Terjerat Cinta Atasan Nakal

Terjerat Cinta Atasan Nakal

last updateLast Updated : 2025-04-22
By:  SkaviviUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
9 ratings. 9 reviews
34Chapters
1.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

“Kau benar-benar gila, Tuan! Kau membuatku cinta tapi kini kau...” Kabar buruk menjebak Rania Zaskia Putri ke dalam pernikahan kontrak dengan atasan ibunya, Joe Abrizam Sky. Di tengah badai masalah yang datang silih berganti, sebagai seniman muda, Rania pun ikut memanfaatkan Joe sebagai batu loncatan menuju cita-citanya, meski kemudian masa lalu Joe yang telah lenyap membawa perkara baru dalam hidup Rania! Realino dan Sabrinna seolah-olah menjadi gula dan racun, dan Rania terjerat tipu daya atasannya. Mungkinkah Rania bebas dari jeratan atasannya yang nakal atau membuat babak baru kehidupan?

View More

Chapter 1

Tiba Di Jakarta

“Separah apa sih Ibu sekarang? Kenapa nggak dipulangkan sama bosnya dan di kasih pesangon? Kenapa aku yang perlu ke sini!”

Denyut kehidupan sangat terasa di kota Jakarta. Terutama di stasiun, ratusan kaki bergerak melambat ke pintu keluar dan masuk.

Sore ini. Aku—Rania Zaskia Putri, tiba di Jakarta untuk merawat Ibu yang sakit di rumah majikannya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Tapi sungguh aku benci kepadatan kota ini, aku benci hawa panas dan sesak yang begitu kuat membelai kulit meskipun ini adalah kali ke empat aku menginjak wilayah yang tidak pernah absen di berbagai stasiun televisi nasional dengan pemberitaan yang bermacam-macam.

Ibu sakit, raganya sudah tidak mampu menjadi tulang punggung keluarga. Meski begitu jiwanya yang keras dan mulutnya yang ceriwis itu tetap bisa mendesakkan sebuah tanggung jawab ngeri yang aku sendiri tidak menyangkalnya. Aku di suruh menggantikannya sebagai pembantu seorang pria dewasa, meneruskan pekerjaan yang tidak layak untuk gelar sarjanaku yang seorang pekerja seni.

“Pokoknya kamu berangkat, urus Ibumu dan ambil tawaran itu!” itu kata Bapak dengan muram selagi Ibu merepet kegelisahannya tentang penyakit yang tiba-tiba datang lewat telepon.

Ibu menebas cita-citaku selagi aku sedang mengasah kemampuan diri sebagai seorang seniman ternama. Kemarin aku bekerja sebagai kurator seni dan museum.

Aku tahu. Sebagai anak aku perlu berbalas budi kepada Ibu dan Bapak yang telah mencongkel perasaan mereka sendiri demi perkonomian keluarga yang lebih layak dengan berpisah.

Tetapi caranya tidak begini. Aku tahu uang adalah alasan yang utama, paling krusial dan selalu menjadi alasan agar aku segera ke Jakarta.

Dan efek tragis dari kabar buruk yang menimpaku, aku akhirnya mencium lagi polusi Jakarta dan kemacetannya sepanjang sopir taksi mengantarku ke perumahan elite di bawah benderang langit Jakarta.

Hebat. Aku betul-betul bertekuk lutut pada perintah Ibu dan Bapak. Di depan rumah lantai dua, bergaya Amerika klasik, aku berdiri, menatap kemewahan yang membungkus persoalan getir yang akan aku hadapi sebentar lagi.

Aku tidak gengsi, atau pekerjaan itu menyiksaku. Aku biasa menyapu, mengepel, membersihkan kaca, masak dan menyetrika. Aku hanya merasa aku jauh dari keinginanku, cita-citaku.

“Semoga salah alamat!” Aku merogoh kantong celana jins hitamku, mengambil secarik kertas berisi alamat Joe Abrizam Sky.

Seusai memastikan kembali alamatnya kepada Zainuddin, satpam kompleks yang aku benci sekali karena berkali-kali orang itu menyebut nama Ibuku dengan senang gembira, aku langsung memasrahkan diri pada seseorang yang baru keluar dari mobil sport merah yang berhenti di depan rumah nomer 07b itu.

“Tempat kerja Bu Minah? Suminah Andari dari Jawa tengah?” ucapku sopan dan langsung mengenalkan inti dari kedatanganku.

Zainuddin pamit undur diri setelah melapor kepada Joe bahwa aku tamu Ibunya.

Joe mengiyakan. Dan percayalah tatapannya mirip seorang juri ajang pencarian bakat sekarang.

“Saya Rania, anak Bu Suminah.”

Pria berdasi, tinggi, maskulin, dan wangi sekali ini memandangku dari atas ke bawah dengan berani. Tanganku gatal ingin menjotos matanya yang nakal itu. Sialnya aku diam, bahkan tersenyum dengan canggung.

Aku mengenali pria ini. Pemilik mata coklat yang tajam. Ibu pernah mengirim fotonya lewat media berbagi dan mengatakan dia adalah Joe Abrizam Sky, bosnya yang berusia sekitar tiga puluh lima tahun. Yang menurutnya tampan dan tidak ribet dengan pilihan makan. Tapi yang lebih penting lagi, Joe selalu membawa gadis yang berbeda-beda setiap bulan.

Aku menyimpulkan, pria setampan dirinya dan sekaya dirinya adalah pria-pria yang meninggikan maskulinitas dan uang dalam menjerat gadis-gadis untuk diambil inti kesuciannya. Tipe laki-laki yang enggan berkomitmen dan senang berkelana.

“Silakan masuk.” ucapnya sambil membuka pintu rumah. Bagus. Dia tidak menginterupsi ekspresiku dan keinginanku menjotos matanya dengan tanganku yang erat memegang gagang koper.

Aku menyeret koperku untuk mengikutinya, menapaki kehidupannya yang berdampingan dengan suasana sepi. Tidak ada suara gaduh seperti di rumah Bapak yang bercampur dengan orang tua dan adiknya. Rumah ini betul-betul sepi, dingin dan elegan.

Aku celingukan. Di mana Ibu? Apa dia ada di kamar sempit yang pengap yang lantas akan diisi olehku juga? Dan kami sama-sama terperangkap di ruang itu?

Joe Abrizam Sky berhenti di depan pintu, di sebelah dapur yang tampaknya tidak menyediakan makan malam untuknya. Dapur itu bersih meski beberapa gelas dan piring mengisi wastafel cuci piring.

“Bu Minah di dalam, dan maaf, Bu Minah tidak ada yang mengurus!” Joe lantas pergi setelah membuang fakta sialan yang membuatku segera cemas alih-alih sebal akan melihat Ibu lagi.

Aku mengucapkan terima kasih lalu mengetuk kamar dan membukanya. Ibu membuka matanya, menatapku dalam diam sebelum tersenyum lesu.

“Ran...”

Aku menutup pintu, meletakkan barang bawaanku sebelum menyaksikan tulang punggung keluarga terbaring lemah di kasurnya yang kecil tapi spring bed. Lebih berkelas dari kasur busa di kamarku, yang kempes dan kadang dikencingi kucing keponakanku, si meli.

“Datang juga kamu, duduk sini.” Ibu berusaha menggeser posisi tidurnya, memberi ruang bagiku untuk duduk di tepi kasur spring bed-nya itu.

Aku mencium punggung tangannya sebelum duduk. Perasaanku seketika teriris pisau bernama kasihan. Ibu tidak bilang sakitnya tidak parah. Benjolan di lehernya tidak apa-apa, tapi kemudian Ibu bilang itu adalah kanker tiroid.

“Ini benar-benar gak masuk akal, Bu. Gimana bisa Ibu gak ada yang urus. Apa Joe...”

Ibu mendesis tajam dengan serak, menyuruhku diam dan tidak boleh mengkritik atasannya. Aturan pertama yang dilayangkan di hari pertama aku menemuinya setelah bertahun-tahun sulit jumpa.

“Kenapa, Bu?” Dia kan gak mungkin dengar.”

“Ibu sendiri yang minta, Ran. Biaya perawat mahal, Ibu gak sanggup bayar!”

Sial, aku lagi-lagi hanya bisa menggerutu dalam hati. Hari pertamaku di Jakarta benar-benar tidak senang. Tanganku betul-betul ingin menjotos apa pun. Joe itu apa tidak bermurah hati sedikit saja pada Ibu yang sudah menemaninya nyaris lima tahun?

“Ibu sudah makan? Harus minum obat kan? Aku bawa oleh-oleh dari kampung...”

Ibu tidak langsung mengiyakan, dia justru memiringkan tubuhnya, mengambil sepucuk surat dari laci kecil yang berhias obat-obatan, roti tawar dan sebotol air mineral.

“Kamu baca, Ran. Terus maafin Ibu.”

-

Selamat membaca kisah baru ini. Semoga suka, dear reader. Jangan lupa komentar dan gemsnya.

