Share

Bab 67. Mual

Penulis: Aleena
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Lengan berbalut kemeja lengan panjang tampak melingkar di bahu Salwa, mengantar perempuan itu keluar dari area restoran.

Salwa meminta diantar ke kamar kecil. Sejak sebulan belakangan ini rasa ingin buang air kecilnya lebih intens. Ia mendadak mencintai toilet karena terlalu seringnya mengunjungi tempat yang identik dengan kotoran manusia.

"Masuklah! Aku tunggu di sini."

Sean membiarkan Salwa masuk ke dalam toilet wanita. Tidak mungkin dirinya yang seorang pria ikut masuk ke dalam dan menunggu Salwa di depan bilik toilet, bukan? Sehingga ia memilih berjaga di depan sembari bersandar di dinding dengan tangan membuka smartphone, sementara tangan yang lain dimasukkan ke dalam saku celana.

Sean menenggelamkan dirinya dalam sebuah artikel yang ia baca di salah satu platform berita digital, sehingga tak menyadari ada seorang wanita yang datang menghampirinya dengan senyum nakal dan mimik wajah penuh gairah

Entah disengaja atau tidak, wanita yang mengenakan hak tinggi itu tiba-tiba terjatuh
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 68. Datang

    Sean membuka pintu kamar perawatan Salwa dan mendapati perempuan itu berbaring sembari menatap langit-langit kamar yang didominasi warna putih. Kelopak matanya sesekali berkedip dengan raut pucat yang terlihat jelas di bagian mata serta bibir.Sean melangkah mendekat, mencoba bertanya langsung kepada Salwa. Mengapa dia tiba-tiba menolak disentuh? Apakah benar jika bau tubuhnya tidak menarik lagi? Atau jangan-jangan dia sudah tidak tampan lagi?Sean menggeleng kuat-kuat. Dia masih percaya diri jika dirinya masihlah sangat tampan. Semua wanita sudah mengakui dan terpesona akan ketampanannya tanpa terkecuali."Salwa?" panggilnya perlahan, menjaga jarak agar tidak terlalu dekat. Takut jika memang Salwa mual karena bau tubuhnya.Mata bulat itu meliriknya sebentar, lalu kembali menatap langit-langit ruangan. Sejenak Sean merasa kesal, karena Salwa lebih menyukai plafon rumah sakit daripada dirinya."Hei, ada apa?" Dia bergerak maju, masih penasaran dengan sikap Salwa yang tiba-tiba berubah.

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 69. Merayu

    Sean membantu Salwa berdiri, memeriksa kondisi perempuan itu, apakah ada yang terluka atau tidak. Tangannya mengusap-usap perut Salwa, takut jika terjadi apa-apa dengan anaknya. "Kau baik-baik saja?"Tatapan itu penuh dengan perhatian, mencemaskan wanita yang merupakan alasannya berjuang di negara itu, memastikan bahwa tidak ada hal yang terlalu mengganggu kesehatan Salwa dan janinnya.Salwa menggeleng. Ia merasa tidak ada yang perlu dicemaskan pada dirinya. Hanya saja .... Dia menatap bekalnya telah tercecer di lantai, masakan yang ia masak dengan penuh cinta telah terbuang sia-sia. Entah mengapa, Salwa menjadi gampang sedih, sehingga air matanya menetes ketika melihat makanan yang akan ia nikmati bersama Sean telah hancur tak bisa dimakan lagi.Tatapan Sean ikut mengarah di mana makanan tumpah mengotori lantai, dan beralih pada wadah bekal yang Salwa pegang sudah kosong dengan sedikit sisa-sisa di dalamnya. Dia mendengkus, menatap Alin dengan murka.Sebelum Sean memberi perhitungan

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 70. Rencana Alin

    Tangan Alin terkepal, merasa semua yang Sean lakukan sangat tidak adil untuknya. Apalagi, lelaki itu tidak memandang dirinya yang selama dua bulan ini sangat berdedikasi dalam melaksanakan semua tugas-tugasnya.Namun, tiada yang sanggup ia lakukan selain menuruti apa yang Sean katakan dengan keluar dari ruangan itu. Dalam hati ia berjanji akan membalas semua perlakuan lellaki itu, juga Salwa. Ya, wanita yang tidak seharusnya mendapatkan semua keistimewaan itu akan ia hancurkan sehancur-hancurnya. Harga diri dan perasaannya akan lebih menderita dari apa yang sudah ia terima hari ini.***Waktu hampir menunjukkan pukul sembilan malam ketika Sean dan Salwa baru pulang dari memeriksa kandungan. Lelaki itu tak henti-henti mengusap gemas perut sang istri, menyunggingkan senyum penuh kebahagiaan.Sebelumnya, ia sangat takut memiliki anak. Sebab, bahaya pasti akan mengintai anaknya ketika sudah dilahirkan atau masih dalam kandungan. Sepak terjangnya di dunia bawah tanah, membuat Sean memiliki

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 71. Misi

    Ketika hampir memasuki waktu pulang, Sean mengirim pesan singkat kepada Salwa, bahwa ia tak bisa pulang cepat malam ini. Ada banyak pekerjaan dan beberapa pertemuan yang akan ia lakukan sekaligus, mengingat dia mempekerjakan sekretaris baru yang belum bisa menghandle banyak tugas seperti Alin. Dia meninggalkan perusahaan untuk menghadiri jamuan makan malam dengan beberapa kolega bisnis untuk membicarakan beberapa proyek kerjasama mereka ke depannya.Menggunakan pakaian formal, Sean sengaja tak menggunakan jas, hanya menggunakan rompi jas tak berlengan, tetapi cukup membuatnya lebih sopan dan berkarisma. Sepasang mata penuh damba tampak mengawasinya sejak lelaki itu keluar dari area lobby perusahaan. Dia tersenyum simpul, menyadari target sudah ada di depan mata."Jalan!" ucapnya ketika melihat Sean sudah keluar dengan sopir pribadinya dari area parkir perusahaan.Sebuah rumah makan mewah yang telah digunakan untuk meeting sekaligus jamuan makan malam sudah dipadati mobil-mobil mewah d

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 72. Tertangkap Basah

    Salwa berjalan terburu-buru ketika taksi sudah mengantarkannya tepat di depan lobby gedung perkantoran milik Sean Arthur. Perasaannya sudah mulai gelisah, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.Resepsionis tentunya sudah tiada di tempat karena jam pulang sudah terlewat beberapa waktu yang lalu. Hanya security yang berjaga di depan menjadi orang pertama yang Salwa tanyai perihal keberadaan sang suami. Mendengar bahwa Sean baru saja masuk, membuat Salwa segera melebarkan langkah untuk menuju tempat lelaki itu bekerja. Hanya beberapa saat setelah dia memasuki area lobby, Zoe menegurnya."Nyonya Arthur, apa yang Anda lakukan di sini?"Salwa tampak menghela napas panjang, bersyukur bertemu dengan Zoe, bodyguard sekaligus asisten Sean Arthur. "Di mana Tuan Arthur. Apa dia baik-baik saja?"Zoe sempat terkesiap mendengar penuturan Salwa. Sean mengatakan bahwa ia tidak ingin bertemu Salwa dalam kondisi mabuk, tetapi secara kebetulan Salwa justru datang untuk mencari lelaki itu. Zoe mengangguk

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 73. Jeritan Tak Tertahankan

    Tubuh Salwa masih merasakan gemetar setelah menyaksikan perselingkuhan Sean dan Alin dengan mata kepalanya sendiri. Mata yang sejak tadi telah meloloskan cairan bening telah memanas dan basah karena terlalu banyak menangis.Begitu pintu lift terbuka, Salwa segera memasukkan tubuhnya ke dalam. Menyandarkan punggung di dinding lift yang dingin, tubuh Salwa luruh ke bawah bersamaan pintu lift bergeser menutup kembali. Wajah dibenamkan di antara lutut dan tubuh, menangis sepuasnya, meraung-raung di sana. Hatinya sakit, kecewa, dan masih tidak terima akan kenyataan yang sudah jelas terpampang di depan mata.Sebegitu mudahnya kah Sean berpaling? Apakah pengorbanannya selama ini masih tak pantas membuat seorang Sean Arthur setia hanya kepadanya saja? Dan anak dalam kandungannya, apakah masih tidak cukup sebagai pengikat dan penyempurna hubungan mereka? Lantas, apa yang selama ini Sean katakan kepadanya hanya bualan belaka yang sama sekali tak berbekas di hati lelaki itu?Angka digital yang m

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 74. Kau Mencintai Nafsumu

    Sean segera menutupi tubuh Salwa dengan selimut. Rasa ketakutan itu semakin menjadi-jadi di kala wajah pucat Salwa terlihat begitu menyedihkan. Tangan kekarnya mengangkat tubuh lemah berbalut selimut tersebut setelah mengenakan celana yang sempat ia tanggalkan semalam.Masih terlalu pagi, tiada seorang pun selain para bodyguard yang ikut menginap di sana juga security. Sean berteriak, menyuruh mereka menyiapkan mobil untuk segera mrmbawa Salwa ke rumah sakit.Dipeluknya tubuh lemah itu dengan erat. Air mata tak sanggup ditahan. Sean menangis, mengecup wajah pasi Salwa berkali-kali, menunjukkan betapa menyesalnya dia. "Percepat mobilnya!" bentak Sean kepada sopir pribadinya.Sean berusaha mengingat-ingat kejadian semalam. Keningnya merasa berat dan pusing ketika ingatannya menggali apa yang terjadi antara dirinya dan Salwa sehingga membuat perempuan itu bisa sampai seperti ini.Dia mendengar Salwa berteriak kesakitan, memkuli serta mencakarnya. Tubuh Sean dengan jelas banyak sekali bek

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 75. Memperjyangkan Salwa

    "Jadi, kau menyerah dengan perasaanmu?"Alan meletakkan secangkir kopi di atas meja kecil berbahan kayu yang memisahkan dirinya dengan Sean Arthur. Dia repot-repot meninggaklan pekerjaan di negara asal hanya untuk menemui sahabatnya itu. Menginap di sebuah penthouse yang baru dibeli oleh Sean sebagai hadiah untuk Salwa ke depannya."Dia membenciku." Sean mengusap wajah dengan telapak tangan. Dirinya terlihat berantakan, sangat berbeda dengan kesehariannya yang selalu rapi dan menawan. "Dia ingin berpisah denganku. Tapi, aku tidak bisa hidup tanpanya," imbuh lelaki itu dengan menyugar rambutnya kasar."Aku tahu." Alan menyesap kopi, membiarkan uap air mengepul di depan wajahnya. "Aku sudah menyadarinya sejak lama. Kau akan kalah dan menyadari perasaanmu kepadanya.""Aku sudah mengutarakan kepadanya berulang kali, tapi dia tidak percaya." Sean tampak seperti orang linglung, bingung harus melakukan apa. Separuh nyawanya telah tertinggal bersamaan penolakan Salwa kepadanya. "Dia melihatku

Bab terbaru

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 128. Tamat

    Alan kembali tertawa. Tawa renyah tanpa takut Sean akan menghajarnya setelah itu."Tentu saja tidak. Kau sangat menggemaskan, Tuan Arthur.""Kau!"Sean beranjak berdiri, ingin mencekik Alan yang kembali mentertawainya. Namun, Alan segera menghindar, ikut berdiri dengan menghadapkan ke depan kedua telapak tangannya yang terbuka lebar."Ayolah, Sean. Aku hanya bercanda.""Bercandamu tidak lucu. Pulang saja ke negaramu!" ucap Sean menahan kesal kepada sahabatnya itu.***Malam ini adalah minggu ke dua setelah tragedi mualnya Salwa yang anti didekati oleh Sean. Sean terpaksa menahan diri agar tidak menyentuh Salwa, padahal dia termasuk lelaki yang tidak sanggup menahan kebutuhan hasrat biologisnya dalam waktu lama.Dia terpaksa tidur di ruang kerja yang berada tepat di samping kamar tidur utama. Dia berusaha memejamkan mata, mengatasi rasa menggigil ingin dihangatkan oleh tubuh wanita yang dicintainya.Suara derit pintu terdengar lirih, dengan langkah kaki yang menapak lantai marmer di ru

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 127. Ngidamnya Salwa

    Jelas perhatian semua tamu undangan kini beralih pada sosok tegap yang wajahnya terlihat meradang. Lelaki tinggi dengan berbalut tuxedo mahal berjalan di atas karpet merah menuju panggung di mana Salwa dan Angela berdiri di sana.Langkah kakinya terdengar tegas begitu berada di atas panggung. Tangannya mengambil paksa microphone di tangan Angela, lalu mengeluarkan sapu tangan dari saku celana untuk digunakan mengelap kepala serta gagang microphone tersebut. Hal itu sengaja ia pertontonkan di hadapan Angela, menunjukkkan bahwa perempuan itu lebih menjijikkan dari dugaannya.Sementara sebelah tangan Sean memeluk pinggang Salwa, menarik perempuan itu agar lebih mendekat ke arahnya. Tatapannya tertuju pada semua tamu undangan yang sebelumnya tampak riuh karena ulah Angela, kini tiba-tiba hening dan senyap."Dia memang pernah menjadi pelayanku. Dia juga pernah mengandung anakku." Air mata Salwa seketika menetes mendengar perkataan Sean. Ada apa ini? Apakah ia datang ke sini hanya untuk dip

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 126. Pesta Pernikahan

    Tidak ada kata terlambat untuk menciptakan kehidupan yang diinginkan. Semua akan berjalan sesuai dengan apa yang sedang kita perjuangkan.Pria bermata biru mengusap kepala sang istri yang baru saja tersadar setelah pemeriksaan dokter dilewati beberapa menit yang lalu. Bibirnya menyunggingkan senyum ketika memandang bulu mata lentik mengerjap ringan. Mata bulat itu memandang dengan sayu, buliran air pun menggenang di pelupuk mata, lantas menetes dengan aliran ringan membasahi pipi."Syukurlah kau sudah sadar." Sean menyeka air mata di pipi Salwa dengan ibu jari kanannya secara bergantian. Pria itu tak menanyakan hal yang sesungguhnya ingin sekali ia tanyai, terkait apa saja yang sudah Salwa lakukan dengan Ramunsen di kamar mereka."Mas, ...." Suara Salwa terdengar serak, mungkin karena terlalu banyak menangis. Menyadari hal itu, Sean mengambilkan minum untuknya, membantu Salwa duduk dari pembaringan.Sedikit demi sedikit air di dalam gelas itu berpindah ke mulut Salwa, membasahi tenggo

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 125. Mengejar Ramunsen

    Mobil sport yang memiliki kecepatan lintasan di atas rata-rata digunakan Sean untuk mengejar Edward dan Salwa. Zoe bertugas mengendarai, sementara Sean duduk di sampingnya sembari berpikir dan mendengar segala laporan anak buahnya yang telah memata-matai Ramunsen dari atas ketinggian.Mobil mewah berwarna metalic itu menerobos apa saja yang ada di depan mata, memacu secepat yang ia bisa di tengah keramaian. Kepiawaian Zoe dalam mengendarai mobil tersebut sudah tidak diragukan lagi. Lelaki itu mengernyit ketika titik koordinat yang akan mereka lewati menuju daerah dataran tinggi."Tuan, mobil mereka ...."Sean hanya diam, meski Zoe tidak melanjutkan kalimatnya. Lelaki itu terlihat berpikir serius, tentang apa yang dilakukan Ramunsen di tempat seperti itu. Benar-benar tidak masuk akal.Sekelebat bayangan seorang wanita hamil dari kejauhan tampak tertatih-tatih dalam menahan kesakitan dan di sebelahnya dirangkul oleh seorang laki-laki yang kemungkinan besar adalah suaminya, menjadi perh

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 124. Datang Tepat Waktu

    Salwa bernapas lega melihat siapa yang datang. Air mata yang sejak tadi mengalir terus saja berlinang tiada henti. Dia terisak, tetapi tetap membungkam mulutnya.Pria itu adalah Sean Arthur bersama Zoe sang asisten yang berdiri di belakangnya. Rasa lega bukan hanya karena Salwa merasa aman sebab ada yang menyelamatkannya, tetapi juga melihat sang suami masih hidup dan dalam keadaan sehat. Padahal sebelumnya ia sudah sangat putus asa karena informasi akan keadaan Sean yang sedang bertaruh nyawa dengan bahan peledak, tetapi ternyata Tuhan memberinya secercah harapan."Jangan bergerak! Tetap di tempat." Ramunsen membuang gelas tersebut hingga pecah dan membasahi karpet bulu yang membentang di hampir seluruh permukaan lantai. Tangannya merogoh sesuatu di balik saku celana, lalu menunjukkan benda itu kepada semua orang. Sebuah suntikan berukuran mikro kini berada dalam genggaman lelaki itu."Ini adalah zat afrodisiak. Aku sudah memasukkan afrodisiak ini dalam konsentrasi tinggi. Bayangkan,

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 123. Ramuan Laknat

    Lima jam berlalu setelah melakukan penerbangan kembali ke Indonesia. Baru saja Sean menyalakan mode data smarphone, sebuah email masuk dari Zoe sang asisten mengharuskan Sean menatap layar digital tipis miliknya untuk memeriksa. Di sana, Zoe mengirimkan file attachment di mana berisi foto-foto dan potongan berita khusus yang membuat Sean tercengang. Segera ia hubungi lelaki itu untuk mengetahui kejelasan lebih dalam dari email yang baru saja dikirimkan kepadanya."Tuan Arthur," ucap Zoe begitu menghormati Sean sesaat lelaki itu menjawab panggilan."Katakan, apa maksud semua ini? Mayat siapa itu?" Sean tak kuasa menahan diri. Semua yang terpampang di depan mata seperti sebuah teka-teki.Namun, Zoe di seberang sana terdengar menghela napas panjang sebelum pada akhirnya menjawab, "Polisi telah menemukan jenazah hancur kepalanya sekitar tiga bulan yang lalu. Jika dilihat dari kondisi jenazah itu, kemungkinan besar dia adalah korban pembunuhan sadis dan kejam. Dia ditemukan di sebuah alir

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 122. Penyesalan Seorang Anak

    Hingga beberapa waktu mereka menunggu, tiada sesuatu yang terjadi. Semua pasang mata terbuka hampir bersamaan. Ketakutan dan kepasrahan kini berubah menjadi rasa penasaran. Dilihatnya bom itu telah berhenti di angka 00.01 yang artinya, terlambat hanya dalam satu detik saja, mereka semua akan lenyap dari muka bumi.Terdengar helaan napas dari bibir semua orang. Rasa lega belum sepenuhnya terobati, Fang Yi melihat sinar merah di kepala Abust. Dia menyeret lelaki itu, tetapi dirinya justru terjatuh dengan tubuh Abust menimpa dirinya."Cih, minggir! Kau bau." Abust segera berguling ketika kedua tangan Fang Yi menolaknya. Sementara sinar itu tetap mengarah kepadanya."Kau sendiri yang menyeretku. Kalau suka bilang saja."Fang Yi melihat sosok dari balik pagar sedang bersiap menarik pelatuk, dia segera menarik kembali tubuh Abust, membiarkan pria itu menimpanya sekali lagi dan ....Suara lesatan peluru itu terdengar, menerbangkan debu-debu yang ada di puncak gedung rumah sakit itu. Semua or

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 121. Terselamatkan

    Fang Yi menuruni anak tangga darurat sembari mengatur frekuensi di earpiece yang tersemat di telinganya. Ia lebih yakin untuk membuntuti empat pria bertubuh kekar dengan orang tua berwajah mencurigakan daripada langsung menuju ruang bawah tanah. Instingnya bekerja cepat, merasa ada hal tidak beres dengan sekelompok mereka tadi. Meskipun Abust tidak memercayai perkataannya, tetapi ia sangat yakin dengan keyakinannya.Dia kehilangan jejak mereka, tetapi terus saja melangkah karena merasa mendengar suara sayup-sayup di lorong tangga darurat. Suara itu menggema, mungkin karena tiada benda-benda yang memantulkan suara dengan sembarang arah, sehingga lebih terdengar jelas di indra pendengaran.Langkah kaki Fang Yi menapak hati-hati, mengurangi suara pantulan sepatu agar tidak membuat kecurigaan seseorang yang mungkin sedang bersembunyi tanpa sepengetahuannya.Tepat ketika kaki Fang Yi melangkah melewati kelokan, menuruni anak tangga berikutnya, sebuah tangan mendekap kepalanya.Dia berontak

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 120. Love at The Darkness

    Abust menoleh ke arah sumber suara, melihat sosok berpakaian putih dengan badan tegap membawa troli dengan kain-kain putih ternoda. Tampaknya lelaki itu adalah petugas rumah sakit.Merasa tidak ada waktu berbasa-basi, Abust segera menodongkan senjata ke dahi lelaki itu. Mata pria berpakaian putih membukat, tak menyangka akan mendapatkan serangan mendadak seperti itu. Kedua tangan ia angkat ke atas dengan telapak tangan membuka lebar."Jongkok!" perintah Abust.Pria itu mengangguk hati-hati, menurut dengan merendahkan diri sembari melipat kaki."Katakan! Di mana ruang rahasia itu?"Lelaki itu menggeleng. "Ruang rahasia apa? Aku hanya petugas pembersih.""Sudah berapa lama kau bekerja?""Empat tahun. Tolong, aku tidak tahu apa-apa. Biarkan aku bekerja dengan tenang."Abust tak menuruti. Dia masih meletakkan ujung senjata di dahi pria itu. Empat tahun lamanya menjadi petugas di ruangan itu, mana mungkin tidak menyadari sesuatu."Jika kau masih mencintai pekerjaanmu, kau harus menunjukkan

DMCA.com Protection Status