Mobil Ambulans dan Mobil Polisi terlihat sudah terparkir di pelataran kontrakan Tika. Malam semakin larut, tetapi warga yang penasaran masih terus berdatangan tak kunjung surut. Di depan garis polisi yang membentang Tika masih berdiri ditemani Ahmad dan Bu Susi. Tertegun menatap jasad Desi yang diangkut menggunakan kantong jenazah, sementara Nia yang baru datang langsung menerjang jasad adiknya yang sudah terbujur kaku dan membusuk, sembari meraung-raung menyesali perbuatan.Tiba-tiba Tika teringat percakapannya dengan Desi terakhir kali. Bagaimana tiap kata yang dia ungkap cukup mewakili isi hati. Posisi Desi yang seperti ini sejatinya tak lepas dari campur tangan Nia yang awalnya memberi usulan dengan niat balas dendam, tapi ujungnya malah menjerumuskan.Meskipun status persaudaraan mereka hanyalah tiri, tetapi Tika tahu pasti kasih sayang Nia tulus adanya. Perempuan itu mengenal Nia cukup baik, bahkan jauh sebelum dipersunting Andri. Namun, entah apa yang menjadi awal keretakkan h
"Din! Dini!"Bu Nur menggedor-gedor kamar Dini saat mendengar suara tangisan dari dalam kamar Dini. Sudah seharian, sejak pulang kerja setengah hari putri bungsunya dalam keadaan seperti ini. Mengunci diri dan terisak-isak di dalam tak mau keluar. Terpaksa wanita paruh baya itu terjaga malam ini."Makan dulu, yuk! Habis itu cerita sama mama. Jangan kayak gini terus, Din. Kamu nggak kasian sama mama? Udah mah A'a-mu begitu, jangan tambah kamu juga."Beberapa saat kemudian terdengar suara kunci yang dibuka, berikutnya knop pintu yang bergerak dan ditarik dari dalam.Bu Nur tertegun saat melihat kondisi putrinya dalam keadaan yang benar-benar mengenaskan. Kedua matanya membengkak, seragam pabrik yang masih belum diganti, dan rambut semrawut tak beraturan."Din ...."Awalnya Dini hanya bergeming menatap Bu Nur dengan mata sayunya. Namun, beberapa saat kemudian bibir gadis itu kembali bergetar, detik berikutnya dia berhambur dalam pelukan Bu Nur, dan menumpahkan segala keresahan yang dia a
Seminggu sebelumnya ....Suara omelan Bu Nur masih terdengar nyaring di luar sampai dua jam setelah pertengkaran Desi dan Dini. Namun, dua perempuan yang hanya selisih satu setengah tahun itu seolah sama-sama tak peduli. Dini bahkan sudah kembali berganti pakaian dan bersiap pergi."Mau ke mana?" Cekalan tangan Bu Nur, menahan langkah Dini yang sudah sampai di ambang pintu.Gadis delapan belas tahun itu menatap nyalang."Nenangin pikiran. Kalau terus di sini bisa-bisa makin stress aku," cetusnya sembari menepis tangan sang ibu. Dini pun berlalu mengendarai motornya mencari tempat yang dipikir bisa menjernihkan kekalutan pikirannya.Masih di tempat yang sama Bu Nur temangu menatap kepergiaan putrinya, sementara suara tangis Bila terdengar nyaring di dalam kamar Desi. Entah apa yang perempuan itu lakukan sejak tadi."Des, Desi! Ngapain aja kamu? Kenapa Bila dibiarin nangis? Buka pintunya sekarang, mama mau ngomong."" .... " Tak ada jawaban.Sampai lima menit kemudian Bu Nur berinisiati
Hujan deras baru saja mengguyur Kota Bandung sore menjelang malam ini. Angin bertiup kencang dengan bunyi guntur yang bersahutan. Namun, cuaca buruk itu sama sekali tak menyurutkan niat Tika untuk datang ke rumah Bu Wulan setelah wanita itu menghubungi kalau ada hal tak terduga yang baru saja terjadi.Mobil Tika masuk ke dalam pelataran setelah tukang di rumah Bu Wulan membukakan pagarnya, lalu memayungi. Dengan totebag berisi tas di tangan, berusaha keras dia mengumpulkan kepercayaan diri, lalu melangkah pasti menghampiri wanita yang menjadi penyebab kehancuran rumah tangganya."Apa-apaan ini?" Desi tiba-tiba bangkit dari posisi saat melihat Tika berjalan menghampiri."Tenang, duduk dulu! Kita bicara baik-baik, dari hati ke hati. Sebagai sesama wanita sama-sama yang tersakiti." Bu Wulan menengahi, dia tuntun Desi agar kembali duduk di sofa, sementara Tika meletakkan totebagnya di atas meja, kemudian mengempaskan bokong tepat di hadapannya.Desi langsung menyambar totebag itu dan terk
"Kurang lebih sebulan lalu, aku membuat akun fake atas nama Bu Wulan hanya untuk memancing Kadal Air itu, dan memastikan apa benar dia seburuk yang dibayangkan. Aku nggak pernah menduga dia akan menanggapinya, lalu memakan umpannya dan berlaga bak lelaki hidung belang kebanyakan hingga sering kali membuatku mengernyit jijik. Aku berani bersumpah Desi, kugunakan akun itu hanya untuk memberinya pelajaran dan memastikan. Nggak ada secuil pun keinginan untuk membuatnya kembali. Nggak ada!" Napas Tika memburu, sesekali dia mengelus perut saat dirasa amarah yang dia luapkan sudah melampaui batasnya. Belum puas sampai di situ, Tika mengeluarkan ponselnya dan memutar rekaman suara yang dia ambil saat Miftah menghubunginya.Dia letakkan ponsel itu di atas meja, tepat menghadap Desi."Oke, sebenarnya aku bingung kenapa dua hari ini kamu kayak menghindar. Untuk meluruskan kesalahanpahaman tentang pertanyaan yang kamu ajukan hari itu. Aku bakal jawab sekarang."Tika tertegun, dia ingat dua hari l
Perempuan itu berjalan gontai di tengah malam yang kelam, sekelam harapan yang kandas ditelan kenyataan bahwa sosok yang diharapkan mengantar kebahagiaan malah menjadi alasan penderitaan. Semua yang dia rasakan mungkin memang tak sebanding dengan luka yang sudah dia torehkan pada seseorang yang masih sudi mengulurkan tangan, saling menguatkan sebagai sesama perempuan. Ternyata sejak awal Desi memang sudah salah menilai Tika, di balik semuanya ternyata Tika masih memiliki kebesaran hati hingga bersedia memaafkan.Sampai selarut ini Desi baru bersedia pulang setelah membagi semua fakta terjalinnya hubungan mereka dengan perantara Nia. Tak menyangka kakak tirinya itu telah mengumpankannya pada sosok semengerikan Miftah.Ponsel di saku celananya bergetar beberapa kali. Notifikasi pesan dari Nia, Bu Nur, dan ayahnya dia abaikan begitu saja saat melihat sekumpulan pemuda tengah minum-minum dan main kartu di Pos Ronda.Plak!Semua orang tercengang saat Desi tiba-tiba melayangkan tamparan pad
"Ja, De!" Kedua pemuda itu terlonjak saat melihat Miftah telah kembali. Tak ada ekspresi berarti yang dia tunjukkan bahkan setelah menghilangkan nyawa istrinya sendiri."I-ya, A?" Entah apa sebabnya mereka tiba-tiba gemetar melihat tatapan lelaki itu."Minjeum motor, urang rek nganter pamajikan balik (Pinjem motor, gue mau anter bini pulang)."Kedua pemuda itu berpandangan. Meski, tak menunjukkan banyak perubahaan, tapi entaj kenapa mereka mulai menaruh curiga akan gelagat Miftah setelah pamit pada istrinya."Oh, enyak, enyak. Sok, A!"Meski sepat ragu, akhirnya mengangguk juga, lalu menyerahkan kunci motornya. sebelum benar-benar pergi Miftah sempat menegak habis setengah botol minuman alkohol yang tersisa di atas meja kecil yang ada di Pos Ronda.Meninggalkan Jaja dan Ade dalam kebingungan luar biasa.***Tiba di depan kontrakan Tika, Miftah langsung membopong Desi, dan menggunakan jepit rambut istrinya untuk membuka kunci gembok. Kebetulan daerah ini memang terkenal sepi, apalagi
Tak ada yang tahu sampai di mana titik balik kehidupan seseorang. Segala hal yang ditabur kelak pasti akan dituai. Setiap kata menyakitkan yang keluar pasti ada hukum dan pertanggungjawaban. Sanksi sosial pun menanti bagi orang-orang yang dibutakan gemerlap dunia yang hanya sekejap mata, sementara sanksi Tuhan mutlak adanya.Seperti jamur liar yang tumbuh subur di musim penghujan, seperti itu pula berita cepat menyebar. Hanya sepekan berselang, kasus pembunuhan Desi sukses menghebohkan warga Cijerah, bahkan sampai se-Bandung Barat. Banyak orang mulai berbondong-bondong menyambangi lokasi kejadian. Wartawan dari berbagai media, sengaja datang jauh-jauh untuk langsung meliput dan menyiarkan. Mereka mulai bertanya-tanya tentang motif tersangka, bahkan teman dan kerabat Miftah amat menyayankan, bagaimana bisa orang yang mereka kenal baik dan menawan tega menghabisi nyawa istrinya sendiri dengan begitu kejam, karena sampai detik ini polisi masih kesulitan memintai keterangan terkait detail
Berbagai kecamuk perasaan menghinggapi Tika saat dia berjalan menyusuri lorong Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, menuju ruang ICU. Tak ada ekspresi berarti yang dia tunjukkan saat Bu Wulan mengatakan bahkan sudah berbulan-bulan Miftah menjalani pengobatan secara intensif setelah dokter mendiagnosis bahwa mantan suaminya itu mengidap Bronchitis, dan secara pribadi Bu Nur memohon padanya untuk menyampaikan pesan. Sebenarnya Tika sudah tak peduli dengan apa yang terjadi pada Miftah dan keluarganya, sebab tak ada lagi yang tersisa dari lelaki itu selain kenangan pahit yang masih kerap kali menjadi mimpi buruk di tiap tidurnya. Namun, saat Andri mengatakan bahwa mungkin itu adalah permintaan terakhir mantan suaminya, Tika benar-benar tak kuasa untuk menolaknya.Melihat seseorang hanya berdiri di depan pintu ruang ICU, sontak Bu Nur bangkit setelah menyuapi putranya yang sudah tak bisa melakukan apa-apa. "Makasih, makasih banyak udah sudi datang, Tik. Dua hari ini Miftah nggak mau makan
Tak ada luka yang benar-benar abadi, waktu selalu mampu memperbaiki situasi, meski yang tersisa dari memori kerapkali kali masih menyisakan sedikit nyeri dalam hati. Awan mendung tak berarti hujan turun, tapi Matahari selalu adil menerangi setiap inti bumi. Setiap duka pasti ada suka, setiap kehilangan pasti ada penggantinya, dan setiap yang ditanam pasti akan ada yang dituai, karena begitulah kehidupan berjalan.Hari berganti, bulan-bulan dilewati. Demi menjaga kewarasan diri dari bayang-bayang masa lalu, Andri bersedia mengikuti sang istri untuk menetap di Cianjur. Meski harus pulang-pergi Bandung-Cianjur seminggu dua kali, meski rindu kerap kali menghinggapi. Lelaki itu tak peduli dengan jarak, selama mereka bisa terus bersama sampai akhir hayat nanti. Setelah apa yang terjadi pada Tika pun Ahmad, perempuan itu seolah tak mau tahu lagi tentang mantan suam dan keluarga benalunya itu. Dia memilih melanjutkan usaha dari modal yang ditinggalkan orang tua, serta menata hidupnya kembali
Ternyata pribahasa darah lebih kental daripada air itu benar adanya. Ikatan persaudaraan yang erat membuat Tika tak kuasa menahan tangis, lelaki itu bersimpuh, menangis meraung di kaki Tika, dan mengakui bahwa dia memang telah salah selama empat tahun ini. Mengikuti hawa nafsu, tak peduli nasihat kakak kandung sendiri, terjebak dalam pernikahan dengan perempuan yang ternyata hanya ingin memanfaatkan harta bendanya. Madu yang dia tuang ternyata dibalas racun mematikan. Empat tahun menampung keluarga benalu membuat Ahmad benar-benar berhasil mempelajari banyak hal. Belajar tentang kegagalan Tika juga dirinya sekarang. "Maaf, hampura, Teh. Hampura Ahmad khilaf!" Ahmad masih bersimpuh di lantai memeluk kaki Tika. Sementara yang bersangkutan tampak masih shock setelah mendengar pengakuan sang adik tentang kondisi kehidupannya pasca pernikahan dengan Dini. Tika benar-benar tak menyangka, ternyata di balik kebungkaman, di balik komunikasi yang nyaris terputus selama empat tahun ini ada
Tok! Tok! Tok! "Buka pintunya, Nia! Jangan bikin papa hilang kesabaran, ya."Suara ketukan yang sudah berubah jadi gedoran itu terdengar di salah satu kamar dalam rumah milik mantan pejabat yang cukup disegani pada masanya. Sudah tiga hari sejak pria paruh baya tersebut mendapati sang putri mengurung diri. Hari ini kesabarannya sudah benar-benar habis. Dia seolah sudah lelah menghadapi satu-satunya putri yang tersisa, karena terlalu terobsesi pada mantan suaminya, Andri. "Kalau nggak dibuka juga papa dobrak pintunya, ya, Nia!"" .... " Tetap tak ada jawaban dari dalam. Hal itu membuatnya mulai dilingkupi perasaan khawatir."Dang, bawa kunci serep di gudang. Si Nia nggak mau keluar ini." Lelah menunggu dan penasaran dengan apa yang membuat putrinya mengurung diri sampai tiga hari. Papa Nia akhirnya meminta salah seorang tukang di rumahnya untuk mengambil kunci serep. Hanya beberapa menit setelah diminta, sopir yang juga tukang kebun itu datang membawa kunci cadangan. "Sial, nyang
Miftah kembali ke rumah saat dia melihat ibunya duduk mematung di atas kursi. Sementara Dini menangis meraung di kakinya. Syakil dan Bila yang melihat itu hanya bisa menatap kehadiran mereka dengan penuh kebingungan. Sebenarnya Bu Nur sudah tahu kalau Syakil adalah anak dari Rifky, mantan kekasih putrinya. Namun, dia tak menyangka kalau Dini masih menjalin hubungan dengan montir bengkel itu. Bertahun-tahun, di belakang Ahmad. Bahkan bisa dipastikan anak yang Dini kandung sekarang juga berasal dari benih Rifky. Sekali lagi kebodohan anaknya berhasil menjerumuskan. Akankah kesenangan yang sudah didapatkan selama empat tahun ini akan dicabut kembali? "Ada apa ini?" Miftah akhirnya bertanya setelah lama membaca situasi. Melihat tangisan adiknya serta beberapa barang yang dia bawa serta ke mari. Miftah mulai menduga bahwa ada sesuatu yang terjadi antara rumah tangga Dini dan Ahmad. Mendengar kehadiran kakaknya, Dini langsung memburu Miftah, lalu bersimpuh di kakinya. "Tolongin Dini, A
Tika duduk bersedekap di atas sajadah. Mukena membalut tubuhnya dari ujung kepala sampai kaki. Berbagai doa dia panjatkan sejak Magrib tadi. Memohon tak henti agar tak ada bala yang mendekati.Ketakutan mulai menyelimuti. Padahal selama empat tahun dilewati dia tak pernah merasakan hal semacam ini. Entah kenapa, selama Miftah dan keluarganya masih berpijak di bumi yang sama. Tika merasa tak akan pernah bisa mendapatkan ketenangan lagi. "Buna ...." Panggilan pelan dari suara yang lembut itu menginterupsi zikirnya. Sejenak Tika seka air mata dengan mukena, lalu beralih pada Zahra yang malam ini dia tempatkan di satu kamar bersamanya. "Ya, Sayang.""Om gateng tadi siapa, Buna? Kenapa dia bilang Ayah Zahla."Tika terdiam sejenak dengan kebingungan yang menggelayutinya. Setelahnya napas panjang dia hela. "Bukan siapa-siapa, cuma orang iseng aja." Masih terbalut mukena Tika bangkit, lantas berjalan menghampiri Zahra yang duduk di tepi ranjang. "Kalo bukan siapa-siapa. Kenapa Buna mara
" ... aku muak, Miftah. Aku jijik!"Masih berdiri mematung di tempatnya. Kalimat itu terus menerus ternging-ngiang di telinga Miftah. Bahkan Berputar-putar di kepalanya. Ada yang menghantam dada saat melihat lirih suara sang mantan istri memaki, memerah matanya menahan murka dan amarah. Dan anehnya Miftah tak merasa tersinggung saat dia dihina dan dicaci-maki bahkan dilempar uang ke depan muka. Yang terasa justru sesak, sesak yang dirasa saat melihat sedemikian dalam Tika membenci, karena luka yang sudah dia torehkan selama ini. Apakah empat tahun di balik jeruji besi tanpa disadari justru membuatnya introspeksi? Atau ceramah serta nasehat yang dicekokki para pemuka agama yang datang ke lapas, membuatnya cukup mawas diri? Bahkan saat dia tak sengaja membunuh Desi atau mencaci-maki Tika tentang anak yang dikandungnya ia tak pernah merasa seperti ini. Kalau sudah begini, bagaimana dengan empat tahun rencana matang yang sudah dia susun bersama Nia?"Pergi!" Jeritan itu menarik kesada
"Nggak apa-apa, kalau kita ketahuan. Aku yang bakal tanggung jawab," yakinnya. "Halah tanggung jawab apaan. Waktu aku hamil Syakil aja kamu pergi." "Aku cuma butuh waktu buat nenangin diri. Lagian saat itu aku belum ada kerjaan. Buktinya aku balik, tapi kamu malah milih nikah sama cowok yang nggak kamu cintai!" Dini memalingkan muka. Matanya kembali mengembun. "Karena aku nggak bisa hidup miskin, Ky. Aku nggak mau. Cuman dengan dia aku bisa hidup enak. Cuma dengan dia masa depan Syakil terjamin." Air mata Dini kembali tumpah. "Kalau kamu udah ngerasa bahagia, kenapa masih hubungin aku? Bahkan selama setahun ini kamu selalu datang saat butuh. Aku ngerasa kayak dimanfaatin. Padahal aku tulus cinta sama kamu."Dini menarik napas panjang. Dia menatap mata lelaki yang sampai detik ini masih merajai hati. "Karena cuma kamu yang aku cinta. Karena cuma kamu yang bisa menyenangkanku. Si Ahmad payah, Ky. Dia nggak pernah bisa kasih kepuasan batin buat aku kayak kamu. Hubungan kita hambar,
"Eh, Mad!" "Reza!" Langkah Ahmad terhenti di ambang pintu keluar resto saat dia berpapasan dengan sosok yang dikenal. Lelaki bernama Reza Anugerah itu adalah teman seprofesi Ahmad di Pabrik Kahatex sebagai pengawas. Sudah lama sejak mereka tak pernah lagi bertemu, karena Reza resign hanya sebulan setelah Dini mengundurkan diri.Hal itu jelas semakin mematik rasa curiga Ahmad akan hubungan mereka berdua yang terjadi sebelum kehamilan Dini. Sudah empat tahun berlalu, tetap dia masih belum juga tahu ayah biologis dari anak yang selama ini tinggal bersamanya.Sebenarnya saat memutuskan menikahi wanita itu Ahmad sudah menerima, akan tetapi rasa penasaran itu kerap kali hinggap saat dia tak sengaja memerhatikan Syakil. Sebenarnya dari benih siapa dia berasal? Apa benar dari benih lelaki di hadapannya ini, seperti yang dia duga selama ini?"Hampura teu bisa datang pas hajat. Sumpah sabenerna mah urang teu nyangka maneh ngawin si Dini, Mad. (Maaf nggak bisa datang saat resepsi. Sumpah seb