Akibat ditiduri paksa oleh sang kekasih, Arini berakhir hamil di luar nikah. Namun, saat dimintai tanggung jawab, pria bajingan itu bukan hanya tidak mengakui darah dagingnya sendiri, melainkan menuduh Arini berkhianat dengan pria lain! Bahkan meminta Arini untuk menggugurkan kandungannya. Arini bersikeras menolak. Di keadaan terpuruk itu, muncullah Wisnu, pria yang selama ini tinggal di kontrakan milik keluarga Arini, yang bersedia menikahi Arini karena demi melindunginya. Pria itu menikahi Arini karena sebuah alasan. Ternyata, terungkap siapa sebenarnya sosok Wisnu dan kenapa ia memilih menikah dengan Arini. Bagaimana reaksi mereka? Apakah sosok yang menghamili Arini akan mendapatkan balasan setimpal?
View More"Saya hamil anak dari Mas Gilang, Tante. Mas Gilang harus tanggung jawab!" ucap seorang perempuan bermata sayu, sambil menahan air mata yang membendung.
Perempuan itu adalah Arini. Ia hamil setelah mahkotanya direnggut Gilang, kekasih sekaligus bosnya di perusahaan tempatnya bekerja.Arini memberanikan diri bicara jujur pada Widia–mamanya Gilang dengan memberikan surat dari dokter yang menyatakan jika Arini sedang hamil. Dia datang bersama Ratih–mamanya Arini.Namun, ibunya ia paksa untuk menunggu di depan gerbang. Arini tahu, ibunya pasti akan emosional melihatnya berbicara dengan Gilang dan ibunya."Tidak mungkin! Gilang itu anak baik-baik. Dia tidak mungkin tidur sembarangan dengan perempuan seperti kamu, yang cuma karyawan rendahan. Benar kan, Gilang?" Widia menoleh pada anaknya."Iya, Ma, pasti Arini hamil karena tidur dengan pria lain, dan bilang itu anakku supaya dia bisa minta aku buat bertanggung jawab dan menikah dengannya?" ucap Gilang mengiyakan ibunya. Namun, dari wajahnya, lelaki brengsek itu terlihat panik.Arini dan Gilang berpacaran selama empat tahun sejak mereka masih kuliah.Peristiwa mengenaskan itu terjadi saat Gilang sudah tak bisa membendung nafsunya dan menggagahi Arini secara paksa di dalam mobil, saat mereka berdua baru saja pulang kerja.Arini tak kuasa menolak. Selain karena ia terjebak dan tenaga Gilang lebih kuat, Gilang adalah penentu apakah ia akan tetap bekerja atau tidak di perusahaan milik keluarga Gilang."Tega kamu berkata begitu, Gilang!" ucap Arin terisak.Ia menatap pria di depannya dengan dada sesak seraya menggenggam erat hasil pemeriksaannya. Air matanya seketika merembes keluar."Ini darah daging kamu!"Widia menatap Arini dengan semakin jijik. Dari wajahnya, ia ingin segera cepat-cepat mengusir perempuan yang sdari tadi merengek-rengek di hadapannya ini!"Memang benar kan?! Anak yang kamu kandung itu bukan anaknya anak saya! Jangan sembarangan ngomong! Dasar perempuan licik!""Aku kira kamu ini perempuan baik-baik, ternyata hanya perempuan murahan yang mengincar harta bosnya sendiri. Dasar jalang!"Jleb!Jantung Arini seperti ditusuk tombak ketika mendengar kembali hinaan kedua orang di depannya. Kakinya lemas, membuatnya seketika terduduk, terpaku."Nah, itu kamu sadar kalau keberadaan kamu di rumah ini tidak diterima dengan baik. Pergi kamu dari rumah ini!" teriak Widi mengusir Arini.Arini tak bergerak, tatapannya kosong."Pak Edi, Pak Edi!" teriak Widia memanggil satpam rumah itu. Satpam pun masuk ke ruang tamu. "Bawa perempuan binal ini keluar dari rumah!"Satpam rumah itu menarik lengan Arini dengan kasar. Arini berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman satpam itu. Namun, cengkraman pria itu lebih kuat. Tubuh Arini pun terseret keluar dari rumah itu. Melihat anaknya diperlakukan seperti binatang, Ratin yang sedari tadi menunggu di luar langsung menghampiri anaknya dan menariknya dari satpam itu.