Pada saat yang genting itu, ketika ujung pedang Yan Wei bersikap seolah-olah akan membelah tubuh Rong Guo menjadi dua, tiba-tiba terdengar sebuah suara keras.
KRAK!
Dengan kecepatan yang tidak masuk akal, sebuah kerikil terpental dan menghantam pedangnya.
“Aduh!” Yan Wei meringis kesakitan.
Ketika batu itu menyentuh pedangnya, ia merasakan aliran listrik menyengat tangannya, membuat detak jantungnya tersentak.
Pedangnya terlepas dan jatuh berdenting di tanah.
Beberapa saat kemudian, Yan Wei mengangkat kepalanya dan mencari siapa yang melakukan itu.
“Siapa yang berani menghalangi aku? Keluarlah dan tunjukkan dirimu! Kita akan bertarung sampai selesai!” Suaranya penuh kecongkakan. Yan Wei berani bertindak seenaknya selama ini, karena mengandalkan ayahnya yang adalah wakil pemimpin di Sekte Wudang. Jadi selama ini tidak ada yang berani menantangnya.
Suasana menjadi hening, hanya terdengar angin berdesir.
Tidak lama kemudian, seorang pria sekitar tiga puluh dua tahun muncul dari balik batu cadas.
Wajahnya serius, mengenakan pakaian dan jubah yang biasa dikenakan oleh para penatua di Sekte Wudang. Namanya Teng Yuhan, seorang penatua yang bertanggung jawab atas murid-murid pelataran luar.
Dia sendiri seorang imam agama Tao, seperti kebanyakan penatua di sekte itu.
Di belakang Imam Teng Yuhan, seorang gadis berdiri agak takut-takut. Namanya Xiao Ning, berusia 9 tahun, dan merupakan murid pelataran luar. Dia adalah keponakan Imam Teng Yuhan. Xiao Ning sendiri adalah teman dekat Rong Guo.
Kenyataannya, Xiao Ning lah yang melaporkan kejadian ini pada Imam Teng Yuhan, penatua di pelataran luar.
Imam Teng menatap Yan wei dengan mata mencorong. “Aku yang melakukan itu. Sengaja menggunakan kerikil untuk menghentikan tindakanmu!” kata Imam Teng dengan suara dingin.
Yan Wei segera menundukkan kepala setelah mendengar kata-kata tajam dari penatua.
Meskipun Yan Wei adalah murid dari wakil pemimpin sekte, di hadapan seorang pena tua, ia harus patuh. Apalagi baru saja ia hampir saja membunuh Rong Guo.
“Yan Wei, murid pelataran dalam! Dengarkan aku!” kata Penatua Teng Yuhan dengan suara tegas, terdengar seperti hakim yang memberikan putusan.
“Sebagai seorang pena tua pelataran luar, menurut pengetahuanku, murid-murid di sekte ini tidak diperbolehkan melakukan tindakan pembunuhan saat berduel antara sesama murid. Tetapi tadi, aku melihat dengan jelas bahwa kamu menggunakan teknik tingkat satu menyerang seorang murid pelataran luar yang jelas-jelas tidak memiliki kemampuan selevel denganmu!” Suaranya penuh dengan penghakiman.
“Apalagi, kamu adalah murid pelataran dalam yang jelas lebih unggul dalam hal keahlian dan pengetahuan. Katakan padaku, apa alasanmu untuk datang ke tempat murid-murid pelataran luar dan bahkan berusaha melukai salah satu dari mereka?”
Wajah Yan Wei memucat, terlihat jelas dia sedang berjuang keras untuk mengendalikan kemarahannya. Dia merasa campur tangan Penatua Teng Yuhan sebagai sesuatu berlebihan.
“Bukankah ini urusan diantara sesame murid? Bagaiamn bisa orang tua itu ikut campur?”
Meskipun Yan wei hendak membantah, kata-kata terakhir dari Penatua Teng Yuhan membuatnya menahan diri.
