âBenar itu Bu, apa yang diucapkan Mas Eko. Ibu harus kasih kesempatan pada Mas Eko. Ibu harus percaya dan yakin pada Mas Eko. Kalau Ibu mendukung Mbak Liki sama saja Ibu jadi jin dasim bagi rumah tangga anak Ibu sendiri,â ujar Mas Danu lagi.âItulah Nak Danu, Ibu juga sudah berkali-kali bilang pada Lili dan ibumu, tapi mereka sepertinya sudah sangat benci dan jijik pada Eko. Ibu ini sudah tua ingin hidup damai. Ibu juga sangat sayang sama Lili. Dia menantu perempuan Ibu satu-satunya tidak ada yang lain,â ungkap ibu Mas Eko.âIbu selalu bilang begitu, tapi nyatanya Ibu juga senang kan, ada Desi si pelakor itu!â teriak Mbak Lili.âTidak! Ibu pun tidak suka. Dia selalu datang dengan alasan anak. Ibu sudah terang-terangan mengusir dia, tapi tetap saja dia datang. Ibu hanya tidak tega dengan anak-anak yang dibawanya,â jawab ibu Mas Eko. Aku lihat kejujuran di mata beliau.âKalau kamu mau hubungan anak kita baik-baik saja, buang pelakor edan itu!â maki ibuHerannya Mbak Desi sangat santai.
âAâaku setuju.â Mbak Lili akhirnya bersuara.âHeh, apa-apaan! Aku tidak setuju! Gimana nasib anak kami!â Mbak Desi mulai emosi dia seketika berdiri berkacak pinggang matanya melotot ke arah Mbak Lili.âKamu perempuan selingkuhan Eko? Ya Allah hampir saja aku lupa kalau di situ ada orang, aku kira tadi hantu yang di situ,â sahut Mamah Atik. Mbak Desi kesal. Dia kemudian duduk lagi.âKamu tidak ada hak melarang Eko, dia bukan suamimu lagi. Masalah anak kan, ikut denganmu. Eko bisa kirim uang setiap bulan.â Mamah Atik kini duduk di sebelahku.âAku sudah bilang berkali-kali begitu, Mah. Tapi, sepertinya Mbak Desi ini memang tidak mau jauh-jauh dari Mas Eko,â sahut Mas Danu.âSudah gini saja. Lili kan, sudah mau. Kamu Eko hari ini juga siap-siap pergi dari sini. Ajak Lili honey moon. Setelah itu kalian pindah. Tidak usah pedulikan perempuan ini. Ada ibumu yang pastinya tidak akan lepas tanggung jawab,â tutur Mamah Atik.Hening, hanya suara Isak tangis Mbak Desi saja yang terdengar. Mas Eko
âLelaki buaya darat! Busyet aku tertipu lagi .....â đśâKau hancurkan hatiku dengan cintamuuuuu tak sadarkah kau telah menyakitiku ....â đśâDengarlah matahariku suara pintu hatiku na na na ....đśâKutersisih tak terpakai lagi dari pelukanmu dan kasih sayangmu ....â đśđśAku pusing mendengar Mbak Asih nyanyi tidak jelas.âAsih, sudah cukuplah kamu nyanyi-nyani tidak jelas begitu. Sini bantu Ibu masak rendang,â ucap ibu. Aku sedang mengantarkan sayur gulai nangka ke rumah ibu.Mbak Asih di kamar sedang karaoke. Suaranya melengking kuat sekali. Bikin kuping sakit.âIbu ini pusing, Ta. Asih itu susah diatur,â keluh ibu.âSabar Bu, Mbak Asih sedang di posisi terpuruk maklumi saja,â jawabku sekenanya. Jujur aku pun bingung mau komentar apa takut salah lagi.âTahu ah, Ta. Ibu pusing,â ucap ibu lagi.Kembali ibu termenung sendiri di kursi malasnya. TV memang menyala, tapi ibu melamun. Makanya aku sering bawa ibu ke rumah. Lebih baik beliau ribut dengan Mamah Atik dari pada di rumah bengong b
âMau ya, Nak, sama anak Ibu. Meskipun janda, tapi Cantik, seksi, dan belum punya anak,â ucap ibu lagi, beliau mempromosikan Mbak Asih.âMaaf Bulek, saya sudah punya calon, ini kami ke sini mau ngundang Mbak Ita, lusa pernikahan kami di rumah calon istri. Di kecamatan Margoyoso,â jawab anak Bulek Minah. Dia terlihat sekali sangat risih.âOh, ya sudah kalau gitu. Bilang dong, kalau sudah punya calon,â ucap ibu sewot. Beliau kan pergi ke dapur.âEmang dasar sinting kamu itu, Yem!â umpat Mamah Atik kesal. Ibu hanya menjulurkan lidahnya saja.Bulek Minah matur padaku mengudang kami sekeluarga untuk datang.âInsya Allah Bulek, kalau tidak ada halangan kami datang. Selamat ya, Mas, akhirnya ketemu juga dengan jodohnya,â kataku.âTerima kasih Mbak, Ita,â jawabnya.Setelah kami asyik ngobrol ngalor ngidul Bulek Minah pamit undur diri katanya masih ada dua orang lagi yang mau diundang.âHuh, kesempatan mentang-mentang ada tamu jadi enggak mau bantuin di dapur!â sindir ibu mertuaku.âIya, dong.