“Pak, lepaskan anak saya! Dia enggak salah, majikanmu yang harusnya bertanggung jawab!” teriak Ratih histeris.Tiba-tiba, dari arah rumah, Gilang kembali datang ke arah Arini dengan setengah berlari. Perempuan itu melihatnya dengan sebuah harap, akankah ia berubah pikiran?Namun, justru…"Gugurkan kandungan itu atau kamu akan dipecat dari perusahaan!" ancam Gilang pada Arini.Arini terkesiap. Lalu, entah dari mana, kepalanya seketika diliputi rasa marah."Bayi ini tidak berdosa, Mas! Aku akan merawat bayi ini tanpa bantuanmu sekalipun!""Tapi kamu akan merusak citra perusahaan. Membiarkan seorang wanita hamil tanpa suami bekerja di PT. Maheswara,” ucap Gilang marah sambil menarik baju Arini.“Aku tidak takut, Mas!”Tak ingin anaknya semakin tersiksa, Ratih langsung menarik lengan Arini dari cengkraman Gilang dan meninggalkan rumah Widia.“Arini! Lebih baik kita pergi dari sini! Percuma berbicara pada Iblis yang tak tahu dosanya sendiri!”Ratih pun langsung membawa pergi Arini yang masih terisak dan memegangi dadanya yang sakit.“Rin, coba kamu telpon Wisnu. Minta tolong jemput kita di sini.”“Ba…baik Mah…”Wisnu adalah pria yang ikut tinggal di hunian kontrak milik keluarga Arini. Ia berporfesi sebagai tukang ojek.Dulu, ia diselamatkan oleh keluarga Arini setelah dikejar-kejar oleh aparat semasa menjadi mahasiswa. Demi membalas budi, Wisnu pun tinggal di hunian milik keluarga itu untuk membantu mereka.Namun, perawakan Wisnu yang tampan dan bersih kadang membuat keluarga Arini sangsi. Tidak mungkin dengan penampilannya seperti ini, ia hanya seorang tukang ojek.Tetapi, dikulik seperti apapun, Wisnu di hadapan mereka hanyalah tukang ojek biasa.Sementara itu, Ratih dan Arini berhenti berjalan. Keduanya berdiri dan menunggu di pinggir jalan lalu Arini menelepon Wisnu."Halo, Mas. Mas lagi di mana? Bisa jemput mama sekarang enggak? Kami lagi di luar, sekarang mau pulang gitu. Bisa ya, Mas?" "Aduh, maaf, Rin Mas enggak bisa jemput. Tadi ada yang minta anter agak jauh ke pinggiran kota ini baru mau jalan. Kamu naik taksi online sama sama mama, ya? Bilang sama mama, Mas enggak bisa jemput, maaf banget gitu ya."Arini menghela nafas kecewa, “ Oke Mas gapapa, hati-hati ya.”***Malam harinya, Wisnu datang ke rumah Ratih. Saat pria itu masuk rumah dia hanya melihat Arini saja."Mama kamu mana? Kok enggak keliatan?""Ada di kamar, Mas. Aku panggilkan dulu, ya."Arini bangkit, tetapi lengannya ditahan oleh Wisnu sehingga dia duduk kembali."Kamu kenapa? Habis nangis? Kok mata kamu keliatan bengkak?""Eh, enggak apa-apa kok, Mas. Lagi enggak enak badan. Mestinya banyak istirahat sih."Wisnu menatap Arini dengan curiga. Namun, perempuan itu tak bisa berkata jujur padanya.Selain malu, ia memang tak ingin membagi yang ia rasakan saat ini pada orang lain, sedekat apapun orang itu.