Sore itu Melati pulang lebih awal. Karena tahu kalau mama mertuanya pergi arisan dengan teman-temannya di kota. Tadi pagi ia mendengar Bu Rista memberitahu papa mertuanya saat mereka sarapan. Tiap hari Sabtu sore, geng sang mama memang berkumpul bersama.Melati ingin menemui dan berbincang berdua dengan Pak Norman. Dia akan memberitahu agar lelaki itu tidak terkejut nantinya. Melati kasihan, Pak Norman adalah bapak mertua yang baik. Ia yakin papa mertuanya, orang yang bisa dipercaya menyimpan rahasia."Pa, maaf mengganggu. Ada yang ingin saya bicarakan dengan papa." Melati berkata sopan pada laki-laki yang tengah membaca surat kabar di ruang perpustakaan rumah besar mereka.Pak Norman meletakkan koran dan melepaskan kacamatanya. "Duduklah, Melati." Laki-laki itu menunjuk kursi di depannya."Makasih, Pa.""Ada apa?" tanya Pak Norman setelah Melati duduk.Melati menarik napas dan menata hatinya. Tangan yang ada di pangkuannya gemetar."Pa, sebelumnya saya minta maaf. Saya sudah mengajuk
Akbar sampai rumah jam sebelas malam. Tadi ada kecelakaan di jalan tol yang menghambat perjalanannya. Suasana rumah sudah sepi. Hanya suara jangkrik dari pekarangan yang terdengar bersahutan. Pria itu berdiri di teras samping, mengeluarkan ponsel dan menelepon Tini supaya membukakan pintu untuknya.Gadis pengasuh Moana menunduk dan terlihat sedih ketika pintu sudah dibuka. Akbar tampak heran. Biasanya Tini akan tersenyum ramah dan mengucapkan selamat malam untuknya.Akbar langsung melangkah menaiki tangga, tak sabar untuk segera bertemu Melati. Rasa bersalahnya memenuhi dada dan tidak bisa di tahannya lagi. Mungkin dia belum berani jujur, tapi ingin sekali memeluk istri yang telah di khianatinya.Sementara Tini tergesa kembali masuk ke kamar majikan kecilnya. Tak bisa membayangkan apa yang bakalan terjadi malam itu.Kamar dengan lampu temaram itu kosong. Akbar bingung. Dia menyingkap gorden balkon, tapi masih terkunci rapat. Kamar mandi kosong dan ranjang king size itu seprainya masi
Jam setengah enam pagi Akbar telah sampai di depan rumah Budhe Tami dengan mengendarai motor matic. Belum juga mengetuk pintu, pemilik rumah sudah membukanya."Nak Akbar," sapa wanita itu. Akbar langsung menyalami dan mencium tangan Budhe Tami dengan takzim."Mari masuk!" ajak wanita itu dengan sikapnya yang tak berubah. Seolah tak terjadi apa-apa. Padahal Budhe Tami bisa saja marah dan langsung mengusirnya. Yang dilakukan Akbar sangat fatal menyakiti keponakan wanita itu.Akbar mengikuti langkah Budhe Tami dan duduk di ruang tamu. Pandangannya tertuju ke arah dalam. Sepi. Kelebat Melati tidak tampak di sana. Biasanya kalau pagi begini, istrinya sudah sibuk beraktivitas."Budhe, saya minta maaf. Saya yang salah." Akbar kembali menciumi tangan wanita itu."Budhe sudah tahu semuanya, Nak Akbar," jawab Budhe Tami masih dengan suara sabar. Meski dalam hati sangat kecewa dengan Akbar, dengan mamanya Akbar yang tidak bisa bersikap bijaksana menghadapi kemelut rumah tangga putranya. Justru
Saga memperhatikan sang kakak yang duduk termenung di meja kerjanya. Akbar tengah memandangi meja kerja istrinya yang kosong. Namun Saga tidak ada niatan hendak menegur. Tampaknya dia tadi baru saja menghubungi seorang pengacara. Ini yang membuatnya gelisah, pengacara yang dihubungi Akbar adalah seorang advokat yang cukup ternama di kota mereka. Sangat terkenal bisa menyelesaikan kasus-kasus besar. Lalu bagaimana dengan Melati?Yuli Astuti, S.H. Bukan Saga meragukan kiprah wanita itu. Namun yang dihubungi Akbar jauh lebih senior dan berpengalaman. "Ga, aku pulang dulu," pamit Akbar. Tanpa menunggu jawaban sang adik, laki-laki itu langsung melangkah pergi.Tinggallah Saga sendirian. Ana juga langsung resign di hari Melati tidak masuk kerja, karena telah diusir oleh mertuanya. Semua harus dia handle sendiri sebelum mendapatkan pengganti.Ana tadi sempat datang sebentar untuk mengantarkan kue dari Melati. Gadis itu pun tidak mau cerita banyak mengenai kondisi saudaranya. Dia malah cepa
