William Dexter bersumpah untuk mencari kebenaran atas kecelakaan yang menimpa adiknya Felix Xavier. Berbekal dari sebuah gelang berukiran nama yang terdapat di dalam mobil adiknya, William akhirnya menemukan sosok wanita yang turut terlibat dalam kecelakan sang adik. Namun, siapa sangka wanita yang ia cari justru berbeda dari bayangannya. Ekpresi dingin dan juga kebencian dari wanita itu , terlihat jelas ditujukan pada adiknya ,membuat William bertanya-tanya alasan dibalik itu semua. “Terkadang, mereka yang menyakiti lebih banyak mencari pembelaan. Lantas ,apa untungnya aku membela diri?” tatapan mata wanita itu penuh rasa sakit dan juga rahasia yang jelas ia tutup rapat. William memaksa wanita itu untuk tinggal disamping adiknya. Dan tanpa ia sadari, sebuah rahasia yang ia cari akan membawanya pada kehancuran. Akankah William mengetahui kebenaran dibalik wanita itu? Mampukah ia membalaskan dendam adiknya yang masih terbaring koma? Mampukah William menghadapi semuanya? Wanita Milik Tuan Muda, sebuah cinta yang tak mudah untuk diraih.
View MoreMalam yang mencekam dengan jalanan lenggang nan sepi. Ditemani hujan deras yang mengguyur sejak sore tadi. Ditengah kebisuan malam, sebuah mobil mewah berwarna hitam melaju kencang. Tak peduli pada minimnya cahaya di jalan ataupun hujan yang seolah menyelimuti dalam gelapnya malam.
Mobil mewah tersebut berdecit kencang saat pengemudi tak mampu menguasai lagi jalan, hingga akhirnya menabrak pembatas jalan dan terpelanting jauh beberapa meter dari lokasi awal.
Jalanan tak bertamukan mobil lain hanya melukiskan asap putih yang mengepul dari bagian mobil yang rusak parah. Pecahan kaca mobil yang berserakan di aspal jalan terlihat begitu mengerikan, bahkan jejak mobil yang membekas di aspal menjadi saksi seberapa kerasnya sang pengemudi berusaha menyelamatkan haluannya.
Di tengah heningnya malam, sebuah rintihan penuh kesakitan terdengar dari arah mobil nahas itu.
Tak menunggu lama, ketukan demi ketukan dari dalam mobil mengikuti rintihan tersebut.
Dengan susah payah, seseorang berusaha memecahkan kaca mobil yang tersisa. Tak perduli pada lengannya yang terlihat terluka parah, ataupun darah yang membasahi pipinya.
Semua usahanya membuahkan hasil, gadis dengan gaun putih berlumuran darah berhasil mengeluarkan salah satu kakinya dari mobil nahas itu, kaki lainnya berusaha bergerak dengan sisa tenaga yang ia punya.
Belum sepenuhnya ia mengeluarkan seluruh tubuhnya, ia berbalik dan menatap pergelangan tangannya yang nampak ditahan oleh sesuatu.
“Jangan pergi, kumohon.”
Gadis itu hanya menatap dingin tanpa merasa iba pada sosok pria yang terlihat terluka parah di kursi kemudi.
“Kumohon,” pinta pria itu terbata menahan sakit.
Sayang, tanpa perduli sedikit pun, wanita itu menghempas kasar tangan pria yang memegangnya dan berjalan tertatih meninggalkannya.
Pria itu hanya bisa pasrah saat tangannya terasa dingin tak lagi menggenggam tangan yang ia inginkan. Ia memejamkan matanya menahan rasa sakit di tubuh dan juga hatinya.
__*__
Seorang dokter dan beberapa perawat nampak berlari menuju pintu gawat darurat saat sebuah ambulans baru saja terparkir di sana.
Beberapa perawat dibantu petugas ambulans dengan sigap menurunkan brankar keluar dari mobil dan segera mendorong masuk kedalam gedung rumah sakit.
Puluhan pasang mata nampak memperhatikan pasien yang terbaring di atas brankar dengan kondisi yang begitu mengenaskan.
Bahkan di antara pengunjung rumah sakit berbisik memperbincangkan kondisi pasien tersebut.
Tak jauh dari sana, wanita berusia senja dan pria paruh baya mengenakan setelan hitam beserta beberapa pengawalnya turut masuk kedalam rumah sakit dengan wajah pucat penuh kepanikan.
“Dimana Tuan Muda?” tanya wanita tersebut sambil menggenggam sapu tangannya erat.
“Tuan Muda baru saja masuk kedalam ruang operasi, Nyonya,” balas salah satu pria sambil membungkuk hormat pada wanita tersebut.
Wanita itu begitu terkejut dan terpukul mendengar kondisi cucunya. Matanya yang renta menahan tangis dan memeluk putranya yang ada di sampingnya.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyanya sambil menangis.
“Sabarlah, Bu. Semuanya akan baik-baik saja,” ucap pria di sampinya sambil memegang kedua pundak Ibunya dan menuntunnya duduk disalah satu kursi tunggu.
Pria paruh baya itu terdiam menatap pintu di depannya dan berharap hal buruk tak terjadi pada putra bungsunya.
__*__
“Kau harus segera kerumah sakit.”
Teresa memandang sedih kondisi sahabatnya yang terbaring lemah diatas ranjangnya sejak dua hari yang lalu. Kondisinya sangat memprihatinkan. Luka di beberapa bagian tubuh dan kepalanya terlihat jelas. Bahkan bahunya terlihat memar membiru bekas jahitan yang ia dapatkan kemarin.
“Aku tak bisa,” balasnya dengan suara pelan menahan sakit.
“Kau sudah gila! Lihatlah kondisimu. Aku tak akan membiarkan kau seperti ini.”
“Kumohon,” pinta gadis itu saat sahabatnya tetap memaksa dirinya untuk segera kerumah sakit.
“Viola,” ucapnya frustasi dengan watak keras sahabatnya itu.
Viola yang sejak tadi berbaring, berusaha bangkit dan mendudukkan dirinya dengan salah satu tangan menopong badan nya.
“Bukankah kekasihmu sudah memberikanku obat. Dia calon dokter yang hebat. Lihatlah jahitan di bahuku sangaaaaat sempurna.” Sebuah candaan keluar dari bibir pucat Viola yang tak sedikitpun terlihat menahan sakit.
“Di saat seperti ini kau masih bisa bercanda? Apa kau tak memiliki kewarasan karena kepalamu ikut terbentur?” umpatnya marah.
Viola hanya menyunggingkan senyum tipis yang membuat sahabatnya menggelangkan kepala tak percaya.
“Istirahatlah. Aku harus segera bekerja. Telepon aku jika kau membutuhkan sesuatu.”
Viola mengangguk pelan kemudian memejamkan matanya mencoba mengistirahatkan tubuh dan pikirannya yang seminggu ini harus mengalami hal yang begitu menguras semua energi.
Di khianati oleh orang yang ia cintai, melewati malam yang membuatnya trauma, dan nasib buruk masih menemaninya saat ia nyaris kehilangan nyawanya.
Bahkan luka di tubunya tak sebanding dengan luka di hatinya. Ia telah bertekad untuk membenci pria yang dulu ia cintai.
Kenangan demi kenangan indah yang pernah ia dapatkan, ia hancurkan tanpa ampun oleh rasa amarahnya. Gadis itu mengutuk dirinya yang pernah menaruh hati pada pria yang mengahncurkannya.
“Aku akan membunuhmu,” ujarnya pelan bersamaan dengan air mata yang jatuh di ujung matanya.
Ia meremas ujung bantalnya kuat menahan semua kebencian di dalam dirinya yang menuntut keadilan.
__*__
Rintik hujan kembali bermain melukis hiasan garis-garis kecil di atas kaca jendela sebuah gedung bertingkat tinggi.
Sesosok pria tengah berdiri menatap keluar jendela, dengan segelas wine yang ia mainkan di tangan kanannya. Bola matanya yang berwarna hitam kecoklatan terfokus pada jajaran gedung-gedung tinggi yang menyamai bangunannya.
“Tuan.”
Pria yang memiliki tatapan tajam, dan garis rahang tegas serta rambut hitam yang tertata rapi penuh pesona menengok kearah suara yang memanggilnya.
Tanpa menjawab ia melangkah menghampiri meja kerjanya, meletakkan wine di sisi meja kemudian duduk di kursi kekuasaanya.
“Tuan Besar, meminta anda segera kembali kerumah.”
William Dexter menatap sekretaris ayahnya, “Apa yang terjadi?” tanyanya tanpa basa basi.
Pria yang berdiri di depannya hanya mampu menunduk dan menelan salivanya.
“Apa terjadi sesuatu pada adikku?” tebaknya dengan mata tajam membaca pikiran pria di depannya.
“Tuan ... itu,” jawabnya terbata karena aura menakutkan yang ia rasakan.
“Katakan!” ujarnya dingin penuh perintah.
“Tuan Muda Felix mengalami kecelakaan seminggu lalu.”
William yang tadi sibuk membaca berkas-berkas di mejanya seketika menghentikan kegiatannya.
Pria itu menatap terkejut beserta marah kearah asisten ayahnya.
“Bagaimana kondisinya?”
“Tuan Muda masih dalam keadaan kritis. Luka yg diderita cukup parah terutama di bagian kepala dan kakinya,” jelasnya.
William bangkit dari kursinya dan meraih jasnya.
“Siapkan keberangkatanku sekarang!” perintahnya dan berjalan lebih dulu di ikuti pria yang tadi bersamanya dan juga asistennya.
__*__
William kembali menginjakkan kakinya du tanah kelahirannya setelah lima tahun lalu memutuskan untuk meraih mimpinya membangun perusahaan di negara lain.
Merintis usahanya dari nol dan tanpa bantuan dari keluarganya, ia mampu menunjukkan kualitas dirinya dengan berkembangnya perusahaan yang ia bangun.
Pengusaha muda dengan paras tampan, wawasan luas juga kemampuan yang tak diragukan lagi membuat siapa pun yang melihatnya berdecak kagum dengan semua yang ia miliki.
“Selamat datang Tuan.”
Beberapa pengawal yang berjaga di depan sebuah kamar rumah sakit membungkuk hormat saat melihat sosok William.
Pria dengan paras dingin dan tatapan tajam itu tak berniat membalas sapaan pengawal di depannya dan memilih melangkah masuk kedalam ruangan .
“William,” sapa sang nenek ketika pria itu masuk kedalam ruang rawat adiknya.
Pria itu tertegun menatap seseorang yang terbaring lemah dengan luka di beberapa tubuh dan juga wajahnya. Ia tak bergeming dan memperhatikan alat bantu pernapasan dan medis yang terpasang di tubuh Felix.
Dengan tenang, ia melangkah lebih dekat, mengulurkan tangannya dan menyentuh wajah pasien itu.
“Aku sudah kembali, Felix,” ucapnya pelan dan mengusap lembut kepala sang adik yang ditutupi perban.
Tangannya turun merapikan selimut sang adik dan menyunggingkan senyum tipis di wajahnya.
“Bangunlah, aku sudah menepati janjiku untuk kembali bersamamu.”
Tatapannya berubah sendu. Ia menatap lekat pada wajah adiknya yang tak berdaya.
“Aku akan membalas mereka, yang melakukan ini padamu.”
William menggenggam tangan sang adik , mengikat janjinya di sana sebelum akhirmya melangkah pergi dengan amarah yang membangkitkan kebenciam dan dendam di dirinya.
__*__
Teressa menatap tajam pada seorang wanita yang setengah jam lalu masuk kedalam kedai nya dan memilih duduk di sudut ruangan dengan wajah yang terlihat gusar bahkan gerak gerik tangannya yang sesekali melihat kearah jam membuat Teressa yakin jika ia tengah dilanda masalah.Sekilas gadis itu merasa bersyukur, karena Agatha, gadis angkuh yang selalu membuat masalah untuk sahabatnya terlihat kacau begitu berbeda dengan tampilannya beberapa tahun yang lalu yg selalu terlihat anggun dan dingin.Pintu kedai terbuka perlahan bersamaan dengan bunyi lonceng kecil yang tergantung diatasnya.Teressa dengan cepat berjalan menghampiri Viola yang mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.“Apa yang kau lakukkan disini?”tanyanya khawatir karena tak ingin sahabatnya itu bertemu dengan Agatha.Viola tersenyum lembut sambil menepuk pelan lengan sahabatnya dan berjalan meninggalkannya.Teressa menatap tak percaya, saat Viola menhampi
Gemerisik dedaunan yang saling bersahutan karena sapaan angin yang berhembus lembut, membuat seorang gadis yang tengah duduk disebuah taman begitu menikmati momen itu. Matanya terpejam , wajahnya terlihat tenang. Tak ada sedikitpun beban di wajah cantiknya, ia benar-benar terhanyut pada ketenangan alam yang menyambutnya hangat dalam pelukan.“Mommy..”Seorang gadis kecil berusia kurang dari 4 tahun berjalan tertatih dengan salah satu tangan menarik tangan wanita lain yang menuntunnya.Viola tersenyum menatap gadis kecil itu. Ia terlihat menghampiri dan berjongkok di hadapan gadis kecil itu.Dengan lembut dan penuh kasih sayang, ia membelai rambutnya dan membawanya dalam gendongan.“Kau merindukan Mommy?”Gadis kecil itu tertawa dan mengangguk penuh semangat ,Viola menanggapinya dengan senyuman.“Kau ingin bermain dengan Mommy?”Senyum gadis kecil itu melebar, menandakan kegembiraan yang tak m
Viola masih berdiri ditempatnya. Gadis itu tak bergeming , bahkan ketika William menghampirinya ia tak menggerakkan sedikit pun tubuhnya. Ia tengah sibuk mengatur emosinya atas hinaan dan permainan William padanya.“Jadi..kau ingin malanjutkan pembicaraan kita disini? Atau kau ingin membahasnya di kamarku?” William menyusuri tubuh Viola dengan pandangannya membuat gadis itu semakin terhina.“Sayangnya, Saya tak tertarik melanjutkan bisnis ini dengan Anda Tuan.”tegas gadis itu. Tatapannya tajam siap menyerang William.William tertawa kecil tak merasakan intimidasi sedikitpun dari gadis itu.“Kau tak akan bisa memulihkan bar itu, kecuali mendapatkan bantuan dariku”“Anda begitu percaya diri Tuan. Maafkan saya, jika ini akan mengecewakan Anda. Tapi ,saya memiliki orang lain yang bisa membantu saya” Viola berusaha sekuat tenaga mempertahankan harga dirinya dan tak akan pernah kalah oleh pria itu.
Rumor, ibarat rumput liar di tanah lapang, meski tanpa kau beri pupuk, ia akan tetap berkembang dengan cepatnya. Kau hanya bisa memangkasnya, tapi tak bisa menghilangkan sepenuhnya.Seperti saat ini, Viola hanya mampu menahan amarahnya saat rumor tentang pernikahannya beredar dikalangan para pegawainya bahkan beberapa klien nya.Belum juga ia menghilangkan rumor tentang dirinya sebagai wanita milik tuan muda, kini ia harus menghadapi rumor pernikahan antara dirinya dan Edwan yang jelas-jelas hanyalah sebuah bualan yang entah dari mana rumor itu berkembang.“Aku tak berniat menikah, apalagi menikah dengan Tuan Edwan” lagi, Viola harus menjelaskannya pada Samantha dan Nyonya Anne.Ia bagaikan tersangka utama yang sedang disidang dan menunggu vonis dari dua wanita di depannya.“Tapi, rumor kali ini seperti nyata Viola. Ditambah Tuan Edwan yang selalu mengirimi hadiah untukmu” selidik Samantha.“Aku me
Viola menatap dingin wanita yang bersimpuh di depannya. Tangannya yang basah karena air mata nampak menggenggam tangan Viola. Sedikit pun, gadis itu tak bergerak dari tempatnya. Hatinya telah ia tekadkan untuk tak goyah. Ia bukan gadis lemah yang bisa mereka permainkan seperti dulu.“Kumohon Viola”pinta Nyonya Hudson mengiba.“Mengapa Anda melakukan ini Nyonya?”tanya gadis itu.Amarah yang ia tahan selama ini memuncak ketika Nyonya Anne menceritakan alasan dibalik gagalnya proyek resort yang sedang dikerjakan. Membuat Nyonya Anne harus menanggung kerugian yang tak sedikit.Selama ini Viola selalu bertahan untuk tak menunjukkan dirinya kehadapan wanita itu meski berbagai cara telah dilakukan untuk memancing dirinya. Namun kali ini Viola tak bisa tinggal diam ketika keluarganya mendapatkan ancaman dari wanita di depannya.“Aku hanya ingin kau berada disamping Felix, hingga anak itu terbangun dari komanya”Vi
