âAstagfirullah ... ini beneran foto Lili?â tanya ibu tidak percaya. Ibu mengambil ponsel dari tanganku dan mengamati foto Mbak Lili semalam.âSekarang kamu baru percaya kan, Yem, kelakuan anak perempuanmu bagaimana?â kata Mamah Atik.âAstaghfirullah, masa Lili foto beginian enggak malu. Atau jangan-jangan ini hanya editannya Ita?â Ibu masih saja tetap tidak percaya bahkan beliau masih saja menyalahkanku.âIni otak, kamu, ya lama-lama perlu di ruqyah! Mana ada editan sejelas ini. Lihat itu baik-baik muka anakmu. Lihat itu badan anakmu kan, kamu yang ngelahirin dia pasti kamu lebih paham. Ita ya, enggak bisa ngedit-ngedit. Orang kok, otak enggak dipakai buat mikir yang benar!â sangat Mamah Atik seraya menoyor kepala ibu.âTapi, kenapa Lili tidak malu mengirimi foto seksi bikini kepada Danu atau jangan-jangan Danu yang minta?â kata ibu lagi. Mas Danu justru tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan ibu.âIbu ini lucu malah ngelawak. Memangnya Ibu tidak tahu sifatku seperti apa? Aku it
Kami happy-happy hari ini. Benar sekali liburan seperti ini akan membuat otak lebih fresh dan hilang semua beban pikiran negatif.Kuupload foto-foto kebersamaan kami di pantai. Kebetulan ada foto yang posenya sedikit mesra. Itu fotonya juga candid yang ambil Mamah Atik.[Nikmat Allah bila disyukuri akan semakin bertambah. Alhamdulillahâalakullihal.]Kumatikan ponsel dan main air laut bersama Kia dan suamiku.Mamah Atik terlihat akur dengan ibuku dan juga ibu mertuaku mereka saling bergantian memotret. Tertawa renyah mereka benar-benar menggambarkan keharmonisan padahal tadi di mobil mereka bersitegang.âDik, uang tabungan kita sudah cukup belum untuk daftar umroh?ââKalau ditambah uang sisa penjualan kebun dulu sama hasil panen 5 bulan terakhir ini pas Mas, tapi ngepres banget.âKami memang punya rencana mau umroh bersama keluarga, tapi, sepertinya uangnya belum cukup.âDik, gimana kalau kita umrohnya lain kali lagi. Sekarang kita pakai uang yang ada dulu untuk orang tua kita,â usul
âDuh, ada apa ini ramai-ramai ke sini?â Mamah Atik menegur ibu dan anak-anaknya.âAku mau ketemu sama Danu, ada yang mau aku bicarakan,â jawab Mbak Asih.âAda apa Mbak, bilang saja di sini,â jawab Mas Danu.âEm ... itu Dan, aku mau mengajukan gugatan cerai bisa minta tolong anterin?â Aku mencium bau-bau tidak beres ini.âDanu sibuk, banyak kerjaan ngapain nemenin kamu segala. Tinggal datang ke pengadilan agama. Beres,â sahut Mamah Atik.âBenar, aku sibuk di toko. Lagi pula aku ini bukan orang sekolahan Mbak jadi enggak ngerti masalah itu,â timpal Mas Danu.âTolong Dan, sekali ini saja,â ucap Mbak Asih memelas.âEh, maksa! Danu itu bukan pengangguran yang bisa santai ke sana ke mari. Aneh!â pekik Mamah Atik. Mbak Asih melengos tidak suka.âAku minta tolong sama adikku sendiri kok situ yang sewot?â protes Mbak Asih.âOwalah ini kuping apa wajan. Nangkring di sini! Danu sudah bilang enggak mau kok kamu maksa!â Mamah Atik menjewer kuping Mbak Asih sampai Mbak Asih mengeluh sakit.âSekali
đ¸đ¸đ¸đ¸Pagi hari di rumah ibu mertuaku sudah terjadi drama. Tangisan saling bersahutan terdengar sampai teras samping rumah.âCoba kamu lihat dulu sana, Dan. Barangkali Ibumu sakit atau innalilahi waInnailaihirojiâuun kok, nangis sampai kedengaran sini,â titah Mamah Atik.âSssttt .... kalau ngomong hati-hati! Itu pasti mereka sedang bertengkar,â tegur ibuku. Mamah Atik hanya cekikikan saja.âKesel dari tadi nangis enggak berhenti-henti. Seperti ada kematian saja,â ujarnya lagi.Aku dan Mas Danu gegas ke rumah ibu. Ternyata ada mertua Mbak Lili, Mas Eko, dan Mbak Desi. Ibu, Mbak Lili, dan mertuanya yang menangis. Mas Eko diam saja seperti ayam sayur yang mau disembelih. Sedang Mbak Desi duduk santai.âIbu ... ada apa kok, tangisannya kuat sekali sampai terdengar ke rumahku?â tanyaku pada ibu. Bukannya menjawab malah ibu semakin histeris menangisnya.âHuaaaa ... Danu, Ibu sedih, Dan. Hanya!ââIya, Ibu sedih kenapa?â tanyaku. Aku sebenarnya tidak tega kalau melihat orang tua menangis.
