Melati menggeleng. "Saya khawatir nggak nemu pengasuh seperti Tini, Ma. Yang sangat sayang sama anak-anak," jawab Melati sambil menoleh pada Tini yang duduk di samping Bu Rista, kemudian menatap Akbar sekilas."Bulek Ariana sebenarnya mau nyariin pengasuh, Ma. Cuman ditolak oleh Melati." Saga menimpali."Tapi ya nggak apa-apalah. Lagian sudah banyak pekerja di kafe. Jadi Melati nggak harus repot-repot turun tangan langsung di kafe dan bisa fokus merawat Shaka," ujar Bu Rista.Melati tersenyum samar. Mungkin ibu mertuanya itu memang sudah banyak berubah. Buktinya ia tidak ingat bagaimana dulu ia memaksa Melati agar menyerahkan bayinya pada pengasuh. Dengan alasan supaya dia bisa membantu Akbar di perkebunan. Padahal sebenarnya agar ia tidak setiap menit bertemu dengan menantu yang tidak disukainya di rumah besar mereka. Supaya ia bisa selalu bersama dengan cucu yang sangat didambakannya.Bu Rista lebih percaya pada pengasuh yang bisa ia kendalikan daripada menantu yang melahirkan sang
Waktu yang Hilang- Pertemuan di Jogja Pak Norman sama Bu Rista sampai kaget saat Saga mencari jeda percakapan mereka dan bicara pada Alita. Saga meminta maaf karena ingin mengajak papa dan mamanya serta Akbar pergi ke rumah kerabatnya."Maaf, kami harus pergi sekarang!" "Oh iya, nggak apa-apa. Aku tadi mau beli steak." Alita merasa jengkel melihat Saga yang menunjukkan wajah dingin terhadapnya. Masa iya tidak sopan dengan memotong keseruan percakapan mereka.Gadis itu menyalami Pak Norman, Bu Rista, dan Akbar. Kemudian memesan makanan pada seorang pelayan perempuan. Akbar pun heran dengan sikap Saga. Namun tidak berkomentar apa-apa dan langsung melangkah ke luar kafe sambil menggandeng Moana.Akhirnya mereka berangkat ke rumah Bu Ariana dengan mengendarai mobilnya Akbar. Saga yang pegang kemudi dan Akbar duduk disebelahnya sambil memangku Moana. Di bangku tengah ada Pak Norman sama Bu Rista yang memangku Shaka. Bangku belakang, Melati dan Tini.Karena capek, Moana ketiduran di pan
Bu Rista memandang Pak Norman yang tengah diajak berbincang oleh Pak Wira. Sungguh hebat mantan suaminya itu, dia bisa menggaet putri seorang bangsawan berdarah biru, padahal sudah jelas statusnya yang telah beristri dan memiliki satu anak. Bahkan berhasil menjadikan wanita itu istri keduanya.Sekarang Akbar juga tahu, kalau Saga memang berasal dari keluarga ningrat yang penuh adab dan saling menghargai. Salut pada mereka yang menerima Saga dengan tangan terbuka. Akbar melirik sekilas pada Melati. Ibu dari putrinya itu tidak salah mengambil keputusan menikah dengan Saga. Hidup dengan Saga sungguh jauh berbeda dengan hidup bersamanya. Dari cara memandang dan bicara saja ia bisa merasakan bagaimana besarnya cinta Saga untuk Melati. Apakah memang sejak dulu Saga diam-diam menyukai Melati? Ah, tidak mungkin. Kala itu Saga masih berusaha memperjuangkan supaya hubungannya dengan Melati tidak kandas. Bahkan Saga pun pernah berkata, andai ada niatan Melati untuk rujuk dengannya, Saga tidak a
