Bugk!Mamah Atik menendang kaki suaminya Mbak Ning.“Kalian mau apa ke sini?” Bapak langsung to the point menanyakan maksud tujuan mereka.“Em ... anu kami mau itu, Pak?” jawab Wira takut-takut.“Kamu itu si songong pasti ada niat terselubung ke sini. Dina, kamu itu enggak punya malu, ya? Sudah diusir masih juga datang ke sini!” Mamah Atik menoyor kepala Dina. Ah, biarkan saja itu kan, sepupu Mamah Atik.“Koper berjejer begini, sudah seperti mau pindahan saja!” sahut ibu mertuaku. Beliau menendang koper kakak-kakakku.“Anu ... kami me—mang mau pindahan,” jawab Wira. Yang lain tentu saja malu. Mereka semua menunduk tidak berniat melihat wajah bapak.“Pindah ke mana?” tanya ibu mertuaku.“Ke sini?” papar Mamah Atik. Wira mengangguk mantap. Ck, dasar tidak tahu malu!“Apa? Heh, tidak bisa! Ini rumah anakku bukan hotel apalagi tempat pengungsian. Kalian pulang!” Usir mertuaku.“Enak aja main usir, ini juga rumah adikku Ita! Dasar orang tua sok kuasa!” sahut Mbak Nur.“Apa kalian ini tida
Aku dan Mas Danu melongo. Ya Allah, tidak menyangka sama sekalili kalau rumah bapak beneran dijual aku pikir kemarin itu hanya menggertak saja.“Jadi mana uang hasil penjualan rumah itu? Apa tidak tersisa sama sekali?” tanya bapak Lagi. Suaranya serak sekali aku yakin bapak menahan tangis.“Kami sudah bilang kan, sudah kami bagi empat, Pak,” jawab Wira ketakutan.Bapak langsung jatuh pingsan. Kami sibuk membaringkan bapak di sofa dan menyadarkannya.“Pergi kalian dari sini, pergi!” Ibu mendorong-dorong tubuh Wira. Aku gegas ikut mengusir mereka dibantu mamah Atik dan ibu mertua langsung menyeret koper mereka keluar. Sementara Mas Danu berusaha membangunkan bapak.Drama pengusiran ini mirip seperti adegan di film-film. Kami terlihat seperti penjahat apalagi keponakanku semua menangis.“Jangan pernah kalian datang ke sini lagi. Ingat, kalian bukan hanya menyakitiku saja, tapi menyaki ke dua orang tua kita.”“Maafkan aku, Ta. Aku rela di sini jadi pembantu asal kami punya tempat tinggal
“Danu, bagaimana katamu aku pakai baju ini?” tanya Mbak Asih pagi ini.Dia memakai pakaian seksi you can see dan androk mini. Dandanya juga cantik. Apa Mbak Asih berniat menggoda Mas Danu? Aku takut dia seperti Mbak Lili.Ada-ada saja kelakuan saudara Mas Danu ini setiap harinya. Kadang buat jengkel kadang pula bikin ketawa sampai perut sakit.Kalau diperhatikan memang Mbak Asih ini lucu sekali. Kemarin dia baru saja patah hati dan nyanyi-nyanyi tidak jelas lalu sekarang sudah bahagia lagi. Semudah itulah dia move on? Padahal sejujurnya aku kasihan sekali dengan dia.“Memang Mbak Asih mau ke mana?” tanyaku. Mbak Asih diam saja malah dia melengos karena tidak suka kutanya.Kalau kata Mamah Atik, aku sudah disuruh berhenti respek sama orang macam Mbak Asih dan Mbak Lili, tapi aku tidak mau kalau aku sama saja seperti mereka berdua itu berarti aku pun menjadi orang yang minim attitude.“Jelek Mbak, pakai baju panjang dan pakai kerudungnya,” jawab Mas Danu. Dia memang tidak suka dengan p
“Dasar kamu itu, ya, Dan. Seleranya rendah sekali. Pasti yang akan kamu bilang cantik adalah si, Ita, kan? Kampungan gitu penampilannya,” ejek Mbak Asih seraya masuk rumah.Selama 8 harian ini ibu tidak ada di rumah. Kami sampai kewalahan menjaga Mbak Asih.Akhirnya kami terpaksa mengurung Mbak asih di dalam rumah.Gas kami cabut, benda-benda senjata tajam seperti pisau dapur, golok, cangkul kami singkirkan. Aku pun tidak berani ke rumah ibu sendiri. Takut Mbak Asih nekat.Motor matic satu-satunya juga dijual. Kami tidak tahu dijual di mana, entah uangnya untuk apa.Jika siang hari Mbak Asih seperti orang biasa pada umumnya. Mau beberes rumah, mandi, bersolek, hanya saja jika diajak ngobrol tidak nyambungan.Jika malam, Mbak asih sering teriak-teriak tidak jelas. Nyetel musik kuat-kuat. Nyanyi tidak jelas pakai speaker, lampu rumah juga di matikan semua.Kabarnya Mas Roni pulang ke rumah orang tuanya bersama istri mudanya. Dia bekerja serabutan di sawah. Padahal orang tua Mas Roni
