Wudang. Di sana, kita akan aman!” ujarnya dengan tegas, suaranya penuh keyakinan.Namun, siapa yang bisa membayangkan bahwa saat ini, kata-katanya akan menjadi kenyataan yang mengerikan?“Array dan formasi sihir di Puncak Terlarang sangat kuat. Tidak ada yang bisa menembusnya jika kita berlindung di sana!” jelas Zhang Long Yin lebih lanjut, seperti mengingatkan dirinya sendiri bahwa satu-satunya harapan adalah puncak terlarang itu.Para pemimpin sekte, bersama datuk-datuk dunia persilatan, bahkan telah melakukan simulasi tentang cara evakuasi ke Puncak Terlarang jika keadaan semakin genting.Namun, mereka tidak menyangka bahwa hari itu akan datang dengan begitu cepat.“Tapi semoga ini tak terjadi. Kita akan berperang mati-matia
Di belakang Sekte Wudang, terdapat satu puncak yang belum pernah tersentuh oleh siapapun. Puncak itu dikenal sebagai "Puncak Terlarang", dan hanya pemimpin sekte yang diperbolehkan menginjakkan kaki di sana.Desas-desus beredar bahwa di puncak daerah terlarang tersebut terdapat sebuah jurang yang sangat dalam, yang disebut-sebut sebagai neraka dunia.Jurang itu mendapat juluka "Neraka Dunia" karena di sanalah para praktisi Sekte Wudang yang sesat dan melanggar aturan golongan putih dibuang.Tempat itu menyimpan penderitaan yang tak terbayangkan, dan tak seorang pun yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.Pagi mulai menjelang, cahaya matahari menyemburat lembut di ufuk timur, namun pertempuran yang berkecamuk tak juga mereda.Di atas Puncak Sekte Wudang, bukanlah pemandangan yang biasanya terlihat—sekarang lebih tepat disebut puncak pemakaman daripada puncak sekte dari dunia persilatan aliran putih. Lantaran darah yang berceceran, dan tubuh yang berserakan, udara terasa begit
Matahari telah bergeser ke barat, mewarnai langit dengan semburat merah yang kelam.Puluhan kapal roh masih melayang di cakrawala, bayangan gelapnya menciptakan suasana mencekam yang membuat hati para praktisi tercekat.Suara deru mesin kapal roh bertalu-talu, bergema seperti tanda kiamat yang tak kunjung usai.Para praktisi dari Benua Longhai tampaknya berada di ujung kekuatan mereka.Nyonya Yunfeng yang bertarung di cakrawala, serta Imam Zhao yang melayang di udara dengan gerakan perlahan, menunjukkan tanda-tanda kelelahan yang parah. Bahkan para datuk dan pemimpin sekte yang biasanya tangguh kini terlihat seperti bayangan diri mereka yang dulu—lelah, terluka, dan kehabisan tenaga.Di langit, burung-burung nasar terbang berputar-putar sambil memekik tajam. Mereka berpesta pora, menikmati ribuan jasad yang berserakan di medan perang, tanpa mempedulikan siapa yang hidup atau mati.Di atas tanah, para ahli yang tersisa terus bertempur dengan sisa-sisa kekuatan mereka. Namun, keputusasa
Sebagai salah satu murid kunci Sekte Wudang, Xiao Ning telah melewati banyak cobaan. Ia tahu, jika bukan karena statusnya sebagai perempuan, mungkin ia sudah lama menduduki kursi pemimpin sekte.Hinaan yang terlontar barusan membakar harga dirinya, namun kemarahan itu tertahan di tenggorokan.Napasnya semakin berat, seperti ada batu besar yang menghimpit dadanya. Keraguan mulai menjalari pikirannya, membuat semangatnya bergetar lemah.Dia mengepalkan tangannya, jari-jarinya terasa dingin saat menyentuh gagang pedang yang masih tergenggam erat. "Lebih baik aku bersabar," gumamnya lirih, suara itu nyaris tak terdengar, namun memiliki bobot yang cukup untuk menenangkan dirinya sendiri."Aku hanya perlu menunggu hingga Qi-ku kembali penuh di dantian."Rahangnya mengeras, giginya saling beradu menahan emosi yang mendidih di dalam hati. Tatapannya kembali pada perempuan berzirah itu.Sosok zirah perak itu berdiri angkuh, dengan senyum puas seolah telah memenangkan pertempuran sebelum pedang
Matahari mulai menampakkan sinarnya di cakrawala.Xiao Ning, dengan tangan gemetar, tetap menggenggam erat Pedang Bintang Terang yang berlumuran darah. Seluruh tubuhnya menunjukkan kelelahan yang amat sangat.Rambutnya yang semula tertata rapi dengan konde kecil berhiaskan tusuk giok kini terurai berantakan, menyapu wajahnya yang penuh noda darah dan keringat.Puluhan pil pemulih energi sudah ia telan sepanjang malam demi bertahan hidup hingga matahari terbit.Namun, rasa lelah yang menggerogoti tubuhnya tak kunjung mereda.Di saat itu, sebuah suara bernada tajam memecah keheningan pagi."Rupanya masih ada seekor betina di sini!" Suara perempuan muda terdengar lantang. "Dari semalam aku melihatmu berpesta darah! Kali ini, aku tidak akan membiarkanmu menghabisi tentara-tentara Podura!"Xiao Ning mendongak dengan perlahan.Sosok itu berdiri membelakangi sinar mentari pagi, auranya seolah menyatu dengan cahaya yang mengitarinya.Zirah peraknya memantulkan kilauan matahari, membuatnya tam
Xiao Ning, gadis Sekte Wudang, sejak kecil sudah menjadi sahabat dekat Rong Guo. Mereka berbagi banyak kenangan indah, namun juga perpisahan yang tak terhindarkan.Saat Rong Guo terjebak dalam bahaya di Gurun Gobi, di tengah serbuan Sekte Aliran Putih, hanya satu sosok yang muncul untuk menyelamatkannya: Xiao Ning.Dengan rasa persahabatan yang kuat, ia melawan kehendak sekte aliran putih, dan menghabisi Biarawati Goodwill.Akhirnya perpisahan mereka berdua datang karena dunia mereka yang berbeda.Rong Guo, dengan kemampuan nya dan diakui sebagai jenius dalam aliran hitamnya, sementara Xiao Ning adalah murid utama Sekte Wudang, yang telah dilatih secara langsung oleh Pemimpin Sekte, sekaligus pemimpin aliran putih.Xiao Ning kini telah berubah dari gadis muda menjadi penatua termuda di Sekte Wudang. Keahliannya dalam pedang membawanya pada posisi tinggi di sekte, menjadikannya sosok yang dihormati dan kuat.Malam itu, ketika perang memasuki titik puncaknya...“Penatua Xiao... array di