Angel masih bermalas-malasan di bawah selimut. Sedangkan Davin sudah keluar dari bungalow sejak tadi. Seperti yang sudah dijanjikannya pada Angel kemarin malam, hari ini Davin mengurus segala sesuatunya agar besok sudah bisa pulang.Sambil menutup mulut yang menguap, Angel menjangkau gawainya. Dia mengesah kecewa saat tidak melihat sebaris pun garis sinyal di sana. Memang iya, hanya ada satu provider di sana dan itu pun sering hilang timbul seperti saat ini.Angel tersenyum sendiri saat membayangkan pasti nan jauh di sana kedua orang tuanya mengkhawatirkan keadaannya karena Angel tidak bisa dihubungi. Apalagi Bian. Angel bisa membayangkan seperti apa raut wajah sang ayah serta kerutan di dahinya saat memikirkan dirinya.Angel bangkit dari tempat tidur. Dilihatnya isi kotak makanan yang tidak lagi utuh, mungkin karena Davin sudah memakannya sebagian.Nasi goreng dengan taburan aneka seafood membuat perutnya yang keroncongan semakin lapar. Selama di sini setiap hari mereka mengonsumsi m
Angel yang memeluk Davin perlahan melepaskan dekapannya saat menyadari ada orang selain mereka berdua di sana. Perasaannya yang tadi mengharu biru sontak berubah saat melihat Nilam. Perempuan itu sudah keterlaluan. Angel ingin memberi pelajaran pada mulutnya yang sepertinya tidak tamat sekolah.“Nilam, kayaknya kamu butuh piknik deh. Saya khawatir lama-lama di sini bukan hanya pikiran kamu yang mumet, tapi hati kamu juga busuk.” Kata-kata Angel memang diucapkan dengan nada biasa dan teramat santai, tapi jelas terasa sangat menusuk. Nilam hanya diam memandangi punggung Angel dan Davin yang menjauh. “Benar kan apa yang aku bilang? Dia itu suka sama kamu, jadinya pas ada kesempatan dia nyuri-nyuri buat narik perhatian kamu,” oceh Angel saat mereka sudah berjalan beberapa langkah meninggalkan Nilam.“Biarin aja, Dek, yang penting aku nggak suka sama dia,” balas Davin ringan merespon kata-kata Angel.“Sekali lagi dia godain kamu, aku tarik-tarik rambutnya sampe botak, aku cakar mukanya
Sampai di bungalow, Angel dan Davin sama-sama tepar. Hari ini sangat melelahkan bagi keduanya. Setelah acara bercinta tadi, keduanya berenang di laut, dan diakhiri dengan makan-makan. Mereka tidak hanya mendatangi satu pulau tapi tiga pulau. Di dua pulau yang lain Angel dan Davin bertemu dengan traveller lain yang juga island hopping seperti mereka. Untung saja Davin sudah menyalurkan hasratnya di pulau pertama. Lelah tapi bahagia karena mendapat pengalaman baru. Tidak hanya pengalaman mengarungi laut lepas, tapi juga experience bercinta di alam bebas.“Dave, makasih ya kamu udah bikin aku bahagia hari ini,” lirih Angel pada Davin yang melingkarkan kaki di pinggangnya.“Sudah tugas aku bikin kamu bahagia.” Davin membelai kepala Angel dan menyisipkan anak rambutnya yang jatuh menutupi dahi ke belakang telinga.Angel mengulas senyum lalu memejamkan mata saat Davin mendekatkan muka dan mengecup bibirnya lembut.Baru saja Davin akan membalikkan badan Angel dan berniat memosisikan di ata
“Miang betul dikau ni!” Nilam menunduk mendengar tudingan Ganda padanya. Kalau Ganda sudah mengeluarkan bahasa daerah, itu artinya dia sedang marah. Saat ini mereka baru saja masuk ke bungalow dan sedang duduk di kursi rotan ruang depan. Ganda dan Amira mengelilingi Nilam yang merasa diperlakukan seperti seorang pesakitan.“Bapak tak suka cara kamu, Nilam. Bapak tak pernah mengajarkan kamu menggoda laki-laki. Apa kamu tahu, Mas Davin itu adalah orang yang memberi kita makan.”“Yang memberi kita makan Tuhan, Pak, bukan manusia,” tukas Nilam menyanggah kata-kata Ganda yang sedang menasihatinya. “Iya, memang Tuhan yang memberi kita makan, tapi semua itu melalui Mas Davin. Bapak tak habis pikir bagaimana bisa kamu seberani itu apalagi terang-terangan di depan istrinya.” Ganda menggeleng-gelengkan kepala tidak mengerti dan tidak habis pikir oleh tingkah laku putri bungsunya.“Di keluarga kita tak seorang pun yang pernah merusak rumah tangga orang,” imbuh Amira. Walaupun di depan Angel da
