Beranda / Fantasi / Warisan Artefak Kuno / Peringkat Pendekar Harimau Giok.

Share

Peringkat Pendekar Harimau Giok.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-05 20:21:31

Seluruh pandangan Rong Guo menjadi kabur saat dia membuka matanya.

“Dimana aku? Apa yang terjadi?”

Kejadian ini terasa seperti deja vu. Pingsan, lalu terbangun, begitu berulang kali.

Namun, kali ini Rong Guo terbangun di dalam gua yang gelap. Perbedaan lain adalah hari sudah malam.

Cahaya bulan masuk melalui pintu gua, memberikan pencahayaan yang minim.

“Pemantik api!” bisik Rong Guo. “Aku harus membuat obor!”

Sebagai murid pekerja di luar yang juga bertugas di dapur, Rong Guo selalu membawa pemantik api. Tak lama, dia terlihat meniupnya, dan pemantik itu menyala.

Dengan hati yang bersuka cita, Rong Guo menyulut api pada sebatang kayu yang mengandung damar, semacam getah yang mudah terbakar.

Ketika api telah menerangi gua itu, wajahnya kontan memucat.

“Penatua Payung Iblis? Apa yang terjadi?” Tanpa sadar, dia mundur beberapa langkah ke belakang, tidak sanggup rasanya menyaksikan sosok itu tewas dengan genangan darah di sekitarnya. Bau anyir menusuk ke dalam lubang hidungnya, membuat anak itu hampir muntah.

Rong Guo bergegas keluar gua untuk menghirup udara segar.

Ketika berlari, dia merasakan perih di perutnya. Tapi rasa takut akan sosok jasad Mo Shilin memaksanya untuk terus berlari, sampai dia tiba di depan pintu gua.

Menghirup udara segar dalam-dalam.

Teringat rasa perih di perutnya, Rong Guo membuka tuniknya dan melihat luka penyebab ia merasa sakit dibagian bawah. Saat itu, perutnya dibalut kain, tapi masih ada darah yang menetes di sana.

“Luka? Bagaimana bisa aku terluka di perut?” Wajah Rong Guo menampakkan kepanikan. “Apakah ini perbuatan Penatua Iblis Payung? Apakah dia ingin melakukan sesuatu yang jahat padaku?” batin Rong Guo cemas.

Namun, tak lama kemudian dia menjadi tenang, setelah teringat bahwa Penatua Iblis Payung sudah tewas.

“Apalagi yang harus aku takutkan? Bukankah Penatua Iblis Payung itu sudah mati?” batin Rong Guo memberanikan diri.

Tak lama kemudian, dengan sebuah obor yang dibuat secara darurat, ia kembali masuk ke dalam gua. Ia menatap dengan kasihan sosok Iblis Payung yang tergeletak mati dengan keadaan mengenaskan.

“Biar bagaimanapun dia seorang penatua. Sebaiknya aku menguburkan dia, agar dia mati terhormat.”

Malam itu, di bawah cahaya rembulan yang redup, Rong Guo dengan tertatih-tatih menumpuk batu seadanya untuk membuat makam bagi orang tua itu. Baginya, si orang tua layak dihormati di akhir hidupnya.

Makam selesai, dan batu nisan dibuat dengan sederhana, tulisan tangan menggunakan kapur alam dari tanaman hutan. Pekerjaan ini dilakukan sampai dini hari. Setelahnya, Rong Guo berdiri memberi penghormatan terakhir di makam sederhana itu.

“Beristirahatlah dengan tenang,” ucapnya sambil menusukkan ranting panjang sebagai pengganti dupa untuk penghormatan terakhir.

Merasa lelah karena tidak tidur semalaman, Rong Guo masuk ke dalam gua.

“Bagaimana aku bisa tidur jika di sini masih banyak darah bertebaran?” keluhnya.