With Love, Skavivi.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Mak Iyah
semangat thor untuk novel barunya
2025-03-22 05:08:46
2
default avatar
hej42107
ceritanya bikin ketar-ketir
2025-03-21 23:14:43
1
user avatar
Claresta Ayu
double up dong mb vi....
2025-03-17 14:29:44
2
user avatar
Claresta Ayu
penasaran sama sabrina mantan kekasihnya joe. seperti apa kisah percintaan mereka, sampai² joe tidak mau membahasnya lagi??
2025-03-17 14:29:15
1
user avatar
Bamban Arimurti
Semangat bestie, sukses untuk karya barunya
2025-03-16 15:30:36
1
user avatar
Skavivi
Komentar di sini yuk buat yang sudah baca.
2025-03-14 23:37:25
0
user avatar
Claresta Ayu
Setelah sekian purnama akhirnya karya mb Vivi launching lagi disini. Selalu suka sama karya²mu mb, sukses selalu.
2025-03-12 16:08:40
1
user avatar
Lenie
bagus banget
2025-03-10 10:28:28
1
user avatar
LP addict.
Ayo di baca dan di sayangi kisah Rania & Joe ini. :⁠-⁠)
2025-03-08 23:17:56
2
34 Chapters
Tiba Di Jakarta
“Separah apa sih Ibu sekarang? Kenapa nggak dipulangkan sama bosnya dan di kasih pesangon? Kenapa aku yang perlu ke sini!” Denyut kehidupan sangat terasa di kota Jakarta. Terutama di stasiun, ratusan kaki bergerak melambat ke pintu keluar dan masuk. Sore ini. Aku—Rania Zaskia Putri, tiba di Jakarta untuk merawat Ibu yang sakit di rumah majikannya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Tapi sungguh aku benci kepadatan kota ini, aku benci hawa panas dan sesak yang begitu kuat membelai kulit meskipun ini adalah kali ke empat aku menginjak wilayah yang tidak pernah absen di berbagai stasiun televisi nasional dengan pemberitaan yang bermacam-macam. Ibu sakit, raganya sudah tidak mampu menjadi tulang punggung keluarga. Meski begitu jiwanya yang keras dan mulutnya yang ceriwis itu tetap bisa mendesakkan sebuah tanggung jawab ngeri yang aku sendiri tidak menyangkalnya. Aku di suruh menggantikannya sebagai pembantu seorang pria dewasa, meneruskan pekerjaan yang tidak layak untuk gelar sarjana
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more
Kedatangan Maut
Aku meletakkan sepucuk surat yang Ibu katakan sebagai daftar hutangnya kepada Joe dan surat pribadinya untuk Bapak—surat permohonan cerai. Aku jamin surat-surat itu akan membuat keributan sengit yang berdampak pada kebencian.“Sehari saja nggak ada masalah di dunia ini. Orang-orang sepertiku pasti senang.” Aku memutuskan menyandarkan punggung pada tembok, dua hari ini seperti mimpi buruk yang membuatku sulit istirahat dengan santai. Kamar Ibu memang memakai air conditioner yang sejuk, sesuatu yang lebih berkelas daripada kamarku yang hanya memakai kipas angin karakter di bawah harga seratus ribu. Tetapi aku merasa seperti berada ruang arsip yang menyimpan sejarah panjang Indonesia, yang membuatku ingin cepat-cepat keluar dari sana. “Apa susahnya...” “Biaya kuliahmu sebagian hutang dari dia, Ran!” sahut Ibu dengan cepat. Aku jadi tidak yakin kalau Ibu betul-betul sakit jika marah begitu. “Tolong Ibulah, Ran. Cuma kamu satu-satunya yang bisa bantu!” Sial. Jadi aku di suruh secepa
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more
Bermain Pilihan
Tubuhku terjatuh di ranjang empuk setelah didorong dengan kasar oleh Joe. Ranjang ini nyaman, beralaskan kain halus tanpa corak. Rasanya aku ingin tidur-tiduran di sini, nyenyak pasti tidurku. Tapi secepat mungkin aku bangkit, menentang kekuasaannya dengan cepat. “Kamu memang akan menjadi bos saya, ya. Tapi perlakukan aku seperti orang asing saja. Tidak perlu ada sentuhan fisik begini. Sialan! Aku bukan binatang jalang.” Joe mengernyit heran. Jelas dia tidak tahu maksudku, dia pasti hanya memahami seni berhitung dan mengatur karyawan. “Siapa yang menganggap kamu binatang jalang? Kamu sendiri!” Aku mengepalkan kedua tangan sambil menatap Joe dengan berani setelah dia menganggap ucapanku tidak sepenting niat hatinya membawaku ke kamarnya.“Ini penting, dengar sajak ini.” Aku memuntahkan sajak Chairil Anwar berjudul Aku, Joe layaknya meresapi baik-baik ucapanku dan memahaminya. Aku sungguh-sungguh berlari ke sini tanpa berniat menebus peluru yang dilepaskan Ibu. Aku tidak mau ku
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more
Aku Mati Kata
Joe Abrizam Sky agaknya memang pria serampangan yang bisa bersenang-senang dengan banyak perempuan tanpa menggunakan perasaan. Pria yang tidak mempedulikan kesehatan seksual. Pria yang tidak peduli tubuh perempuan itu milik siapa, dan tidak peduli diberi izin atau tidak. Pria ini mungkin pengelana yang sedang mencari wadah yang tepat untuk melekatkan hasratnya yang tinggi. Mencari rumah yang nyaman untuk digenapi. Dan rumah itu jelas bukan aku sekalipun malam ini aku kurang mahir melawan ciuman yang mendadak. Joe mengusap bibirku yang basah dengan ibu jarinya seraya mengangkat tubuhnya yang menindihku. “Keluar!” “Tuan penjahat!” Aku membetulkan pakaianku seraya bangkit dan menamparnya. Tak kulihat pembalasan, Joe justru membiarkan aku keluar kamar dan membanting pintu kamarnya kuat-kuat. Aku mengatur napas, berusaha tidak terhanyut oleh rasa bibirnya yang lembut dan sentuhan tangannya yang pintar di dadaku. Di kamar, aku segera membersihkan diri dan mengurus Ibu sebisa
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more
Obesesi Tuan Joe
Jika direnungkan kembali, tidak rugi bila aku menikah dengan Joe. Bila aku memasrahkan diri terjebak dalam permainannya. Aku akan tetap menjadi Rania Zaskia Putri yang merana, yang tidak merdeka dalam memilih pilihan meski perutku akan kenyang, pakaianku akan menawan dan isi dompetku tidak kering kerontang. Untuk sesaat gambaran tentang masa depan bersama Joe menyelinap di benakku. Aku resah. Sialnya mengapa aku justru berpikir dengannya adalah permainan panas yang menjanjikan kenikmatan dunia? Aku menurunkan sedikit kaca mobil seraya menghela napas. Setelah diskusi panas di ruang kerjanya, Joe mengajakku untuk berbelanja.Menyenangkan juga rayuannya. “Menurut tuan, operasi dan kemoterapi bisa membuat Ibu hidup lebih lama?” “Itu tergantung daya tahan dan daya juang Bu Minah.” Joe membiarkan fokus kemudinya beralih kepadaku sejenak. “Bu Minah satu-satunya orang tuamu bukan?” tukasnya dengan ragu. Aku mengulum bibir sambil menggeleng. “Aku masih punya Bapak dan adik.” Mataku mena
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more
Rania Si Mat Keluh
Joe menatapku dengan wajah terkejut, lalu tanpa mempedulikan sekitarnya, dia tetap mengoceh hal-hal yang seharusnya aku lakukan dan aku patuhi sebagai calon istrinya kelak. Aku menghela napas, banyak sekali peraturannya. Namun satu yang paling sering Joe ingatkan, aku harus banyak-banyak bersabar. Bersabar katanya? Halo, sabar hanya untuk orang-orang penyabar, sedangkan aku? Aku sabar kok meski kadang-kadang. Joe tersenyum cerdik seraya berbisik, “Kamu jangan berpikir keras, Rania. Santai saja, cukup aku yang kacau sekarang.” Aku melengos pergi untuk menyudahi tingkahnya, namun Joe tetap getol memberi kegelisahan. “Bicaramu tadi terlalu kasar, kamu bisa aku hukum!” Aku segera menoleh, “Aku bicara kenyataan, apa serunya menikahi laki-laki impoten? Mirip agar-agar begitu?” Tatapanku pindah ke kaki jenjangnya yang terbungkus celana jins lalu pindah ke wajahnya. Rahang Joe mengeras, ekspresinya yang santai berubah drastis seolah tertekan sesuatu. “Apa kamu lupa dengan
last updateLast Updated : 2025-03-07
Read more
Merasakan Kehadiranmu
“Apakah tuan akan menambah daftar panjang hutang Ibu dengan judul belanja baju baru di plaza Senayan?” tanyaku sewaktu perjalanan pulang. “Untuk ini tidak sama sekali.” Joe tersenyum simpul, tidak masalah kalau saja setumpuk baju baru itu hanya akan teronggok di lemari. “Cadangan kesabaranku masih banyak. Kamu mau apalagi setelah ini?” “Mau pulang. Ibu tidak ada yang jaga!” Joe menghela napas dengan pasrah. “Kamu sungguh-sungguh percaya Bu Minah tidak ada yang menjaganya?” Pertanyaan itu membuatku semakin mengerti, aku mudah dibodohi dan aku percaya. “Kakimu halus seperti cara berpikirmu, Rania. Manis sekali!” Joe mengacak-acak rambutku sambil tersenyum lebar. “Pakai rok tadi untuk malam nanti, di kamarku!” Huh, betapa ingin aku mempertanyakan bahwa permintaan itu benar-benar nyata, benar-benar boleh dimiliki gadis sepertiku? Sungguh anugerah. ”Jam berapa undangan itu, tuan?” “Sepuluh!” Aku mengangguk, Joe tertawa. Idih, apanya yang lucu? “Kamu peduli dengan B
last updateLast Updated : 2025-03-08
Read more
Berikan Aku Anak
Kupikir, jika aku menikah—baik demi melunasi hutang dan kesehatan Ibu, atau meringankan beban Joe yang dianggap gay dan impoten itu—aku tetap perlu mengenali Joe secara pribadi. Artinya aku harus ramah seperti customer service. Astaga... Sibuk sekali hidupku kini. Selain lebih rajin memasak dan merapikan rambut, aku perlu mengenali seseorang yang ingin sekali aku jotos lagi. Joe hanya duduk manis di kursi dapur setelah semalam aku sudah menjadi kawan tidurnya. Joe pula memintaku agar menganggap rumah yang baru sebulan ditempatinya sebagai rumahku juga. Aku langsung tertarik untuk membeli beberapa lukisan, hiasan meja, patung-patung abstrak nan lucu atau piring-piring klasik khas tionghoa untuk memberi sentuhan seni di rumahnya yang sepi. Aku akan mengemukakan pendapat ini setelah makan siang nanti. “Kenapa tuan hanya melihat saja? Mengapa tidak membantu aku memasak?” “Hmm...” Joe meletakkan ponselnya di meja seraya pindah ke sampingku. “Apa ini salah satu kesepakatan di dapur? K
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more
Joe Yang Mengatur
Kesepakatan bersama Joe dan Ibu pada akhirnya menjadi bagian dari hidupku, sekarang aku hanya bisa mengucapkan selamat tinggal pada kebebasan. Aku tahu ini sembrono, mirip waktu aku tidur dengannya. “Ayo, ke bawah.” Joe menghampiriku yang duduk di sofa ruang kerjanya. “Kamu terlihat tidak ikhlas mendatangi surat perjanjian tadi, Rania.” Joe terkekeh, memprovokasi perasaanku. “Boleh aku berterima kasih dengan mencium tanganmu sekarang?” Aku mengangguk, lalu melihat Joe berlutut bagai pangeran yang hendak melamar kekasihnya dan mencium punggung tanganku mesra. “Milikku.” Joe tersenyum. “Besok kita pergi ke rumah sakit, sekarang aku harus pergi kerja. Bisa kamu baik-baik di rumah?” Alisku berkerut, dan butuh beberapa detik sebelum memutuskan untuk memintanya agar tidak usah pulang saja. Joe kembali terkekeh sebelum berdiri. “Aku yang mengaturmu, Rania! Pergilah ke kamar Ibumu.” Aku mengangguk tanpa bertele-tele, tapi Joe segera mendekat untuk mencegahku pergi dari ruang ker
last updateLast Updated : 2025-03-10
Read more
Sialnya Aku
Sepotong kegelisahan mengiringi jawaban atas pertanyaanku yang gamblang. Joe mengangkat bahu seolah menyepelekan tindakannya yang tidak akan menyakitiku.“Aku serius dengan usaha ini, Ran. Kalau saja aku menyakitimu, mungkin aku terlalu marah dengan kesalahanmu!” “Kesalahanku? Contohnya?” “Selingkuh.” Sebagai mantan mahasiswa seni rupa kontemporer yang cinta mati pada pekerjaan dan hobinya, selingkuh dengan manusia tidak pernah aku lakukan.Selingkuhanku biasanya berupa imajinasi, patung, lukisan dan pekerjaan-pekerjaan yang membuatku menjadi palugada berhati riang gembira yang berujung gila sesaat. Dan mantanku akan marah-marah tak karuan, lalu pergi mencari pelampiasan. Huhuhu. “Aku tebak, tuan pernah diselingkuhi?” “Untuk kondisiku, itu sudah pasti!” Joe mendengus tidak senang. “Jangan dibahas, aku tidak senang.”Aku juga tidak senang, cerita perselingkuhan selalu menjadi cerita rumit yang jarang berakhir dengan kedamaian hati. Dan payahnya ‘monster’ itu akan hidup lebih lama
last updateLast Updated : 2025-03-11
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status