Suara terkekeh memenuhi seisi gua, bergema dan menimbulkan rasa takut. Bau busuk keluar dari mulut sosok itu ketika ia mendekatkan kepala ke arah Rong Guo, hanya berjarak setengah meter dari wajahnya.
“Apa kamu tuli? Tidak mendengar kata-kataku?” suaranya bergema lagi, terdengar seperti suara kuno yang datang dari dunia yang lain.
Rong Guo tentu saja menggigil ketakutan.
Wajah yang buruk. Rambutnya panjang dan kusut. Dan yang paling mengerikan adalah mata kosong itu, seolah-olah bergerak dan mengamatinya dengan jelas. Rong Guo seperti tengah diinterogasi. Pikirannya cepat bergerak. “Biar bagaimanapun aku harus tetap hidup! Jawaban yang paling aman adalah yang akan ku pakai.”
Tanpa sadar, masih dengan suara gemetar Rong Guo menjawab, “Namaku Rong Guo. Murid pelataran luar, bahkan kalau bisa aku dianggap murid pekerja belaka…”
Rong Guo bisa merasakan cengkeraman tangan sosok itu mengendur. “Dia melembut saat tahu aku bukan murid inti.”
“Apakah Sekte Wu Dang masih dipimpin oleh Zhang Shi Dao?” tanya sosok tua mengerikan itu, nada suaranya dingin saat menyebut nama Zhang Shi Dao.
“T-tidak, tuan. Leluhur Zhang Shi Dao telah lama mati. Sekte Wudang saat ini dipimpin oleh Pemimpin Sekte Zhang Long Jin!”
Seketika cengkeraman di leher Rong Guo dilepaskan ketika sosok itu tahu bahwa Zhang Shi Dao telah tewas.
Rong Gu terjatuh ke lantai gua yang keras dan kasar. Dia memegang lehernya yang pasti telah biru lebam saat ini.
Hening sejenak. Rong Guo sedang berpikir keras bagaimana melarikan diri dari gua itu, sementara sosok mengerikan itu tampak diam, mirip orang termangu-mangu. Sesekali terdengar lirih bisikan orang tua itu. Ia seperti terdengar menyesal.
Rong Guo baru saja menggeser kakinya dua langkah mendekati mulut gua, tiba-tiba suara tua itu berbicara tanpa menoleh. Nadanya dingin tanpa ekspresi.
“Bocah! Sekarang ceritakan padaku. Bagaimana bisa Inti Mutiara, sesuatu yang penting bagi seorang praktisi memulai debutnya di dalam dunia cultivator… itu tidak kamu miliki?” tanya sosok misterius itu.
Pada saat berbicara, dia memalingkan wajahnya pada Rong Guo. Sontak lutut Rong Guo lemas, tidak dapat bergerak. Anak itu terkulai tak berdaya, seolah-olah ada kekuatan tidak kasat mata yang membuatnya menjadi lemah.
“Celaka! Kakek tua ini seorang monster! Jangan-jangan dia adalah salah satu dari datuk-datuk dunia persilatan, yang konon menyembunyikan diri, dan tidak ingin di kenali di dunia luar. Bagaimana bisa hanya dalam sekali tatapan mata kosong aku langsung terkulai tidak berdaya?” Rong Guo mengeluh saat ia terduduk seperti bersimpuh di kaki sosok orang tua itu.
Setelah mengumpulkan keberaniannya, Rong Guo menjelaskan.
“Tuan… Setahu saya. Aku sadar keberadaanku di dunia ini, Aku sudah tidak memiliki inti mutiara seperti yang dimiliki oleh orang lain. Itu sebabnya walaupun berlatih susah payah dan ingin menjadi murid di sekte Wudang, posisiku tidak lebih dari seorang murid pekerja. Mungkin sebentar lagi aku akan diusir dari sekte itu, Karena tidak memiliki bakat!”
Saat berbicara, tiba-tiba air mata menggenang di mata anak kecil itu. Dia menangis bukan karena sedih. Kesal mengapa nasibnya begitu buruk. Memiliki bakat seperti anak-anak lain yang menjadi murid pelataran luar sesungguhnya, bahkan murid pelataran dalam.