🌸🌸🌸Pesan dari siapa?[Mas, terima kasih banyak uangnya sudah aku terima].Kubaca pesan masuk dari nomor asing. Tidak biasanya nomor tidak ada namanya di ada HP Mas Danu. Aku segera menghapusnya. Biar saja Mas Danu tidak tahu lagi pula nomornya tidak ada namanya.Tadi pagi sewaktu aku mencuci celana panjangnya yang dipakai kemarin memang menemukan struk bukti transfer sejumlah uang. Cukup banyak tiga juta rupiah atas nama Evi.Mungkinkah yang mengirim pesan barusan adalah Evi. Tapi, siapakah Evi. Biasanya Toni pegawai toko yang baru memang sering minta tolong untuk mentransfer uang pada istrinya di kabupaten lain yang sedang merawat ibunya, tapi apa mungkin nama istri Toni adalah Evi. Selama ini aku pernah berkenalan dan berjumpa dengannya. Ah, aku jadi bingung dan curiga.Kuletakkan kembali ponsel Mas Danu di tempat semula. Aku lebih memilih melanjutkan menyiapkan sarapan. Sudah siang Mas Danu harus segera berangkat ke toko. Alhamdulillah sekarang toko kami ada dua. Meski masih d
Mbak Asih menengadahkan tangannya persis anak kecil yang minta uang pada ibunya. Matanya berbinar penuh harap.“Ini, kalau jajan jangan banyak-banyak ya, Mbak. Aku sudah tidak punya uang lagi.”“Kata siapa? Uangmu banyak kok, enggak berseri,” jawab Mbak Asih.Sekarang Mbak Asih otaknya agak terganggu. Kadang waras kadang seperti orang stres. Aku sebenarnya kasihan, tapi mau bagaimana lagi mungkin ini takdir yang harus Mbak asih jalani.Kata orang Mbak Asih kena guna-guna sudah sempat sembuh tapi kambuh lagi. Kata orang lagi, guna-gunanya susah hilang karena selain dapat kiriman dari orang lain dia pun terkena sendiri akibat ilmu sihir yang dia pakai bersama Mas Roni suaminya dulu.Mas Roni sudah menikah lagi, sesekali datang ke sini. Aku lihat Mas Roni sepertinya masih cinta pada Mbak Asih mungkin keadaan yang tidak memungkinkan karena Mas Roni sudah menikah lagi.“Ita, malah bengong. Nanti kamu kesambet jin. Tambah lagi uangnya.”“Sudah enggak ada lagi, Mbak.”“Pelit banget kamu, Ta.
~k~u🌸🌸🌸Baru saja selesai salat duha Mbak Asih sudah kembali ke rumahku. Malahan masuk ke kamarku tanpa permisi dan mengacak-acak isi laci meja riasku.“Mbak, ya Allah kalau masuk rumah orang itu salam dulu!” tegurku seraya kutampik tangannya yang sedang sibuk mengobrak-abrik isi laci.“Gimana aku mau salam, kamu aja lagi salat. Pasti kamu juga enggak bisa jawab kan, kalau enggak jawab salam dosa,” kilahnya.“Ada apa Mbak Asih ke sini?” tanyaku kesal.“Aku mau minta make up, Ta. Punyaku sudah habis dan belum ada uang untuk beli lagi. Tapi, ternyata sama aja kamu pun tidak punya. Hanya bedak sama lipstik ini.”“Aku memang enggak pakai make up lengkap seperti Mbak. Aku hanya pakai skincare sama bedak ini saja.”“Kalau gitu skincarenya untuk aku ya, Ta. Kamu beli lagi aja, kan, duit kamu banyak,” rengek Mbak Asih.“Ambil aja, Mbak kalau mau. Memang Mbak mau ke mana kok sudah rapi begini?” Aku heran tadi pas minta uang seperti anak kecil ini sudah waras lagi. Pakai baju seksi dengan da
Assalamualaikum ... selamat pagi semua. Semoga sehat dan bahagia selalu. Follow akunku, yaaa.🌸🌸🌸“Kenapa, Dik. Dari pagi kok, cemberut aja? Apa Mas ada salah?” Mendengar pertanyaan Mas Danu kalau tidak dosa sebenarnya ingin sekali marah-marah. Memang di mana-mana laki-laki itu enggak peka sama sekali.“Pikir aja sendiri!” sungutku. Mas Danu mengerutkan keningnya. Lalu kembali main HP.Huh! Apa ponsel itu lebih berharga dari pada aku istrinya!Tidak tahan dengan sikap Mas Danu aku putuskan ke luar kamar. Kubanting pintu kuat sekali hingga Kia kaget. Mas Danu melongo heran melihat tingkahku.Rasain! Memang dia sendiri yang bisa cuek aku pun bisa. Memang dia aja yang bisa sibuk dengan ponselnya aku pun bisa. Palingan juga dia berbalas pesan dengan nomor misterius tadi. Sungguh menyebalkan dan aku tidak ikhlas.Udara malam dingin menusuk tulang, tapi aku ogah masuk ke dalam kalau Mas Danu belum menjemputku di sini. Lebih baik sakit badan karena masuk angin kedinginan di luar dari pad