~K~U🌸🌸🌸“Danu kamu mau ke mana?” Ibu tergopoh-gopoh menghampiri kami yang sedang bersiap-siap memasukkan barang bawaan ke mobil.“Kami mau jalan-jalan Bu,” jawabku jujur tidak mungkin kan, aku berbohong pada ibu yang ada kebersamaan kami bukan membawa keberkahan malah membawa kesialan.“Loh, kok, Ibu enggak diajak?” protesnya. Wajahnya langsung masam lalu ibu berkacak pinggang.“Ayok, ikut, Bu!” ajakku. Ah, sepertinya tidak apa-apa jika hanya mengajak ibu yang penting Mbak Asih dan Mbak Lili tidak ikut. Kasihan juga Ibu kalau sendirian di rumah pasti beliau sedih memikirkan Mbak Asih.“Beneran boleh ikut, Ta?” tanya ibu memastikan, aku mengangguk mengiyakan.Ibu mertuaku gegas masuk ke rumah tak lama muncul dengan dandanan yang super cetar. Mbak Lili dan Mbak Asih juga ikutan ngekorin ibu.“Muatan sudah tidak ada tempat lagi. Ini khusus untuk para ibuku dan juga istriku. Mbak Lili dan Mbak Asih dilarang ikut!” kata Mas Danu tegas.Mereka tentu saja tidak terima dan main serobot s
Assalamualaikum ....Selamat pagi, selamat beraktifitas. Hayooo siapa yang belum follow cuss bantu follow akunku 🙏🌸🌸🌸“Palingan juga Ita mengarang cerita bebas. Biasalah, Ita sama Lili kan, enggak pernah akur atau jangan-jangan Ita yang cemburu sama Lili karena Danu dekat sama Lili,” kata ibu mertuaku. Sebenarnya beliau tidak salah sih, bilang begitu karena beliau belum tahu sendiri apa yang dilakukan anaknya selama ini.“Dengerin ya, Bu, sebaiknya Ibu jangan terus-menerus membela anak-anak Ibu Karena tak selamanya anak yang kita bela itu berada dalam posisi benar. Jadi, sebaiknya Ibu melihat dulu buktinya jangan berkata yang semakin membuat runyam keadaan,” kataku pada ibu“Halah, Ta, kamu itu anak kemarin sore! Kenapa juga kamu nasehatin Ibu lagi pula sepertinya yang Ibu katakan itu benar. Dasar kamunya saja yang baper,” jawab ibu lagi.“Begini saja deh, Bu, kalau misalnya terbukti Mbak Lili melakukan hal itu apa yang akan Ibu lakukan pada Mbak Lili? Apakah ibu Ibu berani mem
“Astagfirullah ... ini beneran foto Lili?” tanya ibu tidak percaya. Ibu mengambil ponsel dari tanganku dan mengamati foto Mbak Lili semalam.“Sekarang kamu baru percaya kan, Yem, kelakuan anak perempuanmu bagaimana?” kata Mamah Atik.“Astaghfirullah, masa Lili foto beginian enggak malu. Atau jangan-jangan ini hanya editannya Ita?” Ibu masih saja tetap tidak percaya bahkan beliau masih saja menyalahkanku.“Ini otak, kamu, ya lama-lama perlu di ruqyah! Mana ada editan sejelas ini. Lihat itu baik-baik muka anakmu. Lihat itu badan anakmu kan, kamu yang ngelahirin dia pasti kamu lebih paham. Ita ya, enggak bisa ngedit-ngedit. Orang kok, otak enggak dipakai buat mikir yang benar!” sangat Mamah Atik seraya menoyor kepala ibu.“Tapi, kenapa Lili tidak malu mengirimi foto seksi bikini kepada Danu atau jangan-jangan Danu yang minta?” kata ibu lagi. Mas Danu justru tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan ibu.“Ibu ini lucu malah ngelawak. Memangnya Ibu tidak tahu sifatku seperti apa? Aku it
Kami happy-happy hari ini. Benar sekali liburan seperti ini akan membuat otak lebih fresh dan hilang semua beban pikiran negatif.Kuupload foto-foto kebersamaan kami di pantai. Kebetulan ada foto yang posenya sedikit mesra. Itu fotonya juga candid yang ambil Mamah Atik.[Nikmat Allah bila disyukuri akan semakin bertambah. Alhamdulillah’alakullihal.]Kumatikan ponsel dan main air laut bersama Kia dan suamiku.Mamah Atik terlihat akur dengan ibuku dan juga ibu mertuaku mereka saling bergantian memotret. Tertawa renyah mereka benar-benar menggambarkan keharmonisan padahal tadi di mobil mereka bersitegang.“Dik, uang tabungan kita sudah cukup belum untuk daftar umroh?”“Kalau ditambah uang sisa penjualan kebun dulu sama hasil panen 5 bulan terakhir ini pas Mas, tapi ngepres banget.”Kami memang punya rencana mau umroh bersama keluarga, tapi, sepertinya uangnya belum cukup.“Dik, gimana kalau kita umrohnya lain kali lagi. Sekarang kita pakai uang yang ada dulu untuk orang tua kita,” usul