Dia disebut sebagai murid pelataran luar, tapi kenyataannya diperlakukan seolah-olah dia hanya murid pekerja biasa.
Perlu diketahui.
Pada masa ketika kisah ini berlangsung, untuk menjadi seorang yang disebut sebagai cultivator atau pendekar, hal yang paling dasar adalah memiliki inti mutiara serta memiliki tulang yang baik.
Inti mutiara diperlukan untuk mengumpulkan energi dari aliran udara yang bergerak di muka bumi, menghimpunnya ke dalam inti mutiara lalu mengubahnya menjadi energi atau kekuatan.
Sebaliknya, bakat tulang ada lima jenis di dunia ini: Tulang Serigala, Tulang Harimau, Tulang Beruang, Tulang Qilin, dan Tulang Naga Dewa.
Rong Guo ini bisa dikatakan memiliki bakat terburuk dari yang paling buruk. Sudahlah tulang yang ia miliki hanya tulang serigala, kenyataan pahit lainnya adalah dia tidak memiliki inti mutiara. Katakan bagaimana dia tidak bisa menjadi sedih? Ilmu dan teknik yang ia pelajari itu hanya terlihat indah ketika dieksekusi. Namun, sesungguhnya hal itu sama sekali tidak memiliki isi.
Berkat kerajinannya selalu berlatih satu macam teknik berulang kali, dia bisa dikatakan sangat mahir. Namun, begitu pertempuran berlangsung lebih dari sepuluh jurus, kekosongan dari semua teknik pedang yang ia lancarkan yang tampak indah dan mengerikan itu sebenarnya tidak memiliki isi sama sekali. Tidak ada kekuatan di dalamnya karena tidak ada energi hawa murni, juga tulang bawaan dirinya yang rapuh – tulang serigala.
Mendengar anak kecil di depannya tiba-tiba terisak dalam nada sedih, sosok orang tua itu mendengus dingin. Katanya dengan nada rendah terdengar di telinga Rong Guo.
“Tulang serigala bermutu buruk yang kamu miliki itu dapat diperbaiki dengan berlatih dan berkultivasi menggunakan teknik-teknik terbaik dari dunia persilatan. Tapi bagaimana bisa tidak memiliki inti mutiara? Kamu ibarat sebuah buah, tapi isi di dalamnya kosong!”
Ejekan dari si orang tua, hati Rong Guo terasa semakin pedih.
Sudah terlalu lama dia merenungi dan menyesali mengapa dirinya begitu malang. Menerima kutukan bertubi-tubi dan tidak memberinya kesempatan untuk menjadi seorang kultivator. Langit sungguh tidak adil!
Melihat anak kecil yang berubah menjadi sedih, pria tua itu mendengus dingin. Katanya tanpa belas kasihan sedikitpun.
“Bocah! Untuk apa kamu menangis? Takdir surgawi tidak bisa kamu ubah. Mengadakan inti mutiara di dantianmu, itu adalah hal yang tidak mungkin.”
Hati Rong Guo semakin sedih. Kata-kata orang tua itu seolah-olah menampar wajahnya. Dia menjadi pendiam dan tidak lagi menangis, tetapi hatinya tetap sedih.
Kesunyian melanda isi gua itu. Orang yang tidak saling mengenal diam tidak lagi berbicara.
“Sesungguhnya masih ada satu jalan, kesempatan terakhir yang bisa kamu miliki. Namun, jalan ini sangat sengsara… Aku bertanya-tanya, apakah anak sekecil dirimu mau menderita demi inti mutiara?”
Kata-kata sosok asing yang mengerikan itu terdengar di telinga Rong Guo seperti bunyi halilintar. Jantungnya berdegup kencang. Ini artinya dia masih memiliki harapan untuk menjadi cultivator atau pendekar.
Dengan mengesampingkan rasa takutnya, Rong Guo bergegas mendekati orang tua itu. Tiba-tiba saja semua rasa lemas di tubuhnya hilang seketika. Tanpa disadari, dia telah berada dekat dan bersimpuh di kaki sosok itu.