âAda apa Dik, sepertinya kamu gelisah sekali?â tanya Mas Danu. Dia memang selalu paham yang aku rasakan.Jujur aku memang resah. Takut sesuatu terjadi setelah ini padahal lima hari lagi orang tua kami akan berangkat umroh.Kutunjukkan ponselku pada Mas Danu. Sudah kuduga dia pun kaget.âSudah santai saja, Sayang. Kalau mereka macam-macam Mas maju.âKulihat lagi status Mbak Ning. Dia foto di taman rumahku.Pagar di rumah memang belum jadi masih masa pengerjaan. Sekarang hari Ahad jadi tukang yang kerja juga libur.[Nunggu pembokat lama banget pulangnya. Sabar biar selalu cantik.]Astaghfirullahaladhiim ... berani sekali dia bilang aku pembantu di rumahku sendiri.Setelah aku lihat status WA-nya langsung dihapus. Mungkin Mbak Ning mengira kalau kalau nomorku sudah dihapusnya.Nah, kan, nomorku langsung diblok. Ckckck ... aku heran kenapa mereka jadi seperti ini.Bu RT meneleponku lagi, tapi sengaja tidak aku jawab. Aku masih mau menikmati pesta ini. Aku bahkan jadi berubah pikiran untu
Bugk!Mamah Atik menendang kaki suaminya Mbak Ning.âKalian mau apa ke sini?â Bapak langsung to the point menanyakan maksud tujuan mereka.âEm ... anu kami mau itu, Pak?â jawab Wira takut-takut.âKamu itu si songong pasti ada niat terselubung ke sini. Dina, kamu itu enggak punya malu, ya? Sudah diusir masih juga datang ke sini!â Mamah Atik menoyor kepala Dina. Ah, biarkan saja itu kan, sepupu Mamah Atik.âKoper berjejer begini, sudah seperti mau pindahan saja!â sahut ibu mertuaku. Beliau menendang koper kakak-kakakku.âAnu ... kami meâmang mau pindahan,â jawab Wira. Yang lain tentu saja malu. Mereka semua menunduk tidak berniat melihat wajah bapak.âPindah ke mana?â tanya ibu mertuaku.âKe sini?â papar Mamah Atik. Wira mengangguk mantap. Ck, dasar tidak tahu malu!âApa? Heh, tidak bisa! Ini rumah anakku bukan hotel apalagi tempat pengungsian. Kalian pulang!â Usir mertuaku.âEnak aja main usir, ini juga rumah adikku Ita! Dasar orang tua sok kuasa!â sahut Mbak Nur.âApa kalian ini tida
Aku dan Mas Danu melongo. Ya Allah, tidak menyangka sama sekalili kalau rumah bapak beneran dijual aku pikir kemarin itu hanya menggertak saja.âJadi mana uang hasil penjualan rumah itu? Apa tidak tersisa sama sekali?â tanya bapak Lagi. Suaranya serak sekali aku yakin bapak menahan tangis.âKami sudah bilang kan, sudah kami bagi empat, Pak,â jawab Wira ketakutan.Bapak langsung jatuh pingsan. Kami sibuk membaringkan bapak di sofa dan menyadarkannya.âPergi kalian dari sini, pergi!â Ibu mendorong-dorong tubuh Wira. Aku gegas ikut mengusir mereka dibantu mamah Atik dan ibu mertua langsung menyeret koper mereka keluar. Sementara Mas Danu berusaha membangunkan bapak.Drama pengusiran ini mirip seperti adegan di film-film. Kami terlihat seperti penjahat apalagi keponakanku semua menangis.âJangan pernah kalian datang ke sini lagi. Ingat, kalian bukan hanya menyakitiku saja, tapi menyaki ke dua orang tua kita.ââMaafkan aku, Ta. Aku rela di sini jadi pembantu asal kami punya tempat tinggal
