Suara terkekeh memenuhi seisi gua, bergema dan menimbulkan rasa takut. Bau busuk keluar dari mulut sosok itu ketika ia mendekatkan kepala ke arah Rong Guo, hanya berjarak setengah meter dari wajahnya.
“Apa kamu tuli? Tidak mendengar kata-kataku?” suaranya bergema lagi, terdengar seperti suara kuno yang datang dari dunia yang lain.
Rong Guo tentu saja menggigil ketakutan.
Wajah yang buruk. Rambutnya panjang dan kusut. Dan yang paling mengerikan adalah mata kosong itu, seolah-olah bergerak dan mengamatinya dengan jelas. Rong Guo seperti tengah diinterogasi. Pikirannya cepat bergerak. “Biar bagaimanapun aku harus tetap hidup! Jawaban yang paling aman adalah yang akan ku pakai.”
Tanpa sadar, masih dengan suara gemetar Rong Guo menjawab, “Namaku Rong Guo. Murid pelataran luar, bahkan kalau bisa aku dianggap murid pekerja belaka…”
Rong Guo bisa merasakan cengkeraman tangan sosok itu mengendur. “Dia melembut saat tahu aku bukan murid inti.”
“Apakah Sekte Wu Dang masih dipimpin oleh Zhang Shi Dao?” tanya sosok tua mengerikan itu, nada suaranya dingin saat menyebut nama Zhang Shi Dao.
“T-tidak, tuan. Leluhur Zhang Shi Dao telah lama mati. Sekte Wudang saat ini dipimpin oleh Pemimpin Sekte Zhang Long Jin!”
Seketika cengkeraman di leher Rong Guo dilepaskan ketika sosok itu tahu bahwa Zhang Shi Dao telah tewas.
Rong Gu terjatuh ke lantai gua yang keras dan kasar. Dia memegang lehernya yang pasti telah biru lebam saat ini.
Hening sejenak. Rong Guo sedang berpikir keras bagaimana melarikan diri dari gua itu, sementara sosok mengerikan itu tampak diam, mirip orang termangu-mangu. Sesekali terdengar lirih bisikan orang tua itu. Ia seperti terdengar menyesal.
Rong Guo baru saja menggeser kakinya dua langkah mendekati mulut gua, tiba-tiba suara tua itu berbicara tanpa menoleh. Nadanya dingin tanpa ekspresi.
“Bocah! Sekarang ceritakan padaku. Bagaimana bisa Inti Mutiara, sesuatu yang penting bagi seorang praktisi memulai debutnya di dalam dunia cultivator… itu tidak kamu miliki?” tanya sosok misterius itu.
Pada saat berbicara, dia memalingkan wajahnya pada Rong Guo. Sontak lutut Rong Guo lemas, tidak dapat bergerak. Anak itu terkulai tak berdaya, seolah-olah ada kekuatan tidak kasat mata yang membuatnya menjadi lemah.
“Celaka! Kakek tua ini seorang monster! Jangan-jangan dia adalah salah satu dari datuk-datuk dunia persilatan, yang konon menyembunyikan diri, dan tidak ingin di kenali di dunia luar. Bagaimana bisa hanya dalam sekali tatapan mata kosong aku langsung terkulai tidak berdaya?” Rong Guo mengeluh saat ia terduduk seperti bersimpuh di kaki sosok orang tua itu.
Setelah mengumpulkan keberaniannya, Rong Guo menjelaskan.
“Tuan… Setahu saya. Aku sadar keberadaanku di dunia ini, Aku sudah tidak memiliki inti mutiara seperti yang dimiliki oleh orang lain. Itu sebabnya walaupun berlatih susah payah dan ingin menjadi murid di sekte Wudang, posisiku tidak lebih dari seorang murid pekerja. Mungkin sebentar lagi aku akan diusir dari sekte itu, Karena tidak memiliki bakat!”
Saat berbicara, tiba-tiba air mata menggenang di mata anak kecil itu. Dia menangis bukan karena sedih. Kesal mengapa nasibnya begitu buruk. Memiliki bakat seperti anak-anak lain yang menjadi murid pelataran luar sesungguhnya, bahkan murid pelataran dalam.
Dia disebut sebagai murid pelataran luar, tapi kenyataannya diperlakukan seolah-olah dia hanya murid pekerja biasa.
