Share

Part 4 Bukan Prioritas 1

Author: Lis Susanawati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Waktu yang Hilang

- Bukan Prioritas

"Mbak, ayo makan dulu!" ajak Ana setelah mengambil piring dan sendok dari rak pantry kantor.

"Kamu makan dulu. Aku belum lapar ini, An," jawab Melati. Masih sibuk meneliti deretan angka yang tertera di layar komputernya.

"Aku ambilin, ya."

Melati menatap saudaranya. "Aku belum lapar. Aku makan nanti saja."

"Kalau waktunya makan harus makan, Mbak. Biar nggak sakit, biar kuat menghadapi kenyataan," canda gadis muda itu.

"Apalagi kenyataan hidup Mbak Melati yang membuatku nyaris gila meski hanya melihatnya saja," tambah Ana.

"Bisa saja kamu." Melati berdiri dari duduknya, kemudian mendekati Ana yang tengah mengambil nasi di meja kosong sudut ruangan.

Biasanya ada karyawan yang mengambilkan makan siang untuknya, sekalian untuk para pekerja lain. Tapi sudah beberapa waktu ini, Melati membawa bekalnya sendiri

"Kita makan di belakang, yuk, Mbak!" ajak Ana.

Keduanya melangkah ke belakang. Duduk di tempat biasanya. Sebuah balai-balai dari bambu yang ada di bawah pohon mangga.

Melati diam sejenak. Menghirup udara siang yang segar seraya menatap di kejauhan. Pada hamparan tanaman teh yang menghijau. Juga memandang Gunung Arjuno yang berdiri megah di hadapan. Gunung kokoh yang ingin ditaklukkan para pendaki.

Siang yang cerah. Namun tetap saja terasa sejuk, karena suasana di pegunungan memang seperti itu.

Angin siang meriapkan ujung jilbab warna hijau sage yang dipakai Melati.

"Mbak, buruan di makan. Nanti lembek malah nggak enak," tegur Ana menunjuk pada piring saudaranya.

Melati mengangguk kemudian mulai menyuap nasi. Dulu dia kerap makan bersama dengan Akbar di tempat itu. Sambil ngobrol dan bercanda.

Waktu hamil Moana, Melati sering tiduran dengan berbantalkan pangkuan suaminya di balai itu. Ada saja bahan percakapan yang membuat mereka tergelak bersama, hingga perut besar Melati terguncang. Akbar akan mengelusnya penuh cinta. Tiga tahun mereka menunggu hadirnya buah hati, akhirnya Melati hamil juga yang disambut suka cita oleh Akbar.

Namun kebahagiaan itu tidaklah lama. Semua terenggut oleh kehadiran perempuan bernama Nara. Segalanya berubah dalam sekejab saja.

Biasanya ke mana pun Akbar pergi, pasti akan memberitahu tujuannya pada Melati. Jadi sang istri tahu posisi suaminya ada di mana. Tapi sekarang, tak penting lagi untuk memberitahu. Yang penting sudah pamitan kalau hendak ke luar. Hanya sesekali saja Akbar bilang tujuannya hendak ke mana.

Apakah jika tidak memberitahunya, bermakna dia tengah mencari perempuan itu? Kekasih hatinya?

Melati menarik napas dalam-dalam.

"Mbak, makan dulu. Jangan sampai Mbak tumbang dan sakit. Apapun masalahmu, tunjukkan kalau kamu kuat dan hebat. Jadi perempuan tangguh jangan setengah-setengah. Kalau kamu kuat hidup berbagi, jangan biarkan tubuhmu rapuh. Rawat diri, biar tetap cantik dan glowing. Ini bukan untuk suamimu yang tega menduakanmu. Tapi untuk dirimu sendiri. Sayangi dirimu sendiri, Mbak."

Senyum merekah di bibir Melati. Saudaranya ini masih sangat muda. Tapi pemikirannya dewasa. Mereka berdua memang perempuan-perempuan yang digembleng oleh keadaan. Kerasnya hidup yang harus ditanggung, membuat mereka belajar dari kondisi yang dihadapi. Menjadi dewasa oleh keadaan yang menuntutnya untuk bisa berpikir lebih jauh dari usia mereka.