“Penatua… Katakan bagaimana caranya, agar aku bisa mendapatkan inti Mutiara?”
Bersambung
Melihat sikap anak kecil yang awalnya takut serta enggan berbicara, namun ketika dia menyebutkan tentang peluang bagi Rong Guo untuk mendapatkan kekuatan dengan memanipulasi Mutiara Energinya, wajah orang tua itu tampak berubah.Jika sebelumnya dia terlihat mengerikan dan kejam, kali ini dia tertawa terbahak-bahak."Hahaha!"Suaranya bergema, membuat seisi gua seakan-akan bisa runtuh.Rong Guo tentu saja menjadi takut, ia melangkah mundur dan menjaga jarak."Penatua.. tolong jangan Anda tertawa. Gua ini bisa runtuh, dan kita berdua akan mati," kata Rong Guo panik.Setelah beberapa saat puas tertawa, dan menakut-nakuti Rong Guo, orang tua buruk rupa itu berkata. Nada suaranya terdengar mengejek."Anak kecil. Kamu masih kanak-kanak tapi sudah sedemikian licik seperti rubah. Awalnya tampak takut, tapi begitu mendengar bahwa ada jalan keluar untuk memulihkan kemampuanmu berkultivasi dengan mengadakan Mutiara energi baru, kamu tiba-tiba menjadi baik padaku. Bahkan memanggilku dengan sebuta
Seluruh pandangan Rong Guo menjadi kabur saat dia membuka matanya.“Dimana aku? Apa yang terjadi?”Kejadian ini terasa seperti deja vu. Pingsan, lalu terbangun, begitu berulang kali.Namun, kali ini Rong Guo terbangun di dalam gua yang gelap. Perbedaan lain adalah hari sudah malam.Cahaya bulan masuk melalui pintu gua, memberikan pencahayaan yang minim.“Pemantik api!” bisik Rong Guo. “Aku harus membuat obor!”Sebagai murid pekerja di luar yang juga bertugas di dapur, Rong Guo selalu membawa pemantik api. Tak lama, dia terlihat meniupnya, dan pemantik itu menyala.Dengan hati yang bersuka cita, Rong Guo menyulut api pada sebatang kayu yang mengandung damar, semacam getah yang mudah terbakar.Ketika api telah menerangi gua itu, wajahnya kontan memucat.“Penatua Payung Iblis? Apa yang terjadi?” Tanpa sadar, dia mundur beberapa langkah ke belakang, tidak sanggup rasanya menyaksikan sosok itu tewas dengan genangan darah di sekitarnya. Bau anyir menusuk ke dalam lubang hidungnya, membuat a
Di Benua Longhai ini, satu-satunya pemimpin dunia adalah Dinasti yang memerintah, Dinasti Xiaoyao.Di Dinasti Xiaoyao, ada enam kerajaan besar yang berkuasa di sana: Kerajaan Jinxiu, Kerajaan Yuechuan, Kerajaan Bicao, Kerajaan Qiongyu, Kerajaan Xingchen, dan Kerajaan Zhenhua.Di seluruh Benua Longhai, semua orang sangat tergila-gila dengan ilmu bela diri dan keterampilan seni pedang. Prinsip yang terkenal di sana adalah: kamu kuat, maka kamu menjadi sorotan dan memperoleh panggung dunia. Menjadi lemah? Tidak akan ada tempat bagi orang yang lemah. Dia hanya akan dibully, ditindas, dan diinjak-injak.Bahkan, kekuatan dari satu sekte atau seorang yang memiliki kemampuan atau keterampilan bela diri hebat, sesungguhnya dia dapat mengendalikan satu kerajaan.Ada beberapa tingkatan untuk para praktisi, hingga mereka mencapai keabadian, seni bela diri tertinggi.Tingkat Pendekar Embun Kristal adalah yang paling mendasar. Menyusul Tingkat Pendekar Harimau Giok, Pendekar Merak Api, Pendekar Ser