Perlu diketahui.
Pada masa ketika kisah ini berlangsung, untuk menjadi seorang yang disebut sebagai cultivator atau pendekar, hal yang paling dasar adalah memiliki inti mutiara serta memiliki tulang yang baik.
Inti mutiara diperlukan untuk mengumpulkan energi dari aliran udara yang bergerak di muka bumi, menghimpunnya ke dalam inti mutiara lalu mengubahnya menjadi energi atau kekuatan.
Sebaliknya, bakat tulang ada lima jenis di dunia ini: Tulang Serigala, Tulang Harimau, Tulang Beruang, Tulang Qilin, dan Tulang Naga Dewa.
Rong Guo ini bisa dikatakan memiliki bakat terburuk dari yang paling buruk. Sudahlah tulang yang ia miliki hanya tulang serigala, kenyataan pahit lainnya adalah dia tidak memiliki inti mutiara. Katakan bagaimana dia tidak bisa menjadi sedih? Ilmu dan teknik yang ia pelajari itu hanya terlihat indah ketika dieksekusi. Namun, sesungguhnya hal itu sama sekali tidak memiliki isi.
Berkat kerajinannya selalu berlatih satu macam teknik berulang kali, dia bisa dikatakan sangat mahir. Namun, begitu pertempuran berlangsung lebih dari sepuluh jurus, kekosongan dari semua teknik pedang yang ia lancarkan yang tampak indah dan mengerikan itu sebenarnya tidak memiliki isi sama sekali. Tidak ada kekuatan di dalamnya karena tidak ada energi hawa murni, juga tulang bawaan dirinya yang rapuh – tulang serigala.
Mendengar anak kecil di depannya tiba-tiba terisak dalam nada sedih, sosok orang tua itu mendengus dingin. Katanya dengan nada rendah terdengar di telinga Rong Guo.
“Tulang serigala bermutu buruk yang kamu miliki itu dapat diperbaiki dengan berlatih dan berkultivasi menggunakan teknik-teknik terbaik dari dunia persilatan. Tapi bagaimana bisa tidak memiliki inti mutiara? Kamu ibarat sebuah buah, tapi isi di dalamnya kosong!”
Ejekan dari si orang tua, hati Rong Guo terasa semakin pedih.
Sudah terlalu lama dia merenungi dan menyesali mengapa dirinya begitu malang. Menerima kutukan bertubi-tubi dan tidak memberinya kesempatan untuk menjadi seorang kultivator. Langit sungguh tidak adil!
Melihat anak kecil yang berubah menjadi sedih, pria tua itu mendengus dingin. Katanya tanpa belas kasihan sedikitpun.
“Bocah! Untuk apa kamu menangis? Takdir surgawi tidak bisa kamu ubah. Mengadakan inti mutiara di dantianmu, itu adalah hal yang tidak mungkin.”
Hati Rong Guo semakin sedih. Kata-kata orang tua itu seolah-olah menampar wajahnya. Dia menjadi pendiam dan tidak lagi menangis, tetapi hatinya tetap sedih.
Kesunyian melanda isi gua itu. Orang yang tidak saling mengenal diam tidak lagi berbicara.
“Sesungguhnya masih ada satu jalan, kesempatan terakhir yang bisa kamu miliki. Namun, jalan ini sangat sengsara… Aku bertanya-tanya, apakah anak sekecil dirimu mau menderita demi inti mutiara?”
Kata-kata sosok asing yang mengerikan itu terdengar di telinga Rong Guo seperti bunyi halilintar. Jantungnya berdegup kencang. Ini artinya dia masih memiliki harapan untuk menjadi cultivator atau pendekar.
Dengan mengesampingkan rasa takutnya, Rong Guo bergegas mendekati orang tua itu. Tiba-tiba saja semua rasa lemas di tubuhnya hilang seketika. Tanpa disadari, dia telah berada dekat dan bersimpuh di kaki sosok itu.
“Penatua… Katakan bagaimana caranya, agar aku bisa mendapatkan inti Mutiara?”