Waktu yang Hilang- MelamarmuAkbar memperhatikan Tini yang melangkah memasuki gerbang sekolahan sambil menggandeng Moana. Tampak beberapa wali murid di sana menyapanya dengan ramah. Anak-anak juga berlarian menghampiri Moana, setelah itu mereka tersenyum dan tertawa bersama. Entah apa yang mereka omongkan hingga terasa lucu.Ditariknya napas dalam-dalam dan mengalihkan perhatian pada jalanan yang sibuk.Semalaman bahkan sudah hampir dua bulan ini ia sudah memikirkan tentang keputusannya pagi ini. Jika ia menunggu sampai benar-benar melupakan, maka tidak akan pernah ada keputusan.Berusaha bangkit dari keterpurukan yang memporak-porandakan perasaannya. Jika dulu ia berkuasa atas semuanya, bahkan ia tidak peduli dengan perasaan Melati, tapi kini dialah orang yang paling tidak berdaya.Melati sudah bahagia dan dia masih sekarat di tempat. Akbar menoleh ketika ada ketukan di kaca mobil. Segera ia membukanya."Mas, tunggu sebentar sampai Moana masuk kelas ya. Sebab mau ada pengumuman dar
Debaran dada Tini kian bergemuruh. Tubuhnya terasa panas dingin. Jemarinya saling bertaut dan gemetar. Padahal Akbar belum bicara apa-apa. "Ten-tentang apa, Mas?" tanya Tini terbata.Akbar diam sejenak. Kemudian kembali bicara. "Saya ingin melamarmu untuk jadi ibunya Moana."Tini terhenyak juga meski awalnya sudah menduga-duga. Wajahnya mungkin sudah memucat, karena kulitnya yang sawo matang membuat perubahan itu tidak begitu kentara."Sa-saya jadi bingung, Mas." Entah apalah yang Tini ucapkan karena terlanjur kelu lidahnya. Bahkan ia tidak berani memandang sang majikan dihadapannya."Saya serius. Moana sudah sangat dekat denganmu. Saya percaya kamu sangat menyayangi Moana."Hening. Tini terasa kikuk. Menjadi ibunya Moana berarti menjadi istrinya Akbar. Mimpi apa semalam, ternyata pagi ini ia mendengarkan sesuatu yang sudah ia ketahui dua bulan yang lalu. Dan hampir ia lupakan karena baginya itu hanya sebuah kemustahilan."Apa saya pantas, Mas Akbar. Saya hanya gadis lulusan SMA. Ngg
Waktu yang Hilang- Percakapan Tengah Malam[Sudah tidur apa belum, Tin? Lomba mewarnai kemarin Moana dapat juara, nggak?]Tini sampai lupa mau memberitahu Melati kalau Moana dapat juara dua kemarin. Pikirkannya yang montang-manting membuatnya tak sempat mengabari. Biasanya Tini selalu cepat mengirim pesan pada Melati.Dinyalakannya kembali lampu kamar. Dengan cepat ia mengambil foto piala yang dipajang di atas meja belajar Moana. Diketiknya balasan dengan cepat.[Maaf, Mbak Mel. Saya sampai lupa mau ngabari. Alhamdulillah, Moana dapat juara dua kemarin. Ini pialanya.][Alhamdulillah. Seneng banget aku, Tin. Terima kasih banyak, ya.][Sama-sama, Mbak. Oh ya, jam segini Mbak Melati belum tidur?][Belum. Mas Saga ke Semarang tiga hari ini menghadiri workshop. Mungkin besok sore baru pulang.][Mbak Melati, sendirian ini?][Iya. Karyawan kafe banyak pesanan untuk besok, jadi kasihan kalau harus nemeni aku.]Tini memandang ke arah jam dinding. Sudah jam sebelas malam. Ingin menelepon Melat
Dua wanita itu ngobrol hingga beberapa waktu kemudian. Melati membesarkan hati Tini, karena merasa tidak percaya diri berhadapan dengan Akbar. Wanita itu sendiri merasa lega setelah berbincang dengan Melati. Tidak sedikit pun menjelekkan Akbar, kendati pernah dilukai demikian dalam.Tini kembali berbaring di ranjangnya setelah menyudahi percakapan dengan Melati. Perasaannya lega usai mengeluarkan uneg-uneg yang mengganjal dalam dada. Tinggal besok ia bicara dengan ibunya. Ia diizinkan pulang untuk bicara dengan keluarganya.Sementara di seberang sana, Melati juga berbaring di ranjangnya. Sepi. Karena Saga memang tidak ada di rumah. Wanita yang tengah melamun itu dikagetkan dengan ponselnya yang kembali berpendar."Halo, Mas," sapa Melati pada Saga yang kembali menelepon."Yang, kamu online dengan siapa barusan."Ah, Saga sejeli itu ternyata. Dia memperhatikan nyala aplikasi pesannya yang hampir satu jam lamanya ngobrol dengan Tini. Rupanya dia belum tidur setelah ngobrol di telepon ta
Waktu yang Hilang- Jujur Tergesa Tini masuk kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Kemudian membuka lemari dan mengambil baju yang jarang ia pakai. Tunik warna soft pink, celana hitam, dan jilbab warna merah jambu bercorak bunga. Wajahnya kembali disapu bedak dan bibirnya dipoles lipstik warna deep red. Lipstik yang dipilihkan oleh Melati waktu mereka punya kesempatan jalan-jalan itu. Terakhir menjelang Akbar dan Melati akan berpisah. Sudah lama memang. Tapi hampir tidak pernah ia pakai. Mungkin jika itu milik orang yang suka berdandan, pasti sudah dibuang. Dianggap kadaluarsa atau sudah diganti dengan yang baru dan warna lain."Warna ini saja, Tin. Sesuai dengan kulitmu yang eksotis.""Bilang saja sawo matang, Mbak. Eksotis itu kok terlalu 'wah' bagi saya.""Biar keren."Tini tersenyum lebar. "Beneran warna ini pantes untuk saya, Mbak?""Iya, cocok. Kulitmu bagus. Cantik nggak harus putih. Katanya putih itu kecantikan standart yang udah ketinggalan zaman. Cantik itu harus jadi diri
Saga meletakkan ponsel di jok samping. Beberapa kali membunyikan klakson tapi juga percuma. Kemacetan sudah memanjang mulai dari depan. Macet total karena ada perbaikan jalan. Bisa jalan hanya bergerak maju sendikit, lantas berhenti lagi.Sabar sabar. Ini bukan di film India yang dia bisa meninggalkan mobilnya di sana dan lari secepat Cetah yang melompat dari mobil ke mobil lainnya, bahkan melangkahi bangunan tinggi. Adegan film yang rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal itu, ingin rasanya di tiru saat ini.Melihat ponselnya kembali berpendar, membuat Saga menyambar benda itu. "Halo, Sayang. Bagaimana?""Aku sudah sampai rumah sakit, Mas. Barusan di periksa dokter.""Lalu ....""Ternyata ini sudah bukaan lima. Dan aku bisa lahiran normal.""Loh, katanya beresiko kalau lahiran normal? Mana dokternya biar mas ngomong sama dia.""Dokternya sudah kembali ke kantor. Katanya nggak apa-apa aku lahiran normal. Barusan di cek semua baik-baik saja. Tensiku juga normal. Mas, jangan khawati
Waktu yang Hilang- Best MomentSaga membantu Melati menyiapkan segala perlengkapan untuk persalinan Minggu depan. Dokter kandungan sudah menyarankan supaya Melati melahirkan secara cesar saja untuk persalinan bayi kembarnya. Melati menolak, tapi Saga memintanya untuk menyetujui. Mengingat dua bulan terakhir ini Melati dua kali opname karena demam tinggi. Minggu depan genap 38 minggu usia kehamilannya. Dokter kandungan sudah menetapkan jadwal operasi untuknya.Kedua janinnya sehat. Masing-masing memiliki plasenta dan air ketuban. Jadi sudah siap dilahirkan di Minggu ke 38."Budhe Tami sampai sini sekitar jam setengah tiga sore, Mas. Tadi siang beliau ngabari," kata Melati sambil melipat baju yang hendak di masukkan ke dalam travel bag."Oke, besok mas akan pulang lebih awal dan langsung jemput budhe ke stasiun."Budhe Tami memang akan menemani Melati pada persalinan nanti. Rencananya wanita itu akan tinggal di Jogja sampai si kembar umur selapan."Mulai besok nggak usah lama-lama di