Hingga matahari bersinar, sekitar pukul sembilan pagi menurut hitungan periode Chen (perhitungan jam kuno), Rong Guo menyelesaikan menimbun tanah di dalam gua yang penuh dengan darah.

“Saatnya tidur, dan memikirkan bagaimana cara keluar dari lubang celaka ini!”

Saat Rong Guo hendak berbaring di tumpukan jerami kering, tiba-tiba tangannya menyentuh suatu benda.

“Surat yang ditulis dengan darah?” batin Rong Guo terkejut. “Apakah ini tulisan tangan dari penatua Payung Iblis itu?”

Dia bertanya-tanya. Rasa ingin tahu memuncak ketika melihat tulisan tangan dibuat dari darah pada selembar kain yang kumal. Tulisan itu masih segar, belum kering.

Awalnya, ia ingin mengabaikan tulisan tangan itu. Rasa ngantuk dan lelah lebih kuat, mengajaknya menutup mata. Namun, keinginan itu terhenti ketika membaca jelas judul di atas salinan itu.

“Warisan Artefak Payung Iblis!”

Penuh rasa penasaran, Rong Guo membaca satu per satu tulisan dengan judul warisan itu.

Inti dari tulisan tangan itu adalah: Mo Shilin menunjuk Rong Guo sebagai ahli warisnya. Dia memberikan peninggalan berupa satu buah payung, senjata mematikan yang pernah dipakai oleh orang tua itu – melanglang buana di zaman dahulu.

Matahari telah naik tinggi, namun Rong Guo belum juga tidur. Ia masih termangu-mangu, memikirkan warisan yang dikatakan oleh orang tua bernama Mo Shilin itu. Di tangannya ada satu kotak persegi panjang, mirip payung tapi juga bukan payung.

“Jadi ini adalah warisan, dari orang tua yang mengaku dahulu sebagai orang terkenal itu? Bagaimana bisa dia dengan penuh percaya diri memberikan barang rongsokan ini padaku?” batin Rong Guo, kecewa.

Sejurus kemudian, dia melihat satu baris kalimat yang ditulis singkat: "Teknik berkultivasi, mengumpulkan hawa murni!" Mata Rong Guo tertumbuk pada kalimat yang menyebutkan Teknik berkultivasi versi kakek tua, yang menyebut dirinya Payung Iblis.

Kebiasaan di sekte-sekte besar, untuk murid-murid pelataran luar, apalagi murid pekerja seperti Rong Guo, mereka tidak diajari tentang teknik berkultivasi. Kalaupun ada, semuanya harus dibayar dengan poin kontribusi.

Mengapa demikian? Karena sekte-sekte tidak ingin mengalokasikan sumber daya pada seorang anak yang mungkin bukan kategori jenius. Jadi, untuk murid pekerja seperti Rong Guo, dia hanya boleh mempelajari satu keterampilan seni bermain pedang. Sisanya, jika ia ingin membeli teknik berkultivasi, maka dia harus mengikuti misi sekte.

Sayangnya, misi sekte semacam ini hanya diperbolehkan untuk murid-murid pelataran dalam.

Murid pelataran luar harus bekerja dengan memilih pekerjaan seperti tukang sapu, tukang masak, dan lain sebagainya untuk memperoleh poin kontribusi setiap bulan. Di dalam sekte-sekte besar, koin tembaga, koin perak, dan koin emas tidak berharga.

Oleh karena itu, meskipun merasa mengantuk dan malas di dalam hati, Rong Guo membaca salinan teori untuk berkultivasi.

“Aneh. Berkultivasi di dalam catatan ini berbanding terbalik dengan cara berkultivasi yang pernah aku dengar dari murid-murid pelataran dalam!”

Sebagai seorang murid pekerja yang tugasnya di dapur, sekali-sekali Rong Guo bertugas mengantarkan makanan di aula tempat makan murid-murid pelataran dalam. Meskipun suasana ramai, ia seringkali menajamkan kupingnya untuk mendengarkan apa yang dibicarakan. Hal yang paling disukainya adalah tentang perdebatan teori Teknik kultivasi.

