Melati memerhatikan dinding kamar yang berwarna putih. Warna netral yang memberikan kesan kamarnya lebih terlihat luas. Tidak banyak hiasan di dinding, hanya ada jam, cermin berbentuk heksagon yang menampilkan kesan futuristik. Cermin berbentuk sarang lebah itu disusun secara vertikal. Terus ada lemari tiga pintu dengan satu cermin besar pada salah satu pintunya.Ranjangnya juga baru. Ukuran 200x200 cm. Sprei linen begitu rapi membalut kasur.Dipojok ruangan ada diffuser yang tidak hanya berfungsi sebagai alat membersihkan udara, tapi juga bisa untuk mengusir nyamuk."Sayang, Shaka mau dimandikan sekarang?" tanya Saga sambil memperhatikan sang anak di dalam box bayi."Nggak usah, Mas. Nanti aku seka saja. Lagian sekarang udah jam lima.""Kalau gitu kamu mandi dulu, biar aku yang jagain Shaka."Melati membuka lemari dan mengeluarkan satu stel piyama dari sana. Mandi air hangat membuat tubuhnya terasa lebih rileks setelah lelah dalam perjalanan. Kali ini perjalanan terlama yang mereka
Waktu yang Hilang- MalamHening.Angin malam yang basah karena bercampur gerimis, berembus membuat pucuk daun mangga di luar bergesekan. Tepat di sebelah kamar Saga dan Melati, ada pohon mangga yang tinggi menjulang. Rantingnya bisa digapai dari balkon kamar.Sentuhan Saga mengalirkan rasa hangat ke seluruh aliran pembuluh darah. Meloloskan desah halus dari bibir keduanya. Saling memberi, saling berbagi, saling menatap mesra. Kecupan lembut membuat desiran hebat yang bergemuruh dalam dada Melati.Entah berapa kali Saga menyebut nama istrinya. Dibalik cahaya temaramnya lampu kamar, tatapan teduh itu menelusuri setiap inci wajah Melati. Membimbingnya menuju nirwana dunia bersama-sama. Melati mengerang lirih dan memeluk erat raga suaminya. Keduanya saling menatap dan tersenyum. Sambil kembali mengatur napas."Doakan sidang tesis Mas nanti berhasil, ya!" ucap Saga seraya memeluk posesif istrinya. 'Mas', Saga sudah membahasakan dirinya dengan panggilan itu. Setelah beberapa bulan menye
Melati lega. Dia khawatir dengan Moana kalau sampai pas kejadian sang anak sedang ikut papanya. Sebab Tini cerita, sekarang ke mana-mana Moana suka ikut Akbar. Kecuali ke luar kota."Ya sudah, Papa dan Mama bisa istirahat dulu. Pasti capek, kan? Kita ngobrol lagi besok pagi." Saga menawarkan tidur di kamar lantai dua, tapi mereka menolaknya. Moana ikut tidur Melati, sedangkan Bu Rista dan Tini tidur satu kamar, Pak Norman tidur dengan Akbar.Setelah digantikan bajunya, Moana tidak langsung tidur. Beberapa saat ia memperhatikan sang adik yang masih tertidur pulas. Kemudian menceritakan tentang sekolah dan teman-temannya. Gadis itu tidur di ranjang bersama Melati, sedangkan Saga tidur di kasur lantai yang dibentangkan di sebelah baby crip-nya Shaka."Sudah tidur?" Saga memandang ke arah Moana yang tengah diselimuti oleh Melati. Lantas wanita itu beringsut turun untuk mengambil selimut buat suaminya."Sini!" Saga menarik pelan tangan Melati agar sang istri duduk bersamanya."Besok kita a
Waktu yang Hilang- Ibu untuk MoanaMelati yang awalnya bicara tanpa menoleh, kini memandang Akbar karena terkejut. Namun segera bisa menguasai diri. Senyum terbit di bibir wanita cantik itu. "Maaf aku nggak bisa ikut campur, Mas. Pendapat papa dan mamanya Mas Akbar jauh lebih penting. Tapi bagiku Tini perempuan baik. Dia tulus menyayangi Moana sejak bayi. Kalau Mas ingin menikahinya, jangan sakiti dia. Tini itu sangat polos."Akbar menunduk. Ternyata Melati memang menyimpan luka yang teramat dalam. Itulah alasan kenapa dia menolak diajak rujuk. Bahkan masih sempat mengultimatum supaya dia tidak mengkhianati Tini. Melihat caranya berbicara dan menjaga jarak darinya. Mungkin rasa untuknya sudah tidak tersisa? Cintanya sudah menjadi milik Saga sepenuhnya."Aku hanya ingin menikah dengan perempuan yang bisa menyayangi Moana.""Aku percaya, Mas pasti memikirkan kebahagiaan Moana. Tini wanita yang nggak neko-neko. Bukankah kita sudah tahu bagaimana dia selama ini. Moana juga menyayanginya
Melati menggeleng. "Saya khawatir nggak nemu pengasuh seperti Tini, Ma. Yang sangat sayang sama anak-anak," jawab Melati sambil menoleh pada Tini yang duduk di samping Bu Rista, kemudian menatap Akbar sekilas."Bulek Ariana sebenarnya mau nyariin pengasuh, Ma. Cuman ditolak oleh Melati." Saga menimpali."Tapi ya nggak apa-apalah. Lagian sudah banyak pekerja di kafe. Jadi Melati nggak harus repot-repot turun tangan langsung di kafe dan bisa fokus merawat Shaka," ujar Bu Rista.Melati tersenyum samar. Mungkin ibu mertuanya itu memang sudah banyak berubah. Buktinya ia tidak ingat bagaimana dulu ia memaksa Melati agar menyerahkan bayinya pada pengasuh. Dengan alasan supaya dia bisa membantu Akbar di perkebunan. Padahal sebenarnya agar ia tidak setiap menit bertemu dengan menantu yang tidak disukainya di rumah besar mereka. Supaya ia bisa selalu bersama dengan cucu yang sangat didambakannya.Bu Rista lebih percaya pada pengasuh yang bisa ia kendalikan daripada menantu yang melahirkan sang
Waktu yang Hilang- Pertemuan di Jogja Pak Norman sama Bu Rista sampai kaget saat Saga mencari jeda percakapan mereka dan bicara pada Alita. Saga meminta maaf karena ingin mengajak papa dan mamanya serta Akbar pergi ke rumah kerabatnya."Maaf, kami harus pergi sekarang!" "Oh iya, nggak apa-apa. Aku tadi mau beli steak." Alita merasa jengkel melihat Saga yang menunjukkan wajah dingin terhadapnya. Masa iya tidak sopan dengan memotong keseruan percakapan mereka.Gadis itu menyalami Pak Norman, Bu Rista, dan Akbar. Kemudian memesan makanan pada seorang pelayan perempuan. Akbar pun heran dengan sikap Saga. Namun tidak berkomentar apa-apa dan langsung melangkah ke luar kafe sambil menggandeng Moana.Akhirnya mereka berangkat ke rumah Bu Ariana dengan mengendarai mobilnya Akbar. Saga yang pegang kemudi dan Akbar duduk disebelahnya sambil memangku Moana. Di bangku tengah ada Pak Norman sama Bu Rista yang memangku Shaka. Bangku belakang, Melati dan Tini.Karena capek, Moana ketiduran di pan
Bu Rista memandang Pak Norman yang tengah diajak berbincang oleh Pak Wira. Sungguh hebat mantan suaminya itu, dia bisa menggaet putri seorang bangsawan berdarah biru, padahal sudah jelas statusnya yang telah beristri dan memiliki satu anak. Bahkan berhasil menjadikan wanita itu istri keduanya.Sekarang Akbar juga tahu, kalau Saga memang berasal dari keluarga ningrat yang penuh adab dan saling menghargai. Salut pada mereka yang menerima Saga dengan tangan terbuka. Akbar melirik sekilas pada Melati. Ibu dari putrinya itu tidak salah mengambil keputusan menikah dengan Saga. Hidup dengan Saga sungguh jauh berbeda dengan hidup bersamanya. Dari cara memandang dan bicara saja ia bisa merasakan bagaimana besarnya cinta Saga untuk Melati. Apakah memang sejak dulu Saga diam-diam menyukai Melati? Ah, tidak mungkin. Kala itu Saga masih berusaha memperjuangkan supaya hubungannya dengan Melati tidak kandas. Bahkan Saga pun pernah berkata, andai ada niatan Melati untuk rujuk dengannya, Saga tidak a
Waktu yang Hilang- MelamarmuAkbar memperhatikan Tini yang melangkah memasuki gerbang sekolahan sambil menggandeng Moana. Tampak beberapa wali murid di sana menyapanya dengan ramah. Anak-anak juga berlarian menghampiri Moana, setelah itu mereka tersenyum dan tertawa bersama. Entah apa yang mereka omongkan hingga terasa lucu.Ditariknya napas dalam-dalam dan mengalihkan perhatian pada jalanan yang sibuk.Semalaman bahkan sudah hampir dua bulan ini ia sudah memikirkan tentang keputusannya pagi ini. Jika ia menunggu sampai benar-benar melupakan, maka tidak akan pernah ada keputusan.Berusaha bangkit dari keterpurukan yang memporak-porandakan perasaannya. Jika dulu ia berkuasa atas semuanya, bahkan ia tidak peduli dengan perasaan Melati, tapi kini dialah orang yang paling tidak berdaya.Melati sudah bahagia dan dia masih sekarat di tempat. Akbar menoleh ketika ada ketukan di kaca mobil. Segera ia membukanya."Mas, tunggu sebentar sampai Moana masuk kelas ya. Sebab mau ada pengumuman dar