Keduanya sama-sama terbangun saat Tatiana mengetuk pintu kamar dan mengatakan kalau hari sudah malam. Saking lelahnya Angel dan Davin tidak sadar waktu hingga ketiduran sampai malam.“Masih tidur? Capek banget ya? Amy kira kamu sakit karena nggak keluar kamar dari tadi,” ujar Tatiana saat Angel membuka pintu dan menunjukkan muka bantalnya.Angel menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang kaku. “Iya, My, capek banget.”“Papi udah pulang, temui dulu gih! Dia nanyain kamu terus dari tadi.”Menutup pintu kamar yang tadi memberi celah, Angel keluar menuju kamar Bian. Di belakangnya Tatiana berjalan mengiringi. Angel tidak menemukan Bian di kamar. Ditolehkannya kepala ke belakang dan bertanya. “My, Papi mana?”“Tadi sih ada di sini, atau mungkin di ruang kerjanya.”Kedua perempuan itu lantas berjalan ke ruangan di samping kamar Bian dan Tatiana. Ternyata benar, ada Bian di sana. Lelaki itu tampak serius di depan laptop.“Papi!” Mendengar suara putri yang dirindukannya, Bian menoleh lalu me
“Dave, nanti pas istirahat kita makan bareng ya?” Itu kalimat pertama yang didengar Davin dari mulut Angel saat menerima telepon darinya.Davin melirik arloji. Masih ada satu jam lagi menjelang istirahat. Masalahnya saat ini ada begitu banyak yang harus diselesaikannya dan harus tuntas hari ini juga.“Dek, kalo aku nggak bisa gimana? Kamu sendiri dulu nggak apa-apa kan?”“Masa sebentar aja nggak bisa sih, Dave?” sahut Angel kecewa.“Soalnya aku lagi sibuk banget, Sayang… nanti habis ini aku juga ada meeting di luar, terus mau ketemu suplier material juga,” jawab Davin beralasan sembari menyebutkan satu demi satu jadwal yang terekam di benaknya.“Ya… sayang banget,” sesal Angel kecewa. “Kalo gitu mendingan aku makan sama Eriq aja deh.”“Eriq? Eriq siapa?” kejar Davin cepat. Dia baru sekali ini mendengar Angel menyebut nama dimaksud.“Anak baru, Dave, dia yang gantiin Dylan.”“Lho, gimana bisa?”“Gimana bisa apanya?” Dari balik gawai Angel tersenyum saat melihat sosok yang mereka bicara
“Sebelumnya sudah lama kenal sama Angel?” tanya Eriq setelah melepaskan mata dari istri Davin.“Nggak juga.”“Berarti kamu cuma modal nekat doang kawin sama Angel?”“Maksudnya nikah?” balas Davin meluruskan.“Itu sama saja kan?” ujar Eriq tidak mau dikoreksi.“Mungkin konteksnya memang terlihat sama, tapi pada dasarnya berbeda.”Eriq tersenyum miring. “Ya sudah terserah kamu saja. Tapi menurutku tujuan pernikahan bukanlah sekadar memenuhi kebutuhan biologis.”“Apa aku bilang begitu?” Davin agak tersinggung karena Eriq seperti menganggapnya menikahi Angel hanya untuk menyalurkan hasrat semata.“Nggak sih, tapi akan lebih baik jika sebelum memutuskan untuk menikah kita mengenal dulu pasangan kita baik-baik.”“Jadi menurutmu aku nggak mengenal Angel dengan baik, begitu?”“Dan sebaliknya, dari cerita kalian, sepertinya Angel juga hanya mengenal kamu sepintas lalu. Biasanya dari hubungan singkat yang akan terlihat pastinya hanya sisi positif dari seseorang.”“Maksudnya apa ya?” Davin mulai
Angel dan Davin tiba di rumah keluarga Mahendra dua puluh menit kemudian. Saat mereka sampai di sana, Kiano ternyata juga sudah berada di rumah.“Gimana, Dave, lancar?” Kiano membuka obrolan.“Lancar, Pi, so far so good, nggak ada masalah,” jawab Davin memberikan gambaran singkat hasil tinjauannya kemarin.“Nggak terlalu baik juga sih, Pi,” sela Angel menyangkal.“Kenapa, Ngel? Ada masalah?” Kiano beralih memandang menantunya.“Ada pengacau kecil, Pi.”“Pengacau?” ulang Kiano. Matanya berlarian menatap Angel dan Davin bergantian dengan tatapan minta penjelasan.Angel melirik Davin sekilas seolah ingin meminta izin bahwa dia boleh menceritakannya. Melihat Davin yang diam, Angel yakin bahwa sang suami memberinya izin untuk mengatakannya.“Pengacau gimana maksudnya, Ngel?” Adizty yang juga berada di tengah-tengah mereka sudah tidak sabar ingin tahu cerita lengkapnya.“Itu lho, Mi, Pi, anaknya Pak Ganda suka menggoda Davin. Dia nggak menghargai aku sebagai istri Davin, Mi, Pi,” kata Angel