Merasa penasaran, maka Rong Guo duduk dalam posisi lotus sesuai instruksi di dalam salinan itu. Lalu bernafas dan mengalirkan energi sesuai yang dijabarkan di sana.

Baru saja satu bakaran dupa, ia jalankan melakukan kultivasi sesuai salinan, Rong Guo merasakan banjir energi yang meluap dari bagian bawah perut tepatnya inti mutiara berada. Wajahnya berubah, perpaduan terkejut dan rasa takut.

“Aku memiliki inti Mutiara? Bagaimana bisa?”

Meneruskan kultivasinya sampai asap hitam tampak mengepul keluar dari ubun-ubunnya. Terdengar bunyi kretek, pertanda tulang-tulangnya mengalami perubahan, dan dia membuka mata dalam rasa terkejut. Hari ini lebih terkejut lagi.

“Bakat tulang Serigala yang buruk, berubah menjadi Tulang Harimau? Hanya dengan sekali berkultivasi?” Rong Guo hampir melompat dalam rasa gembira. Terlebih lagi ketika ia memeriksa di bagian bawah perut di inti Mutiara, nyata benar ada aliran energi yang meluap di bagian internalnya.

“Keahlianku setara Pendekar Harimau Giok? Aku sungguh tidak percaya. Langit berbaik hati dan mendengar tangisanku selama ini.

Seperti apakah tingkat kepandaian seorang Pendekar Harimau Giok? Yang akan datang, penulis akan membahas tentang tingkat-tinngkat kultivasi di dalam novel ini.

Bersambung

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Nanang
harusnya suara voice ceritanya
goodnovel comment avatar
Isabel Hartono
seru,menegangkan jg.lanjut
goodnovel comment avatar
Muhammad Kusman
lanjut thor bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Warisan Artefak Kuno   Kembali Lagi.

    Di Benua Longhai ini, satu-satunya pemimpin dunia adalah Dinasti yang memerintah, Dinasti Xiaoyao.Di Dinasti Xiaoyao, ada enam kerajaan besar yang berkuasa di sana: Kerajaan Jinxiu, Kerajaan Yuechuan, Kerajaan Bicao, Kerajaan Qiongyu, Kerajaan Xingchen, dan Kerajaan Zhenhua.Di seluruh Benua Longhai, semua orang sangat tergila-gila dengan ilmu bela diri dan keterampilan seni pedang. Prinsip yang terkenal di sana adalah: kamu kuat, maka kamu menjadi sorotan dan memperoleh panggung dunia. Menjadi lemah? Tidak akan ada tempat bagi orang yang lemah. Dia hanya akan dibully, ditindas, dan diinjak-injak.Bahkan, kekuatan dari satu sekte atau seorang yang memiliki kemampuan atau keterampilan bela diri hebat, sesungguhnya dia dapat mengendalikan satu kerajaan.Ada beberapa tingkatan untuk para praktisi, hingga mereka mencapai keabadian, seni bela diri tertinggi.Tingkat Pendekar Embun Kristal adalah yang paling mendasar. Menyusul Tingkat Pendekar Harimau Giok, Pendekar Merak Api, Pendekar Ser

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-06
  • Warisan Artefak Kuno   Hukuman Kepala Dapur.