Bersambung
Melihat sikap anak kecil yang awalnya takut serta enggan berbicara, namun ketika dia menyebutkan tentang peluang bagi Rong Guo untuk mendapatkan kekuatan dengan memanipulasi Mutiara Energinya, wajah orang tua itu tampak berubah.Jika sebelumnya dia terlihat mengerikan dan kejam, kali ini dia tertawa terbahak-bahak."Hahaha!"Suaranya bergema, membuat seisi gua seakan-akan bisa runtuh.Rong Guo tentu saja menjadi takut, ia melangkah mundur dan menjaga jarak."Penatua.. tolong jangan Anda tertawa. Gua ini bisa runtuh, dan kita berdua akan mati," kata Rong Guo panik.Setelah beberapa saat puas tertawa, dan menakut-nakuti Rong Guo, orang tua buruk rupa itu berkata. Nada suaranya terdengar mengejek."Anak kecil. Kamu masih kanak-kanak tapi sudah sedemikian licik seperti rubah. Awalnya tampak takut, tapi begitu mendengar bahwa ada jalan keluar untuk memulihkan kemampuanmu berkultivasi dengan mengadakan Mutiara energi baru, kamu tiba-tiba menjadi baik padaku. Bahkan memanggilku dengan sebuta
Seluruh pandangan Rong Guo menjadi kabur saat dia membuka matanya.“Dimana aku? Apa yang terjadi?”Kejadian ini terasa seperti deja vu. Pingsan, lalu terbangun, begitu berulang kali.Namun, kali ini Rong Guo terbangun di dalam gua yang gelap. Perbedaan lain adalah hari sudah malam.Cahaya bulan masuk melalui pintu gua, memberikan pencahayaan yang minim.“Pemantik api!” bisik Rong Guo. “Aku harus membuat obor!”Sebagai murid pekerja di luar yang juga bertugas di dapur, Rong Guo selalu membawa pemantik api. Tak lama, dia terlihat meniupnya, dan pemantik itu menyala.Dengan hati yang bersuka cita, Rong Guo menyulut api pada sebatang kayu yang mengandung damar, semacam getah yang mudah terbakar.Ketika api telah menerangi gua itu, wajahnya kontan memucat.“Penatua Payung Iblis? Apa yang terjadi?” Tanpa sadar, dia mundur beberapa langkah ke belakang, tidak sanggup rasanya menyaksikan sosok itu tewas dengan genangan darah di sekitarnya. Bau anyir menusuk ke dalam lubang hidungnya, membuat a
Di Benua Longhai ini, satu-satunya pemimpin dunia adalah Dinasti yang memerintah, Dinasti Xiaoyao.Di Dinasti Xiaoyao, ada enam kerajaan besar yang berkuasa di sana: Kerajaan Jinxiu, Kerajaan Yuechuan, Kerajaan Bicao, Kerajaan Qiongyu, Kerajaan Xingchen, dan Kerajaan Zhenhua.Di seluruh Benua Longhai, semua orang sangat tergila-gila dengan ilmu bela diri dan keterampilan seni pedang. Prinsip yang terkenal di sana adalah: kamu kuat, maka kamu menjadi sorotan dan memperoleh panggung dunia. Menjadi lemah? Tidak akan ada tempat bagi orang yang lemah. Dia hanya akan dibully, ditindas, dan diinjak-injak.Bahkan, kekuatan dari satu sekte atau seorang yang memiliki kemampuan atau keterampilan bela diri hebat, sesungguhnya dia dapat mengendalikan satu kerajaan.Ada beberapa tingkatan untuk para praktisi, hingga mereka mencapai keabadian, seni bela diri tertinggi.Tingkat Pendekar Embun Kristal adalah yang paling mendasar. Menyusul Tingkat Pendekar Harimau Giok, Pendekar Merak Api, Pendekar Ser
Anak itu berdiri di tepi jurang - di Hutan Bambu Sekte Wudang.Perasaan haru meliputi dadanya, ketika akhirnya ia melihat lagi pemandangan yang akrab dan dirindukan selama beberapa hari hidup di dasar jurang.“Pemukiman murid pelataran luar dan murid pekerja, hal yang sangat aku rindukan,” batin Rong Guo penuh kegembiraan.Betapa tidak? Dia yang tadinya sudah berpikir akan mati, terkubur selamanya di dasar jurang, saat ini diberi anugerah oleh Langit untuk melihat lagi Sekte Wudang, meski ini bagian yang paling kumuh dari sekte itu.“Koki Dong Ping pasti akan marah padaku jika aku tidak datang bekerja di dapur pada hari ini. Kemungkinan dia akan melaporkanku pada penatua khusus murid yang dianggap murid pekerja, dan aku bisa diusir dari sekte ini.”Memikirkan hal itu, Rong Guo langsung berlari dengan ketakutan, menuju dapur Sekte.Sejak kecil, Rong Guo telah tinggal di Sekte Wudang sebagai murid pekerja. Dia tidak mengenal dunia di luar Sekte Wudang. Baginya, disinilah rumah, tempat d
