"Serly, aku ingin keluar saja."
Ara, gadis polos dengan paras cantik dan tubuh mungil itu, merasa ragu dengan keputusannya. Ia benar-benar merasa asing berada di tempat itu, sebuah club malam.
"Kamu pikir setelah kamu masuk sini. Kamu bisa keluar seenak sendiri?" ucap Serly menyudutkannya. Membuat Ara semakin ketakutan.
"Denger baik-baik ya Ara. Buat modalin kamu masuk sini itu gak murah. Biaya permak kamu di salon sampai biaya baju itu gak ditanggung BPJS."
"Belum lagi aku mesti keluarin duit buat biaya preman. Buat keamanan kamu sendiri biar gak dicurangin tamu nakal. Dipikir gampang apa masuk ke club ini?" kata Serly mengebu-gebu.
High Six Club and karaoke, malam ini bak ketiban rejeki nomplok. Hampir semua table dan ruangan sudah diboking. Pun dengan para gadis-gadis malam yang hampir habis ikut diboking untuk menemani para tamu.
Ini kali perdana Ara memulai sepak terjangnya menjadi LC, lady companion. Ara terpaksa karena himpitan ekonomi dan ialah yang menjadi tulang punggung keluarga.
"Aku gak mau denger alasan kamu lagi. Sekarang kamu ikut aku. Di dalam sana banyak pengusaha tajir. Yang perlu kamu lakukan adalah pikat mereka dengan senyum terbaik. Bayangin aja uanganya, gak usah mikir yang lain. Ayo!" tegas Serly.
Tanpa menunggu persetujuan Ara. Serly menarik paksa tangan Ara untuk ikut dengannya.
- Ruang Privat Club -
"A-A-Ara."
Suara Ara terbata-bata saat memperkenalkan diri di hadapan Kaisar, seorang pengusaha kaya raya. Telihat juga tangannya tremor saat bersalaman.
Pria dihadapnnya ini sungguh memesona, mata indah yang menatap tajam, hidung mancung, dan bibirnya yang seksi. Tapi ketampanannya itu tidak membuat Ara tertarik, ia masih ragu dengan keputusan yang ia ambil.Perkenalan singkat mereka. Terjadi begitu saja. Kaisar sendiri kembali sibuk dengan minumannya. Sedang Ara, ia acuhkan begitu saja.Di ruang yang luas itu hanya ada 4 orang, Ara, Serly, Kaisar, dan Dion, pelanggan langganan Serly. Ara dan Kaisar hanya diam dan sesekali menjawab saat Serly atau Dion bertanya pada mereka.
"Ara terlihat cantik sekali, berapa umurmu?" Dion menatap Ara dari ujung kaki hingga ujung rambut dengan lapar.
"19 tahun," jawab Ara begitu lirih.
"Wah masih belia rupanya," seru Dion tertawa nyaring. "Umur memang masih belia tapi soal pengalaman. Jangan ditanya lagi," celetuk Serly ikut menambahkan. Dion semakin tertawa terbahak-bahak mendengar itu semua. Termasuk Serly yang ikut menemaninya tertawa. Kaisar sama sekali tidak tertarik dengan topik pembahasan tersebut. Semenjak tadi pria ini, asyik dengan dunianya sendiri. Menenggak isi botolnya. Sama hal dengan Ara yang saat ini tengah jadi obyek pembicaraan. Gadis ini tidak bereaksi apapun. Ia belum berani mengangkat wajah. Menunduk seraya memilin ujung roknya. Dion mendekat pada Ara. Sengaja mengusap bibir bawahnya dengan ujung jari. Berniat untuk menggoda Ara. Ara yang polos semakin terlihat ketakutan. Gadis ini sampai membuang wajahnya. Tidak berani menatap balik Dion. Diam-diam Kaisar memperhatiakan itu. Ia mulai terpancing. Geram dengan ulah Dion. Tapi ia masih bisa menahan emosinya."Ayo di minum!" kata Dion memulai. Serly segera menyambutnya. Ara yang masih belum terbiasa meminum-minuman ini dengan sangat terpaksa menurutinya. Ikut mengangkat gelas ke udara. "Cheers!" seru Dion dan Serly bersamaan. Di ikuti suara dentingan gelas. Kompak Serly dan Dion menenggak habis minuman mereka. Tersisa Ara dan juga Kaisar. Terbesit keraguan dalam benak Ara untuk meminumnya. Ia sama sekali belum pernah mencicipi minuman ini. Namun, demi sebuah totilatas terpaksa ia beranikan diri. Mencicipinya sedikit. Wajahnya langsung berubah aneh saat pertama kali meminumnya. Kaisar bisa melihat itu. Diam-diam ia memperhatikan gestur tubuh Ara. Kaisar hanya tersenyum menggelang lalu menyusul menenggak minumannya. Baginya Ara wanita polos yang baru pertama kali ia jumpai.Waktu terus bergulir. Tanpa terasa malam sudah semakin larut. Kaisar berpamitan lebih dulu. Ia sudah sangat lelah ingin segera pulang dan beristirahat.