âDanu, bagaimana katamu aku pakai baju ini?â tanya Mbak Asih pagi ini.Dia memakai pakaian seksi you can see dan androk mini. Dandanya juga cantik. Apa Mbak Asih berniat menggoda Mas Danu? Aku takut dia seperti Mbak Lili.Ada-ada saja kelakuan saudara Mas Danu ini setiap harinya. Kadang buat jengkel kadang pula bikin ketawa sampai perut sakit.Kalau diperhatikan memang Mbak Asih ini lucu sekali. Kemarin dia baru saja patah hati dan nyanyi-nyanyi tidak jelas lalu sekarang sudah bahagia lagi. Semudah itulah dia move on? Padahal sejujurnya aku kasihan sekali dengan dia.âMemang Mbak Asih mau ke mana?â tanyaku. Mbak Asih diam saja malah dia melengos karena tidak suka kutanya.Kalau kata Mamah Atik, aku sudah disuruh berhenti respek sama orang macam Mbak Asih dan Mbak Lili, tapi aku tidak mau kalau aku sama saja seperti mereka berdua itu berarti aku pun menjadi orang yang minim attitude.âJelek Mbak, pakai baju panjang dan pakai kerudungnya,â jawab Mas Danu. Dia memang tidak suka dengan p
~k~u đ¸đ¸đ¸âMas, siapa perempuan ini?â Akhirnya kutanyakan langsung foto yang tadi siang dikirim oleh paman.Mas Danu mengerutkan keningnya matanya menatapku penuh selidik.âIni nomor Paman Mas, lihat tuh, WA-nya dari atas,â jelasku. Mas Danu memang tidak paham jika pakai smartphone.âIni dikirim tadi pagi kenapa enggak bilang langsung, Dik?ââGimana mau bilang kan, Mas sibuk di toko.ââSiapa wanita berbaju orange itu, Mas?â cecarku.âItu ... em, tapi kamu jangan marah, ya?â Mendengar jawaban Mas Danu justru aku semakin takut. Takut kalau apa yang aku pikirkan benar.âJawablah, Mas jangan berkelit gitu.ââNamanya Maya, dia teman sekolah Mas waktu SD. Waktu itu tanpa sengaja bertemu di toko. Setelah pertemuan pertama dia sering datang dan banyak bercerita tentang rumah tangganya ....â Mas Danu menjeda ceritanya.Aku sudah berkeringat panas padahal suhu udara malam ini dingin karena tadi sore hujan sangat deras dan sekarang pun masih gerimis kecil.âKarena Mas kasihan makanya Mas seri
âEnggak bersih berarti tidak ada acara masuk rumah.â Mamah Atik ikut menimpali.âApa ini sudah cukup, Bu?â tanya Evi memperlihatkan irik yang berisi pucuk daun singkong.âBelum! Petik yang banyak, di rumah banyak orang jadi banyak juga yang makan kalau cuma segini habis sama kamu aja!â Mamah Atik pun tidak kalah sengit memarahi Evi.âAku adukan kalian sama Mas Danu biar kapok!â Ancam Evi.âAdukan saja sana! Danu tidak akan pernah ambil pusing,â jawab Mamah Atik.âPaman, jangan main HP terus nanti HP-nya masuk parit kami lagi yang disalahin dan suruh ganti,â kataku agak kuat karena jarak kami lumayan jauh.âEh, iya, Ya. Ini aku hanya kirim pesan pada Danu saja,â jawab paman.Benar saja setelah kucek ponsel Mas Danu yang ada di saku celanaku ternyata ada pesan masuk lagi dari paman.[Keputusanmu akan menentukan nasib rumah tanggamu, Dan. Cepat katakan iya atau tidak!]Lagi hanya kubaca saja. Aku tidak berminat sama sekali untuk membalas.âSudah ada gledek, tuh! Buruan nanti keburu turun
đ¸đ¸đ¸Hidup sejatinya adalah perjalanan. Sekarang tergantung kita mau pilih jalan yang mana. Di depan sana ada banyak sekali rintangannya. Berkelok-kelok, lurus mulus, licin berlumpur atau naik turun.Aku menghela nafas berat saat membaca pesan dari paman Mas Danu. Pesan itu langsung kuteruskan ke ponselku.Paman Mas Danu sebenarnya belum selesai berbicara dengan Mas Danu hanya saja tadi tiba-tiba Joko menelepon ada pelanggan tetap mau belanja bulanan dan jumlahnya sangat banyak. Makanya Mas Danu buru-buru pergi ke toko.Paman dan juga Evi kami persilakan untuk menunggu di rumah. Bagaimana pun juga mereka adalah tamu.â... Barang siapa beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya .... HR. Bukhari dan Muslim.Aku memang bukan seorang yang mulus tanpa dosa, tapi aku akan selalu berusaha berbuat baik pada siapa pun meski dianggap bodoh.Bapakku selalu berpesan untuk selalu berbuat baik meski kita dimanfaatkan, meski kita tidak dianggap. Karena kebaikan itu aka
~k~uđ¸đ¸đ¸âLoh, siapa kamu!â tegur Mamah Atik saat melihat pria seumuran bapak main nyelonong duduk di teras rumah tanpa permisi.Kami sedang berjemur sekalian menyuapi Kia. Beberapa hari ini hujan terus udara di sini pun sangat dingin.Orang itu bukannya menyahut malah menyalakan rokok.âPaman, ini sarapannya. Nasi uduk aja, ya? Duitku nipis,â ucap Evi. Kami kaget ternyata itu pamannya Mas Danu.âKamu itu kenapa juga beli beginian. Rumah Mamasmu ini besar gendongan tentunya di dalam banyak makanan. Makan nasi uduk begini Paman mules perutnya.ââKalian ngapain lihat-lihat! Sekarang mana Mas Danu. Aku mau ketemu Mas Danu,â bentak Evi pada kami.Baru saja aku hendak menyangkal ucapan Evi, Mas Danu sudah ke luar rumah.âMasss ....â Evi lari menghampiri Mas Danu.âDanu. Akhirnya kita bisa bertemu lagi. Paman dari kemarin sudah ada di sini, tapi anak buahmu bilang kamu ada urusan keluarga dan enggak pulang.â Orang yang mengaku Paman Mas Danu pun tergopoh-gopoh menghampiri Mas Danu.Mas Da
Assalamualaikum everyone ....Alhamdulillah bisa up bab baru. Yuk, bantu follow akunku đđ¸đ¸đ¸âSini, Ta, biar Mamah yang telepon, Joko!â Kuberikan ponselku pada Mamah.Tidak menunggu lama telepon tersambung.âHalo, Mas Joko! Ini Mamah Atik. Tolong itu barang-barang yang mau diangkut sama Susi ambil lagi!ââLoh, aânu, Bu. Itu katanya sudah dapat izin dari Ita,â jawab Mas Joko terbata pasti Mas Joko kaget Mamah Atik to the poin begitu.âEnggak! Baik Ita ataupun Danu enggak ada yang izinin. Di mana Susi? Apa sudah pulang?ââBeâlum, Bu. Maâsih nimbang telur.ââDasar orang tidak tahu malu. Pokoknya aku enggak mau tahu, ya, ambil lagi apa yang mau diangkut Susi kalau enggak gaji kamu bulan ini tidak aku berikan!â Ancam Mamah Atik.âAduh! Baâik, Bu.âTuuuutt ....Mamah mematikan telepon.âIni, Ta. 10 menit lagi kita telepon Joko. Kamu itu menyek-menyek jadi orang makanya saudara-saudara kamu itu selalu saja meremehkanmu.ââAku hanya tidak ingin hubungan yang sudah tidak baik makin tidak b
Hatiku panas mendengar perempuan lain mengagumi suamiku.âMana anakmu kenapa tidak kamu ajak?â tanya Mas Danu.âMas aku capek loh, nungguin kamu panas dan haus juga kamu malah tega tanya ini dan itu di sini,â rengeknya.Kami masuk dan Evi membuntuti kami.âMas, rumahmu bagus banget ya, pantas paman selalu membanggakan kamu.â Mas Danu diam saja. Dia fokus minum dan menikmati donat yang kusuguhkan.âDanu, kamu makan dulu. Pasti kamu lapar,â titah Mamah Atik.âIya, Mah. Dik, temani Mas makan, ya?ââAku juga mau makan Mas. Yuk, aku temani.â Evi gegas berdiri dan menarik tangan Mas Danu.âBukan Dik, kamu. Itu panggilan untuk istriku. Aku memanggilmu dengan namamu saja.â Mas Danu menampik tangan Evi. Dia seperti menahan malu.âMas meja makanmu bagus banget. Seumur-umur aku baru lihat,â ucap Evi. Dia langsung duduk dan mengambil makan tanpa kami suruh terlebih dahulu.âEvi, sebentar lagi kami mau pergi sebaiknya kamu pulang dulu. Rumah ini akan kami kosongkan.ââApa? Ya ampun, Mas! Aku jauh-
âTerserah Mbak aja mau bilang apa,â sungutku.âEh, Ta. Aku cuma mau kasih tahu, ini Ibu lagi sakit, tadi pas ambil wudu untuk salat Zuhur terpeleset dan jatuh. Kami sudah bawa ke klinik. Ibu sekarang di rawat. Kamu ke sini, ya? Eh, jangan lupa bawa uang kami tidak ada duit untuk bayar biaya rawat Ibu.â Sebenarnya aku sangat syok dan juga sedih mendengar kabar ini, tapi karena yang memberi tahu adalah Mbak Susi aku jadi kesal padanya.âIâya, Mbak. Insya Allah aku ke sana.ââJangan pakai insya Allah, Ta! Kamu harus segera ke sini!ââIya, Mbak. Insya Allah.ââKamu itu insya Allah terus. Aku ti ....â Tuuutt! Kumatikan telepon. Percuma saja ngasih tahu Mbak Susi.Ponsel kembali berdering. Tapi, tidak kujawab. Biarkan saja. Mbak Susi itu bisanya ngajak ribut saja.âSiapa, Ta. Kok kayaknya kamu kesal gitu?ââMbak Susi, Mah. Ngasih tahu kalau ibu masuk rumah sakit. Jatuh di kamar mandi,â jawabku sedih.âInnalillahi waâinnailaihirojiâun. Terus gimana kondisi ibumu, Ta?ââAku enggak tanya sama
*Cinta adalah perbuatan. kata-kata dan tulisan indah hanyalah omong kosong! (Tere Liye)*Assalamualaikum semuaaaaaaa senang sekali Danu kembali hadir. Semoga kalian sehat dan bahagia selalu. Bantu follow, yuk!đ¸đ¸đ¸ âMaaf siapa, ya?âBukannya menjawab pertanyaanku justru perempuan ini nyelonong masuk begitu saja lalu duduk manis di sofa.âEh, siapa kamu! Datang-datang enggak sopan!â bentak Mamah Atik.âPerkenalkan aku Evi, adik Mas Danu,â ucapnya bangga.Aku dan Mamah Atik saling berpandangan. Mamah Atik seolah menanyakan apa benar. Aku hanya menggeleng tidak tahu.âSalah alamat kali. Kan, banyak âtu yang namanya Danu,â ujar Mamah Atik lagi.âEnggak, dong! Nih, lihat!â Wanita yang bernama Evi ini memperlihatkan foto Mas Danu. Dari mana dia dapat foto terbaru Mas Danu. Itu foto diambil dua hari yang lalu saat kami jalan-jalan ke air terjun. Itu foto bersamaku bisa-bisanya fotonya dicrop begitu saja.âIya, benar ini Danu anakku, dan ini Ita istri Danu,â ucap Mamah Atik. Wanita yang b
âMainan sama Kia. Anakmu ini cantik dan pintar sekali ya, Dan. Aku jadi pingin punya anak,â jawab Mbak Asih seolah-olah dia tidak sedang sakit.âAlhamdulillah iya, Mbak.â Mas Danu memangku Kia. Aku ikut duduk di lantai bersama mereka.âMbak Asih kemarin ke mana sih, katanya kerja kok, enggak pulang?â tanyaku hati-hati. Mbak Asih hanya menggeleng saja.âMbak Asih, Ita itu mau ngajak shopping beli baju baru. Eh, malahan Mbak Asih enggak pulang-pulang,â kata Mas Danu lagi.âHarusnya kamu telepon dulu, Ta. Jangan main asal tunggu. Kalau kamu kasih tahu mau ngajakin aku shopping pasti aku enggak mau janjian sama Mas Roni,â jawab Mbak Asih sambil menoyor kepalaku.âOh, jadi Mbak Asih pergi shopping sama Mas Roni?â tanyaku.âBukan shopping sih, tapi bulan madu. Kami tidur di hotel.â Mendengar pengakuan Mbak Asih Mas Danu sangat marah. Aku pun kaget. Kalau sudah ngomongin hotel sudah pasti ada bumbu-bumbu di dalamnya.âMbak, harusnya jangan mau diajak Mas Roni kalau enggak shopping. Enak shop