Di Hutan Pinus di kaki Gunung Wudang. Rng Guo tampak gembira ketika melakukan pekerjaan menebang pohon untuk kayu. Apa yang dahulu sulit, kini ia lakukan dengan mudah.Dia hanya melakukan gerakan menebas menggunakan golok penebang kayu sambil mengalirkan hawa murni dari inti mutiaranya, maka pohon sebesar badan kambing langsung roboh.Gembira dan berseri-seri!"Setelah aku memiliki kultivasi pada tingkat Pendekar Harimau Giok, pekerjaan menebang kayu menjadi lebih mudah!" Saat itu, di tengah hutan Rong Guo tambah sadar akan manfaat yang ia dapat setelah memiliki inti mutiara."Jika begini kondisinya, tak perlu menunggu hingga tengah malam... aku dapat menyelesaikan pekerjaan ini dengan cepat!" Rong Guo langsung membelah batang pohon itu, membaginya dalam dua kelompok besar dan memikul sumber daya bahan bakar itu, mendaki ke Puncak Wudang.+++Cheng Heng adalah murid pelataran yang memiliki Kultivasi pada tingkat Pendekar Embun Kristal level tiga (puncak). Level yang sebentar lagi ak
Ketika hari belum gelap. Waktu menurut periode Shi Chen adalah You – mewakili waktu ayam mencari tempat bertengger di sore hariTapi Rong Guo dengan cepat telah menuntaskan tugas yang seharusnya memakan waktu lama, perkiraan untuk anak seusianya yang tidak memilikikemampuan berkultivasi, tengah malam adalah waktu seharusnya.Tapi sungguh mengagetkan. Dia menyelesaikan pekerjaan menebang pohon sebesar badan kambing, dan membawanya dalam dua tumpukan ke dapur sekte, sebanyak sepuluh kali.Wajah Dong Ping berubah menjadi sangat terkejut."Ada apa dengan anak ini?" Batin Dong Ping curiga. "Apakah ada yang membantunya?""Siapa yang membantumu?" Tanya Dong Ping bertubi-tubi.Jika ia tahu ada yang membantu Rong Guo, dia akan marah besar. Tapi hati kecilnya berbisik. “Bukankah anak ini tidak memiliki teman. Siapa yang sudi membantunya?” dia bernafas lega. Tuduhan ini tak akan terjadi."Membantu? Membantu apa? Aku tak mengerti," jawab Rong Guo. Wajahnya bingung.Dong Ping mencoba meneliti dan
Sore itu, setelah Rong Guo menyelesaikan tugasnya sebagai murid pekerja di dapur sekte, ia berniat untuk berjalan-jalan di area perdagangan di perkampungan Sekte Wudang.Susunan di Sekte Wudang terdiri dari bangunan utama yang besar sebagai aula dan tempat sembahyang, serta berbagai ruangan rahasia dan kuno yang menjadi daerah terlarang bagi semua murid sekte, kecuali yang diizinkan.Di sekitar bangunan utama terdapat perumahan yang dibangun untuk tempat tinggal murid-murid pelataran dalam, yang dibatasi oleh hutan kecil. Di sana terletak juga tempat hunian bagi murid-murid pelataran luar.Lebih jauh ke kaki gunung, tempat tinggal bagi murid-murid pekerja tersebar.Perbatasan antara area murid pelataran luar dengan murid pekerja adalah sebuah hutan kecil, tempat di mana terdapat area perdagangan. Di sini, murid-murid yang memiliki kelebihan sumber daya atau hasil perburuan menjual barang-barang mereka.Selain bahan-bahan herbal, kadang-kadang murid-murid yang kreatif juga menjual pil-
Pada malam itu bulan setengah sabit tampak menggantung di langit gelap. Cahayanya yang muram tampak menyusup di sela-sela ranting bambu yang seperti gemetar tertiup angin. Angin malam berbisik lembut membawa aroma segar dedaunan, seolah-olah mengirimkan getaran misterius malam yang sepi di Gunung Wudang.Huo Shin terlihat mengendap-endap, dengan pedang di tangan. Senjata itu ketika terpantul cahaya sabit meski muram, kilatannya sesekali tampak gemerlap.Dia mengenakan kain penutup wajah selembar kain hitam. Melengkapi penampilannya, Huo Shin mengenakan busana serba hitam yang ringkas dan ketat , guna mempermudah Gerakan, dan tidak menimbulkan suara ketika angin berdesir di sela lengan baju.Dengan cepat sosoknya sudah berada di depan pintu gubuk Rong Guo.Pedang itu terangkat, siap untuk membunuh Rong Guo seperti penjahat professional.Seperti diketahui, gubuk Ron Guo terpisah dari rekan-rekan murid pekerja. Hal ini membuat Huo shin leluasa untuk menghabisi anak itu.Berdiri didepan p
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa
Setelah titah terakhirnya selesai, suasana di balairung menjadi mencekam. Hawa dingin yang tidak nyata menyelimuti ruangan.Tak seorang pun berani menatap langsung ke arah Kaisar. Mereka tahu betul bahwa perintah ini tidak hanya mengancam mereka, tetapi juga melibatkan darah rakyat yang tak bersalah.Mesin itu bukan sekadar alat, melainkan mesin pembantaian yang haus akan darah. Harus dihasilkan energi Qi yang maksimal, dan darah manusia menjadi syarat utamanya. Ini menjadi kendala besar bagi ketiga ahli spiritual, yang berusaha menciptakan mesin tanpa menggunakan pengorbanan manusia.Namun, dengan titah baru Kaisar, dilema itu lenyap. Darah akan ditumpahkan, apa pun akibatnya.Mereka semua meninggalkan balairung dengan tubuh menggigil. Tak ada yang berani berbicara, meski nurani mereka bergejolak dalam jiwanya.Keesokan harinya, keanehan mulai terjadi. Laporan tentang hilangnya orang-orang meruak, jadi bahan gunjingan dimana-mana.Di satu desa kecil, seluruh penghuninya menghilang ta
Di istana Hei Tian, Kaisar Jue Tian Yu duduk di singgasana megahnya. Kursi besar itu dihiasi ukiran kepala Phoenix yang tampak anggun, seolah mengawasi seluruh ruangan.Di bawah singgasana, tiga ahli ternama berlutut dengan tubuh gemetar, menghadapi amarah Kaisar Jue Tian Yu.“Bagaimana mungkin kalian begitu lama menyelesaikan Mesin Penghimpun Energi Qi? Bukankah sudah ada tiga blueprint, dan tinggal membuat sesuai contoh?” hardiknya dengan suara menggelegar, membuat udara balairung terasa berat.Ketiga pria paruh baya—Guo Yong, sang Alkemis, Li Hua, ahli array, dan Hui Jian, penyuling senjata spiritual—semakin menundukkan kepala mereka, wajah dipenuhi rasa takut. Akhirnya, Guo Yong memberanikan diri untuk bicara, meski suaranya parau dan penuh permohonan.“Ampun, Yang Mulia. Meski ketiga blueprint sudah ada, terlalu banyak penyimpangan dan jebakan di dalamnya. Kami sudah berusaha merakit mesin itu sesuai petunjuk, tetapi bahkan pada percobaan kesepuluh, kami tetap gagal...” ujarnya m
Di dalam dungeon, lantai tiga Hundun Yaosai,Monster kalajengking merah raksasa, sebesar kerbau, berdiri dengan penuh ancaman. Makhluk Dark Beast peringkat Naga Iblis ini mengurung tiga hunter yang berdiri di mulut dungeon berbentuk belantara. Mata mereka bersinar tajam, siap menghabisi.Pemimpin kalajengking merah itu, dengan suara serak yang dalam, mengancam. “Kalian akan mati di sini. Tiga orang, berani-beraninya masuk ke dungeon kami!”Tawa mengerikan mengiringi perkataan itu, suara kekehan dari lebih dari lima ratus kalajengking merah yang mengelilingi mereka.“Ayo kita santap mereka! Mereka masih muda, pasti dagingnya lembut dan manis!” kata salah satu kalajengking dengan suara garau.Suara gaduh seperti babi yang disembelih mengisi udara. Namun, yang mengejutkan, ketiga hunter itu tak tampak gentar. Bahkan, pemimpin mereka yang terlihat muda itu hanya tersenyum mengejek.“Ingin menyantap kami? Apa kamu yakin bisa?” tanyanya, suaranya dingin dan penuh tantangan.“Beraninya kamu!