Anak itu berdiri di tepi jurang - di Hutan Bambu Sekte Wudang.Perasaan haru meliputi dadanya, ketika akhirnya ia melihat lagi pemandangan yang akrab dan dirindukan selama beberapa hari hidup di dasar jurang.“Pemukiman murid pelataran luar dan murid pekerja, hal yang sangat aku rindukan,” batin Rong Guo penuh kegembiraan.Betapa tidak? Dia yang tadinya sudah berpikir akan mati, terkubur selamanya di dasar jurang, saat ini diberi anugerah oleh Langit untuk melihat lagi Sekte Wudang, meski ini bagian yang paling kumuh dari sekte itu.“Koki Dong Ping pasti akan marah padaku jika aku tidak datang bekerja di dapur pada hari ini. Kemungkinan dia akan melaporkanku pada penatua khusus murid yang dianggap murid pekerja, dan aku bisa diusir dari sekte ini.”Memikirkan hal itu, Rong Guo langsung berlari dengan ketakutan, menuju dapur Sekte.Sejak kecil, Rong Guo telah tinggal di Sekte Wudang sebagai murid pekerja. Dia tidak mengenal dunia di luar Sekte Wudang. Baginya, disinilah rumah, tempat d
Di Hutan Pinus di kaki Gunung Wudang. Rng Guo tampak gembira ketika melakukan pekerjaan menebang pohon untuk kayu. Apa yang dahulu sulit, kini ia lakukan dengan mudah.Dia hanya melakukan gerakan menebas menggunakan golok penebang kayu sambil mengalirkan hawa murni dari inti mutiaranya, maka pohon sebesar badan kambing langsung roboh.Gembira dan berseri-seri!"Setelah aku memiliki kultivasi pada tingkat Pendekar Harimau Giok, pekerjaan menebang kayu menjadi lebih mudah!" Saat itu, di tengah hutan Rong Guo tambah sadar akan manfaat yang ia dapat setelah memiliki inti mutiara."Jika begini kondisinya, tak perlu menunggu hingga tengah malam... aku dapat menyelesaikan pekerjaan ini dengan cepat!" Rong Guo langsung membelah batang pohon itu, membaginya dalam dua kelompok besar dan memikul sumber daya bahan bakar itu, mendaki ke Puncak Wudang.+++Cheng Heng adalah murid pelataran yang memiliki Kultivasi pada tingkat Pendekar Embun Kristal level tiga (puncak). Level yang sebentar lagi ak
Ketika hari belum gelap. Waktu menurut periode Shi Chen adalah You – mewakili waktu ayam mencari tempat bertengger di sore hariTapi Rong Guo dengan cepat telah menuntaskan tugas yang seharusnya memakan waktu lama, perkiraan untuk anak seusianya yang tidak memilikikemampuan berkultivasi, tengah malam adalah waktu seharusnya.Tapi sungguh mengagetkan. Dia menyelesaikan pekerjaan menebang pohon sebesar badan kambing, dan membawanya dalam dua tumpukan ke dapur sekte, sebanyak sepuluh kali.Wajah Dong Ping berubah menjadi sangat terkejut."Ada apa dengan anak ini?" Batin Dong Ping curiga. "Apakah ada yang membantunya?""Siapa yang membantumu?" Tanya Dong Ping bertubi-tubi.Jika ia tahu ada yang membantu Rong Guo, dia akan marah besar. Tapi hati kecilnya berbisik. “Bukankah anak ini tidak memiliki teman. Siapa yang sudi membantunya?” dia bernafas lega. Tuduhan ini tak akan terjadi."Membantu? Membantu apa? Aku tak mengerti," jawab Rong Guo. Wajahnya bingung.Dong Ping mencoba meneliti dan
Sore itu, setelah Rong Guo menyelesaikan tugasnya sebagai murid pekerja di dapur sekte, ia berniat untuk berjalan-jalan di area perdagangan di perkampungan Sekte Wudang.Susunan di Sekte Wudang terdiri dari bangunan utama yang besar sebagai aula dan tempat sembahyang, serta berbagai ruangan rahasia dan kuno yang menjadi daerah terlarang bagi semua murid sekte, kecuali yang diizinkan.Di sekitar bangunan utama terdapat perumahan yang dibangun untuk tempat tinggal murid-murid pelataran dalam, yang dibatasi oleh hutan kecil. Di sana terletak juga tempat hunian bagi murid-murid pelataran luar.Lebih jauh ke kaki gunung, tempat tinggal bagi murid-murid pekerja tersebar.Perbatasan antara area murid pelataran luar dengan murid pekerja adalah sebuah hutan kecil, tempat di mana terdapat area perdagangan. Di sini, murid-murid yang memiliki kelebihan sumber daya atau hasil perburuan menjual barang-barang mereka.Selain bahan-bahan herbal, kadang-kadang murid-murid yang kreatif juga menjual pil-
Pada malam itu bulan setengah sabit tampak menggantung di langit gelap. Cahayanya yang muram tampak menyusup di sela-sela ranting bambu yang seperti gemetar tertiup angin. Angin malam berbisik lembut membawa aroma segar dedaunan, seolah-olah mengirimkan getaran misterius malam yang sepi di Gunung Wudang.Huo Shin terlihat mengendap-endap, dengan pedang di tangan. Senjata itu ketika terpantul cahaya sabit meski muram, kilatannya sesekali tampak gemerlap.Dia mengenakan kain penutup wajah selembar kain hitam. Melengkapi penampilannya, Huo Shin mengenakan busana serba hitam yang ringkas dan ketat , guna mempermudah Gerakan, dan tidak menimbulkan suara ketika angin berdesir di sela lengan baju.Dengan cepat sosoknya sudah berada di depan pintu gubuk Rong Guo.Pedang itu terangkat, siap untuk membunuh Rong Guo seperti penjahat professional.Seperti diketahui, gubuk Ron Guo terpisah dari rekan-rekan murid pekerja. Hal ini membuat Huo shin leluasa untuk menghabisi anak itu.Berdiri didepan p
Secara alami, pertarungan antara dua Abadi di cakrawala adalah sesuatu yang sangat luar biasa.Pertarungan yang terjadi antara Rong Guo dan Khagan dari Benua Podura mengguncang cakrawala. Kedua sosok abadi itu bertarung dengan kekuatan luar biasa, memecah langit dan menggoncangkan bumi di sekitar mereka.Kedatangan Rong Guo yang terlambat membuatnya terkejut, melihat apa yang terjadi di puncak Gunung Wudang.“Terlambat! Kita terlambat,” tangis Biarawati Fear tak tertahankan.Ia merunduk di tanah puncak gunung, sambil menangisi satu demi satu jenazah murid-murid dari Sekte Gurun Gobi yang tergeletak kaku.Sementara Rong Guo hanya diam.Meski emosinya bergejolak, namun dengan tingkat kultivasi yang telah mencapai puncak dunia, yaitu Yongheng—atau abadi—dia tidak mudah hanyut dalam perasaan sedih yang mendalam.Sambil memindai dengan energi spiritualnya yang tajam, Rong Guo menemukan jejak aura ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas yang menyebar di Puncak Terlarang.Sedetik sorot mata
"Apa yang terjadi?" suara seseorang bergetar memecah keheningan."Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menghabisi semua tentara Matahari Emas?"Tidak ada yang mampu menjawab. Keheningan kembali menyelimuti, berat dan penuh tanda tanya.Zhang Long Yin memandang pemandangan itu dengan dahi berkerut tajam. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, tapi pikirannya dipenuhi kebingungan. Siapa yang memiliki kekuatan sebesar ini, yang mampu menyingkirkan ribuan tentara dalam sekejap?Xiao Ning menggigit bibir, emosinya bercampur aduk.Keajaiban ini mungkin telah menyelamatkan mereka, tetapi muncul pertanyaan besar: keajaiban macam apa yang terjadi di Puncak Terlarang malam tadi?>>> Di langit...Dua sosok bertarung dalam bentuk yang melampaui nalar manusia.Pemuda berbaju putih longgar berdiri di udara dengan ketenangan yang menusuk, seperti puncak gunung es yang tersembunyi.Senjata di tangannya adalah sebuah payung istimewa yang memancarkan aura magis. Angin berputar di sekelilingny
Malam yang panjang berlalu dengan cepat.Di dalam array Puncak Terlarang, semua orang terdiam, menutup mata, berusaha mengabaikan hiruk pikuk di luar. Ada yang tenggelam dalam meditasi, ada pula yang sibuk mencoba menyembuhkan luka dengan sisa obat seadanya.Kesibukan itu membuat tak seorang pun memperhatikan keanehan yang muncul di luar.Di langit yang kelam, sebuah kilat tiba-tiba menyala, hanya sekejap. Namun, efeknya sungguh menggetarkan.Saat kilat itu lenyap, ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas tergeletak, saling bertumpuk di atas tanah Puncak Terlarang.Tubuh-tubuh mereka tidak bergerak tak bernyawa, nyaris menyatu dengan ribuan jasad yang sudah lebih dulu menjadi korban perang.Tak lama kemudian, matahari mulai bersinar lembut.Cahayanya menyelinap melalui celah array, menyentuh permukaan tanah yang dingin dengan kehangatan samar.Zhang Long Yin, pemimpin Sekte Wudang, membuka mata perlahan setelah semalaman bermeditasi untuk memulihkan energi Qi-nya.Di dekatnya, Xiao Nin
Jauh sebelum perang ini pecah, dalam sebuah diskusi, Zhang Long Yin pernah mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki tempat persembunyian, jika keadaan mendesak.“Aku akan bersiul sebagai kode, dan semua orang harus segera bergegas menuju Puncak Terlarang Sekte Wudang. Di sana, kita akan aman!” ujarnya dengan tegas, suaranya penuh keyakinan.Namun, siapa yang bisa membayangkan bahwa saat ini, kata-katanya akan menjadi kenyataan yang mengerikan?“Array dan formasi sihir di Puncak Terlarang sangat kuat. Tidak ada yang bisa menembusnya jika kita berlindung di sana!” jelas Zhang Long Yin lebih lanjut, seperti mengingatkan dirinya sendiri bahwa satu-satunya harapan adalah puncak terlarang itu.Para pemimpin sekte, bersama datuk-datuk dunia persilatan, bahkan telah melakukan simulasi tentang cara evakuasi ke Puncak Terlarang jika keadaan semakin genting.Namun, mereka tidak menyangka bahwa hari itu akan datang dengan begitu cepat.“Tapi semoga ini tak terjadi. Kita akan berperang mati-matia
Di belakang Sekte Wudang, terdapat satu puncak yang belum pernah tersentuh oleh siapapun. Puncak itu dikenal sebagai "Puncak Terlarang", dan hanya pemimpin sekte yang diperbolehkan menginjakkan kaki di sana.Desas-desus beredar bahwa di puncak daerah terlarang tersebut terdapat sebuah jurang yang sangat dalam, yang disebut-sebut sebagai neraka dunia.Jurang itu mendapat juluka "Neraka Dunia" karena di sanalah para praktisi Sekte Wudang yang sesat dan melanggar aturan golongan putih dibuang.Tempat itu menyimpan penderitaan yang tak terbayangkan, dan tak seorang pun yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.Pagi mulai menjelang, cahaya matahari menyemburat lembut di ufuk timur, namun pertempuran yang berkecamuk tak juga mereda.Di atas Puncak Sekte Wudang, bukanlah pemandangan yang biasanya terlihat—sekarang lebih tepat disebut puncak pemakaman daripada puncak sekte dari dunia persilatan aliran putih. Lantaran darah yang berceceran, dan tubuh yang berserakan, udara terasa begit
Matahari telah bergeser ke barat, mewarnai langit dengan semburat merah yang kelam.Puluhan kapal roh masih melayang di cakrawala, bayangan gelapnya menciptakan suasana mencekam yang membuat hati para praktisi tercekat.Suara deru mesin kapal roh bertalu-talu, bergema seperti tanda kiamat yang tak kunjung usai.Para praktisi dari Benua Longhai tampaknya berada di ujung kekuatan mereka.Nyonya Yunfeng yang bertarung di cakrawala, serta Imam Zhao yang melayang di udara dengan gerakan perlahan, menunjukkan tanda-tanda kelelahan yang parah. Bahkan para datuk dan pemimpin sekte yang biasanya tangguh kini terlihat seperti bayangan diri mereka yang dulu—lelah, terluka, dan kehabisan tenaga.Di langit, burung-burung nasar terbang berputar-putar sambil memekik tajam. Mereka berpesta pora, menikmati ribuan jasad yang berserakan di medan perang, tanpa mempedulikan siapa yang hidup atau mati.Di atas tanah, para ahli yang tersisa terus bertempur dengan sisa-sisa kekuatan mereka. Namun, keputusasa
Sebagai salah satu murid kunci Sekte Wudang, Xiao Ning telah melewati banyak cobaan. Ia tahu, jika bukan karena statusnya sebagai perempuan, mungkin ia sudah lama menduduki kursi pemimpin sekte.Hinaan yang terlontar barusan membakar harga dirinya, namun kemarahan itu tertahan di tenggorokan.Napasnya semakin berat, seperti ada batu besar yang menghimpit dadanya. Keraguan mulai menjalari pikirannya, membuat semangatnya bergetar lemah.Dia mengepalkan tangannya, jari-jarinya terasa dingin saat menyentuh gagang pedang yang masih tergenggam erat. "Lebih baik aku bersabar," gumamnya lirih, suara itu nyaris tak terdengar, namun memiliki bobot yang cukup untuk menenangkan dirinya sendiri."Aku hanya perlu menunggu hingga Qi-ku kembali penuh di dantian."Rahangnya mengeras, giginya saling beradu menahan emosi yang mendidih di dalam hati. Tatapannya kembali pada perempuan berzirah itu.Sosok zirah perak itu berdiri angkuh, dengan senyum puas seolah telah memenangkan pertempuran sebelum pedang
Matahari mulai menampakkan sinarnya di cakrawala.Xiao Ning, dengan tangan gemetar, tetap menggenggam erat Pedang Bintang Terang yang berlumuran darah. Seluruh tubuhnya menunjukkan kelelahan yang amat sangat.Rambutnya yang semula tertata rapi dengan konde kecil berhiaskan tusuk giok kini terurai berantakan, menyapu wajahnya yang penuh noda darah dan keringat.Puluhan pil pemulih energi sudah ia telan sepanjang malam demi bertahan hidup hingga matahari terbit.Namun, rasa lelah yang menggerogoti tubuhnya tak kunjung mereda.Di saat itu, sebuah suara bernada tajam memecah keheningan pagi."Rupanya masih ada seekor betina di sini!" Suara perempuan muda terdengar lantang. "Dari semalam aku melihatmu berpesta darah! Kali ini, aku tidak akan membiarkanmu menghabisi tentara-tentara Podura!"Xiao Ning mendongak dengan perlahan.Sosok itu berdiri membelakangi sinar mentari pagi, auranya seolah menyatu dengan cahaya yang mengitarinya.Zirah peraknya memantulkan kilauan matahari, membuatnya tam
Xiao Ning, gadis Sekte Wudang, sejak kecil sudah menjadi sahabat dekat Rong Guo. Mereka berbagi banyak kenangan indah, namun juga perpisahan yang tak terhindarkan.Saat Rong Guo terjebak dalam bahaya di Gurun Gobi, di tengah serbuan Sekte Aliran Putih, hanya satu sosok yang muncul untuk menyelamatkannya: Xiao Ning.Dengan rasa persahabatan yang kuat, ia melawan kehendak sekte aliran putih, dan menghabisi Biarawati Goodwill.Akhirnya perpisahan mereka berdua datang karena dunia mereka yang berbeda.Rong Guo, dengan kemampuan nya dan diakui sebagai jenius dalam aliran hitamnya, sementara Xiao Ning adalah murid utama Sekte Wudang, yang telah dilatih secara langsung oleh Pemimpin Sekte, sekaligus pemimpin aliran putih.Xiao Ning kini telah berubah dari gadis muda menjadi penatua termuda di Sekte Wudang. Keahliannya dalam pedang membawanya pada posisi tinggi di sekte, menjadikannya sosok yang dihormati dan kuat.Malam itu, ketika perang memasuki titik puncaknya...“Penatua Xiao... array di