Ketika tengah asyik makan, muncul Saga sambil membawa kantung plastik. "Aku cari di dalam, rupanya kalian ada di sini," ujar laki-laki itu seraya duduk di bangku kayu sebelah mereka. Lantas memberikan apa yang dibawanya pada Melati.

"Apa ini?" Melati melihat isinya. "MasyaAllah, kamu ingat aku ini Moana yang suka lolipop dan es krim."

Saga tersenyum. "Sekali-kali menghibur diri dengan berlagak menjadi anak kecil, Mel. Jaga kewarasan."

Ganti Melati yang tersenyum kecut seraya membagi pemberian Saga kepada Ana. Gadis itu meletakkan piringnya yang sudah kosong dan membuka es krim rasa cokelat.

Tiap hari ada saja penjual es atau makanan keliling yang datang ke perkebunan mereka.

"Kamu sudah makan?" tanya Melati pada pria yang menyalakan rokoknya.

"Sudah tadi."

Melati menggeser satu botol air mineral untuk Saga. "Perbanyak minum. Badanmu masih demam, nggak?"

"Udah mendingan."

"Minum obat lagi. Kamu bawa obatnya?"

Saga menggeleng.

"Wajahmu masih pucet gitu. Jangan remehkan sesuatu yang terlihat sepele, Ga. Obati betul-betul lukamu. Pergilah ke dokter. Untuk kasusmu sebaiknya papa harus dikasih tahu. Selama ini beliau hanya tahu perkelahianmu saja. Tanpa tahu bagaimana mereka berhasil melukai tubuhmu."

Pria muda yang tengah merokok itu hanya menjawab dengan senyuman. Membuat Melati tambah geram. "Ga, ayolah bertindak. Sudah berapa kali kamu dibuat seperti ini? Dan orang rumah serta orang lain tahunya kamu emang suka tawuran dan bikin masalah. Bersihkan nama baik kamu."

"Sebersih apa?" tanya Saga santai.

"Jangan bercanda. Aku serius. Menjaga nama baik itu perlu, Ga."

Tatapan Saga menerawang pada langit lepas yang biru jernih. Bibirnya meniup asap rokok hingga meliuk-liuk di embus angin.

"Aku tidak takut dibenci, Mel. Oleh siapapun itu. Aku juga tidak berharap untuk disukai. Aku ingin menjadi diriku sendiri. Aku juga tidak ingin mengemis simpati dari siapa pun." Saga berhenti sejenak. "Aku sudah terbiasa dengan lingkungan ini sejak aku masih dalam kandungan ibuku. Aku biasa dibenci dan menyembuhkan lukaku sendiri. Menyemangati diri untuk terus berjuang semampuku. Mungkin sampai aku tumbang karena tak mampu lagi bertahan. Banyak hal yang mengajariku untuk diam. Diam tapi tahu segalanya."

Melati diam, kalimat Saga bermakna sangat dalam. Bahkan Ana pun menunduk, terharu.

"Kamu tahu apa yang membuatku bertahan di sini?" Saga menoleh pada Melati. Mereka bersitatap. "Papa yang membuatku tidak bisa pergi. Papa yang bisa membuatku bisa merasakan, memiliki orang tua seperti anak-anak lainnya. Hingga suatu hari nanti, ada waktu di mana mengharuskanku pergi, angkat kaki dari sini."

Ya, ketika Saga menikah dengan Alita. Sudah pasti akan pindah dari perkebunan. Melati yakin. Jika menikahi gadis itu, sudah pasti Saga akan pergi. Lalu, Melati akan kehilangan teman untuk berbagi kisah.

"Aku doakan, pernikahanmu dengan Alita nanti bisa memberikanmu kebahagiaan," ucap Melati tulus dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.

Saga diam lantas mengalihkan perhatian.

Hening menerpa mereka bertiga. Ana ikut sedih dalam arus permasalahan yang mereka hadapi. Ikut prihatin dan merintih dalam hati. Namun melihat mereka berdua, Ana bisa merasakan betapa tangguh dua orang di sebelahnya itu.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
kok curiga sama ubu tirinya ya yg sengaja mau menyakitibSaga lahir batin
goodnovel comment avatar
Indah Wirdianingsih
dalem bnget kata2 nya saga
goodnovel comment avatar
miss calla
Rasanya seperti aku ada di sana jadi Ana melihat mel dan saga dgn mata berkaca
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 5 Bukan Prioritas 2

    Dikiranya dulu, Melati akan jadian dengan Saga. Mengingat mereka sangat dekat dan akrab sejak kecil. Rumah Melati di ujung desa bagian utara, sedangkan Saga berada di ujung Selatan. Bu Ariani, mamanya Saga adalah teman baik ibunya Melati. Namun kenyataan berkata lain, Melati akhirnya menikah dengan Akbar."Aku pergi dulu, Mel," ucap Saga menepis hening. Ia melihat jam digital di layar ponselnya. Meski dia anak bos yang mengawasi dan mengurus karyawan, tapi tidak boleh seenaknya saja. Baginya dia bukan siapa-siapa. Hanya seorang pekerja yang bisa dikatakan memiliki jabatan lebih tinggi daripada mereka, itu saja."Oh ya, tadi Mas Akbar bilang hendak pergi ke mana?" tanya Saga setelah berdiri."Aku nggak nanya."Saga menatap Melati sejenak, kemudian beranjak dari sana. Tinggallah dua perempuan itu menikmati semilir angin siang membawa aroma daun teh ke penciuman. Hawa dingin membuat Melati di serang rasa kantuk. Namun ia ingat harus kembali ke ruangan dan menyelesaikan pekerjaannya.***L

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 6 Aku Bukan Malaikat 1

    Melati berdiri sambil mengelap sisa air mata di pipinya. "An, kamu keluar dulu temui Mas Akbar. Bilang kalau aku masih di belakang sebentar," perintah Melati dengan nada pelan."Iya." Ana bergegas ke depan. Sedangkan Melati melangkah ke belakang diikuti oleh budhenya. Dilepaskan jilbab, menaruhnya di sandaran kursi, dan membasuh wajahnya di wastafel. Budhe Tami mendekat. "Nduk, apapun keputusan yang kamu ambil nanti. Bicarakan dengan baik-baik. Ketika hubunganmu dulu di awali secara baik, biarlah berakhir dengan baik-baik juga. Menjadi janda tidaklah semenakutkan bayanganmu. Biar, biarkan orang di luar sana yang mendukung keluarga itu bicara apapun terhadapmu. Tapi asal kamu tahu, banyak warga desa yang bersimpati daripada menghujatmu. Keinginan Akbar yang di dukung oleh mamanya sudah diketahui mereka. Justru mereka menganggapmu bodoh jika masih terus bertahan di sana. "Banyak yang mendukungmu, Nduk. Kamu jangan takut. Tapi jika kamu rasa bisa bertahan, budhe juga nggak bisa mengha

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 7 Aku Bukan Malaikat 2

    Astagfirullahaladzim. Melati beristighfar dalam hati. Apa suaminya benar-benar sudah memahami apa itu poligami? Yang tidak hanya membahas hubungan biologis saja, tapi banyak lagi hal-hal yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di alam akhirat.Melati menengadah. Menatap bayang-bayang malam di penghujung senja ini. Ternyata sudah cukup lama mereka berada di tengah kebun sayur itu."Mel, jika kamu mengatakan hal ini dikala Nara pergi. Apakah ini semacam ancaman agar mas nggak lagi mencarinya?"Senyum paling getir menghiasi bibir pucat Melati. "Ancama apa? Kenapa aku harus mengancammu, Mas? Hati itu milikmu, bagaimana aku bisa mengendalikan apa yang kamu inginkan dan rasakan di dalam sana." Melati menunjuk dada Akbar dengan gerakan dagunya."Sedangkan mas sendiri bilang nggak bisa mengawalnya lagi. Apalagi aku ...." Nada suara Melati mengambang."Mungkin kemarin aku sanggup menyetujui keinginanmu. Namun setelah Nara pergi dan Mas sekalut ini, berarti rasamu hanya milik dia sekaran

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 8 Tegar 1

    Akbar berdiri di balkon lantai dua. Menatap di kejauhan sambil mendengarkan orang yang berbicara di seberang sana."Bos, aku sudah dapat kabar tentang Nara. Dia masih di Surabaya sebenarnya. Cuman belum tahu di mana pastinya dia tinggal. Orang-orangku tengah mencari tahu alamatnya ini.""Oke," jawab Akbar singkat. Lantas mematikan panggilan.Gadis itu, nekat pergi menjelang pernikahan yang telah disiapkan secara matang. Apa yang membuatnya membatalkan acara itu? Bahkan dia nekat pergi dari keluarganya juga. Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?Tatapan Akbar menjangkau jauh dalam pekat malam. Semua percakapan Melati sore tadi masih terngiang di pendengaran. Cerai. Melati tak ragu lagi meminta itu darinya. Akbar mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Kemudian kembali ke dalam."Mbak Melati sudah kembali ke kamar, Pak." Tini yang masih membereskan mainan Moana memberitahu Akbar. Laki-laki itu mengangguk lantas melangkah pergi. Tini menutup pintu dan ingin segera tidur.Dalam kam

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 9 Tegar 2

    Izam memerhatikan sekeliling. Para pengunjung kafe sudah pergi, tinggal mereka dan ada satu meja berisi tiga orang remaja. "Ga, udah malam. Kita pulang! Bentar lagi kafe tutup," ajak laki-laki itu.Mereka segera berdiri dan pergi ke arah motor masing-masing."Gimana kalau nginap saja di rumahku Lagian bahaya kalau kamu pulang larut. Aku khawatir para preman itu menghadangmu lagi. Mereka seperti punya seribu mata. Ke mana pun kamu pergi, selalu terdeteksi," kata Izam."Tidak usah, aku mau pulang saja.""Nggak bahaya?""Semoga saja tidak," jawab Saga sambil memakai helmnya. Laki-laki itu tampak tenang, justru Izam yang khawatir."Aku pulang dulu, Zam. Lusa kita ngopi lagi.""Oke, Bro. Hati-hati. Sampai rumah nanti jangan lupa kabari."Saga mengangguk, lantas melaju pelan keluar parkiran kafe.Hening sepanjang perjalanan menuju perkebunan. Dia memutuskan untuk tidak pulang ke rumah. Tapi akan tidur di kebun. Toh, di sana juga ada Pak Radi dan sang istri yang memang dipercaya oleh papanya

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 10 Keputusan 1

    Alangkah lega hati Melati melihat motor Saga berada di bangunan terbuka tempat parkir kendaraan para pekerja. Berarti tadi malam Saga tidur di kantor."Mel," panggil seseorang yang membuat Melati menoleh. Wanita itu mencabut kontak motor dan menghampiri laki-laki yang berdiri di belakangnya. Saga masih memakai bajunya yang kemarin sore ia pakai. "Kamu dari mana kemarin? Aku khawatir terjadi apa-apa sama kamu," omel Melati. "Papa juga gelisah kulihat tadi."Saga tersenyum. Dia berdiri tegak dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku jaketnya. "Barusan papa chat aku. Sudah kubalas.""Kamu nggak bilang ya pas kemarin mau pergi?""Aku cuman bilang mau ke luar sebentar." Saga tidak mungkin akan memberitahu papanya kalau dia pergi ke kota. Kecuali kondisinya sudah kembali pulih. Andai ada preman yang biasa mengusiknya, ia bisa mempertahankan diri."Kamu sudah sarapan?""Sudah. Dibuatkan nasi goreng oleh Mak Radi tadi. Mas Akbar mana, apa nggak ke kebun dia?""Mas Akbar pamitan ke luar ta

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 11 Keputusan 2

    Hening. Dia sendirian di kantor. Di luar sana, terdengar canda tawa para pekerja. Pemetik teh kebanyakan kaum ibu-ibu, para warga desa. Perempuan memang lebih telaten. Pemetikan tidak boleh dilakukan sembarangan, karena bisa mempengaruhi rasa teh. Itulah kenapa papa mertuanya tidak suka memetik daun teh dengan cara semi mekanis, menggunakan waring atau gunting. Terlebih menghindari pemakaian mesin petik. Sejak dulu pemetikan teh dilakukan secara manual menggunakan tangan.Sampai siang Melati sibuk sendirian di kantor. Saga juga sibuk bolak-balik antara gudang dan kantor. Apalagi tiga hari lagi, waktunya gajian untuk para karyawan.Tepat jam makan siang Akbar baru kembali. Pria itu tersenyum pada Melati yang tengah makan di mejanya. Dikecupnya puncak kepala sang istri. Siang ini sikap Akbar sangat manis. Bahkan ikut makan satu piring dengannya sambil ngobrol."Jam berapa truk berangkat tadi?""Masih pagi, Mas. Nasinya mau tambah lagi?"Akbar mengangguk. Melati menambah satu centong na

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 12 Serius 1

    "Kamu serius, Nduk?" tanya Budhe Tami.Melati mengangguk mantap. Kemudian menceritakan serentetan peristiwa dalam beberapa hari ini. Sepulangnya dia dari rumah budhenya empat hari yang lalu."Budhe ganti baju dulu." Wanita itu masuk ke dalam rumah.Sementara Melati memperhatikan sekeliling. Di sebelah rumah budhe, ada rumah lama yang masih sangat terawat. Melati melangkah ke sana. Ke rumah peninggalan kedua orang tuanya. Walaupun banyak dindingnya yang sudah mengelupas, tapi rumah itu selalu bersih dari dedaunan kering dan rumput liar. Tiap malam lampu juga dinyalakan.Melati hanya berdiri di emperan. Memperhatikan rimbunan bunga melati di halaman depan dan samping sebelah kanan rumah. Mungkin nanti setelah bercerai dia akan kembali menempati rumah itu. Bisa juga menemani budhenya. Atau merantau jauh untuk sementara. Mencari bekal untuk masa depannya juga Moana.Dihelanya napas panjang. Beberapa hari ini dia sudah memikirkannya. Nara sudah ketemu. Dan dia sering mendengar Akbar menelp

Latest chapter

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 173 Best Moment 2

    Saga meletakkan ponsel di jok samping. Beberapa kali membunyikan klakson tapi juga percuma. Kemacetan sudah memanjang mulai dari depan. Macet total karena ada perbaikan jalan. Bisa jalan hanya bergerak maju sendikit, lantas berhenti lagi.Sabar sabar. Ini bukan di film India yang dia bisa meninggalkan mobilnya di sana dan lari secepat Cetah yang melompat dari mobil ke mobil lainnya, bahkan melangkahi bangunan tinggi. Adegan film yang rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal itu, ingin rasanya di tiru saat ini.Melihat ponselnya kembali berpendar, membuat Saga menyambar benda itu. "Halo, Sayang. Bagaimana?""Aku sudah sampai rumah sakit, Mas. Barusan di periksa dokter.""Lalu ....""Ternyata ini sudah bukaan lima. Dan aku bisa lahiran normal.""Loh, katanya beresiko kalau lahiran normal? Mana dokternya biar mas ngomong sama dia.""Dokternya sudah kembali ke kantor. Katanya nggak apa-apa aku lahiran normal. Barusan di cek semua baik-baik saja. Tensiku juga normal. Mas, jangan khawati

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 172 Best Moment 1

    Waktu yang Hilang- Best MomentSaga membantu Melati menyiapkan segala perlengkapan untuk persalinan Minggu depan. Dokter kandungan sudah menyarankan supaya Melati melahirkan secara cesar saja untuk persalinan bayi kembarnya. Melati menolak, tapi Saga memintanya untuk menyetujui. Mengingat dua bulan terakhir ini Melati dua kali opname karena demam tinggi. Minggu depan genap 38 minggu usia kehamilannya. Dokter kandungan sudah menetapkan jadwal operasi untuknya.Kedua janinnya sehat. Masing-masing memiliki plasenta dan air ketuban. Jadi sudah siap dilahirkan di Minggu ke 38."Budhe Tami sampai sini sekitar jam setengah tiga sore, Mas. Tadi siang beliau ngabari," kata Melati sambil melipat baju yang hendak di masukkan ke dalam travel bag."Oke, besok mas akan pulang lebih awal dan langsung jemput budhe ke stasiun."Budhe Tami memang akan menemani Melati pada persalinan nanti. Rencananya wanita itu akan tinggal di Jogja sampai si kembar umur selapan."Mulai besok nggak usah lama-lama di

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 171 Gama dan Perempuan Itu 2

    Melati tersenyum. Jagoan kecilnya sudah tebar pesona. Melihat Shaka, ia jadi teringat masa kecil suaminya. Begitulah Saga waktu kecil. Tapi Shaka memang lebih bersih dan terawat, karena jarang bermain di kebun. Kalau Saga dulu, keluyuran di kebun sampai kulitnya lecet-lecet. Berenang di kali bersama teman-teman, termasuk dirinya juga. Melati paling kecil di antara mereka."Kenapa senyum-senyum?" senggol Saga."Aku ingat masa kecilmu, Mas."Saga hendak menggoda sang istri, tapi mereka dikejutkan oleh suara salam dari pintu depan."Itu Gama datang!" Bu Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tamu. Wanita itu tercekat sejenak saat melihat Gama datang bersama seorang wanita tinggi semampai. Memakai celana bahan warna krem dan blouse warna putih. Diakah pacar Saga? Gadis itu tersenyum ramah dan mencium tangan Bu Ariana. "Selamat malam, Tante.""Selamat malam.""Namanya Alita, Bulek." Gama memperkenalkan gadis itu pada sang bulek. Membuat Bu Ariana kaget, tapi tidak menunjukkan

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 170 Gama dan Perempuan Itu 1

    Waktu yang Hilang- Gama dan Perempuan ItuAkbar melongok ke luar jendela. Meninggalkan sejenak laptopnya untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Moana dan Shaka di luar sana.Tampak dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon mangga. Bermain masak-masakan. Moana menuangkan sesuatu dari teko kecil ke dalam cangkir mainan. Shaka lantas pura-pura meminumnya. "Manis?"Shaka mengangguk-angguk. Moana kemudian memberikan piring kecil berisi biji-bijian. "Di makan, ya!"Bocah laki-laki itu mengikuti perintah sang kakak. Pura-pura memakan benda di piring kecil yang sama sekali memang tidak boleh di konsumsi.Pertama kali diajak bermain masak-masakan oleh Moana, Shaka sempat bingung. Dia tidak pernah bermain seperti itu, bahkan melihatnya pun belum pernah, karena mainannya di rumah hanya mobil-mobilan, robot, puzzle, dan buku mewarnai.Akbar tersenyum melihat tingkah mereka. Bahagia karena mereka sangat rukun. Shaka juga penurut. Dia juga kerasan tinggal di Malang. Tapi di Jogja sana, Saga

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 169 Terbongkarnya Rahasia 2

    Sebenarnya Melati berharap kalau Moana yang akan tinggal di Jogja selama liburan. Ternyata Shaka yang justru ingin ikut ke Malang. Baik Saga maupun Melati hanya khawatir kalau anak itu tiba-tiba rewel dan minta pulang. Sebab selama ini jarang sekali berjauhan dari kedua orang tuanya. Paling seharian main ke rumah Bu Ariana dan sorenya sudah di antar pulang."Lasmi kamu suruh ikut?""Ya, Bulek. Mak Lasmi sendiri juga pengen ke Malang.""Uti bakalan kangen sama kamu." Bu Ariana mengusap kepala Shaka."Uti, mau ikut?" Ah, malah ditawari pula."Enggak. Uti nunggu Shaka di sini saja."Bu Ariana mengusap permukaan perut Melati. "Kemarin jadi pergi ke dokter?""Ya.""Cowok apa cewek?""Cowok lagi dua-duanya," jawab Melati sambil tersenyum."MasyaAllah. Moana bakalan cantik sendiri."Melati tersenyum. Akbar yang duduk tidak jauh dari mereka mendengar jelas percakapan itu. Dia juga tidak sabar ingin segera melihat bayi kembar Melati lahir ke dunia. Dalam hati turut juga merasakan kebahagiaan i

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 168 Terbongkarnya Rahasia 1

    Waktu yang Hilang- Terbongkarnya Rahasia "Aku paham bagaimana perasaan Mbak Melati, Mas. Dulu saja dia sempat stres saat berpisah dengan Moana, setelah kalian resmi bercerai." Tini berusaha memberikan pengertian pada Akbar. Sebab dia tahu betul bagaimana sedihnya Melati kala itu."Kamu tahu?""Ya, aku tahu." Tini menarik diri dan duduk tegak menghadap sang suami. "Maafkan aku. Dulu aku diam-diam membalas pesan yang dikirimkan Mbak Melati. Hampir tiap saat aku mengirimkan foto kegiatan Moana."Akbar juga menegakkan duduknya. Serius mendengarkan istrinya bicara. Baru kali ini ia tahu kenyataan yang sudah lewat kurang lebih empat tahun yang lalu."Aku nggak sampe hati melihat Mbak Melati menangis setiap hari dan menderita, Mas. Tiap malam telepon aku dengan suaranya yang serak. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya berpisah dari anak. Aku saja yang hanya pengasuh Moana, selalu terbayang-bayang jika aku izin pulang. "Dia cerita mengalami hal tersulit setelah meninggalkan Wonosari. Data

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 167 Keputusan Saga 2

    "Mas, cepetnya dapat buah ini!" Melati berbinar-binar melihat dua pack nectarin di atas meja makan setelah ia turun dari lantai dua.Saga tersenyum menghampiri. Tubuh laki-laki itu basah berkeringat setelah joging dan push up di teras samping.Melati membuka bungkusnya dan langsung meletakkan di wadah untuk dicuci. Kembali duduk dan menikmati buah yang semalam membuatnya ngiler saat melihat review seorang food vlogger."Sayang, kamu nggak sarapan dulu. Kamu bisa mules nanti.""Habis ini aku langsung sarapan.""Gimana, manis?" tanya Saga yang duduk di depan sang istri dan memerhatikan Melati yang tengah menikmati buah yang diidamkan."Manis, juicy, padet, tapi masih ada sedikit asemnya. Mas, coba saja!" Melati menyodorkan wadah buah ke hadapan sang suami.Saga tersenyum. Lagak istrinya sudah meniru seperti seorang food vlogger yang tengah bikin konten. Diambilnya sebiji dan memperhatikannya sebelum digigit. Donut Nectarine. Memang bentuknya seperti donat, tapi tidak berlubang tengahnya

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 166 Keputusan Saga 1

    Waktu yang Hilang- Keputusan SagaSaga meletakkan ponselnya setelah mengetik balasan untuk pesan dari sang kakak. Laki-laki itu menatakan bantal agar sang istri lekas berbaring.Dibantunya Melati merebahkan diri. Begitu payahnya kehamilan kali ini. Untuk berbaring saja kesulitan. Tiap tidur berulang kali merubah posisi karena terasa engap."Gimana, nyaman begini?" tanya Saga setelah meletakkan satu bantal di belakang punggung Melati dan meletakkan bantal tipis sebagai penyangga perut, karena Melati tidur agak miring."Ya."Saga juga berbaring setelah menarik selimut hingga sebatas perut Melati. Mereka saling berhadapan."Tadi yang ngirim pesan Mas Akbar. Besok keluarga Malang datang ke sini karena Moana sudah mulai libur sekolah." Saga bicara dengan nada lembut, khawatir Melati kaget.Kalau dulu mereka pasti bahagia jika keluarga dari Malang datang berkunjung. Mungkin kali ini berbeda setelah Melati mengetahui keinginan kakak ipar sekaligus mantan suaminya.Tampak ada binar bahagia s

  • Waktu yang Hilang (Setelah Dia Hadir di Antara Kita)   Part 165 Twin 2

    Tiga tahun kemudian ....Seorang bocah laki-laki umur tiga tahun setengah tengah asyik bermain mobil balap. Duduk anteng di bangku besi sebelah kanan sang papa. Seorang wanita yang tengah hamil duduk di sebelah kiri dari pria tampan itu.Saga dan Melati memang tengah antri di dokter kandungan. Malam ini jadwal pemeriksaan kehamilannya yang ketiga. Makanya Saga mengusahakan pulang lebih awal, supaya bisa menemani sang istri ke dokter.Kehamilan Melati sudah memasuki usia lima bulan. Namun besar perutnya seperti tengah mengandung usia tujuh bulan. Sejak awal pemeriksaan, dokter sudah memberitahu kalau mereka akan memiliki bayi kembar. Dan pemeriksaan kali ini, mereka sepakat ingin mengetahui jenis kelamin kedua calon anak kembarnya.Bapaknya Melati juga terlahir kembar. Tapi kembarannya meninggal sehari setelah dilahirkan.Ketika diberitahu tengah mengandung janin kembar. Kebahagiaan Saga dan Melati tiada terlukiskan. Rasa syukur tiada tara di ucapkan nyaris setiap waktu. Janin kembar y

DMCA.com Protection Status