Kesal, marah, frustasi, membuatku tidak bisa berpikir jernih menghadapi Marina yang terlanjur murka.
Maka kuputuskan untuk menemui papa di kantornya. Akan kugunakan rahasia papa untuk menekan pria itu demi membujuk putrinya yang keras kepala.Melangkah dengan cepat, tak kutemui sekretaris yang biasa ada di meja kerjanya. Berpikir hal itu terjadi, aku menyunggingkan senyum dan buru-buru masuk ke ruangan.Sudah kuduga, papa dan wanita itu sedang memadu kasih. Tua bangka, beradegan mesum tidak mengenal tempat dan waktu.Pria yang tengah bermain-main dengan sekretarisnya itu langsung terkejut dan membenarkan dasinya, ketika aku menerobos masuk ke dalam ruangan tempatnya kerja sekaligus tempat bermain plus-plusnya."Bian, tak sopan kamu main masuk masuk aja ke ruangan orang. Nggak bisa apa ketuk pintu dulu."Suara papa yang serak karena tergoda oleh si wanita yang juga tengah membenarkan dressnya itu, kentara terlihat.Aku menyambar beberapa dokumen berwarna coklat di atas meja. Kepalaku semakin berat saja melihat nama panggilan yang tertera di atasnya. Marina, selain dia melaporkanku ke pihak kepolisian, dia juga langsung mengajukan gugatan perceraian.Doni benar. Sial4n wanita itu. Bagaimana dia bisa bertindak cepat tanpa memberi kesempatan untukku.Kulempar kertas itu hingga berserakan ke ujung ruangan. Tak peduli. Yang kurasakan kini hanyalah beban yang bertumpu di atas kepala.Arghhh … rasanya seperti ada besi ribuan ton yang menimpa di atas hingga membuatku sesak dan tak berdaya. Sedangkan aku memiliki emosi dan keegoisan tersendiri, hingga ingin mendebat dan melawan semuanya.Tak sampai di sana, sekelumit masalahku datang. Kini ditambah dengan Sheila yang terus-terusan membuatku jemu. Wanita yang tidak memiliki mata pencaharian sama sepertiku, karena di blok dari berbagai kegiatan bahkan syuting dan sebagainya itu, semakin urin
"Wah, hebat sekali bumil yang satu ini. Kamu berani bicara di depan publik, lalu mengakui siapa ayah yang ada dalam rahimmu. Aku benar-benar salut padamu, Marin," ucap Erick saat aku meminta bertemu dengannya di sebuah cafe yang cukup terjaga privasinya. Bukan apa-apa, aku hanya merasa bersalah pada orang yang selama ini selalu mendampingiku. Semoga Erick tidak tersinggung saat aku menyebut mantan suamiku dan kembali mengaitkannya dengan anak yang ada dalam rahimku."Entah itu sindiran atau kau benar-benar mengagumiku," balasku mengulas senyum sambil duduk di depannya.Erick terkekeh menampilkan gigi-giginya yang bersih dan rapi."Jelas sebenarnya aku cemburu. Bahkan setelah ketuk palu, Bian masih saja dikait-kaitkan denganmu.""Lalu aku harus bagaimana, hm? Masa iya aku mengakui kalau ini adalah anakmu. Yang ada aku akan semakin dibully habis-habisan oleh para netizen yang maha benar. Lagipula mana mungkin aku berbohong untuk menjatuh
Aku mengangguk dengan pelan, "seperti yang Papa lihat di pemberitaan itu. Saat itu usia kandunganku 5 minggu, dan sekarang sudah berusia hampir 3 bulan."Brakkk!! Papa memukul meja. "Dan keegoisanmu itu telah menghancurkan ikatan pernikahanmu dengan Bian. Bener-bener anak tebal! Setidaknya tidak bisakah sekali saja kau menuruti permintaan papa waktu itu untuk tidak meninggalkan suamimu.""Tidak setelah dia berkhianat, Pa!!" balasku tak kalah tinggi, "lagi pula apa yang harus kulakukan waktu itu?!""Maafkan dia walau sekali saja. Lihat keputusan yang kau buat ini, menjadi bumerang untuk dirimu sendiri sekarang. Kau menjadi janda, dan kau hamil tanpa seorang suami, Marina!!" ucap Papa jengkel."Lalu apa masalahnya, Pa? Toh aku tidak meminta bantuan Papa untuk memberiku nafkah buat Richie. Aku bisa mencari uang sendiri. Aku sehat, dan aku tidak terbebani lagi dengan apapun. Aku hanya harus membesarkan anak ini sampai lahir dan menikah
Bunyi klakson terus bersahutan, setelah aku membanting ponsel dan membuatnya retak hingga hancur berantakan. Gelisah, aku mondar-mandir di dalam kamar dengan pikiran semakin kalut. Bian, kenapa pria itu tidak menyerah saja dan pulang, lalu berhenti mengharapkan sesuatu yang mustahil kulakukan.Kesal, dan tidak memiliki usaha untuk mencegah kenekatan pria itu, bersamaan dengan pintu yang diketuk dari luar."Bu Marina, sepertinya orang-orang itu tidak akan pergi sebelum kamu mengizinkan untuk membuka gerbang. Perlukah kami mengusirnya dengan cara yang kasar?" Beni salah satu bodyguard yang dikirim oleh Erick bertanya. Buru-buru aku membuka pintu dan menatap cemas pada pria yang selalu menampilkan raut wajah serius tersebut."Apa tidak masalah kalau kita melakukan kekerasan?""Justru itu masalahnya. Entah atas perintah siapa, tapi beberapa mobil wartawan juga tampak sedang menunggu. Mereka bahkan secara terang-terangan meliput ke