"Ara! Udah sana ikutin Tuan Kaisar pulang," bisik Serly memaksa sembari menyerahkan tasnya. "Kemana?" tanya Ara lugu. "Ya ke hotel kek, atau ke apartemen pribadi dia. Yang jelas malam ini kamu harus kasih pelayanan yang terbaik buat dia," tekannya. "Tapi Ser?" "Udah sana pergi!" paksa Serly mendorong tubuh Ara untuk lekas pergi. Ara terlihat begitu bingung. Batinnya masih bergejolak. Antara iya dan tidak. Di satu pihak, Serly terus memantaunya. Memaksa untuk bermalam dengan Kaisar. Tapi di sisi lainnya. Kaisar justru terlihat begitu acuh. Melenggang pergi tanpa memperdulikan dirinya. "DP udah aku transfer. Sisanya nanti, kalau kamu udah selsaiin pekerjaan kamu," pancing Serly. Ara merogoh ponselnya di dalam tas. Mengecek besaran DP yang di berikan padanya. Nominal 5 juta sudah berhasil masuk ke rekeningnya. Imannya sedikit goyah setelah melihat besaran uang tadi. Baginya nominal itu cukup besar. Melebihi gaji bulanannya. Selain itu Ara teringat dengan tunggakan uang kontrakan. Mencari uang segitu tidaklah mudah baginya. Uang sebesar ini baru DP. Belum upah sepenuhnya. Ara sudah berpikir pasti upah yang dijanjikan jauh lebih besar. Ara membuang jauh rasa malunya. Ia sendiri yang bertekad kemari. Maka ia sudah harus siap dengan semua konsekuensinya. Pelan tapi pasti Ara langkahkan kaki juga. Berjalan mengikuti Kaisar. Kaisar yang berada jauh di depan. Rupannya tersadar juga setelah mendengar suara langkah kaki seseorang. Pria ini melambatkan jalannya lalu menoleh ke belakang. "Kamu? Sedang apa kamu di sini?" cecarnya. Di tempatnya saat ini begitu sunyi. Tidak ada orang selain mereka. Yang ada hanya mobil-mobil mewah yang sedang terparkir rapi."Sa-saya?" gagap Ara. Ia kesulitan untuk menjawabnya. Tidak seluwes layaknya ani-ani senior. "Malam ini Ara akan menemani kamu," ucap Dion yang datang dari seberang."Menemani? Apa maksudmu?" balas Kaisar tidak paham dengan kalimat yang Dion sampaikan.
Dion mendekat, menepuk kencang bahu Kaisar. "Malam ini dia bakal jadi milikmu," bisik Dion tersenyum licik. Spontan Kaisar berjingkat. Dirinya sendiri tidak mempunyai niatan untuk mencari kepuasaan sesaat. Hanya saja Dion seakan tidak iklhas melihatnya merana. Secara khusus ia hadiahkan Ara, malam ini pada bosnya. "Kamu!" tunjuk Kaisar marah. "Jadi kamu mau nyogok aku gara-gara proyek yang kamu jalankan kemarin rugi?" tuduh Kaisar. "Wait! Santai bos. Jangan berpikiran negatif begitu. Aku cuma pengen kamu bahagia aja. Lagian ini gak buruk-buruk amat.""Udah lah, malam ini kamu bisa santai. Nikmatin malam indah ini bersama Ara. Aku yakin besok saat kamu membuka mata, pikiran kamu bakal lebih fresh," bujuk Dion yang sudah sedikit muak melihat Kaisar yang sering uring-uringan tidak jelas di kantor.Pikir Dion mungkin dengan ini bisa sedikit membantu menghilangkan stres bosnya.
Setelah itu Ara tidak bisa mendengar apa yang mereka obrolkan. Dion sepertinya membisikan sesuatu sampai membuat Kaisar sesekali melirik padanya."F*ck!" umpat Kaisar beringsut pergi begitu saja. "Oke, kalau kamu gak mau. Berhubung udah aku boking, jadi malam ini Ara bakal nemenin aku," tantang Dion dengan nada sedikit meninggi. Kaisar mulai berpikir ulang soal satu ini. Ia tidak rela jika Ara si gadis polos tersebut jatuh di tangan Dion yang dicap sebagai pria casanova. Ia tidak bisa membiarkan ini. Tanpa paksaan Kaisar berbalik lantas menarik tangan Ara untuk masuk ke dalam mobilnya. Ara tidak bisa menghindar. Ia menurut saja saat digelandang masuk. "Semoga mimpi indah brother!" teriak Dion bersorak.Mobil yang dikemudikan Kaisar melaju juga. Keluar dari area parkir dalam club. Sepanjang jalan. Kedunya masih diam. Tidak ada obrolan sama sekali. Sedang Kaisar hanya fokus pada jalanan di depannya. Mobil sedan hitam tersebut terus melaju, lantas berbelok ke sebuah hotel berbintang lima yang letaknya tidak jauh dari sana."Turun!" ucap Kaisar setelah memarkirkan mobilnya tepat di depan lobby. Ara mengikut saja. Ia ikut turun menyusul Kaisar yang sudah lebih dulu. Sampai di hotel Kaisar tidak juga menungguinya. Pria ini memilih berjalan lebih dulu menuju meja resepsionis. Ara sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Justru ia sedikit lega, Kaisar bersikap dingin padanya. Selian itu ia masih teramat malu jika tanpa sengaja ada orang yang mengenalnya saat berada di sana. Belum lagi tampilannya kini yang menggunakan gaun seksi. Tidak menampik jika banyak kaum adam yang melirik saat melihat komolekan tubuhnya. "Ayo jalan!" ajak Kaisar yang sudah selesai dengan urusan kamarnya. Ara k
Deru nafas Kaisar terdengar sangat kasar. Suhu tubuhnya sudah panas. Pendingin udara yang berada di dalam sana sepertinya tidak berfungsi lagi baginya. Sedang keringatnya sudah menetes. Membanjiri seluruh tubuh. Kaisar terlihat rakus. Setiap inci tubuh Ara tidak ada yang luput darinya. Hampir seluruh bagian tubuh yang sintal ini ia jajaki. Tanda cap merah bahkan sudah merata di sekujur tubuh Ara. Ara membiarkan saja saat Kaisar memberikan kecupan-kecupan kecil di tubuhnya. Ia sendiri serasa di terbangkan ke awan saat bibir Kaisar menyentuh bagian sensitifnya. Dada Ara ikut mendongak saat bibir Kaisar menyentuh dua gundukan besar miliknya. Pria itu terlihat sangat menikmatinya. Berpindah-pindah dari satu bukit ke bukit yang disebelahnya. Begitu terus sampai ia benar-benar merasa puas. Tapi kelihatnya Kaisar belum juga ada puasnya. Pria itu masih belum rela melepas itu. Berdiri merendah, bersimpuh di depan Ara sambil terus menikmatinya. Ara semakin ia buat terbuai dengan perlakuann
Kaisar percepat langkah kakinya. Berjalan menuju depan lobby. Di sana sudah terparkir sebuah mobil sedan mewah yang akan membawanya pergi. "Selamat pagi Tuan," sapa Julian, asisten pibadinya yang pagi ini sudah datang mengurusi semua kebutuhannya. Termasuk menyiapkan pakaian yang ia dan Ara kenanakan. "Pagi," sahut Kaisar singkat. Kaisar masih berdiri di samping mobil. Berdampingan dengan Julian, yang masih berada di posisi awal. Berdiri sembari memegangi pintu mobil. Mendadak Kaisar berubah ragu untuk masuk. Ia menoleh lagi ke belakang. Memeriksa keadaan sekitar. "Maaf Tuan, apa ada yang ketinggalan?" ujar Julian peduli. "Tidak ada," tegas Kaisar kemudian memilih untuk segera masuk ke dalam mobil. Meski perasaanya kini tengah dilanda kegundahan. Masih memikirkan keadaan Ara yang ia tinggalkan sendirian. Di dalam kamar hotel, Ara sudah rampung membersihkan tubuhnya. Ia kebingungan dihadapkan pada 2 pilihan baju. Pagi ini ia tetap harus masuk kerja. Dimana ia sudah men
Semalam Ara hampir tidak bisa tidur. Serly terus menghubunginya. Memaksa untuk bertemu dengan Kaisar. Namun, Ara tetap kekeh tidak ingin masuk kedalam dunia malam. Cukuplah, malam itu saja ia khilaf. Pagi ini sebelum sampai di tempat kerja. Dirinya dikejutkan dengan kehadiran Serly dan Leon. Kedua orang ini mendatanginya saat dirinya tengah menunggu di halte bus dekat rumah. "Serly, Tuan Dion," ucap Ara terkejut bukan main. "Sory Ra, bikin kamu kaget. Kedatangan kita kesini kerena kita mau ajak kamu bertemu Tuan Kaisar," tutur Serly. Ucapannya masih sama dengan semalam. Secara khusus mereka datang untuk membujuk Ara agar mau menemui Kaisar. "Bukannya udah aku bilang. Kalau aku gak pengen nemuin dia," kekeh Ara. Masih berpegang teguh pada pendirian. "Tolong. Satu kali ini saja," pinta Serly sampai memohon. "Begini Ara. Tuan Kaisar, sangat jarang miminta untuk bertemu dengan seseorang. Bisa dibilang, kamu orang pertama yang diminta untuk bertemu dengannya. Jadi, aku mohon,
Kiasar tersenyum tipis. Cukup lega, setelah mendengar jawaban Ara atas tawaran tempo hari. Ia lantas menurunkan ponselnya lalu kembali duduk di kursinya. "Julian siapkan sebuah mobil untuk menjemput Ara nanti siang," ucapnya dari balik meja. "Ara? Maksud Tuan, wanita yang ada di restauran tempo hari," tanyanya menekankan. "Iya benar. Memang kenapa?" Kaisar memicingkan mata. Sedikit terganggu dengan ucapan Julian seolah ada yang salah dengan perintahnya."Oh, tidak Tuan. Tidak apa-apa. Saya permisi dulu." Bagi Julian rasanya aneh saja. Selama bekerja di sana. Belum pernah ia dimintai tugas seperti ini.Selain itu, Kaisar banyak membatasi hubungannya dengan wanita di luar setelah isu perceraian. "Julian tunggu!" "Iya Tuan." Julian menangguhkan langkah kakinya yang separuh keluar. Berbalik menatap Kaisar. "Tolong sekalian kamu buatkan surat perjanjian kontrak. Isiannya nanti saya kirim lewat pesan pendek.""Baik Tuan." Julian tidak merincinya lagi. Gegas ia beranjak pergi. Menjal
"Eumph..." Kaisar makin mengganas. Sengaja membuat jejak tanda merah di sekujur area yang sudah ia lalui. Ara hanya bisa pasrah. Menerima perlakuannya. Sesekali sambil menggigit bibir bawah. Berusaha meredam suara desahannya agar tidak bocor sampai luar. Tanpa perlawanan, Ara menyerahkan kendali akan tubuhnya pada pria ini. Kaisar tidak menunggu itu lebih lama. Sikap diam Ara semakin membuatnya berbuat lebih dari sekedar itu. Tangannya menyusup masuk ke dalam baju yang Ara kenakan. Menangkap dua bulatan besar yang sejak tadi tidak berhenti menggoda. "Sstt...ahhh..." Ara makin merancau hebat. Tangannya mengalung ke leher Kaisar yang masih berdiri di belakang."Aahhh...Tuan, apa tidak masalah jika kita melakukan itu di sini?" tanyanya masih dalam batas sadar. "Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan sayang, kerena ini ruanganku. Tidak ada yang berani masuk ke dalam sini. Kecuali tanpa izin dariku," sahutnya belum berhenti dari kegemaraannya. Meremas-remas dua gundukan bulat milik A
Ara bergegas memasuki kamar tidur utama. Langsung menuju kamar mandi dan membersihkan badannya di dalam sana. Bagimanapun ia harus bepenampilan menarik di depan Kaisar. Sudah menjadi tanggung jawabnya untuk menyambut dan memberikan pelayanan yang terbaik. Selesai membilas tubuh, Ara mengambil handuk dan melilitkannya ke tubuh. Lalu ia beranjak keluar dari sana. Bermaksud mengambil pakaianya di dalam koper. "Mana sih?" gumam Ara, berjongkok di depan koper. Mengobrak-abrik isi dalam koper mencari gaun malam yang akan ia kenakan."Kehilangan sesuatu?" tegur sebuah suara dari arah pintu. Ara menoleh cepat. Takjub setelah menyadari Kaisar yang sudah berada di sini. Berdiri sembari menatap tajam kearahnya. "Tuan," gagapnya lantas berdiri. Kaisar juga berjalan mendekat seraya membawa sesuatu di tangan kirinya. "Apa ini yang kamu cari?" Menunjukan sebuah gaun malam warna pink dengan bahan yang menerawang. Serta memiliki belahan lebar di titik-titik tertentu. "Bagiamana anda bisa tahu?
Ara bergegas memasuki kamar tidur utama. Langsung menuju kamar mandi dan membersihkan badannya di dalam sana. Bagimanapun ia harus bepenampilan menarik di depan Kaisar. Sudah menjadi tanggung jawabnya untuk menyambut dan memberikan pelayanan yang terbaik. Selesai membilas tubuh, Ara mengambil handuk dan melilitkannya ke tubuh. Lalu ia beranjak keluar dari sana. Bermaksud mengambil pakaianya di dalam koper. "Mana sih?" gumam Ara, berjongkok di depan koper. Mengobrak-abrik isi dalam koper mencari gaun malam yang akan ia kenakan."Kehilangan sesuatu?" tegur sebuah suara dari arah pintu. Ara menoleh cepat. Takjub setelah menyadari Kaisar yang sudah berada di sini. Berdiri sembari menatap tajam kearahnya. "Tuan," gagapnya lantas berdiri. Kaisar juga berjalan mendekat seraya membawa sesuatu di tangan kirinya. "Apa ini yang kamu cari?" Menunjukan sebuah gaun malam warna pink dengan bahan yang menerawang. Serta memiliki belahan lebar di titik-titik tertentu. "Bagiamana anda bisa tahu?
"Eumph..." Kaisar makin mengganas. Sengaja membuat jejak tanda merah di sekujur area yang sudah ia lalui. Ara hanya bisa pasrah. Menerima perlakuannya. Sesekali sambil menggigit bibir bawah. Berusaha meredam suara desahannya agar tidak bocor sampai luar. Tanpa perlawanan, Ara menyerahkan kendali akan tubuhnya pada pria ini. Kaisar tidak menunggu itu lebih lama. Sikap diam Ara semakin membuatnya berbuat lebih dari sekedar itu. Tangannya menyusup masuk ke dalam baju yang Ara kenakan. Menangkap dua bulatan besar yang sejak tadi tidak berhenti menggoda. "Sstt...ahhh..." Ara makin merancau hebat. Tangannya mengalung ke leher Kaisar yang masih berdiri di belakang."Aahhh...Tuan, apa tidak masalah jika kita melakukan itu di sini?" tanyanya masih dalam batas sadar. "Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan sayang, kerena ini ruanganku. Tidak ada yang berani masuk ke dalam sini. Kecuali tanpa izin dariku," sahutnya belum berhenti dari kegemaraannya. Meremas-remas dua gundukan bulat milik A
Kiasar tersenyum tipis. Cukup lega, setelah mendengar jawaban Ara atas tawaran tempo hari. Ia lantas menurunkan ponselnya lalu kembali duduk di kursinya. "Julian siapkan sebuah mobil untuk menjemput Ara nanti siang," ucapnya dari balik meja. "Ara? Maksud Tuan, wanita yang ada di restauran tempo hari," tanyanya menekankan. "Iya benar. Memang kenapa?" Kaisar memicingkan mata. Sedikit terganggu dengan ucapan Julian seolah ada yang salah dengan perintahnya."Oh, tidak Tuan. Tidak apa-apa. Saya permisi dulu." Bagi Julian rasanya aneh saja. Selama bekerja di sana. Belum pernah ia dimintai tugas seperti ini.Selain itu, Kaisar banyak membatasi hubungannya dengan wanita di luar setelah isu perceraian. "Julian tunggu!" "Iya Tuan." Julian menangguhkan langkah kakinya yang separuh keluar. Berbalik menatap Kaisar. "Tolong sekalian kamu buatkan surat perjanjian kontrak. Isiannya nanti saya kirim lewat pesan pendek.""Baik Tuan." Julian tidak merincinya lagi. Gegas ia beranjak pergi. Menjal
Semalam Ara hampir tidak bisa tidur. Serly terus menghubunginya. Memaksa untuk bertemu dengan Kaisar. Namun, Ara tetap kekeh tidak ingin masuk kedalam dunia malam. Cukuplah, malam itu saja ia khilaf. Pagi ini sebelum sampai di tempat kerja. Dirinya dikejutkan dengan kehadiran Serly dan Leon. Kedua orang ini mendatanginya saat dirinya tengah menunggu di halte bus dekat rumah. "Serly, Tuan Dion," ucap Ara terkejut bukan main. "Sory Ra, bikin kamu kaget. Kedatangan kita kesini kerena kita mau ajak kamu bertemu Tuan Kaisar," tutur Serly. Ucapannya masih sama dengan semalam. Secara khusus mereka datang untuk membujuk Ara agar mau menemui Kaisar. "Bukannya udah aku bilang. Kalau aku gak pengen nemuin dia," kekeh Ara. Masih berpegang teguh pada pendirian. "Tolong. Satu kali ini saja," pinta Serly sampai memohon. "Begini Ara. Tuan Kaisar, sangat jarang miminta untuk bertemu dengan seseorang. Bisa dibilang, kamu orang pertama yang diminta untuk bertemu dengannya. Jadi, aku mohon,
Kaisar percepat langkah kakinya. Berjalan menuju depan lobby. Di sana sudah terparkir sebuah mobil sedan mewah yang akan membawanya pergi. "Selamat pagi Tuan," sapa Julian, asisten pibadinya yang pagi ini sudah datang mengurusi semua kebutuhannya. Termasuk menyiapkan pakaian yang ia dan Ara kenanakan. "Pagi," sahut Kaisar singkat. Kaisar masih berdiri di samping mobil. Berdampingan dengan Julian, yang masih berada di posisi awal. Berdiri sembari memegangi pintu mobil. Mendadak Kaisar berubah ragu untuk masuk. Ia menoleh lagi ke belakang. Memeriksa keadaan sekitar. "Maaf Tuan, apa ada yang ketinggalan?" ujar Julian peduli. "Tidak ada," tegas Kaisar kemudian memilih untuk segera masuk ke dalam mobil. Meski perasaanya kini tengah dilanda kegundahan. Masih memikirkan keadaan Ara yang ia tinggalkan sendirian. Di dalam kamar hotel, Ara sudah rampung membersihkan tubuhnya. Ia kebingungan dihadapkan pada 2 pilihan baju. Pagi ini ia tetap harus masuk kerja. Dimana ia sudah men
Deru nafas Kaisar terdengar sangat kasar. Suhu tubuhnya sudah panas. Pendingin udara yang berada di dalam sana sepertinya tidak berfungsi lagi baginya. Sedang keringatnya sudah menetes. Membanjiri seluruh tubuh. Kaisar terlihat rakus. Setiap inci tubuh Ara tidak ada yang luput darinya. Hampir seluruh bagian tubuh yang sintal ini ia jajaki. Tanda cap merah bahkan sudah merata di sekujur tubuh Ara. Ara membiarkan saja saat Kaisar memberikan kecupan-kecupan kecil di tubuhnya. Ia sendiri serasa di terbangkan ke awan saat bibir Kaisar menyentuh bagian sensitifnya. Dada Ara ikut mendongak saat bibir Kaisar menyentuh dua gundukan besar miliknya. Pria itu terlihat sangat menikmatinya. Berpindah-pindah dari satu bukit ke bukit yang disebelahnya. Begitu terus sampai ia benar-benar merasa puas. Tapi kelihatnya Kaisar belum juga ada puasnya. Pria itu masih belum rela melepas itu. Berdiri merendah, bersimpuh di depan Ara sambil terus menikmatinya. Ara semakin ia buat terbuai dengan perlakuann
Mobil yang dikemudikan Kaisar melaju juga. Keluar dari area parkir dalam club. Sepanjang jalan. Kedunya masih diam. Tidak ada obrolan sama sekali. Sedang Kaisar hanya fokus pada jalanan di depannya. Mobil sedan hitam tersebut terus melaju, lantas berbelok ke sebuah hotel berbintang lima yang letaknya tidak jauh dari sana."Turun!" ucap Kaisar setelah memarkirkan mobilnya tepat di depan lobby. Ara mengikut saja. Ia ikut turun menyusul Kaisar yang sudah lebih dulu. Sampai di hotel Kaisar tidak juga menungguinya. Pria ini memilih berjalan lebih dulu menuju meja resepsionis. Ara sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Justru ia sedikit lega, Kaisar bersikap dingin padanya. Selian itu ia masih teramat malu jika tanpa sengaja ada orang yang mengenalnya saat berada di sana. Belum lagi tampilannya kini yang menggunakan gaun seksi. Tidak menampik jika banyak kaum adam yang melirik saat melihat komolekan tubuhnya. "Ayo jalan!" ajak Kaisar yang sudah selesai dengan urusan kamarnya. Ara k
"Serly, aku ingin keluar saja." Ara, gadis polos dengan paras cantik dan tubuh mungil itu, merasa ragu dengan keputusannya. Ia benar-benar merasa asing berada di tempat itu, sebuah club malam. "Kamu pikir setelah kamu masuk sini. Kamu bisa keluar seenak sendiri?" ucap Serly menyudutkannya. Membuat Ara semakin ketakutan. "Denger baik-baik ya Ara. Buat modalin kamu masuk sini itu gak murah. Biaya permak kamu di salon sampai biaya baju itu gak ditanggung BPJS." "Belum lagi aku mesti keluarin duit buat biaya preman. Buat keamanan kamu sendiri biar gak dicurangin tamu nakal. Dipikir gampang apa masuk ke club ini?" kata Serly mengebu-gebu. High Six Club and karaoke, malam ini bak ketiban rejeki nomplok. Hampir semua table dan ruangan sudah diboking. Pun dengan para gadis-gadis malam yang hampir habis ikut diboking untuk menemani para tamu. Ini kali perdana Ara memulai sepak terjangnya menjadi LC, lady companion. Ara terpaksa karena himpitan ekonomi dan ialah yang menjadi tulang pungg