Melati tersenyum. Jagoan kecilnya sudah tebar pesona. Melihat Shaka, ia jadi teringat masa kecil suaminya. Begitulah Saga waktu kecil. Tapi Shaka memang lebih bersih dan terawat, karena jarang bermain di kebun. Kalau Saga dulu, keluyuran di kebun sampai kulitnya lecet-lecet. Berenang di kali bersama teman-teman, termasuk dirinya juga. Melati paling kecil di antara mereka."Kenapa senyum-senyum?" senggol Saga."Aku ingat masa kecilmu, Mas."Saga hendak menggoda sang istri, tapi mereka dikejutkan oleh suara salam dari pintu depan."Itu Gama datang!" Bu Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tamu. Wanita itu tercekat sejenak saat melihat Gama datang bersama seorang wanita tinggi semampai. Memakai celana bahan warna krem dan blouse warna putih. Diakah pacar Saga? Gadis itu tersenyum ramah dan mencium tangan Bu Ariana. "Selamat malam, Tante.""Selamat malam.""Namanya Alita, Bulek." Gama memperkenalkan gadis itu pada sang bulek. Membuat Bu Ariana kaget, tapi tidak menunjukkan
Waktu yang Hilang- Gama dan Perempuan ItuAkbar melongok ke luar jendela. Meninggalkan sejenak laptopnya untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Moana dan Shaka di luar sana.Tampak dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon mangga. Bermain masak-masakan. Moana menuangkan sesuatu dari teko kecil ke dalam cangkir mainan. Shaka lantas pura-pura meminumnya. "Manis?"Shaka mengangguk-angguk. Moana kemudian memberikan piring kecil berisi biji-bijian. "Di makan, ya!"Bocah laki-laki itu mengikuti perintah sang kakak. Pura-pura memakan benda di piring kecil yang sama sekali memang tidak boleh di konsumsi.Pertama kali diajak bermain masak-masakan oleh Moana, Shaka sempat bingung. Dia tidak pernah bermain seperti itu, bahkan melihatnya pun belum pernah, karena mainannya di rumah hanya mobil-mobilan, robot, puzzle, dan buku mewarnai.Akbar tersenyum melihat tingkah mereka. Bahagia karena mereka sangat rukun. Shaka juga penurut. Dia juga kerasan tinggal di Malang. Tapi di Jogja sana, Saga
Sebenarnya Melati berharap kalau Moana yang akan tinggal di Jogja selama liburan. Ternyata Shaka yang justru ingin ikut ke Malang. Baik Saga maupun Melati hanya khawatir kalau anak itu tiba-tiba rewel dan minta pulang. Sebab selama ini jarang sekali berjauhan dari kedua orang tuanya. Paling seharian main ke rumah Bu Ariana dan sorenya sudah di antar pulang."Lasmi kamu suruh ikut?""Ya, Bulek. Mak Lasmi sendiri juga pengen ke Malang.""Uti bakalan kangen sama kamu." Bu Ariana mengusap kepala Shaka."Uti, mau ikut?" Ah, malah ditawari pula."Enggak. Uti nunggu Shaka di sini saja."Bu Ariana mengusap permukaan perut Melati. "Kemarin jadi pergi ke dokter?""Ya.""Cowok apa cewek?""Cowok lagi dua-duanya," jawab Melati sambil tersenyum."MasyaAllah. Moana bakalan cantik sendiri."Melati tersenyum. Akbar yang duduk tidak jauh dari mereka mendengar jelas percakapan itu. Dia juga tidak sabar ingin segera melihat bayi kembar Melati lahir ke dunia. Dalam hati turut juga merasakan kebahagiaan i
Waktu yang Hilang- Terbongkarnya Rahasia "Aku paham bagaimana perasaan Mbak Melati, Mas. Dulu saja dia sempat stres saat berpisah dengan Moana, setelah kalian resmi bercerai." Tini berusaha memberikan pengertian pada Akbar. Sebab dia tahu betul bagaimana sedihnya Melati kala itu."Kamu tahu?""Ya, aku tahu." Tini menarik diri dan duduk tegak menghadap sang suami. "Maafkan aku. Dulu aku diam-diam membalas pesan yang dikirimkan Mbak Melati. Hampir tiap saat aku mengirimkan foto kegiatan Moana."Akbar juga menegakkan duduknya. Serius mendengarkan istrinya bicara. Baru kali ini ia tahu kenyataan yang sudah lewat kurang lebih empat tahun yang lalu."Aku nggak sampe hati melihat Mbak Melati menangis setiap hari dan menderita, Mas. Tiap malam telepon aku dengan suaranya yang serak. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya berpisah dari anak. Aku saja yang hanya pengasuh Moana, selalu terbayang-bayang jika aku izin pulang. "Dia cerita mengalami hal tersulit setelah meninggalkan Wonosari. Data
"Mas, cepetnya dapat buah ini!" Melati berbinar-binar melihat dua pack nectarin di atas meja makan setelah ia turun dari lantai dua.Saga tersenyum menghampiri. Tubuh laki-laki itu basah berkeringat setelah joging dan push up di teras samping.Melati membuka bungkusnya dan langsung meletakkan di wadah untuk dicuci. Kembali duduk dan menikmati buah yang semalam membuatnya ngiler saat melihat review seorang food vlogger."Sayang, kamu nggak sarapan dulu. Kamu bisa mules nanti.""Habis ini aku langsung sarapan.""Gimana, manis?" tanya Saga yang duduk di depan sang istri dan memerhatikan Melati yang tengah menikmati buah yang diidamkan."Manis, juicy, padet, tapi masih ada sedikit asemnya. Mas, coba saja!" Melati menyodorkan wadah buah ke hadapan sang suami.Saga tersenyum. Lagak istrinya sudah meniru seperti seorang food vlogger yang tengah bikin konten. Diambilnya sebiji dan memperhatikannya sebelum digigit. Donut Nectarine. Memang bentuknya seperti donat, tapi tidak berlubang tengahnya
Waktu yang Hilang- Keputusan SagaSaga meletakkan ponselnya setelah mengetik balasan untuk pesan dari sang kakak. Laki-laki itu menatakan bantal agar sang istri lekas berbaring.Dibantunya Melati merebahkan diri. Begitu payahnya kehamilan kali ini. Untuk berbaring saja kesulitan. Tiap tidur berulang kali merubah posisi karena terasa engap."Gimana, nyaman begini?" tanya Saga setelah meletakkan satu bantal di belakang punggung Melati dan meletakkan bantal tipis sebagai penyangga perut, karena Melati tidur agak miring."Ya."Saga juga berbaring setelah menarik selimut hingga sebatas perut Melati. Mereka saling berhadapan."Tadi yang ngirim pesan Mas Akbar. Besok keluarga Malang datang ke sini karena Moana sudah mulai libur sekolah." Saga bicara dengan nada lembut, khawatir Melati kaget.Kalau dulu mereka pasti bahagia jika keluarga dari Malang datang berkunjung. Mungkin kali ini berbeda setelah Melati mengetahui keinginan kakak ipar sekaligus mantan suaminya.Tampak ada binar bahagia s
Tiga tahun kemudian ....Seorang bocah laki-laki umur tiga tahun setengah tengah asyik bermain mobil balap. Duduk anteng di bangku besi sebelah kanan sang papa. Seorang wanita yang tengah hamil duduk di sebelah kiri dari pria tampan itu.Saga dan Melati memang tengah antri di dokter kandungan. Malam ini jadwal pemeriksaan kehamilannya yang ketiga. Makanya Saga mengusahakan pulang lebih awal, supaya bisa menemani sang istri ke dokter.Kehamilan Melati sudah memasuki usia lima bulan. Namun besar perutnya seperti tengah mengandung usia tujuh bulan. Sejak awal pemeriksaan, dokter sudah memberitahu kalau mereka akan memiliki bayi kembar. Dan pemeriksaan kali ini, mereka sepakat ingin mengetahui jenis kelamin kedua calon anak kembarnya.Bapaknya Melati juga terlahir kembar. Tapi kembarannya meninggal sehari setelah dilahirkan.Ketika diberitahu tengah mengandung janin kembar. Kebahagiaan Saga dan Melati tiada terlukiskan. Rasa syukur tiada tara di ucapkan nyaris setiap waktu. Janin kembar y