Pada saat Rong Guo menjejakkan kakinya di pelataran Aula Dewa Arca, seketika suasana menjadi hening. Semua mata tertuju padanya, terdiam sejenak oleh kehadirannya yang menonjol.Beberapa orang langsung melangkah maju, ingin melihat lebih dekat pemuda yang baru saja menaklukkan sepuluh ahli tingkat Pendekar Naga Giok itu.Sementara yang lainnya tetap berdiri di tempat, sorot mata mereka menunjukkan rasa ingin tahu yang mendalam. Keheningan memenuhi ruang, hanya terdengar desiran angin lembut yang menggoyang dedaunan.“Apakah itu benar-benar Hunter Guo yang terkenal?” tanya seorang hunter, matanya tertuju pada Rong Guo dengan rasa penasaran.“Tidak disangka, ia punya kemampuan luar biasa. Seorang diri ia mengalahkan sepuluh ahli Pendekar Naga Giok!” kata yang lain, suaranya penuh kekaguman.“Jika aku bisa berteman dengannya, apakah itu mungkin?” gumam seorang hunter muda, terdengar seperti sedang membayangkan kemungkinan itu.Seribu pertanyaan mengalir dalam pikiran mereka, namun tak s
Keheningan melanda semua orang di aula Dewa Arca. Tak ada satupun hunter dan pembeli barang yang berani berbicara, masih terkejut sekaligus bingung dengan situasi yang terjadi.Namun, tidak demikian halnya dengan Bangsawan Jue Yang Tao.Pemuda bangsawan ini dipenuhi amarah yang membara. Dalam pikirannya, gagal menawar makhluk spiritual peringkat Divine adalah aib, dan sangat memalukan jika sampai diketahui oleh teman-teman selevelnya. “Kurang ajar! Berani melawanku, ha?” desisnya sambil mengertakkan gigi.Di matanya, tindakan Rong Guo yang menawar harga lebih tinggi dari kemampuannya dianggap sebagai penghinaan yang merendahkan statusnya. Sebenarnya, ia malu mengakui bahwa dia tidak memiliki cukup Energi Stone untuk bersaing.Seratus lima puluh ribu Energi Stone itu sudah mencapai batas kekayaan yang ia miliki.Impiannya adalah memiliki makhluk kontrak, setidaknya peringkat Divine, sehingga ia bisa kembali ke istana Hei Tian dengan kepala tegak di hadapan Kaisar.Namun, seorang pemud
Semua mata terbelalak. Wajah para peserta lelang tampak kaku, mata membesar dan mulut terbuka lebar. Napas yang keluar dari mulut mereka membentuk huruf ‘o’, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja mereka saksikan.Keheningan melanda ruangan, hanya suara napas terengah-engah yang terdengar.Lima tarikan napas berlalu, namun tak ada seorang pun yang berbicara. Semua terfokus pada makhluk di depan podium, makhluk spiritual kontrak yang begitu mengejutkan.Hingga akhirnya, seseorang dari kerumunan tidak dapat menahan diri dan bersuara, memecah keheningan yang menekan.“Kenapa bentuknya begitu jelek?” serunya, nada penuh keheranan.Seketika, kerumunan yang tadi terdiam mulai berbicara. Suara sindiran pun bermunculan.“Apakah itu tikus? Mana ada makhluk spiritual peringkat Divine yang bentuknya seperti itu?” tambah seseorang, mengejek.Cemoohan bertambah deras.Dalam sekejap, ekspresi kekaguman yang tadinya mengisi ruangan berubah menjadi tatapan jijik dan suara ejekan yang tak terhin