“Baiklah kalau kamu gapapa. Tapi kalau…”Arini tak menggubris Wisnu dan langsung memanggilkan ibunya, membuat wajah Wisnu sekali lagi diliputi kebingungan."Ma, bangun, di depan ada Mas Wisnu."Ratih membuka mata. Perasaan gundahnya sedikit berkurang. "Wisnu datang?" Ratih bangun. "Mama mau keluar dulu menemui Wisnu.""Ma, aku mau tiduran bentar di kamar Mama enggak apa-apa?""Enggak apa-apa kok, Rin. Kamu harus banyak istirahat, ya."Ratih merapikan pakaian dan rambutnya lalu keluar dari kamar. Arini lantas berbaring di kamar Ratih. Dia merasa lebih nyaman berada di kamar itu. Ratih duduk di kursi yang ada di ruang tengah rumah itu. Dia sudah tidak sabar untuk meluapkan kekesalannya pada Wisnu."Kamu sudah makan, Nak?""Sudah, Bu. Ibu lagi ada masalah apa? Maaf ya tadi enggak bisa jemput Ibu. Memangnya Ibu dari mana toh?""Kalau nanya itu mbok ya satu-satu, Nak Wisnu. Tadi Ibu habis dari rumah orang tua Gilang.""Loh, ada apa Ibu ke sana?"Raut wajah Ratih berubah dari sumringah karena bertemu Wisnu menjadi sedih karena ingat pada Arini. "Mau minta Gilang menikah dengan Arini."Wisnu terdiam. Lalu, beberapa detik kemudian ia baru kembali bersuara."Terus Gilang mau?""Yo enggak Nak. Arini bahkan diusir kaya binatang. Ibu enggak tega anak ibu satu-satunya diperlakukan begitu!”Bulir bening lolos dari kedua mata Ratih karena tidak dapat menahan rasa sakit.Wisnu mengusap wajahnya. Ia terlihat berpikir keras sambil meremas-remas tangannya. Wajahnya merah padam menahan amarah.Lalu, laki-laki tampan itu seketika menatap Ratih dengan tajam, "Ibu jangan sedih, biar saya yang menggantikan Gilang untuk menikahi Arini. Arini perempuan baik, tidak sepantasnya dia disakiti seperti itu!"Wisnu masuk kamar Rasyid. Di usia Rasyid yang menginjak remaja, Wisnu dan Arini masih tinggal di rumah Ratih. Mereka ingin menjaga sang mama dan merenovasi rumah itu untuk menambah kamar untuk kedua anak mereka. Pria itu duduk di tepi ranjang anaknya. Rasyid duduk di meja belajarnya sambil membaca buku pelajaran. "Besok ada ulangan enggak, Syid?" tanya Wisnu memperhatikan anak itu membaca buku. Dia ingin bicara empat mata dengan anak itu saat itu juga. "Enggak ada sih, Pa, ada apa?" tanya Rasyid yang sebenarnya sudah tahu tujuan Wisnu masuk ke kamarnya. "Duduk sini dulu, dong!" Wisnu menepuk ranjang di sebelahnya. Rasyid bangkit dan berpindah tempat duduk menuruti perintah Wisnu. Dia pun duduk di sebelah papanya. Malam itu Rasyid belum siap mendengar kabar buruk tentang dirinya. "Papa mau tanya sesuatu. Tadi siang kamu ketemu siapa? Siapa yang bilang kalau kamu bukan anak kandung Papa?" tanya Wisnu dengan hati-hati agar tidak menyinggung perasaan anaknya. "Ada orang yang engga
Rasyid sudah berusia lima tahun dan Wisnu ingin memasukkan anak itu ke sekolah. Dia bertanya pada Arini rencana memasukkan Rasyid ke sekolah. "Rin, boleh enggak Mas masukin Rasyid ke sekolah TK yang bagus. Nanti dia sekolah dua tahun di sana, terus baru kita masukin ke SD, gimana menurutmu?" "Aku setuju aja. Nanti antar jemputnya gimana, Mas?" "Mas yang anter sekolah, pulangnya kamu naik ojek aja, nanti langganan sama salah satu ojek yang ada di pangkalan." "Ok. Terus kapan daftar sekolahnya, Mas?" "Minggu depan aja, nanti kita ke sekolah dulu buat daftar. Biar kamu tahu tempatnya di mana. Jadi, bisa jemput Rasyid pulang sekolah nanti." "Ok, Mas.""Kamu tuh dari tadi ok-ok aja, Rin," protes Wisnu pada Arini. "Ya kan memang jawaban yang tepatnya ok, Mas." Arini tertawa lebar. Keduanya setuju menyekolahkan Rasyid di usia lima tahun. Sementara putri kedua mereka sudah berumur dua tahun. Masih bermain di rumah bersama Arini. Tidak terasa anak-anak mereka cepat besar. Rasyid sudah
Malam itu Wisnu sudah membuat reservasi di sebuah restoran mewah untuk makan malam bersama Ratih dan keluarganya. Ratih merasa sangat senang diajak jalan oleh Wisnu bersama Arini dan Rasyid. Seketika perempuan paruh baya itu merasa kebahagiaannya lengkap bersama anak dan cucu."Nu, Mama sudah bahagia bersama kalian. Semoga kehidupanmu dan Arini beserta anak kalian bahagia juga selalu."Wisnu tersenyum bahagia mendapat doa yang baik dari Ratih. Dia pun merasa kebahagiaannya lengkap bersama Airin dan Rasyid walaupun. Perjuangannya menunggu Arini tidak pernah sia-sia."Aamiin. Makasih doanya ya, Ma. Semoga kita semua selalu bahagia."Selesai makan malam, Wisnu tidak langsung mengajak pulang kembali ke hotel. Dia mengajak mertua, istri dan anaknya mengelilingi kota Bogor. Baru kemudian kembali ke hotel.Malam itu Ratih tiba-tiba ingin mengajak Rasyid tidur bersamanya."Nu, tolong bawa Rasyid ke kamar Mama. Mama lagi enggak pengen tidur sendiri. Biar kamu menikmati waktu bersama Arini mala
Saat Rasyid sudah berusia dua tahun, Wisnu mulai mengajak Arini untuk membicarakan soal anak kedua pada Arini. Namun, Arini masih enggan untuk hamil lagi apalagi menambah jumlah anak. Wisnu terus membujuknya untuk memikirkan soal anak kedua. "Ayolah. Rin. Rasyid kan sudah dua tahun. Kasian dia kalau sendirian terus. Jadi, enggak ada teman mainnya." Begitulah salah satu cara Wisnu membujuk Arini. Arini menghela napas. "Mas, aku masih ingat gimana rasanya melahirkan itu. Jadi, aku masih belum mau hamil dan melahirkan lagi dalam waktu dekat." Arini sedikit trauma dengan yang namanya melahirkan itu. Dia masih berusaha untuk menghindarinya. "Gitu, ya? Ya sudah deh nanti aja kalau gitu." Arini tahu suaminya kecewa dengan penolakannya, tetapi dia memang masih belum mau untuk hamil lagi. Kali ini dia masih berusaha menolak sebisanya sebelum, tetapi jika nanti ternyata Arini hamil, dia akan menerima itu bukan karena terpaksa. Sebisa mungkin dia akan menghindari perasaan itu. ***Wisnu su
Wisnu sudah menyerahkan hasil pemeriksaan tes DNA pada Baskara. Pria itu menunggu jawaban dari sang papa saat setelah membaca hasil pemeriksaan itu.'Maaf katena sudah berbohong, Pa, tapi Rasyid juga butuh pengakuan. Jangan abaikan dia hanya karena dia bukan anak kandungku,' ucap Wisnu dalam hati sambil berdoa semoga hati Baskara mau melunak."Jadi, Rasyid benar anak kandungmu?" tanya Baskara untuk memastikan apa yang dia baca itu adalah benar adanya."Iya, Pa. Kan aku sudah bilang Rasyid itu anakku. Sekarang Papa percaya kan setelah melihat hasil tes DNA ini?""Sekarang Papa percaya jika Rasyid adalah cucu Papa. Maaf karena sudah mengabaikannya selama ini. Untuk urusan berita murahan itu kamu tidak usah khawatir lagi, Nu. Semua sudah selesai.""Iya, Pa."Baskara menepuk lengan Wisnu beberapa kali. "Kerja bagus. Kalau ada waktu main ke rumah bawa Arini dan Rasyid sekalian. Papa mau bertemu dengan mereka."Wisnu diliputi perasaan bahagia. Dia belum pernah sebahagia itu bisa mempertemuk
"Karena cuma kamu yang tahu arini hamil dan itu anak kamu, tapi selama ini kamu selalu mengelak dan tidak mengakui kalau itu anakmu, lantas kenapa sekarang kamu bilang anak Arini bukan anakku?" Wisnu tahu jika Gilang memang sengaja melakukan itu untuk mendapatkan sesuatu. Entah itu menghancurkan citra PT. Kalingga atau meminta uang. "Karena aku mau melihat kamu hancur!" Gilang tertawa di hadapan Wisnu. Jika Wisnu bisa hancur, Gilang akan merasa senang karena bisa membalaskan dendamnya pada pria itu. "Kamu tidak akan pernah bisa menghancurkanku!" Wisnu jelas tidak mau kalah dengan Gilang. Memang dia bersama Arini sudah membalaskan dendam Arini pada Gilang, sekarang setelah dia hancur dia pun tidak tinggal diam melihat Wisnu hidup bahagia bersama Arini. "Oh ya, mumpung kita sudah ketemu, aku akan mengakui. Memang aku yang menyebarkan berita itu dan aku juga bisa menyetop tersebarnya berita itu semakin luas lagi. Aku ada penawaran menarik buat kamu, gimana kalau kita barter aja?" Wis