"Bagaimana Marin, apa kau sudah memikirkannya? Jujur, aku tidak memiliki banyak waktu karena orang-orangku sudah siap untuk membawanya ke akhirat. Kau tinggal menyetujuinya saja, aku bahkan sudah membawa penghulu dan orang tua kita, juga bodyguardmu sebagai saksi malam ini."Tanganku mengepal. Emosiku meluap tanpa tidak bisa kutahan lagi. "Bajing4n, badeb4h!! Apa yang kau lakukan pada Erick, hah!! Aku bersumpah tidak akan pernah memaafkanmu, seandainya kau melakukan hal buruk padanya. Bahkan setetes darahnya yang jatuh, aku akan melaknatmu dan aku tidak akan pernah memaafkanmu!!" Aku berdiri dan memukul-mukul dadanya. Sedangkan Mas Bian berusaha menahan tangan dan membawaku ke pelukannya. Aku meronta, mencakar dan berusaha melepaskan diri.Beni, hajar pria itu dan jangan biarkan dia hidup lebih lama lagi! Ingin aku teriakan kata itu dan memerintah anak buah Erick. Tapi yang ada, pasti anak buah Mas Bian bergerak leb
Lima tahun yang lalu aku meninggalkan Marina atas perintah dari papaku. Waktu itu usiaku masih muda dan aku tertarik pada gadis cantik dan ceria, namun dia memiliki masalah di keluarganya. Marina gadis broken home. Dia tidak seperti gadis lainnya, bahkan saat di kampus pun dia kerap kali murung dan tidak banyak teman, kecuali Maya.Kedekatan kami dimulai ketika dia curhat tentang keadaan di rumahnya. Dia mengaku tidak betah di rumah. Papa dan mamanya kerap bertengkar, tentu saja alasannya karena Ardian doyan selingkuh. Pertengkaran pun semakin tidak terhindarkan, dan imbasnya Marina sedikit depresi. Wanita itu sering murung, bahkan lebih parahnya lagi, Marina sempat ingin mengakhiri hidupnya beberapa kali. Suatu malam, aku menemukan gadis itu tengah berteriak-teriak di club' malam milik Dimas—sahabatku. Atas saran dari sahabatku itu juga, kemudian aku membawanya ke apartemen milikku.Setelah itu, kedekatan kami semakin intens, dima
"Siapa kalian dan apa urusan kalian denganku. Jika kalian butuh uang, aku bisa membayar dua kali lipat. Tapi kumohon lepaskan aku!!" teriakku frustasi apalagi mengingat bayangan Marina dan penderitaannya."Diam dan jangan banyak bicara!"Bugh!! Satu tonjokan mendarat di pelipis yang sebelumnya berdarah. Aku lunglai dengan pandangan mengabur.Mereka terus membawaku ke jalanan sepi. Saat ada kesempatan, berbarengan dengan dua mobil yang sedang patroli, kulirik salah satu orang yang disibukkan dengan ponsel. Kuduga dia tengah bicara dengan Bian. Kulihat mobil patroli semakin dekat jaraknya. Dengan cepat aku melingkarkan tangan di leher seorang sopir, kemudian menekan klakson berkali-kali, hingga mobil tidak bisa menjaga keseimbangan dan akhirnya tersungkur ke parit.Para polisi yang menyadari segera membantu dan membawaku keluar, lalu menangkap orang-orang itu dan membawanya ke mobil tahanan. Saat itu aku meminta diantarkan ke rumah Marina.Beruntung hal yang kutakutkan itu b
Wajah Ardian menggelap seiring dengan pernyataan yang keluar dari bibirku. Biar saja dia merasakan buah akibat dari kesalahannya, karena tidak becus menjaga putri satu-satunya.Marina, sekarang dia terluka karena sebab akibat orang-orang di sekitarnya.Aku sendiri tidak main-main dengan tekadku. Aku benar-benar aku memasukkan mereka ke penjara, sampai mereka menyesali apa yang sudah mereka lakukan pada Marina."Erick, kau tidak bisa melakukan hal ini pada kami! Kami orang tua Marina!" bentaknya emosi.Beni dan Tommy menahan Ardian. Pria itu memburu dan terus mendekat. Aku tidak peduli, hanya saja Marisa terlihat murung dan sedih.Wanita itu menahan suaminya agar tidak membuat keributan. Masih untung tak kuberi pelajaran. Bukannya aku kejam, tapi mereka harus diingatkan artinya perlindungan, terutama pada putrinya. Bukankah sebentar lagi mereka tua dan renta, lalu siapa yang akan mengurus dan memperhatikan mereka kalau bukan anak dan cucunya.Aku kembali ke kamar untuk melihat Richi