Meninggalkan Akbar yang termenung sendirian. Dia baru tersadar dan membuka mata akan sifat asli mamanya. Selama ini Akbar sudah tahu bagaimana karakter sang mama, juga kebencian wanita itu pada Saga. Namun kali ini Akbar benar-benar melek setelah bertahun-tahun yang lalu bersikap bodo amat.Ponsel kembali bergetar, ada panggilan masuk dari Nara setelah sejak semalam pesannya tidak direspon. Entah kenapa ia merasa muak dengan kelakuan istri keduanya itu. Sebuah rasa yang ia sesali kenapa tidak hadir sejak dulu. Apa karena dibutakan oleh tubuh se*si dan begitu terobsesi hingga mengabaikan akal sehatnya kala itu?Bahkan tangisan Melati tak membuatnya tersentuh. Sekarang setelah Melati tak lagi menangis untuknya, dia baru sadar. Kalau sang istri telah mencapai puncak tertinggi sebuah penerimaan. Bukan menerima ia bermadu, tapi siap untuk perpisahan. Setelah Melati ikhlas menerima dan berusaha bangkit dan pergi dari hidupnya, sekarang Akbar baru mulai merasakan luka karena kehilangan.Akb
Saga diam menikmati rokoknya di kamar. Di ruang tengah rumah besar itu terdengar percakapan dan gelak canda dua keluarga. Mereka sangat menikmati kebersamaan. Tanpa peduli kalau di ujung sana, seorang wanita terkapar kesakitan mendekap lukanya. Mereka bahagia di atas penderitaan perempuan lain yang disakitinya. Melati sedang apa dia?Namun dilihat dari sikap Akbar, Saga yakin kakaknya tidak sedang baik-baik saja. Pasti sekarang dia sudah tahu siapa perempuan yang di kejar-kejarnya selama ini. Perempuan yang membuatnya sanggup menduakan Melati.Dia sudah berusaha menjauhkan perempuan itu dari kehidupan kakaknya, agar hubungan Akbar dan Melati baik-baik saja. Tapi tanpa Saga tahu, diam-diam Akbar tetap mencari perempuan itu. Bahkan sudah menikahinya. Mungkin dalam beberapa hari saat Melati diam dan menangis, sebenarnya dia sudah tahu kalau suaminya menikah lagi. Lantas menggugat cerai tanpa sepengetahuan Akbar. Bahkan dirinya pun tidak diberitahu.Siapa yang tidak kepincut dengan tubu
Meski Saga terlihat cuek, tapi sebenarnya dia peduli dengan diam-diam membuat Nara menjauh. Supaya rumah tangganya dengan Melati bisa di selamatkan. Hanya saja dirinya yang bodoh, masih mengejar-ngejar tanpa memikirkan perasaan Melati.Bahkan sekarang, kabar perceraiannya dengan Melati telah mencuat jadi konsumsi warga desa. Namun dinding tinggi rumah besar mereka memang tidak bisa mendengar apa yang diucapkan orang-orang di luar sana. Jadi keliatan tetap adem dan tidak terjadi apa-apa.Akbar meraih ponselnya yang berpendar di atas meja. Pesannya dibalas oleh Melati.[Besok saja kita bertemu di pengadilan, Mas.]Pesannya yang dikirim panjang lebar tadi, hanya dibalas singkat. Ketika hendak di telepon, nomernya sudah tidak aktif lagi. Sepertinya Melati memang telah mantap berpisah darinya.Pria itu berdiri dan masuk kamarnya yang kini terasa hening dan kosong. Segala perlengkapan perawatan diri di atas meja rias milik Melati tidak ada satu pun yang tertinggal.Namun perhiasan yang per
Melati tersenyum memandang layar ponselnya. Tampak Moana tengah makan biskuit sambil nonton kartun kesukaannya. Sesekali terdengar gelak tawanya yang lucu.Netra Melati berkaca-kaca, ia rindu. Ingin sekali mendekap gadis kecilnya, tapi jarak yang dekat itu tidak bisa ditempuhnya.[Terima kasih kiriman videonya, Ga.] Ketik Melati untuk Saga. Saking asyiknya sampai ia lupa mengucapkan terima kasih pada Saga yang telah mengirimkan video itu untuknya.[Sama-sama. Kamu tidak apa-apa, 'kan?]Apa yang harus dibalasnya? Bilang baik-baik saja adalah sebuah kebohongan. Hatinya tidak tenang setelah sidang mediasi seminggu yang lalu. Akbar masih berusaha merayunya dengan berbagai alasan, termasuk ancaman bahwa dia tidak akan pernah bisa lagi bertemu dengan Moana, apalagi memenangkan anaknya dalam hak penjagaan.Jujur ia sudah tumbang sekarang. Sejak tadi malam tubuhnya demam. Namun Melati tidak ingin memberitahu Saga. [Mel.][Aku nggak apa-apa, Ga. Makasih untuk support-mu. Aku mau istirahat du