Rasyid sudah berusia satu tahun, tetapi Baskara belum juga mau menerima kehadirannya sebagai cucu. Keras sekali hati pria paruh baya itu belum mau menerima kehadiran anak itu. Istrinya tidak pernah lelah untuk membujuk Baskara agar mau luluh hatinya. Namun, usahanya masih belum menemukan hasil. Pagi itu Wisnu sudah bersiap bekerja di kantor. Jadwalnya hari itu cukup pada. Namun, masih terlalu pagi untuk tersebar berita miring tentang pemimpin PT. Kalingga. Tersebar berita jika anak dari Wisnu adalah anak haram. Hasil hubungan gelap istrinya dengan pria lain. Berita ini tersebar di berbagai media online. Membuat Baskara mengamuk dan sejak pagi sudah menyambangi kantor PT. Kalingga untuk menanyakan langsung pada anaknya. Agar berita yang tersebar tidak semakin liar, Baskara sudah meminta untuk mentake down berita itu agar dihapus dari berbagai media online."Apa benar apa berita yang tersebar itu jika anakmu adalah hasil hubungan gelap Arini dengan pria lain?" tanya Baskara dengan nada
Usia Rasyid sudah masuk tiga bulan, tetapi sikap Baskara masih sama pada Wisnu dan Arini. Pria paruh baya itu masih belum ada keinginan untuk menerima Rasyid sebagai cucunya. Siang itu Wisnu mengajak Arini ke rumah orang tuanya. Mamanya ingin bertemu dengan sang cucu sehingga mengundang arini dan Wisnu ke rumahnya. "Duh, Mama kangen banget sama kalian." Perempuan paruh baya itu memeluk Arini dan Wisnu bergantian. "Sini biar Mama aja yang gendong Rasyid." Mamanya Wisnu itu mengambil sang cucu dari tangan anaknya. Mereka pun masuk rumah menuju ruang tengah lalu duduk di sofa. Rindu dan Wisnu masih merasa gerah karena masih betah mengendarai motor ke rumah sang mama. "Kenapa enggak naik mobil sih?" tanya mamanya Wisnu. "Kan kasian Rasyid kalau harus kepanasan kayak gini." Perempuan itu mengelus lembut kepala cucu Kesayangannya. "Mobil? Nanti diprotes papa lagi, Ma." Wisnu memang belum mau menggunakan apartemen dan mobil pribadinya selama Baskara belum mau mengembalikan perusahaan pad
Ratih dan Wisnu sudah menyiapkan tas perlengkapan bersalin buat Arini. Hari ini perut perempuan itu sudah mulai terasa kontraksi. Arini minta Wisnu untuk menemaninya banyak jalan. Berjalan di sekitar rumah, jalan di mall. Arini ingin melahirkan secara normal lebih dulu. Namun, jika di tengah proses ada kendala baru dia akan memilih jalan operasi. Siang itu kontraksi yang dirasakan Arini sudah mulai sering. Hampir setiap menit sekali, tetapi ketubannya belum pecah. Wisnu berinisiatif membawa Arini ke rumah sakit dengan taksi. Perjalanan menuju rumah sakit dalam kondisi seperti itu terasa lama. Satu menit terasa satu jam. Wisnu tidak menemani Arini sendirian. Ratih sang ibu mertua sudah pasti menemaninya. Pria itu belum sempat menghubungi mamanya. Rencananya nanti begitu tiba di rumah sakit Arini masuk ruang tindakan, Wisnu akan menghubungi sang mama. Akhirnya taksi yang mereka tumpangi tiba di rumah sakit, Wisnu membantu Arini dibawa ke ruang UGD semetara Ratih membawakan tasnya. Di
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments