Mobil yang dikemudikan Kaisar melaju juga. Keluar dari area parkir dalam club.
Sepanjang jalan. Kedunya masih diam. Tidak ada obrolan sama sekali. Sedang Kaisar hanya fokus pada jalanan di depannya. Mobil sedan hitam tersebut terus melaju, lantas berbelok ke sebuah hotel berbintang lima yang letaknya tidak jauh dari sana."Turun!" ucap Kaisar setelah memarkirkan mobilnya tepat di depan lobby. Ara mengikut saja. Ia ikut turun menyusul Kaisar yang sudah lebih dulu. Sampai di hotel Kaisar tidak juga menungguinya. Pria ini memilih berjalan lebih dulu menuju meja resepsionis. Ara sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Justru ia sedikit lega, Kaisar bersikap dingin padanya. Selian itu ia masih teramat malu jika tanpa sengaja ada orang yang mengenalnya saat berada di sana. Belum lagi tampilannya kini yang menggunakan gaun seksi. Tidak menampik jika banyak kaum adam yang melirik saat melihat komolekan tubuhnya. "Ayo jalan!" ajak Kaisar yang sudah selesai dengan urusan kamarnya. Ara kembali mengekori. Berjalan di belakang Kaisar. Sampai di dalam lift keduanya belum juga bertegur sapa. Kaisar berdiri di depan. Sedang Ara berdiri di belakang. Hingga pintu lift terbuka. Kaisar memimpin di depan. Menuju ke sebuah kamar tipe presidential suite. "Masuk!" perintahnya sesudah membuka pintu kamar. Ara melangkahkan kaki pelan memasuki kamar hotel yang baru pertama kali ia lihat. Tidak menampik jika ia kagum melihat itu semua. "Kamu mandi saja dulu. Kamar mandi di sebelah kiri," ujar Kaisar menutup kembali pintu kamar lalu melonggarkan ikatan dasinya.Ara sama sekali tidak menaruh curiga. Sampai detik ini Kaisar masih saja bersikap dingin padanya. Gegas ia masuk ke dalam kamar mandi yang Kaisar tunjukan. Menyegarkan tubuhnya disana. Mungkin dengan ini bisa sedikit melipur kegundahannya. "Astaga! Aku kan gak bawa baju ganti." Ara baru saja menyadarinya. Yang tersedia saat itu hanya sepasang bathrobe putih. Ara memakai itu sementara untuk keluar dari sana. Seraya memantau keadaan luar. Saat membuka pintu pertama kali. Ia dikejutkan dengan kehadiran Kaisar yang sudah berdiri menungguinya di depan pintu. "Tuan," ucap Ara tersentak kaget. Kaisar tidak juga bersuara. Memperhatikannya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tubuh Ara yang hanya tertutupi handuk tebal dengan rambut basahnya. Terlihat sanggat menggoda. Ara mulai sedikit was-was. Ia berpikir jika Kaisar tidak mungkin tertarik padanya. Namun, yang terjadi sekarang. Pria itu justru tidak berkedip menatapinya dengan tatapan nakal. "Kita mulai sekarang!" ucap Kaisar begitu jelas. Ara sampai membelakkan kedua matanya. Keyakinannya terbantahkan saat itu juga. Tidak mengira, Kaisar yang ia pikir acuh di awal berbalik menginginkannya. Kaisar lantas beranjak. Duduk di sebuah sofa. Sambil menyilangkan kakinya. "Ayo tunggu apa lagi? Bukannya kamu sudah dibayar lebih untuk melakukan ini. Akan sangat tidak adil jika kamu hanya mengambil upahnya saja tanpa melakukan apa-apa," kata Kaisar menyindir. Dada Ara terasa begitu sesak. Air matanya juga ingin tumpah tapi masih bisa ia tahan. Secara tidak langsung ucapan Kaisar tadi menyinggung perasaannya. Namun, apa pun itu yang Kaisar katakan tetap benar. Mungkin itu sudah konsekuensi. Melakoni pekerjaan ini. Ara mencoba membuang jauh-jauh rasa malunya. Mengingat ulang perkataan Serly sekaligus desakan ekonomi.Ia besarkan hatinya. Melawan keraguan. Menjalani pekerjaan secara profesional. "Buka bajumu! Aku tidak ingin melihat sehelai benang pun. Karena aku hanya ingin tubuhmu!" ucap Kaisar jelas. Dada Ara semakin bergemuruh. Pikirannya beradu antara melakukan itu dan tidak. Dia sadar tidak mungkin bisa menolak permintaan tersebut. Toh, sekarang atau nanti juga sama saja. Kaisar juga pasti akan melihat keseluruhan tubuhnya. Ara mengalah, membuka sendiri talinya bathrobenya dengan tangan gemetaran. Di sebelah sana. Kaisar tampak tidak sabar menunggu. Pria ini semakin gelisah. Sebentar-bentar ia benarkan posisi duduknya. Bathrobe putih yang membalut tubuh Ara, akhirnya luruh juga. Ia memang tidak memakai apapun di dalamnya. Tubuhnya yang polos terlihat secara keseluruhan tanpa sehelai benang yang menutupi. Tenggorokan Kaisar serasa dahaga saat melihatnya langsung. Kemolekan tubuh Ara yang begitu polos sudah tersaji di hadapannya. "Apa hanya itu saja?" tantang Kaisar masih bisa sedikit menahan diri. Meski batinnya sudah meronta-ronta. Bagiamanapun Kaisar juga pria normal. Tidak munafik ia yang awalnya acuh mendadak tergoda dengan itu semua. Apalagi tubuh Ara begitu sempurna. Kulit mulus dengan dua gundukan besar yang menggantung di dada dan terlihat begitu menggoda. Selain itu bagian inti wanita ini terlihat mengintip. Seakan merayunya untuk lekas berkunjung. Ara masih saja terlihat canggung. Begini saja urat malunya terasa sudah putus. Ia benar-benar tidak berani untuk memulai lebih dulu. Melihat Ara yang masih diam saja. Membuat Kaisar bertindak. Pria ini segera bangkit dari kursinya. "Bukakan bajuku!" paksa Kaisar. Kondisinya sudah semakin terdesak. Ara tidak punya banyak waktu untuk menimbang permintaan tadi. Nafsu Kaisar yang sudah ada di ujung. Selain itu melihat tatapan Kaisar yang tidak berpaling darinya. Serasa ingin menerkamnya saat itu juga. Ara mantapkan hati mendekat. Meraih kancing kemeja Kaisar. Yang terjadi justru lain. Pria itu menarik tubuh Ara yang polos ke dalam pelukannya. Tanpa basa-basi, Kaisar menjatuhkan bibirnya di bibir Ara. "Tu..." Ara tidak selesai mengucapkan itu. Kaisar sama sekali tidak memberinya kesempatan. Bibirnya sendiri sudah di kunci oleh bibir Kaisar.Detik selanjutnya, Kaisar belum mampu melepas bibir itu yang ia rasa sangat lah manis. Ara yang tadinya menolak juga mulai menginginkan itu semua. Terdiam menikmati setiap sentuhan yang Kaisar berikan. Kedua tangannya ikut melingkar di leher Kaisar. Memberikan ruang pada Kaisar untuk lebih bebas mengexplore bibir dan tubuhnya. Kaisar semakin mengganas. Ia tertantang untuk berbuat lebih. Bibir Ara yang ranum tidak luput dari sasarannya. Kaisar begitu candu saat menggigit kecil bibir itu sampai membuat Ara berdesis. Tidak hanya itu, bahkan lidahnya ikut merangsak masuk. Bermain-main di dalam sana. Kedua tangan Kaisar tidak juga bisa diam. Kompak tangan ini berpindah-pindah. Menggerayangi seluruh bagian tubuh Ara. Dan berakhir pada dua bulatan belakang Ara yang Kaisar rasa sangat mo*tox. Kaisar semakin tercandu memainkan itu. Sengaja ia ciptakan cubitan-cubitan kecil yang membuat Ara kian berdesis. "Sstt, ah...!" Detik berikutnya. Ara sudah sangat pasrah. Membiarkan Kaisar menikmati tubuhnya.Deru nafas Kaisar terdengar sangat kasar. Suhu tubuhnya sudah panas. Pendingin udara yang berada di dalam sana sepertinya tidak berfungsi lagi baginya. Sedang keringatnya sudah menetes. Membanjiri seluruh tubuh. Kaisar terlihat rakus. Setiap inci tubuh Ara tidak ada yang luput darinya. Hampir seluruh bagian tubuh yang sintal ini ia jajaki. Tanda cap merah bahkan sudah merata di sekujur tubuh Ara. Ara membiarkan saja saat Kaisar memberikan kecupan-kecupan kecil di tubuhnya. Ia sendiri serasa di terbangkan ke awan saat bibir Kaisar menyentuh bagian sensitifnya. Dada Ara ikut mendongak saat bibir Kaisar menyentuh dua gundukan besar miliknya. Pria itu terlihat sangat menikmatinya. Berpindah-pindah dari satu bukit ke bukit yang disebelahnya. Begitu terus sampai ia benar-benar merasa puas. Tapi kelihatnya Kaisar belum juga ada puasnya. Pria itu masih belum rela melepas itu. Berdiri merendah, bersimpuh di depan Ara sambil terus menikmatinya. Ara semakin ia buat terbuai dengan perlakuann
Kaisar percepat langkah kakinya. Berjalan menuju depan lobby. Di sana sudah terparkir sebuah mobil sedan mewah yang akan membawanya pergi. "Selamat pagi Tuan," sapa Julian, asisten pibadinya yang pagi ini sudah datang mengurusi semua kebutuhannya. Termasuk menyiapkan pakaian yang ia dan Ara kenanakan. "Pagi," sahut Kaisar singkat. Kaisar masih berdiri di samping mobil. Berdampingan dengan Julian, yang masih berada di posisi awal. Berdiri sembari memegangi pintu mobil. Mendadak Kaisar berubah ragu untuk masuk. Ia menoleh lagi ke belakang. Memeriksa keadaan sekitar. "Maaf Tuan, apa ada yang ketinggalan?" ujar Julian peduli. "Tidak ada," tegas Kaisar kemudian memilih untuk segera masuk ke dalam mobil. Meski perasaanya kini tengah dilanda kegundahan. Masih memikirkan keadaan Ara yang ia tinggalkan sendirian. Di dalam kamar hotel, Ara sudah rampung membersihkan tubuhnya. Ia kebingungan dihadapkan pada 2 pilihan baju. Pagi ini ia tetap harus masuk kerja. Dimana ia sudah men
Semalam Ara hampir tidak bisa tidur. Serly terus menghubunginya. Memaksa untuk bertemu dengan Kaisar. Namun, Ara tetap kekeh tidak ingin masuk kedalam dunia malam. Cukuplah, malam itu saja ia khilaf. Pagi ini sebelum sampai di tempat kerja. Dirinya dikejutkan dengan kehadiran Serly dan Leon. Kedua orang ini mendatanginya saat dirinya tengah menunggu di halte bus dekat rumah. "Serly, Tuan Dion," ucap Ara terkejut bukan main. "Sory Ra, bikin kamu kaget. Kedatangan kita kesini kerena kita mau ajak kamu bertemu Tuan Kaisar," tutur Serly. Ucapannya masih sama dengan semalam. Secara khusus mereka datang untuk membujuk Ara agar mau menemui Kaisar. "Bukannya udah aku bilang. Kalau aku gak pengen nemuin dia," kekeh Ara. Masih berpegang teguh pada pendirian. "Tolong. Satu kali ini saja," pinta Serly sampai memohon. "Begini Ara. Tuan Kaisar, sangat jarang miminta untuk bertemu dengan seseorang. Bisa dibilang, kamu orang pertama yang diminta untuk bertemu dengannya. Jadi, aku mohon,
Kiasar tersenyum tipis. Cukup lega, setelah mendengar jawaban Ara atas tawaran tempo hari. Ia lantas menurunkan ponselnya lalu kembali duduk di kursinya. "Julian siapkan sebuah mobil untuk menjemput Ara nanti siang," ucapnya dari balik meja. "Ara? Maksud Tuan, wanita yang ada di restauran tempo hari," tanyanya menekankan. "Iya benar. Memang kenapa?" Kaisar memicingkan mata. Sedikit terganggu dengan ucapan Julian seolah ada yang salah dengan perintahnya."Oh, tidak Tuan. Tidak apa-apa. Saya permisi dulu." Bagi Julian rasanya aneh saja. Selama bekerja di sana. Belum pernah ia dimintai tugas seperti ini.Selain itu, Kaisar banyak membatasi hubungannya dengan wanita di luar setelah isu perceraian. "Julian tunggu!" "Iya Tuan." Julian menangguhkan langkah kakinya yang separuh keluar. Berbalik menatap Kaisar. "Tolong sekalian kamu buatkan surat perjanjian kontrak. Isiannya nanti saya kirim lewat pesan pendek.""Baik Tuan." Julian tidak merincinya lagi. Gegas ia beranjak pergi. Menjal
"Eumph..." Kaisar makin mengganas. Sengaja membuat jejak tanda merah di sekujur area yang sudah ia lalui. Ara hanya bisa pasrah. Menerima perlakuannya. Sesekali sambil menggigit bibir bawah. Berusaha meredam suara desahannya agar tidak bocor sampai luar. Tanpa perlawanan, Ara menyerahkan kendali akan tubuhnya pada pria ini. Kaisar tidak menunggu itu lebih lama. Sikap diam Ara semakin membuatnya berbuat lebih dari sekedar itu. Tangannya menyusup masuk ke dalam baju yang Ara kenakan. Menangkap dua bulatan besar yang sejak tadi tidak berhenti menggoda. "Sstt...ahhh..." Ara makin merancau hebat. Tangannya mengalung ke leher Kaisar yang masih berdiri di belakang."Aahhh...Tuan, apa tidak masalah jika kita melakukan itu di sini?" tanyanya masih dalam batas sadar. "Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan sayang, kerena ini ruanganku. Tidak ada yang berani masuk ke dalam sini. Kecuali tanpa izin dariku," sahutnya belum berhenti dari kegemaraannya. Meremas-remas dua gundukan bulat milik A
Ara bergegas memasuki kamar tidur utama. Langsung menuju kamar mandi dan membersihkan badannya di dalam sana. Bagimanapun ia harus bepenampilan menarik di depan Kaisar. Sudah menjadi tanggung jawabnya untuk menyambut dan memberikan pelayanan yang terbaik. Selesai membilas tubuh, Ara mengambil handuk dan melilitkannya ke tubuh. Lalu ia beranjak keluar dari sana. Bermaksud mengambil pakaianya di dalam koper. "Mana sih?" gumam Ara, berjongkok di depan koper. Mengobrak-abrik isi dalam koper mencari gaun malam yang akan ia kenakan."Kehilangan sesuatu?" tegur sebuah suara dari arah pintu. Ara menoleh cepat. Takjub setelah menyadari Kaisar yang sudah berada di sini. Berdiri sembari menatap tajam kearahnya. "Tuan," gagapnya lantas berdiri. Kaisar juga berjalan mendekat seraya membawa sesuatu di tangan kirinya. "Apa ini yang kamu cari?" Menunjukan sebuah gaun malam warna pink dengan bahan yang menerawang. Serta memiliki belahan lebar di titik-titik tertentu. "Bagiamana anda bisa tahu?
"Serly, aku ingin keluar saja." Ara, gadis polos dengan paras cantik dan tubuh mungil itu, merasa ragu dengan keputusannya. Ia benar-benar merasa asing berada di tempat itu, sebuah club malam. "Kamu pikir setelah kamu masuk sini. Kamu bisa keluar seenak sendiri?" ucap Serly menyudutkannya. Membuat Ara semakin ketakutan. "Denger baik-baik ya Ara. Buat modalin kamu masuk sini itu gak murah. Biaya permak kamu di salon sampai biaya baju itu gak ditanggung BPJS." "Belum lagi aku mesti keluarin duit buat biaya preman. Buat keamanan kamu sendiri biar gak dicurangin tamu nakal. Dipikir gampang apa masuk ke club ini?" kata Serly mengebu-gebu. High Six Club and karaoke, malam ini bak ketiban rejeki nomplok. Hampir semua table dan ruangan sudah diboking. Pun dengan para gadis-gadis malam yang hampir habis ikut diboking untuk menemani para tamu. Ini kali perdana Ara memulai sepak terjangnya menjadi LC, lady companion. Ara terpaksa karena himpitan ekonomi dan ialah yang menjadi tulang pungg
Ara bergegas memasuki kamar tidur utama. Langsung menuju kamar mandi dan membersihkan badannya di dalam sana. Bagimanapun ia harus bepenampilan menarik di depan Kaisar. Sudah menjadi tanggung jawabnya untuk menyambut dan memberikan pelayanan yang terbaik. Selesai membilas tubuh, Ara mengambil handuk dan melilitkannya ke tubuh. Lalu ia beranjak keluar dari sana. Bermaksud mengambil pakaianya di dalam koper. "Mana sih?" gumam Ara, berjongkok di depan koper. Mengobrak-abrik isi dalam koper mencari gaun malam yang akan ia kenakan."Kehilangan sesuatu?" tegur sebuah suara dari arah pintu. Ara menoleh cepat. Takjub setelah menyadari Kaisar yang sudah berada di sini. Berdiri sembari menatap tajam kearahnya. "Tuan," gagapnya lantas berdiri. Kaisar juga berjalan mendekat seraya membawa sesuatu di tangan kirinya. "Apa ini yang kamu cari?" Menunjukan sebuah gaun malam warna pink dengan bahan yang menerawang. Serta memiliki belahan lebar di titik-titik tertentu. "Bagiamana anda bisa tahu?
"Eumph..." Kaisar makin mengganas. Sengaja membuat jejak tanda merah di sekujur area yang sudah ia lalui. Ara hanya bisa pasrah. Menerima perlakuannya. Sesekali sambil menggigit bibir bawah. Berusaha meredam suara desahannya agar tidak bocor sampai luar. Tanpa perlawanan, Ara menyerahkan kendali akan tubuhnya pada pria ini. Kaisar tidak menunggu itu lebih lama. Sikap diam Ara semakin membuatnya berbuat lebih dari sekedar itu. Tangannya menyusup masuk ke dalam baju yang Ara kenakan. Menangkap dua bulatan besar yang sejak tadi tidak berhenti menggoda. "Sstt...ahhh..." Ara makin merancau hebat. Tangannya mengalung ke leher Kaisar yang masih berdiri di belakang."Aahhh...Tuan, apa tidak masalah jika kita melakukan itu di sini?" tanyanya masih dalam batas sadar. "Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan sayang, kerena ini ruanganku. Tidak ada yang berani masuk ke dalam sini. Kecuali tanpa izin dariku," sahutnya belum berhenti dari kegemaraannya. Meremas-remas dua gundukan bulat milik A
Kiasar tersenyum tipis. Cukup lega, setelah mendengar jawaban Ara atas tawaran tempo hari. Ia lantas menurunkan ponselnya lalu kembali duduk di kursinya. "Julian siapkan sebuah mobil untuk menjemput Ara nanti siang," ucapnya dari balik meja. "Ara? Maksud Tuan, wanita yang ada di restauran tempo hari," tanyanya menekankan. "Iya benar. Memang kenapa?" Kaisar memicingkan mata. Sedikit terganggu dengan ucapan Julian seolah ada yang salah dengan perintahnya."Oh, tidak Tuan. Tidak apa-apa. Saya permisi dulu." Bagi Julian rasanya aneh saja. Selama bekerja di sana. Belum pernah ia dimintai tugas seperti ini.Selain itu, Kaisar banyak membatasi hubungannya dengan wanita di luar setelah isu perceraian. "Julian tunggu!" "Iya Tuan." Julian menangguhkan langkah kakinya yang separuh keluar. Berbalik menatap Kaisar. "Tolong sekalian kamu buatkan surat perjanjian kontrak. Isiannya nanti saya kirim lewat pesan pendek.""Baik Tuan." Julian tidak merincinya lagi. Gegas ia beranjak pergi. Menjal
Semalam Ara hampir tidak bisa tidur. Serly terus menghubunginya. Memaksa untuk bertemu dengan Kaisar. Namun, Ara tetap kekeh tidak ingin masuk kedalam dunia malam. Cukuplah, malam itu saja ia khilaf. Pagi ini sebelum sampai di tempat kerja. Dirinya dikejutkan dengan kehadiran Serly dan Leon. Kedua orang ini mendatanginya saat dirinya tengah menunggu di halte bus dekat rumah. "Serly, Tuan Dion," ucap Ara terkejut bukan main. "Sory Ra, bikin kamu kaget. Kedatangan kita kesini kerena kita mau ajak kamu bertemu Tuan Kaisar," tutur Serly. Ucapannya masih sama dengan semalam. Secara khusus mereka datang untuk membujuk Ara agar mau menemui Kaisar. "Bukannya udah aku bilang. Kalau aku gak pengen nemuin dia," kekeh Ara. Masih berpegang teguh pada pendirian. "Tolong. Satu kali ini saja," pinta Serly sampai memohon. "Begini Ara. Tuan Kaisar, sangat jarang miminta untuk bertemu dengan seseorang. Bisa dibilang, kamu orang pertama yang diminta untuk bertemu dengannya. Jadi, aku mohon,
Kaisar percepat langkah kakinya. Berjalan menuju depan lobby. Di sana sudah terparkir sebuah mobil sedan mewah yang akan membawanya pergi. "Selamat pagi Tuan," sapa Julian, asisten pibadinya yang pagi ini sudah datang mengurusi semua kebutuhannya. Termasuk menyiapkan pakaian yang ia dan Ara kenanakan. "Pagi," sahut Kaisar singkat. Kaisar masih berdiri di samping mobil. Berdampingan dengan Julian, yang masih berada di posisi awal. Berdiri sembari memegangi pintu mobil. Mendadak Kaisar berubah ragu untuk masuk. Ia menoleh lagi ke belakang. Memeriksa keadaan sekitar. "Maaf Tuan, apa ada yang ketinggalan?" ujar Julian peduli. "Tidak ada," tegas Kaisar kemudian memilih untuk segera masuk ke dalam mobil. Meski perasaanya kini tengah dilanda kegundahan. Masih memikirkan keadaan Ara yang ia tinggalkan sendirian. Di dalam kamar hotel, Ara sudah rampung membersihkan tubuhnya. Ia kebingungan dihadapkan pada 2 pilihan baju. Pagi ini ia tetap harus masuk kerja. Dimana ia sudah men
Deru nafas Kaisar terdengar sangat kasar. Suhu tubuhnya sudah panas. Pendingin udara yang berada di dalam sana sepertinya tidak berfungsi lagi baginya. Sedang keringatnya sudah menetes. Membanjiri seluruh tubuh. Kaisar terlihat rakus. Setiap inci tubuh Ara tidak ada yang luput darinya. Hampir seluruh bagian tubuh yang sintal ini ia jajaki. Tanda cap merah bahkan sudah merata di sekujur tubuh Ara. Ara membiarkan saja saat Kaisar memberikan kecupan-kecupan kecil di tubuhnya. Ia sendiri serasa di terbangkan ke awan saat bibir Kaisar menyentuh bagian sensitifnya. Dada Ara ikut mendongak saat bibir Kaisar menyentuh dua gundukan besar miliknya. Pria itu terlihat sangat menikmatinya. Berpindah-pindah dari satu bukit ke bukit yang disebelahnya. Begitu terus sampai ia benar-benar merasa puas. Tapi kelihatnya Kaisar belum juga ada puasnya. Pria itu masih belum rela melepas itu. Berdiri merendah, bersimpuh di depan Ara sambil terus menikmatinya. Ara semakin ia buat terbuai dengan perlakuann
Mobil yang dikemudikan Kaisar melaju juga. Keluar dari area parkir dalam club. Sepanjang jalan. Kedunya masih diam. Tidak ada obrolan sama sekali. Sedang Kaisar hanya fokus pada jalanan di depannya. Mobil sedan hitam tersebut terus melaju, lantas berbelok ke sebuah hotel berbintang lima yang letaknya tidak jauh dari sana."Turun!" ucap Kaisar setelah memarkirkan mobilnya tepat di depan lobby. Ara mengikut saja. Ia ikut turun menyusul Kaisar yang sudah lebih dulu. Sampai di hotel Kaisar tidak juga menungguinya. Pria ini memilih berjalan lebih dulu menuju meja resepsionis. Ara sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Justru ia sedikit lega, Kaisar bersikap dingin padanya. Selian itu ia masih teramat malu jika tanpa sengaja ada orang yang mengenalnya saat berada di sana. Belum lagi tampilannya kini yang menggunakan gaun seksi. Tidak menampik jika banyak kaum adam yang melirik saat melihat komolekan tubuhnya. "Ayo jalan!" ajak Kaisar yang sudah selesai dengan urusan kamarnya. Ara k
"Serly, aku ingin keluar saja." Ara, gadis polos dengan paras cantik dan tubuh mungil itu, merasa ragu dengan keputusannya. Ia benar-benar merasa asing berada di tempat itu, sebuah club malam. "Kamu pikir setelah kamu masuk sini. Kamu bisa keluar seenak sendiri?" ucap Serly menyudutkannya. Membuat Ara semakin ketakutan. "Denger baik-baik ya Ara. Buat modalin kamu masuk sini itu gak murah. Biaya permak kamu di salon sampai biaya baju itu gak ditanggung BPJS." "Belum lagi aku mesti keluarin duit buat biaya preman. Buat keamanan kamu sendiri biar gak dicurangin tamu nakal. Dipikir gampang apa masuk ke club ini?" kata Serly mengebu-gebu. High Six Club and karaoke, malam ini bak ketiban rejeki nomplok. Hampir semua table dan ruangan sudah diboking. Pun dengan para gadis-gadis malam yang hampir habis ikut diboking untuk menemani para tamu. Ini kali perdana Ara memulai sepak terjangnya menjadi LC, lady companion. Ara terpaksa karena himpitan ekonomi dan ialah yang menjadi tulang pungg