    Anak itu berdiri di tepi jurang - di Hutan Bambu Sekte Wudang.Perasaan haru meliputi dadanya, ketika akhirnya ia melihat lagi pemandangan yang akrab dan dirindukan selama beberapa hari hidup di dasar jurang.“Pemukiman murid pelataran luar dan murid pekerja, hal yang sangat aku rindukan,” batin Rong Guo penuh kegembiraan.Betapa tidak? Dia yang tadinya sudah berpikir akan mati, terkubur selamanya di dasar jurang, saat ini diberi anugerah oleh Langit untuk melihat lagi Sekte Wudang, meski ini bagian yang paling kumuh dari sekte itu.“Koki Dong Ping pasti akan marah padaku jika aku tidak datang bekerja di dapur pada hari ini. Kemungkinan dia akan melaporkanku pada penatua khusus murid yang dianggap murid pekerja, dan aku bisa diusir dari sekte ini.”Memikirkan hal itu, Rong Guo langsung berlari dengan ketakutan, menuju dapur Sekte.Sejak kecil, Rong Guo telah tinggal di Sekte Wudang sebagai murid pekerja. Dia tidak mengenal dunia di luar Sekte Wudang. Baginya, disinilah rumah, tempat d

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-09
  • Warisan Artefak Kuno   Si malang Chen He.

    Di Hutan Pinus di kaki Gunung Wudang. Rng Guo tampak gembira ketika melakukan pekerjaan menebang pohon untuk kayu. Apa yang dahulu sulit, kini ia lakukan dengan mudah.Dia hanya melakukan gerakan menebas menggunakan golok penebang kayu sambil mengalirkan hawa murni dari inti mutiaranya, maka pohon sebesar badan kambing langsung roboh.Gembira dan berseri-seri!"Setelah aku memiliki kultivasi pada tingkat Pendekar Harimau Giok, pekerjaan menebang kayu menjadi lebih mudah!" Saat itu, di tengah hutan Rong Guo tambah sadar akan manfaat yang ia dapat setelah memiliki inti mutiara."Jika begini kondisinya, tak perlu menunggu hingga tengah malam... aku dapat menyelesaikan pekerjaan ini dengan cepat!" Rong Guo langsung membelah batang pohon itu, membaginya dalam dua kelompok besar dan memikul sumber daya bahan bakar itu, mendaki ke Puncak Wudang.+++Cheng Heng adalah murid pelataran yang memiliki Kultivasi pada tingkat Pendekar Embun Kristal level tiga (puncak). Level yang sebentar lagi ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-11
  • Warisan Artefak Kuno   Tapak Angin Puyuh.

    Ketika hari belum gelap. Waktu menurut periode Shi Chen adalah You – mewakili waktu ayam mencari tempat bertengger di sore hariTapi Rong Guo dengan cepat telah menuntaskan tugas yang seharusnya memakan waktu lama, perkiraan untuk anak seusianya yang tidak memilikikemampuan berkultivasi, tengah malam adalah waktu seharusnya.Tapi sungguh mengagetkan. Dia menyelesaikan pekerjaan menebang pohon sebesar badan kambing, dan membawanya dalam dua tumpukan ke dapur sekte, sebanyak sepuluh kali.Wajah Dong Ping berubah menjadi sangat terkejut."Ada apa dengan anak ini?" Batin Dong Ping curiga. "Apakah ada yang membantunya?""Siapa yang membantumu?" Tanya Dong Ping bertubi-tubi.Jika ia tahu ada yang membantu Rong Guo, dia akan marah besar. Tapi hati kecilnya berbisik. “Bukankah anak ini tidak memiliki teman. Siapa yang sudi membantunya?” dia bernafas lega. Tuduhan ini tak akan terjadi."Membantu? Membantu apa? Aku tak mengerti," jawab Rong Guo. Wajahnya bingung.Dong Ping mencoba meneliti dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-13
  • Warisan Artefak Kuno   Huo Shi dan Misinya.

    Sore itu, setelah Rong Guo menyelesaikan tugasnya sebagai murid pekerja di dapur sekte, ia berniat untuk berjalan-jalan di area perdagangan di perkampungan Sekte Wudang.Susunan di Sekte Wudang terdiri dari bangunan utama yang besar sebagai aula dan tempat sembahyang, serta berbagai ruangan rahasia dan kuno yang menjadi daerah terlarang bagi semua murid sekte, kecuali yang diizinkan.Di sekitar bangunan utama terdapat perumahan yang dibangun untuk tempat tinggal murid-murid pelataran dalam, yang dibatasi oleh hutan kecil. Di sana terletak juga tempat hunian bagi murid-murid pelataran luar.Lebih jauh ke kaki gunung, tempat tinggal bagi murid-murid pekerja tersebar.Perbatasan antara area murid pelataran luar dengan murid pekerja adalah sebuah hutan kecil, tempat di mana terdapat area perdagangan. Di sini, murid-murid yang memiliki kelebihan sumber daya atau hasil perburuan menjual barang-barang mereka.Selain bahan-bahan herbal, kadang-kadang murid-murid yang kreatif juga menjual pil-

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • Warisan Artefak Kuno   Rencana Rong Guo.

    Pada malam itu bulan setengah sabit tampak menggantung di langit gelap. Cahayanya yang muram tampak menyusup di sela-sela ranting bambu yang seperti gemetar tertiup angin. Angin malam berbisik lembut membawa aroma segar dedaunan, seolah-olah mengirimkan getaran misterius malam yang sepi di Gunung Wudang.Huo Shin terlihat mengendap-endap, dengan pedang di tangan. Senjata itu ketika terpantul cahaya sabit meski muram, kilatannya sesekali tampak gemerlap.Dia mengenakan kain penutup wajah selembar kain hitam. Melengkapi penampilannya, Huo Shin mengenakan busana serba hitam yang ringkas dan ketat , guna mempermudah Gerakan, dan tidak menimbulkan suara ketika angin berdesir di sela lengan baju.Dengan cepat sosoknya sudah berada di depan pintu gubuk Rong Guo.Pedang itu terangkat, siap untuk membunuh Rong Guo seperti penjahat professional.Seperti diketahui, gubuk Ron Guo terpisah dari rekan-rekan murid pekerja. Hal ini membuat Huo shin leluasa untuk menghabisi anak itu.Berdiri didepan p

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-17
  • Warisan Artefak Kuno   Pedang Peringkat Xingying.

    Di tengah keramaian pasar Tanshan, Rong Guo berdiri terpaku – terlihat kebingungan.Ada seratus kios penjual senjata yang berjejer rapi. Masing-masing kios memiliki kelebihan, dan semuanya menawarkan barang-barang yang memikat hati semua ahli Hunter, juga Kultivator.“Entah yang mana diantara semua ini, akan memberiku pinjaman?” keraguan menggelayut di hati Rong Guo ketika melihat ada banyak pilihan kios disana.Ketika itu Matahari pagi memantulkan sinar emas diatas jejeran pedang, juga pada botol-botol pil yang beraneka ragam di tiap-tiap kios. Ini makin menambah keinginan Rong Guo untuk memiliki salah satu senjata yang dipajang. Selama ini dia hanya menggunakan pedang pinjaman, dari aula pelatihan, yang selalu dicatat. Senjataini wajib dikembalikan ketika hari sudah sore. Itupun karena ketersediaan senjata latih terbatas jumlahnya, dia harus berebutan dengan murid-murid pekerja.Jadi praktis, Rong Guo lebih sering menggunakan Pedang dari Kayu Persik.Suara riuh orang-orang saling me

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-18
  • Warisan Artefak Kuno   Empat Preman & Tapak Angin Puyuh.

    Di Jianghu – atau di Rimba Persilatan, ada delapan peringkat senjata. Kita mulai dari peringkat terendah: Peringkat Xingying atau Bayangan Bintang Peringkat Jīnlóng atau Naga Emas Peringkat Fēngrèn atau Penghunus Angin Peringkat Huobo atau Riak Api Peringkat Shen hexie atau Harmoni Dewa Peringkat Taiyáng guang atau Cahaya Matahari Peringkat Yuèyǐng atau Bayangan Bulan Peringkat Tiānlì atau Kekuatan Langit --- Pedang yang dibeli secara kredit oleh Rong Guo, adalah senjata dari Tingkat paling rendah – Senjata Kelas Xingying. Namun mengapa empat preman pasar ingin memiliki pedang kelas Xingying di tangan Rong Guo? Padahal itu hanya pedang dari Tingkat paling rendah. Jawabannya adalah, karena penempa pedang itu adalah Hou Gang- Blacksmith yang namanya sudah sangat harum, dan dikenal hampir diseluruh dataran tinggi Gunung Wudang hingga ke Gunung Zhonglu. Karena Ketenaran Hou Gang, hampir semua ahli dari Sekte Zhonglu di Gunung Zhonglu, selalu membeli senjata yang dibuat khusus o

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-19

Bab terbaru

  • Warisan Artefak Kuno   EPILOG.

    Tiga bulan telah berlalu sejak peristiwa besar yang mengguncang dunia persilatan. Di Puncak Wudang, keramaian tak biasa memenuhi setiap sudut.“Pemimpin Sekte Wudang akan menikah!” teriak seseorang di kerumunan dengan semangat.“Mari kita saksikan! Ini peristiwa yang jarang terjadi!” sahut yang lain, ikut terbawa antusias.“Pemimpin Rong akan menikahi Penatua Xiao, sahabat semasa kecilnya!”Kabar ini telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, membuat semua orang berbondong-bondong datang, meskipun tanpa undangan.Setelah kemenangan besar melawan Kekaisaran Matahari Emas, reputasi Sekte Wudang berada di puncaknya. Dipimpin oleh Rong Guo, seorang Abadi, Sekte ini kini menjadi pusat dunia persilatan.Pagi itu, Puncak Wudang terasa hidup. Murid-murid sibuk mempersiapkan segala sesuatu dengan teliti, sementara tokoh-tokoh dari dunia persilatan turut hadir untuk menyaksikan momen bersejarah ini. Para pemimpin sekte aliran putih, datuk sekte sesat, dan praktisi independen berkumpul, meningga

  • Warisan Artefak Kuno   Sosok Dibalik Topeng.

    Peristiwa pertarungan itu menyisakan kepedihan yang mendalam. Bau darah masih memenuhi udara, bercampur dengan aroma tanah basah yang terhantam ledakan energi.Langit di atas Puncak Gunung Wudang kini mulai cerah, namun suasana di bawahnya tetap mencekam.Sosok Khaganate dari Benua Podura terbaring diam di atas tanah yang hancur.Armornya yang hitam pekat kini penuh retakan, memancarkan kilau redup seperti batu obsidian yang kehilangan cahayanya.Tubuhnya yang sebelumnya memancarkan aura menakutkan kini terlihat rapuh, seperti sisa abu dari api besar yang telah padam.Dalam sekejap mata, Rong Guo melesat, gerakannya begitu cepat hingga hanya meninggalkan bayangan samar di udara.Ketika orang-orang mengedipkan mata, ia sudah berdiri di sisi jasad Khagan, seperti bayangan yang muncul dari kehampaan.Semua ahli di puncak Wudang segera berkerumun, namun tidak ada yang berani terlalu dekat.Mereka berhenti beberapa langkah di belakang Rong Guo, mata mereka penuh dengan rasa ingin tahu berc

  • Warisan Artefak Kuno   Pertempuran Final – Part II.

    Getaran ledakan meruntuhkan tebing-tebing di kejauhan, sementara retakan-retakan dalam menjalar liar di tanah, melahap apa saja yang dilewatinya.“Langit akan runtuh! Kita semua akan mati!” teriak seorang pria tua, tubuhnya gemetar ketakutan.“Lari! Jangan lihat ke atas!” jerit seorang ibu sambil menarik anaknya yang menangis, wajahnya penuh kecemasan.Penduduk berlarian kacau, beberapa terjatuh akibat guncangan, sementara yang lain terus mencari tempat berlindung.Percikan energi dari ledakan di langit jatuh seperti hujan meteor, membakar apa saja yang disentuhnya.Di langit, tubuh kedua Abadi itu terlempar jauh ke belakang akibat dampak besar serangan mereka. Rong Guo tersungkur ke tanah, tubuhnya memar dan dipenuhi luka.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya, tubuhnya bergetar karena energi yang hampir habis.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya. Tubuhnya tampak melemah, tetapi auranya tetap menguasai langit. Ia melayang dengan stabil di u

  • Warisan Artefak Kuno   Pertempuran Final – Part I.

    Langit tampak seperti tercabik-cabik, retakannya menjalar seperti guratan api yang membakar langit malam.Setiap lapisan atmosfer bergetar hebat, seolah tak mampu lagi menahan kekuatan dahsyat dari dua ahli peringkat Abadi yang bertarung di cakrawala.Matahari memerah, cahayanya memudar seperti nyala lilin yang hampir padam.Dunia seolah berubah menjadi tua.Udara dipenuhi energi gelap dan terang yang saling bertabrakan, menciptakan ledakan menggema yang membuat tanah retak dan sungai meluap.Dua sosok raksasa, perwujudan energi mereka, melesat berpindah-pindah. Ke Utara, Selatan, Barat, dan Timur, setiap langkah mereka mengguncang bumi dan menghancurkan gunung.Bayangan mereka memanjang di atas tanah, menebar teror yang membuat semua makhluk di bawah langit merasa kecil dan tak berdaya.Di seluruh penjuru Benua Longhai, penduduk keluar dari rumah mereka.Wajah-wajah pucat pasi mendongak ke langit, menatap pemandangan apokaliptik yang terjadi di atas mereka.Napas mereka tertahan, dad

  • Warisan Artefak Kuno   Awal Kejadian.

    Secara alami, pertarungan antara dua Abadi di cakrawala adalah sesuatu yang sangat luar biasa.Pertarungan yang terjadi antara Rong Guo dan Khagan dari Benua Podura mengguncang cakrawala. Kedua sosok abadi itu bertarung dengan kekuatan luar biasa, memecah langit dan menggoncangkan bumi di sekitar mereka.Kedatangan Rong Guo yang terlambat membuatnya terkejut, melihat apa yang terjadi di puncak Gunung Wudang.“Terlambat! Kita terlambat,” tangis Biarawati Fear tak tertahankan.Ia merunduk di tanah puncak gunung, sambil menangisi satu demi satu jenazah murid-murid dari Sekte Gurun Gobi yang tergeletak kaku.Sementara Rong Guo hanya diam.Meski emosinya bergejolak, namun dengan tingkat kultivasi yang telah mencapai puncak dunia, yaitu Yongheng—atau abadi—dia tidak mudah hanyut dalam perasaan sedih yang mendalam.Sambil memindai dengan energi spiritualnya yang tajam, Rong Guo menemukan jejak aura ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas yang menyebar di Puncak Terlarang.Sedetik sorot mata

  • Warisan Artefak Kuno   Keajaiban di Cakrawala.

    "Apa yang terjadi?" suara seseorang bergetar memecah keheningan."Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menghabisi semua tentara Matahari Emas?"Tidak ada yang mampu menjawab. Keheningan kembali menyelimuti, berat dan penuh tanda tanya.Zhang Long Yin memandang pemandangan itu dengan dahi berkerut tajam. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, tapi pikirannya dipenuhi kebingungan. Siapa yang memiliki kekuatan sebesar ini, yang mampu menyingkirkan ribuan tentara dalam sekejap?Xiao Ning menggigit bibir, emosinya bercampur aduk.Keajaiban ini mungkin telah menyelamatkan mereka, tetapi muncul pertanyaan besar: keajaiban macam apa yang terjadi di Puncak Terlarang malam tadi?>>> Di langit...Dua sosok bertarung dalam bentuk yang melampaui nalar manusia.Pemuda berbaju putih longgar berdiri di udara dengan ketenangan yang menusuk, seperti puncak gunung es yang tersembunyi.Senjata di tangannya adalah sebuah payung istimewa yang memancarkan aura magis. Angin berputar di sekelilingny

  • Warisan Artefak Kuno   Fenomena Aneh.

    Malam yang panjang berlalu dengan cepat.Di dalam array Puncak Terlarang, semua orang terdiam, menutup mata, berusaha mengabaikan hiruk pikuk di luar. Ada yang tenggelam dalam meditasi, ada pula yang sibuk mencoba menyembuhkan luka dengan sisa obat seadanya.Kesibukan itu membuat tak seorang pun memperhatikan keanehan yang muncul di luar.Di langit yang kelam, sebuah kilat tiba-tiba menyala, hanya sekejap. Namun, efeknya sungguh menggetarkan.Saat kilat itu lenyap, ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas tergeletak, saling bertumpuk di atas tanah Puncak Terlarang.Tubuh-tubuh mereka tidak bergerak tak bernyawa, nyaris menyatu dengan ribuan jasad yang sudah lebih dulu menjadi korban perang.Tak lama kemudian, matahari mulai bersinar lembut.Cahayanya menyelinap melalui celah array, menyentuh permukaan tanah yang dingin dengan kehangatan samar.Zhang Long Yin, pemimpin Sekte Wudang, membuka mata perlahan setelah semalaman bermeditasi untuk memulihkan energi Qi-nya.Di dekatnya, Xiao Nin

  • Warisan Artefak Kuno   Puncak terlarang - Kedua.

    Jauh sebelum perang ini pecah, dalam sebuah diskusi, Zhang Long Yin pernah mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki tempat persembunyian, jika keadaan mendesak.“Aku akan bersiul sebagai kode, dan semua orang harus segera bergegas menuju Puncak Terlarang Sekte Wudang. Di sana, kita akan aman!” ujarnya dengan tegas, suaranya penuh keyakinan.Namun, siapa yang bisa membayangkan bahwa saat ini, kata-katanya akan menjadi kenyataan yang mengerikan?“Array dan formasi sihir di Puncak Terlarang sangat kuat. Tidak ada yang bisa menembusnya jika kita berlindung di sana!” jelas Zhang Long Yin lebih lanjut, seperti mengingatkan dirinya sendiri bahwa satu-satunya harapan adalah puncak terlarang itu.Para pemimpin sekte, bersama datuk-datuk dunia persilatan, bahkan telah melakukan simulasi tentang cara evakuasi ke Puncak Terlarang jika keadaan semakin genting.Namun, mereka tidak menyangka bahwa hari itu akan datang dengan begitu cepat.“Tapi semoga ini tak terjadi. Kita akan berperang mati-matia

  • Warisan Artefak Kuno   Puncak terlarang - Pertama.

    Di belakang Sekte Wudang, terdapat satu puncak yang belum pernah tersentuh oleh siapapun. Puncak itu dikenal sebagai "Puncak Terlarang", dan hanya pemimpin sekte yang diperbolehkan menginjakkan kaki di sana.Desas-desus beredar bahwa di puncak daerah terlarang tersebut terdapat sebuah jurang yang sangat dalam, yang disebut-sebut sebagai neraka dunia.Jurang itu mendapat juluka "Neraka Dunia" karena di sanalah para praktisi Sekte Wudang yang sesat dan melanggar aturan golongan putih dibuang.Tempat itu menyimpan penderitaan yang tak terbayangkan, dan tak seorang pun yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.Pagi mulai menjelang, cahaya matahari menyemburat lembut di ufuk timur, namun pertempuran yang berkecamuk tak juga mereda.Di atas Puncak Sekte Wudang, bukanlah pemandangan yang biasanya terlihat—sekarang lebih tepat disebut puncak pemakaman daripada puncak sekte dari dunia persilatan aliran putih. Lantaran darah yang berceceran, dan tubuh yang berserakan, udara terasa begit

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status