“Terima kasih Teresa” Viola tertunduk pelan sebelum akhirnya menutup telpon dari sahabatnya.Tatapannya kosong menatap lantai kayu dibawah kakinya. Gadis itu tak bergeming dan larut dalam lamunannya, hingga ketukan kecil dibalik pintunya menarik kesadarannya.“Apa aku mengganggumu?”Nyonya Anne dengan pakaian hitamnya terlihat anggun masuk kedalam ruangan Viola.“Anda sudah kembali Nyonya?”tanya gadis itu berjalan menghampiri Nyonya Anne dan duduk disampingnya.“Hmm..”balasnya singkat.Viola menatap raut wajah Nyonya Anne yang nampak tertunduk. Ada kecemasan sekaligus ketakutan diwajah wanita itu. Sesekali terdengar tarikan nafas berat dari nya, membuat Viola yakin jika sesuatu telah terjadi.“Apa terjadi sesuatu Nyonya?”Nyonya Anne kembali menarik nafasnya dalam. Ia menatap wajah cantik Viola, seolah ingin menumpahkan semua keluh kesahnya. Namun lebih dulu mani
“Viola.. “Viola berbalik dan tersenyum menatap sosok pria yang berdiri tak jauh darinya. Tangan pria itu terentang lebar mengharapkan gadis itu segera menghampirinya.Tatapan pria itu begitu memabukkan, penuh cinta dan ketulusan. Viola berlari kecil dan menjatuhkan tubuhnya kedalam prlukan pria itu. Senyumnya yang terlihat tenang membuat Viola semakin nyaman. Usapan halus di punggungnya membuat Viola terbuai oleh kelembutan pria itu.“Aku tak akan pernah memaafkanmu”Mata Viola yang terpejam, seketika terbuka. Menatap kearah pria yang memeluknya. Tatapan lembut yang sesaat lalu menghangatkan hatinya, seketika berubah penuh kebencian.“Mengapa kau mengkhianatiku?”Viola menggeleng pelan seolah membantah semua tuduhan pria itu.“Mengapa kau meninggalkanku? Kau lebih memilih pria lain kan !! Kau menghancurkan sem
William berjalan masuk kedalam kamarnya dan membanting kuat pintu kamar di belakngnya. Tangannya meraih gelas yang berisi wiski dan menegaknya habis.Dada pria itu naik turun bersamaan dengan nafas berat penuh amarah. Tangannya mengepal kuat dan tak menunggu lama ia pukulkan kearah atas meja di depannya.“Sial” makinya penuh amarah.“Apa yang sebenarnya terjadi?”pikirnya yang semakin kacau tak menemukan jawaban.William berbalik dan keluar dari kamarnya. Para pelayan yang berpapasan dengannya membungkuk penuh hormat, namun pria itu tak sedikit pun membalasnya dan tetap melangkahkan kakinya menuju lantai 3 rumahnya.William menarik nafasnya pelan saat dirinya telah berdiri di sebuah pintu kamar bernuansa putih. Tangannya terlihat ragu untuk membuka pintu di depannya.Hembusan nafasnya yang terdengar berat mengantarkan gerakan tangannya untuk menggerakkan gagang pintu di genggamannya.Pria itu melangkah masuk dan
Seorang dokter didampingi perawat nampak memasukkan jarum infus kedalam tangan Viola yang masih tak terbaring lemah tak sadarkan diri.“Nona Viola sepertinya mengalami masalah lambung akibat stres. Dan juga tekanan darahnya menurun. Ia berada dalam kondisi buruk. Anda, harus lebih memperhatikannya. Saya harap Anda bisa mengurangi waktu kerjanya agar bisa beristirahat total hingga keadaanya benar-benar pulih,” ucap Dokter di depan William sebelum pamit meninggalkan pria itu. Beberapa pelayan yang berada dikamar tidurnya, ikut pergi meninggalkan William yang menatap Viola dalam keheningan.Beberapa saat yang lalu, ia tanpa fikir panjang, segera membawa Viola ke rumahnya saat gadis itu sempat tersadar dan memohon untuk tak membawanya ke rumah sakit. Ia masih merasakan remasan tangan Viola di jari-jarinya, saat gadis itu bersikeras keluar dari mobilnya jika William nekat membawanya ke rumah sakit. “Apa yang kau takutkan hingga menyembunyikan semua rahasia mu begitu rapat?” tanya William
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments