Share

Kebencian Belia

Brugh!

Sebelum sempat wanita putus asa itu melompat, tiba-tiba seseorang datang dari arah belakang segera menariknya hingga terjatuh masuk ke dalam kamar.

Masih dengan air mata yang mengalir deras, Belia segera menoleh ke belakang melihat siapa laki-laki baru saja menghentikan tindakannya yang ingin bunuh diri. Kedua netranya bertemu dengan tatapan dingin Elvan.

"Perbuatan paling bodoh, adalah perbuatan bunuh diri yang akan merugikan dirimu sendiri." Elvan melepas tubuh lemah Belia ingin kembali berdiri mengambil ponselnya yang tertinggal di kamar hotel.

Beruntung pria itu terlupa membawa ponselnya, kalau tidak, Belia pasti sudah mati terjatuh dari jendela.

Belum sempat Elvan berdiri, Belia langsung menarik kerah bajunya, "Ini semua gara-gara kamu! Kamu yang sudah menghancurkan hidupku! Kamu yang sudah merampas kebahagiaan ku! Kamu! Semua gara-gara kamu!" pekik Belia menatap Elvan dengan tatapan penuh kebencian, air mata semakin deras membasahi kedua pipi.

Pria itu diam membisu menatap dalam kedua mata Belia, terdiam tak menjawabnya.

"Aku membencimu! Cam kan itu! Bahwa aku akan tetap membencimu sampai kapanpun! Argh!" Belia berteriak seperti orang gila mendorong Elvan yang sama sekali tidak bergerak di tempat.

Elvan berdiri tanpa mengeluarkan sepatah katapun dari bibir merah pria itu. Ia mengambil ponsel miliknya, dan menelepon seseorang dengan suaranya yang dingin.

"Cepat kemari, dan bereskan wanita ini," itulah ucapannya sebelum menutup panggilan dan keluar dari kamar. Ia meninggalkan wanita yang menghabiskan malam bersamanya semalam.

"""

Entah bagaimana pada akhirnya Belia dijemput oleh dua orang pria besar berpakaian serba hitam. Walaupun tidak banyak bicara, dua pria itu menuntunnya dengan sopan menuju mobil.

Saat ditanya di mana rumahnya, Belia hanya menjawab nama salah satu daerah. Akhirnya, ia diturunkan di sebuah halte bus dalam keadaan pikiran kosong. Langkah kakinya gontai menuju rumahnya bersama sang kakak.

Sampai di rumah, Belia langsung mengurung diri di kamar. Hanya ada tangisan terdengar samar-samar dari balik selimut yang menutupi tubuh wanita cantik itu.

Cklek,

Seseorang masuk ke dalam kamar Belia, menghampiri wanita itu yang sedang menutup diri di dalam selimut.

"B-Belia... K-kamu kenapa dek?" Tanya Abiza, kakak laki-lakinya, kepada adik perempuannya.

Belia yang seperti mendengar suara kakak nya langsung mengusap air mata cepat sebelum ia membuka selimut yang menutupi tubuhnya.

"K-kakak?" Ucap Belia melihat kakaknya yang duduk di pinggir ranjang.

"K-kamu n-nangis?" Tanya pemuda itu terbata-bata karena dia memang tidak bisa berbicara normal seperti orang lain pada umumnya. "Kenapa kamu sendirian? Di mana suami kamu"

Abiza memiliki kecatatan pada kedua tangannya yang bengkok, begitupun dengan kedua kakinya juga bengkok, beserta mentalnya yang lemah.

Akan tetapi, pria itu selalu peka dengan apa yang terjadi pada adik kesayangannya, dan dia selalu mengerti dengan kesulitan yang dialami oleh adik kesayangannya itu. Akan tetapi, dia sedikit sulit untuk mengungkapkan atau hanya sekedar bertanya kepada adiknya, karena ia memiliki keterbatasan dalam hal berbicara ataupun dalam hal berkomunikasi dengan seseorang itu kurang baik.

Belia yang tak ingin kakaknya khawatir menggeleng dan memeluk kakaknya.

"Aku tidak apa-apa Kak. Apa kakak sudah makan?" tanya Belia berusaha mengalihkan topik. Ia harus terlihat tegar dan menahan air mata agar tidak tumbuh semula.

Tapi tentu saja Abiza peka kalau adiknya itu sedang memiliki sesuatu masalah, entah itu masalah apa tapi Abiza sangat tahu kalau adiknya itu memiliki sebuah permasalahan yang tak ingin wanita itu beritahukan padanya.

Abiza menggeleng karena memang dia belum pernah makan.

"Belia buatkan makan untuk kakak ya?"

Pria itu kembali menggeleng. "T-idak u-sah Belia, k-amu istirahat saja..." Kata Abiza terbata-bata dan terdengar kesulitan.

"Tidak, Belia akan membuatkan makan untuk kakak." Ucap belia memaksakan diri untuk berdiri dan masuk ke dalam dapur guna membuat makan malam untuk kakaknya.

Usai membuat makan malam untuk Abiza, Belia pun kembali dan membawa makanan itu dan langsung menyuapi kakaknya dengan wajah yang tersenyum meski hatinya sakit dan terluka karena Belia memang tidak ingin memperlihatkan kesedihan di hadapan sang kakak tercinta.

"Enak kak?"

Abiza mengangguk menanggapi pertanyaan adiknya sembari mengusap pucuk kepala wanita itu meski dengan sedikit kesulitan karena Abiza juga memiliki pergerakan yang lambat.

"Sehabis ini, Belia akan kembali bekerja ya, Kak," ucap Belia.

"Loh? Memangnya Lion tidak memberikanmu nafkah?"

Belia tidak menjawab soal Lion. Hatinya sudah terlanjur sakit dengan perlakuan lelaki itu semalam. "Belia kembali bekerja karena Belia ingin, bukan karena Mas Lion tidak memberi nafkah," ucap Belia berbohong.

Akhirnya, untuk menghindari pertanyaan kakaknya lagi, Belia buru-buru bersiap. Ia mengganti pakaiannya menjadi seragam supermarket. Ya, ia bekerja sebagai salah satu staf supermarket tak jauh dari rumahnya ini.

Walaupun keadaan tubuhnya masih lemah, Belia tetap memaksakan diri. Ia harus menyibukan dirinya sendiri, dan juga harus mencari uang demi kakaknya. Lion tidak mungkin sudi memberi nafkah untuk keluarga. Dirinya saja baru dijual tadi malam.

Kaki Belia terasa limbung, sampai dirinya hampir jatuh.

"Ah!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Liajumalia Jumalia200
Ini siang atau malam sih?...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status