âBenar itu Bu, apa yang diucapkan Mas Eko. Ibu harus kasih kesempatan pada Mas Eko. Ibu harus percaya dan yakin pada Mas Eko. Kalau Ibu mendukung Mbak Liki sama saja Ibu jadi jin dasim bagi rumah tangga anak Ibu sendiri,â ujar Mas Danu lagi.âItulah Nak Danu, Ibu juga sudah berkali-kali bilang pada Lili dan ibumu, tapi mereka sepertinya sudah sangat benci dan jijik pada Eko. Ibu ini sudah tua ingin hidup damai. Ibu juga sangat sayang sama Lili. Dia menantu perempuan Ibu satu-satunya tidak ada yang lain,â ungkap ibu Mas Eko.âIbu selalu bilang begitu, tapi nyatanya Ibu juga senang kan, ada Desi si pelakor itu!â teriak Mbak Lili.âTidak! Ibu pun tidak suka. Dia selalu datang dengan alasan anak. Ibu sudah terang-terangan mengusir dia, tapi tetap saja dia datang. Ibu hanya tidak tega dengan anak-anak yang dibawanya,â jawab ibu Mas Eko. Aku lihat kejujuran di mata beliau.âKalau kamu mau hubungan anak kita baik-baik saja, buang pelakor edan itu!â maki ibuHerannya Mbak Desi sangat santai.
âAâaku setuju.â Mbak Lili akhirnya bersuara.âHeh, apa-apaan! Aku tidak setuju! Gimana nasib anak kami!â Mbak Desi mulai emosi dia seketika berdiri berkacak pinggang matanya melotot ke arah Mbak Lili.âKamu perempuan selingkuhan Eko? Ya Allah hampir saja aku lupa kalau di situ ada orang, aku kira tadi hantu yang di situ,â sahut Mamah Atik. Mbak Desi kesal. Dia kemudian duduk lagi.âKamu tidak ada hak melarang Eko, dia bukan suamimu lagi. Masalah anak kan, ikut denganmu. Eko bisa kirim uang setiap bulan.â Mamah Atik kini duduk di sebelahku.âAku sudah bilang berkali-kali begitu, Mah. Tapi, sepertinya Mbak Desi ini memang tidak mau jauh-jauh dari Mas Eko,â sahut Mas Danu.âSudah gini saja. Lili kan, sudah mau. Kamu Eko hari ini juga siap-siap pergi dari sini. Ajak Lili honey moon. Setelah itu kalian pindah. Tidak usah pedulikan perempuan ini. Ada ibumu yang pastinya tidak akan lepas tanggung jawab,â tutur Mamah Atik.Hening, hanya suara Isak tangis Mbak Desi saja yang terdengar. Mas Eko
âLelaki buaya darat! Busyet aku tertipu lagi .....â đśâKau hancurkan hatiku dengan cintamuuuuu tak sadarkah kau telah menyakitiku ....â đśâDengarlah matahariku suara pintu hatiku na na na ....đśâKutersisih tak terpakai lagi dari pelukanmu dan kasih sayangmu ....â đśđśAku pusing mendengar Mbak Asih nyanyi tidak jelas.âAsih, sudah cukuplah kamu nyanyi-nyani tidak jelas begitu. Sini bantu Ibu masak rendang,â ucap ibu. Aku sedang mengantarkan sayur gulai nangka ke rumah ibu.Mbak Asih di kamar sedang karaoke. Suaranya melengking kuat sekali. Bikin kuping sakit.âIbu ini pusing, Ta. Asih itu susah diatur,â keluh ibu.âSabar Bu, Mbak Asih sedang di posisi terpuruk maklumi saja,â jawabku sekenanya. Jujur aku pun bingung mau komentar apa takut salah lagi.âTahu ah, Ta. Ibu pusing,â ucap ibu lagi.Kembali ibu termenung sendiri di kursi malasnya. TV memang menyala, tapi ibu melamun. Makanya aku sering bawa ibu ke rumah. Lebih baik beliau ribut dengan Mamah Atik dari pada di rumah bengong b
âMau ya, Nak, sama anak Ibu. Meskipun janda, tapi Cantik, seksi, dan belum punya anak,â ucap ibu lagi, beliau mempromosikan Mbak Asih.âMaaf Bulek, saya sudah punya calon, ini kami ke sini mau ngundang Mbak Ita, lusa pernikahan kami di rumah calon istri. Di kecamatan Margoyoso,â jawab anak Bulek Minah. Dia terlihat sekali sangat risih.âOh, ya sudah kalau gitu. Bilang dong, kalau sudah punya calon,â ucap ibu sewot. Beliau kan pergi ke dapur.âEmang dasar sinting kamu itu, Yem!â umpat Mamah Atik kesal. