Share

Merasa Tidak Asing (1)

"Apa Anda tidak bisa melihat jalan dengan benar, Nona?" Kata pria yang baru saja Belia tabrak.

"Maafkan saya Tuan, maafkan saya tidak sengaja menabrak, Anda." Belia masih dengan pandangan ditundukkan berusaha mengelap minuman coklat yang memenuhi pakaiannya.

Pria yang Belia tabrak itu melirik ke arah gamis yang tadi gadis itu pakai berwarna putih, kini sudah berubah coklat akibat minumannya.

Untung saja bukan pria itu yang menabrak si wanita tersebut. Tapi Belia lah yang tak sengaja menabrak dia. Pikir si pria.

Tangan pria itu bergerak mengeluarkan sesuatu dari balik sakunya.

"Pakai ini untuk membersihkan baju, Nona," ujarnya mengulur tangan memberi gadis di hadapannya sapu tangan yang dia keluarkan dari saku.

Tangan Belia yang sibuk membersihkan baju gamisnya terhenti, ketika melihat tangan laki-laki itu bergelantungan dengan sapu tangan kecil berwarna hijau di genggamannya.

Reflex Belia mengangkat pandangan melihat sosok laki-laki tampan yang tidak asing berdiri tepat di hadapannya.

"Astaghfirullahaladzim!" Pekiknya tanpa sadar mundur ke belakang sehingga tanpa sengaja punggungnya hampir saja menabrak seorang pelayan yang sedang membawa nampan berisi makanan kalau Elvan tak segera menarik lengannya.

Iya, ternyata pria yang Belia tabrak barusan adalah Elvan. Hingga saat ia melihat sosok laki-laki itu, membuat Belia terperanjat kaget tak bisa mengontrol diri hampir terjatuh menimpa pelayanan tersebut kalau Elvan tidak segera mencegah.

Fokus wanita itu hanya pada pelayan di punggungnya tanpa menyadari saat ini ia sedang berada dalam pelukan pria yang dia anggap penghancur hidupnya.

"Hati-hati Mbak, hampir saja Mbak menabrak saya." Kata si pelayan tetap ramah segera beredar pergi.

Belia yang masih shock melihat sosok Elvan, masih terdiam bungkam dengan wajah memucat.

Usai kepergian pelayan, wanita itu kembali melihat Elvan yang dalam posisi memeluk pinggangnya.

Deg!

Bola mata keduanya bertemu dalam posisi yang sangat dekat.

Mata Belia menatap kedua netra tajam Elvan dengan pandangan berkaca-kaca. Dia sangat membenci pria itu tapi tak menyadari kalau posisinya berada dalam pelukan si pria.

Di lain sisi.

Seorang anak kecil yang sedang duduk di atas meja seperti menunggu seseorang dengan pandangan sesekali melihat ke arah dalam restoran berharap orang yang dia tunggu akan segera tiba.

"Om Elvan ke mana ya? Kenapa Om Elvan-nya lama sekali? Padahal katanya cuma mau ambilin aku coklat dingin." Gumam seorang gadis kecil berusia sekitaran 6 tahun menggendong ransel dan memakai seragam TK.

Drrt drrt

Ponsel Elvan yang ada di atas meja tiba-tiba berdering tanda seseorang sedang menghubunginya.

"Papa." Gumam Hisya yang menunggu Pamannya.

Segera gadis kecil itu mengangkat panggilan dari seseorang yang menelpon yang ternyata adalah Papanya.

"Hello, Pa? Assalamualaikum." Kata Hisya.

"Waalaikumsalam. Hisya, apa Hisya sudah di jemput sama Om Elvan?" Tanya Alvan adik kembaran Elvan.

"Iya, Pa. Sekarang Hisya ada di restoran kegemaran Hisya, Hisya sengaja ngajak Om Elvan mampir sebenar minum coklat dingin." Jelas anak kecil itu kegirangan.

Ternyata keberadaan Elvan di sana karena ajakan dari si ponakan anak dari adik kembarannya.

Iya, Elvan ternyata memiliki seorang kembaran yang bernama Alvan. Keduanya hampir terlihat tak bisa dibedakan, mereka benar-benar mirip seperti satu orang yang sama.

Bahkan suara Elvan dan Alvan juga tak bisa dibedakan.

"Lalu, Om-nya mana Hisya? Kok sepertinya Papa tidak mendengar suara Om Elvan?"

"Oh, Om Elvan pergi ambil pesanan Hisya sebentar, Pa," jawabnya.

"Oh. Kalau begitu aku tutup dulu ya, nanti Papa telepon lagi," kata Alvan.

"Bentar Pa, Hisya mau tanya, apa ibu sudah pulang?" Tanya Hisya mengingat ibunya yang sudah berapa hari tidak pernah pulang dengan alasan sibuk.

Menarik nafas berat, "Belum, mungkin malam nanti Ibu pulang. Kamu sabar dulu ya sayang, tinggal sama Om Elvan dulu ya?" Alvan berusaha agar tidak membuat putrinya kecewa dengan sikap istrinya yang terlalu egois mementingkan diri sendiri.

"Iya, Pa." Dari nada gadis berusia 6 tahun itu terdengar jelas kalau dia sedang kecewa dengan sikap ibunya yang begitu sibuk.

Alvan hanya bisa menutup panggilan tak sanggup membayang kekecewaan dari Putri kecilnya.

Fira benar-benar sudah keterlaluan! Batin Alvan tak habis pikir dengan sikap istrinya.

Kembali pada Elvan dan Belia.

Setelah berlalu beberapa menit, Belia baru menyadari posisinya.

Ia buru-buru mendorong pria itu menjauh dari tubuhnya bergegas pergi dari hadapan Elvan dengan langkah cepat.

Elvan masih menatap punggung wanita itu yang dia rasa tidak asing dengan tatapannya.

Aku merasa seperti pernah melihat mata itu. Tapi aku tidak bisa ingat, di mana aku pernah melihatnya... Batin Elvan.

"""

"Dari mana saja kau!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Liajumalia Jumalia200
Jelas gak asing lh Elvan...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status