“Duh, ada apa ini ramai-ramai ke sini?” Mamah Atik menegur ibu dan anak-anaknya.“Aku mau ketemu sama Danu, ada yang mau aku bicarakan,” jawab Mbak Asih.“Ada apa Mbak, bilang saja di sini,” jawab Mas Danu.“Em ... itu Dan, aku mau mengajukan gugatan cerai bisa minta tolong anterin?” Aku mencium bau-bau tidak beres ini.“Danu sibuk, banyak kerjaan ngapain nemenin kamu segala. Tinggal datang ke pengadilan agama. Beres,” sahut Mamah Atik.“Benar, aku sibuk di toko. Lagi pula aku ini bukan orang sekolahan Mbak jadi enggak ngerti masalah itu,” timpal Mas Danu.“Tolong Dan, sekali ini saja,” ucap Mbak Asih memelas.“Eh, maksa! Danu itu bukan pengangguran yang bisa santai ke sana ke mari. Aneh!” pekik Mamah Atik. Mbak Asih melengos tidak suka.“Aku minta tolong sama adikku sendiri kok situ yang sewot?” protes Mbak Asih.“Owalah ini kuping apa wajan. Nangkring di sini! Danu sudah bilang enggak mau kok kamu maksa!” Mamah Atik menjewer kuping Mbak Asih sampai Mbak Asih mengeluh sakit.“Sekali
🌸🌸🌸🌸Pagi hari di rumah ibu mertuaku sudah terjadi drama. Tangisan saling bersahutan terdengar sampai teras samping rumah.“Coba kamu lihat dulu sana, Dan. Barangkali Ibumu sakit atau innalilahi waInnailaihiroji’uun kok, nangis sampai kedengaran sini,” titah Mamah Atik.“Sssttt .... kalau ngomong hati-hati! Itu pasti mereka sedang bertengkar,” tegur ibuku. Mamah Atik hanya cekikikan saja.“Kesel dari tadi nangis enggak berhenti-henti. Seperti ada kematian saja,” ujarnya lagi.Aku dan Mas Danu gegas ke rumah ibu. Ternyata ada mertua Mbak Lili, Mas Eko, dan Mbak Desi. Ibu, Mbak Lili, dan mertuanya yang menangis. Mas Eko diam saja seperti ayam sayur yang mau disembelih. Sedang Mbak Desi duduk santai.“Ibu ... ada apa kok, tangisannya kuat sekali sampai terdengar ke rumahku?” tanyaku pada ibu. Bukannya menjawab malah ibu semakin histeris menangisnya.“Huaaaa ... Danu, Ibu sedih, Dan. Hanya!”“Iya, Ibu sedih kenapa?” tanyaku. Aku sebenarnya tidak tega kalau melihat orang tua menangis.
“Benar itu Bu, apa yang diucapkan Mas Eko. Ibu harus kasih kesempatan pada Mas Eko. Ibu harus percaya dan yakin pada Mas Eko. Kalau Ibu mendukung Mbak Liki sama saja Ibu jadi jin dasim bagi rumah tangga anak Ibu sendiri,” ujar Mas Danu lagi.“Itulah Nak Danu, Ibu juga sudah berkali-kali bilang pada Lili dan ibumu, tapi mereka sepertinya sudah sangat benci dan jijik pada Eko. Ibu ini sudah tua ingin hidup damai. Ibu juga sangat sayang sama Lili. Dia menantu perempuan Ibu satu-satunya tidak ada yang lain,” ungkap ibu Mas Eko.“Ibu selalu bilang begitu, tapi nyatanya Ibu juga senang kan, ada Desi si pelakor itu!” teriak Mbak Lili.“Tidak! Ibu pun tidak suka. Dia selalu datang dengan alasan anak. Ibu sudah terang-terangan mengusir dia, tapi tetap saja dia datang. Ibu hanya tidak tega dengan anak-anak yang dibawanya,” jawab ibu Mas Eko. Aku lihat kejujuran di mata beliau.“Kalau kamu mau hubungan anak kita baik-baik saja, buang pelakor edan itu!” maki ibuHerannya Mbak Desi sangat santai.
“A—aku setuju.” Mbak Lili akhirnya bersuara.“Heh, apa-apaan! Aku tidak setuju! Gimana nasib anak kami!” Mbak Desi mulai emosi dia seketika berdiri berkacak pinggang matanya melotot ke arah Mbak Lili.“Kamu perempuan selingkuhan Eko? Ya Allah hampir saja aku lupa kalau di situ ada orang, aku kira tadi hantu yang di situ,” sahut Mamah Atik. Mbak Desi kesal. Dia kemudian duduk lagi.“Kamu tidak ada hak melarang Eko, dia bukan suamimu lagi. Masalah anak kan, ikut denganmu. Eko bisa kirim uang setiap bulan.” Mamah Atik kini duduk di sebelahku.“Aku sudah bilang berkali-kali begitu, Mah. Tapi, sepertinya Mbak Desi ini memang tidak mau jauh-jauh dari Mas Eko,” sahut Mas Danu.“Sudah gini saja. Lili kan, sudah mau. Kamu Eko hari ini juga siap-siap pergi dari sini. Ajak Lili honey moon. Setelah itu kalian pindah. Tidak usah pedulikan perempuan ini. Ada ibumu yang pastinya tidak akan lepas tanggung jawab,” tutur Mamah Atik.Hening, hanya suara Isak tangis Mbak Desi saja yang terdengar. Mas Eko