“Aku ingin tahu bagaimana reaksi Wakil Pemimpin Sekte, Tuan Yan Bai, jika dia mendengar laporan ini. Anaknya hampir saja membuat celaka seorang murid pelataran luar…” Suasana menjadi hening.
Kata-kata tajam dari Penatua Teng Yuhan meredakan amarah dan dendam di hati Yan Wei. Dia takut dengan ancaman yang disampaikan oleh pena tua ini. Yan Wei sering membuat masalah, dan kejadian terakhir ketika dia membully seorang murid pelataran luar membuat ayahnya sangat marah, bahkan mengancam akan mengusirnya dari sekte.
Jika tindakannya kali ini dilaporkan kepada ayahnya, Yan Wei yakin bahwa sang ayah tidak akan ragu untuk mengusirnya dari Sekte Wudang.
“Kita harus pergi!” bentak Yan Wei kasar sambil menarik dua temannya, Tang Wu Xie dan Huo Shin, untuk meninggalkan tempat itu.
Mereka berdua mengikuti Yan Wei kembali ke tempat tinggal para murid pelataran dalam di Sekte Wudang.
Sejak kedatangan Penatua Teng Yuhan tadi, para penonton dari murid-murid pelataran luar Sekte Wudang langsung membubarkan diri. Tak seorang pun berani berkomentar setelah kedatangan penatua yang tegas ini.
Setelah keadaan menjadi sepi, Penatua Teng Yuhan mengibaskan lengan bajunya, kemudian menghilang dalam gerakan yang ringan.
Pada saat itu, Xiao Ning segera terlihat berlari menuju Rong Guo, yang masih terduduk karena terkena pukulan. Pedang Yan Wei hampir saja merenggut nyawanya.
“Rong Guo, apa kamu baik-baik saja?” tanya gadis itu sambil memeriksa tubuh Rong Guo dengan teliti, mencari tanda-tanda luka.
“Ah, semuanya hanyalah goresan kecil. Semua akan sembuh seiring berjalannya waktu,” jawab Xiao Ning sendiri, sambil mengeluarkan salep untuk mengobati goresan pedang di tubuh Rong Guo. Selama proses pengolesan salep oleh Xiao Ning, Rong Guo hanya diam, memperhatikan dengan seksama setiap gerakannya.
“Xiao Ning, apakah kamu yang memanggil Penatua Teng Yuhan tadi?” tanya Rong Guo.
Xiao Ning tidak menjawab, tetapi hanya mengangguk sambil tetap fokus pada tugasnya.
“Sudah kusampaikan berulang kali. Tidak perlu campur tangan dalam urusan antara aku, Yan Wei, dan kawan-kawannya. Takutnya kamu akan mendapat masalah,” kata Rong Guo dengan nada cemas.
Namun, Xiao Ning hanya mengangkat bahu dengan acuh tak acuh. “Jika bukan aku yang melaporkan kejadian ini, lalu siapa? Kelakuan Yan Wei memang seharusnya mendapat hukuman. Aku tidak terkejut jika suatu saat nanti dia akan menghadapi kesulitan karena sikapnya yang sombong.”
Rong Guo akhirnya mengucapkan terima kasih. Baginya, bantuan Xiao Ning adalah penyelamat yang mungkin telah mencegahnya dari bahaya yang lebih besar.
Keduanya berpisah, dengan Rong Guo menuju dapur sekte, tempat ia bekerja sehari-hari sebagai murid pelataran luar dan pekerja.
“Berhati-hatilah di perjalanan pulang nanti. Aku akan pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam,” kata Rong Guo sebelum berpisah.
+++
Di dapur sekte yang besar itu, suara keretakan api terdengar serta hawa panas menyebar. Persiapan makan malam harus disediakan untuk banyak penghuni sekte, terutama bagi mereka dari murid-murid pelataran dalam, para pejabat, dan pemimpin sekte. Murid-murid pelataran luar tidak dianggap dan harus mencari makan sendiri. Bagi yang tidak mampu bertahan, mereka dapat pergi meninggalkan sekte, karena ini adalah pilihan terbaik.
Malam itu, Rong Guo pulang ke pondok sederhana tempat tinggalnya.
Dia sangat kelelahan. Dua dari sepuluh tenaga kerja yang bertugas bersama dengan pemimpin koki hari ini tidak masuk, sehingga pekerjaan harus ditangani oleh mereka bertujuh.
“Lebih baik aku langsung tidur. Tak bisa lagi, menghafal salinan teknik bela diri dan salihan berlatih menghimpun hawa murni.”
Rong Guo sangat rajin berlatih karena memiliki cacat bawaan yang menghalangi dia untuk menghimpun energi hawa murni. Mengejar ketertinggalannya adalah upaya yang dia lakukan untuk menantang hukum alam.
Pada saat itu, waktu telah menunjukkan pukul 19.00 – 21.00, sesuai dengan kentongan pertama. Jalanan menuju tempat kediamannya di tepi hutan amatlah sepi.
Tempat tinggal Reong Guo amat terpencil.
Tidak banyak murid-murid pelataran luar yang memilih mendirikan pondok di sana karena terlalu jauh dari pusat dan cukup berbahaya saat malam tiba, karena kadang-kadang ada hewan liar keluar dari dalam hutan.
Saat Rong Guo baru saja membuka pintu gubuknya, tiba-tiba sebuah balok kayu menghantam kepalanya.
PANG!
Dunia seketika menjadi gelap. Bintang-bintang berputar di benak Rong Guo saat ia jatuh pingsan, tidak tahu apa yang terjadi di sekitarnya...
Suara angin malam terdengar berdesir, dan burung hantu bersiul pertanda malam semakin larut.
Pada saat itu, bunyi derap kaki terdengar mendekati Rong Guo yang terkapar pingsan, lalu menyeretnya.
Bersambung
Malam itu, langit terlihat gelap dengan awan hitam yang bergulung di cakrawala. Cahaya rembulan gagal menembus celah awan, menyisakan hening di perkampungan murid pelataran luar yang terpencil.Namun, kesunyian itu terputus oleh suara bisikan dan kesibukan tiga sosok anak kecil.“Mari kita seret dia ke Hutan Bambu yang tidak jauh dari sini, tidak mungkin menimbulkan kecurigaan!” bisik seorang anak laki-laki.“Apakah tidak sebaiknya kita membungkusnya, agar menghindari kecurigaan?” suara seorang anak perempuan terdengar.“Tidak bisakah kalian berdua diam? Sejak tadi kalian hanya saling membantah tanpa aksi sama sekali! Sekarang, mari kita seret bocah murahan ini. Tak perlu membungkusnya dengan apapun. Terlalu membuang-buang sumber daya untuk anak tidak berbakat tanpa memiliki inti Mutiara di pusat kehidupannya!” bentak anak yang lain, membuat kedua bocah yang sebelumnya bertengkar langsung terdiam.Dua anak laki-laki segera menyeret tubuh Rong Guo, sementara anak perempuan menyapu jeja
Suara terkekeh memenuhi seisi gua, bergema dan menimbulkan rasa takut. Bau busuk keluar dari mulut sosok itu ketika ia mendekatkan kepala ke arah Rong Guo, hanya berjarak setengah meter dari wajahnya.“Apa kamu tuli? Tidak mendengar kata-kataku?” suaranya bergema lagi, terdengar seperti suara kuno yang datang dari dunia yang lain.Rong Guo tentu saja menggigil ketakutan.Wajah yang buruk. Rambutnya panjang dan kusut. Dan yang paling mengerikan adalah mata kosong itu, seolah-olah bergerak dan mengamatinya dengan jelas. Rong Guo seperti tengah diinterogasi. Pikirannya cepat bergerak. “Biar bagaimanapun aku harus tetap hidup! Jawaban yang paling aman adalah yang akan ku pakai.”Tanpa sadar, masih dengan suara gemetar Rong Guo menjawab, “Namaku Rong Guo. Murid pelataran luar, bahkan kalau bisa aku dianggap murid pekerja belaka…”Rong Guo bisa merasakan cengkeraman tangan sosok itu mengendur. “Dia melembut saat tahu aku bukan murid inti.”“Apakah Sekte Wu Dang masih dipimpin oleh Zhang Shi
Melihat sikap anak kecil yang awalnya takut serta enggan berbicara, namun ketika dia menyebutkan tentang peluang bagi Rong Guo untuk mendapatkan kekuatan dengan memanipulasi Mutiara Energinya, wajah orang tua itu tampak berubah.Jika sebelumnya dia terlihat mengerikan dan kejam, kali ini dia tertawa terbahak-bahak."Hahaha!"Suaranya bergema, membuat seisi gua seakan-akan bisa runtuh.Rong Guo tentu saja menjadi takut, ia melangkah mundur dan menjaga jarak."Penatua.. tolong jangan Anda tertawa. Gua ini bisa runtuh, dan kita berdua akan mati," kata Rong Guo panik.Setelah beberapa saat puas tertawa, dan menakut-nakuti Rong Guo, orang tua buruk rupa itu berkata. Nada suaranya terdengar mengejek."Anak kecil. Kamu masih kanak-kanak tapi sudah sedemikian licik seperti rubah. Awalnya tampak takut, tapi begitu mendengar bahwa ada jalan keluar untuk memulihkan kemampuanmu berkultivasi dengan mengadakan Mutiara energi baru, kamu tiba-tiba menjadi baik padaku. Bahkan memanggilku dengan sebuta
Seluruh pandangan Rong Guo menjadi kabur saat dia membuka matanya.“Dimana aku? Apa yang terjadi?”Kejadian ini terasa seperti deja vu. Pingsan, lalu terbangun, begitu berulang kali.Namun, kali ini Rong Guo terbangun di dalam gua yang gelap. Perbedaan lain adalah hari sudah malam.Cahaya bulan masuk melalui pintu gua, memberikan pencahayaan yang minim.“Pemantik api!” bisik Rong Guo. “Aku harus membuat obor!”Sebagai murid pekerja di luar yang juga bertugas di dapur, Rong Guo selalu membawa pemantik api. Tak lama, dia terlihat meniupnya, dan pemantik itu menyala.Dengan hati yang bersuka cita, Rong Guo menyulut api pada sebatang kayu yang mengandung damar, semacam getah yang mudah terbakar.Ketika api telah menerangi gua itu, wajahnya kontan memucat.“Penatua Payung Iblis? Apa yang terjadi?” Tanpa sadar, dia mundur beberapa langkah ke belakang, tidak sanggup rasanya menyaksikan sosok itu tewas dengan genangan darah di sekitarnya. Bau anyir menusuk ke dalam lubang hidungnya, membuat a
Di Benua Longhai ini, satu-satunya pemimpin dunia adalah Dinasti yang memerintah, Dinasti Xiaoyao.Di Dinasti Xiaoyao, ada enam kerajaan besar yang berkuasa di sana: Kerajaan Jinxiu, Kerajaan Yuechuan, Kerajaan Bicao, Kerajaan Qiongyu, Kerajaan Xingchen, dan Kerajaan Zhenhua.Di seluruh Benua Longhai, semua orang sangat tergila-gila dengan ilmu bela diri dan keterampilan seni pedang. Prinsip yang terkenal di sana adalah: kamu kuat, maka kamu menjadi sorotan dan memperoleh panggung dunia. Menjadi lemah? Tidak akan ada tempat bagi orang yang lemah. Dia hanya akan dibully, ditindas, dan diinjak-injak.Bahkan, kekuatan dari satu sekte atau seorang yang memiliki kemampuan atau keterampilan bela diri hebat, sesungguhnya dia dapat mengendalikan satu kerajaan.Ada beberapa tingkatan untuk para praktisi, hingga mereka mencapai keabadian, seni bela diri tertinggi.Tingkat Pendekar Embun Kristal adalah yang paling mendasar. Menyusul Tingkat Pendekar Harimau Giok, Pendekar Merak Api, Pendekar Ser
Anak itu berdiri di tepi jurang - di Hutan Bambu Sekte Wudang.Perasaan haru meliputi dadanya, ketika akhirnya ia melihat lagi pemandangan yang akrab dan dirindukan selama beberapa hari hidup di dasar jurang.“Pemukiman murid pelataran luar dan murid pekerja, hal yang sangat aku rindukan,” batin Rong Guo penuh kegembiraan.Betapa tidak? Dia yang tadinya sudah berpikir akan mati, terkubur selamanya di dasar jurang, saat ini diberi anugerah oleh Langit untuk melihat lagi Sekte Wudang, meski ini bagian yang paling kumuh dari sekte itu.“Koki Dong Ping pasti akan marah padaku jika aku tidak datang bekerja di dapur pada hari ini. Kemungkinan dia akan melaporkanku pada penatua khusus murid yang dianggap murid pekerja, dan aku bisa diusir dari sekte ini.”Memikirkan hal itu, Rong Guo langsung berlari dengan ketakutan, menuju dapur Sekte.Sejak kecil, Rong Guo telah tinggal di Sekte Wudang sebagai murid pekerja. Dia tidak mengenal dunia di luar Sekte Wudang. Baginya, disinilah rumah, tempat d
Di Hutan Pinus di kaki Gunung Wudang. Rng Guo tampak gembira ketika melakukan pekerjaan menebang pohon untuk kayu. Apa yang dahulu sulit, kini ia lakukan dengan mudah.Dia hanya melakukan gerakan menebas menggunakan golok penebang kayu sambil mengalirkan hawa murni dari inti mutiaranya, maka pohon sebesar badan kambing langsung roboh.Gembira dan berseri-seri!"Setelah aku memiliki kultivasi pada tingkat Pendekar Harimau Giok, pekerjaan menebang kayu menjadi lebih mudah!" Saat itu, di tengah hutan Rong Guo tambah sadar akan manfaat yang ia dapat setelah memiliki inti mutiara."Jika begini kondisinya, tak perlu menunggu hingga tengah malam... aku dapat menyelesaikan pekerjaan ini dengan cepat!" Rong Guo langsung membelah batang pohon itu, membaginya dalam dua kelompok besar dan memikul sumber daya bahan bakar itu, mendaki ke Puncak Wudang.+++Cheng Heng adalah murid pelataran yang memiliki Kultivasi pada tingkat Pendekar Embun Kristal level tiga (puncak). Level yang sebentar lagi ak
Ketika hari belum gelap. Waktu menurut periode Shi Chen adalah You – mewakili waktu ayam mencari tempat bertengger di sore hariTapi Rong Guo dengan cepat telah menuntaskan tugas yang seharusnya memakan waktu lama, perkiraan untuk anak seusianya yang tidak memilikikemampuan berkultivasi, tengah malam adalah waktu seharusnya.Tapi sungguh mengagetkan. Dia menyelesaikan pekerjaan menebang pohon sebesar badan kambing, dan membawanya dalam dua tumpukan ke dapur sekte, sebanyak sepuluh kali.Wajah Dong Ping berubah menjadi sangat terkejut."Ada apa dengan anak ini?" Batin Dong Ping curiga. "Apakah ada yang membantunya?""Siapa yang membantumu?" Tanya Dong Ping bertubi-tubi.Jika ia tahu ada yang membantu Rong Guo, dia akan marah besar. Tapi hati kecilnya berbisik. “Bukankah anak ini tidak memiliki teman. Siapa yang sudi membantunya?” dia bernafas lega. Tuduhan ini tak akan terjadi."Membantu? Membantu apa? Aku tak mengerti," jawab Rong Guo. Wajahnya bingung.Dong Ping mencoba meneliti dan
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa
Setelah titah terakhirnya selesai, suasana di balairung menjadi mencekam. Hawa dingin yang tidak nyata menyelimuti ruangan.Tak seorang pun berani menatap langsung ke arah Kaisar. Mereka tahu betul bahwa perintah ini tidak hanya mengancam mereka, tetapi juga melibatkan darah rakyat yang tak bersalah.Mesin itu bukan sekadar alat, melainkan mesin pembantaian yang haus akan darah. Harus dihasilkan energi Qi yang maksimal, dan darah manusia menjadi syarat utamanya. Ini menjadi kendala besar bagi ketiga ahli spiritual, yang berusaha menciptakan mesin tanpa menggunakan pengorbanan manusia.Namun, dengan titah baru Kaisar, dilema itu lenyap. Darah akan ditumpahkan, apa pun akibatnya.Mereka semua meninggalkan balairung dengan tubuh menggigil. Tak ada yang berani berbicara, meski nurani mereka bergejolak dalam jiwanya.Keesokan harinya, keanehan mulai terjadi. Laporan tentang hilangnya orang-orang meruak, jadi bahan gunjingan dimana-mana.Di satu desa kecil, seluruh penghuninya menghilang ta
Di istana Hei Tian, Kaisar Jue Tian Yu duduk di singgasana megahnya. Kursi besar itu dihiasi ukiran kepala Phoenix yang tampak anggun, seolah mengawasi seluruh ruangan.Di bawah singgasana, tiga ahli ternama berlutut dengan tubuh gemetar, menghadapi amarah Kaisar Jue Tian Yu.“Bagaimana mungkin kalian begitu lama menyelesaikan Mesin Penghimpun Energi Qi? Bukankah sudah ada tiga blueprint, dan tinggal membuat sesuai contoh?” hardiknya dengan suara menggelegar, membuat udara balairung terasa berat.Ketiga pria paruh baya—Guo Yong, sang Alkemis, Li Hua, ahli array, dan Hui Jian, penyuling senjata spiritual—semakin menundukkan kepala mereka, wajah dipenuhi rasa takut. Akhirnya, Guo Yong memberanikan diri untuk bicara, meski suaranya parau dan penuh permohonan.“Ampun, Yang Mulia. Meski ketiga blueprint sudah ada, terlalu banyak penyimpangan dan jebakan di dalamnya. Kami sudah berusaha merakit mesin itu sesuai petunjuk, tetapi bahkan pada percobaan kesepuluh, kami tetap gagal...” ujarnya m
Di dalam dungeon, lantai tiga Hundun Yaosai,Monster kalajengking merah raksasa, sebesar kerbau, berdiri dengan penuh ancaman. Makhluk Dark Beast peringkat Naga Iblis ini mengurung tiga hunter yang berdiri di mulut dungeon berbentuk belantara. Mata mereka bersinar tajam, siap menghabisi.Pemimpin kalajengking merah itu, dengan suara serak yang dalam, mengancam. “Kalian akan mati di sini. Tiga orang, berani-beraninya masuk ke dungeon kami!”Tawa mengerikan mengiringi perkataan itu, suara kekehan dari lebih dari lima ratus kalajengking merah yang mengelilingi mereka.“Ayo kita santap mereka! Mereka masih muda, pasti dagingnya lembut dan manis!” kata salah satu kalajengking dengan suara garau.Suara gaduh seperti babi yang disembelih mengisi udara. Namun, yang mengejutkan, ketiga hunter itu tak tampak gentar. Bahkan, pemimpin mereka yang terlihat muda itu hanya tersenyum mengejek.“Ingin menyantap kami? Apa kamu yakin bisa?” tanyanya, suaranya dingin dan penuh tantangan.“Beraninya kamu!
Pada saat Rong Guo menjejakkan kakinya di pelataran Aula Dewa Arca, seketika suasana menjadi hening. Semua mata tertuju padanya, terdiam sejenak oleh kehadirannya yang menonjol.Beberapa orang langsung melangkah maju, ingin melihat lebih dekat pemuda yang baru saja menaklukkan sepuluh ahli tingkat Pendekar Naga Giok itu.Sementara yang lainnya tetap berdiri di tempat, sorot mata mereka menunjukkan rasa ingin tahu yang mendalam. Keheningan memenuhi ruang, hanya terdengar desiran angin lembut yang menggoyang dedaunan.“Apakah itu benar-benar Hunter Guo yang terkenal?” tanya seorang hunter, matanya tertuju pada Rong Guo dengan rasa penasaran.“Tidak disangka, ia punya kemampuan luar biasa. Seorang diri ia mengalahkan sepuluh ahli Pendekar Naga Giok!” kata yang lain, suaranya penuh kekaguman.“Jika aku bisa berteman dengannya, apakah itu mungkin?” gumam seorang hunter muda, terdengar seperti sedang membayangkan kemungkinan itu.Seribu pertanyaan mengalir dalam pikiran mereka, namun tak s
Keheningan melanda semua orang di aula Dewa Arca. Tak ada satupun hunter dan pembeli barang yang berani berbicara, masih terkejut sekaligus bingung dengan situasi yang terjadi.Namun, tidak demikian halnya dengan Bangsawan Jue Yang Tao.Pemuda bangsawan ini dipenuhi amarah yang membara. Dalam pikirannya, gagal menawar makhluk spiritual peringkat Divine adalah aib, dan sangat memalukan jika sampai diketahui oleh teman-teman selevelnya. “Kurang ajar! Berani melawanku, ha?” desisnya sambil mengertakkan gigi.Di matanya, tindakan Rong Guo yang menawar harga lebih tinggi dari kemampuannya dianggap sebagai penghinaan yang merendahkan statusnya. Sebenarnya, ia malu mengakui bahwa dia tidak memiliki cukup Energi Stone untuk bersaing.Seratus lima puluh ribu Energi Stone itu sudah mencapai batas kekayaan yang ia miliki.Impiannya adalah memiliki makhluk kontrak, setidaknya peringkat Divine, sehingga ia bisa kembali ke istana Hei Tian dengan kepala tegak di hadapan Kaisar.Namun, seorang pemud
Semua mata terbelalak. Wajah para peserta lelang tampak kaku, mata membesar dan mulut terbuka lebar. Napas yang keluar dari mulut mereka membentuk huruf ‘o’, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja mereka saksikan.Keheningan melanda ruangan, hanya suara napas terengah-engah yang terdengar.Lima tarikan napas berlalu, namun tak ada seorang pun yang berbicara. Semua terfokus pada makhluk di depan podium, makhluk spiritual kontrak yang begitu mengejutkan.Hingga akhirnya, seseorang dari kerumunan tidak dapat menahan diri dan bersuara, memecah keheningan yang menekan.“Kenapa bentuknya begitu jelek?” serunya, nada penuh keheranan.Seketika, kerumunan yang tadi terdiam mulai berbicara. Suara sindiran pun bermunculan.“Apakah itu tikus? Mana ada makhluk spiritual peringkat Divine yang bentuknya seperti itu?” tambah seseorang, mengejek.Cemoohan bertambah deras.Dalam sekejap, ekspresi kekaguman yang tadinya mengisi ruangan berubah menjadi tatapan jijik dan suara ejekan yang tak terhin