Share

WAI Part 04

Bismillahirrahmanirrahim.

“Apa Mas? Tidak mungkin Mbak Nuri setega itu. Selama ini aku melihat ibu sangat menyayangi Mbak Nuri. Mana mungkin istri Mas itu sanggupmelakukan hal serendah itu.”

“Tadinya Mas juga menyangsikan, tapi itulah kenyataannya Dek. Saat melihat kejadian waktu itu, mbakmu itu seperti orang kerasukan, seakan-akan bukan Nuri yang bicara, tapi orang lain tengah mempengaruhi akal sehatnya.”

“Ini tidak bisa dibiarkan Mas, harus dibawa ke orang pintar, atau tanya langsung sama Mbak Nuri, apa maksudnya bertindak kejam pada ibu, pasti dia punya alasan.”

"Apapun alasannya, apa pantas dia bersikap kurang ajar pada orang, apalagi orang itu adalah mertuanya sendiri. Kamu tahu nggak betapa hati Mas hancur mengetahui orang yang Mas cintai dengan segenap jiwa ternyata bermuka dua. Lain di depan lain di belakang."

"Sabar Mas, mungkin ini ujian pernikahan. Kita tidak tahu, ujian apa yang kita hadapi. Bisa jadi ujian itu untuk mempererat tali pernikahan."

“Mengenai perkataanmu tadi, menanyakan langsung ke mbak Nuri juga tidak mudah Dek, samasaja kita menuduh tanpa bukti. Sementara ibu tidak mau berterus terang, bahkanibu lebih cenderung membela mbak Nuri.” Jelasku panjang kali lebar.

“Iya juga ya Mas, aku aja heran, kok bisa ibu menyayangimbak Nuri seperti anak kandung sendiri. Padahal mbak Nuri itu telahmemperlakukannya sangat kejam.”

“Makanya Dek, kita harus cari bukti dulu, setelah bukti kitakumpulkan barulah kita bertindak.”

"Emang kejadian kemaren tidak bisa dijadikan bukti, kan mas sendiri yang melihatnya. Mas mau cari bukti apalagi?"

"Tidak segampang itu Dek, bisa saja mbak Nuri berkelit, kamu kayak gak tahu Nuri saja, Dia-kan pintar bersilat lidah. Kita harus punya rekaman cctv atau rekaman suara Nuri sedang memaharahi ibu."

"Terus bagaimana cara kita melakukan semua itu, mbak Nuri aja berada di rumah terus jarang keluar. Sekalinya keluar, mas juga ikut. Lalu siapa yang bisa bantu kita."

"Kalau masalah itu kamu tenang saja, Mas sudah bicarakan dengan seseorang yang bisa membantu kita. Kamu setujuoan dengan rencana Mas."

"Iya Mas, aku ikut apa yang terbaik menurut Mas."

“Baiklah, masalah ini tidak perlu kita bahas lagi, yang penting sekarang ibu sudah melewati masa kritisnya.”

“Yuk! Masuk ke dalam, nanti Nuri bisa curiga, kalau kitakelamaan di luar.”

“Iya Mas, sebaiknya sekarang kita ke dalam, jangan buat ibu kebingunganmencari kita.”

Kemi bergegas kembali ke rumah rawat ibu.

Sesampainya di dalam, aku terkejut melihat ibu makansendiri. Tadi Nuri bersikeras akan menyuapi inu,,tapi lihat sekarang, ibu dibiarkan makan sendiri. Padahal ia tahu, ibu belum memiliki kekuatan untuk makan sendiri.

Ya Allah apa yang harus kulakukan, untuk membalikkan keadaan.

“Loh ibu, kenapa makan sendiri? Mana Nuri?”

“Istrimu sedang di kamar mandi.”

“Ibu tidak mau cerita, kenapa ibu tidak berselera makan.Tidak biasanya ibu seperti itu. Biasanya selalu semangat, apalagi kalau untukkesehatan.”

“Apa ada yang ibu rahasiakan dariku,” kejarku penasaran.

Ibu menatap sekilas ke pintu kamar mandi, seakan-akan sedangmemastikan sesuatu. Aku menatap ibu curiga, jangan-jangan ibu ingin berterusterang, tapi khawatir Nuri mengetahui, kalau ibu berniat membuka rahasia.

Bunyi derit pintu terdengar, tak lama Nuri keluar dari kamarmandi.

“Tidak ada rahasia apa pun Nak, jangan berpikiran yangbukan-bukan. Ini murni karena ibu sedang tidak ingin makan saja.”

Kayak kamu tidak pernah ngalamin aja, sedari kecil kamu jugabegitu, waktu ibu suruh makan, kamu malah bilang lagi tak nafsu. Ya kek gitujugalah yang ibu rasa.”

Nuri tampak tersenyum miring mendengar pengakuan ibu, akubisa lihat dari lirikan mataku.

Fix ini, antara ibu dan Nuri ada perjanjian hitam di atasputih.

“Sini Bu, aku lanjutkan menyuapi ibu.”

Kulihat ibu hanya mengangguk, lalu menyerahkan sendok ketangan Nuri.

***

Sore baru saja menjelang. Kini aku tengah berada di ruanganlain di rumah sakit. Aku curiga, kalau Nuri memaksa ibu makan sendiri. Itu bisaaku lihat dari gaya bicara ibu.

Setelah sampai di ruangan yang ditunjuk salah seorangperawat, aku segera mengetuk pintu.

Aku masuk ke dalam, setelah mendapat izin. Di dalam tampakseorang pria dewasa yang rambutnya mulai kelihatan ubannya, tengah mengawasilayar besar di laptop.

“Maaf mengganggu waktunya Pak,” sapaku ramah.

“Iya, ada tujuan apa Mas ganteng ini datang kemari?” tanyanyasedikit bercanda, membalas senyumku seraya berjabat tangan.

Lagi aku tersenyum sumringah mendengar candaan sang bapak.

“Hm, Bapak bisa aja.”

“Hidup itu dibawa santai Mas, biar tenang dan damai.”

“Ada angin apa nih datang dimari?”

“Gini Pak, saya sudah mendapat izin dari pimpinan rumah sakit,untuk mengecek cctv di ruangan ibu saya di rawat. Kamar 235 ruang rawat gladiol.

“Ok, sebentar Mas ganteng. Silakan duduk. Saya siapkanterlebih dahulu. Sekian menunggu, barulah data cctv itu bisa terlihat denganjelas.”

Aku perhatikan dengan seksama, di mulai dari perawat yangmengantar makanan. Lalu Bia muncul dan kuajak keluar. Hatiku tak sabar inginmelihat perlakuan Nuri ke ibu setelah aku dan. Bia pergi keluar.

Benar saja dugaanku. Ternyata Nuri melampiaskan kemarahannyasetelah kami berada di luar. Setelah memastikan kami menjauh, Nuri mulaimenunjukkan belangnya.

“Nih ibu makan sendiri, enak saja aku yang jadi repot.”

“ingat ya Bu, jangan sekali-kali ibu ngadu pada mas Arfan, kalauketahuan ibu ngadu, lihat saja, anak perempuan ibu itu hanya tinggal nama.”

Spontan aku menutup mulutku dengan telapak tanganku. Takmenyangka Nuri bisa bertindak sejauh itu. Sebenarnya ada masalah apa antara ibudan Nuri. Sampai-sampai Nuri berubah.

“Pak saya bisa mendapatkan rekaman cctv barusan, ingin sayajadikan bukti, bila suatu saat diperlukan.”

“Oh bisa Mas, saya kirim sekarang juga ya.”

“Terima kasih atas kerja samanya Pak, mohon maaf bila sayamengganggu jam kerja bapak.”

“Oh iya Pak, tolong rahasiakan ke semua orang terlebihistriku, apa yang kita lihat barusan.”

“Siap Mas ganteng,” sahut lelaki yang masih bugar, diusianya yang tidak lagi muda.

***

Tiga hari lamanya ibu harus menginap di rumah sakit. Kini saatnyaia pulang ke rumah.

Rekaman cctv itu masih tersimpan rapi dalam ponselku, bilasaatnya dibutuhkan pasti akan aku tunjukkan.

Tidak mungkin juga bagiku melabrak Nuri di rumah sakit,tidak mudah memang menyelesaikan masalah yang cukup pelik di mataku. Aku tidakboleh gegabah memutuskan. Aku harus pikirkan matang-matang sebelum bertindak.

Untuk jaga-jaga dan memastikan, supaya ibu tidak teraniayalagi oleh menantunya, aku meminta Bia untuk tinggal di rumah. Untungnya gadisberkerudung itu menyanggupinya.

Setelah semua rapi, kami pun segera meninggalkan rumahsakit.

Tak lama kemudian, kami sampai di kediaman. Saat membukapintu mobil, kami dikejutkan oleh seorang pria yang muncul dari teras.

“Nuri! Itu Bang Handi bukan sih!” seruku kaget.

“Iya Mas, maaf aku lupa kasih tahu, kalau hari ini bangHandi mau datang ke rumah.”

Kulihat Nuri bergegas turun dari mobil dan menghampirisaudaranya.

“Maaf Bang, menunggu lama ya.”

“Iya, bahkan Abang sempat ketiduran tadi. Saat dengar suaramobil masuk halaman, barulah Abang terjaga.”

“Apa kabar Arfan, ibu, dan kamu, gadis kecil yang imut,” sapa bang Handi serayamenjabat tangan ibu 

“Alhamdulillah kami baik-baik saja Bang, hanya ibu saja yang kurang sehat, mag-Nyakambuh karena telat makan.”

“Silakan masuk Bang, maaf saya antar ibu istirahat kekamar.”

Bersambung...

Terima kasih sudah berkenan mampir, jangan lupa tekan tombol subscribe, like dan komen ya pemirsa, terima kasih atas kemurahan hatinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status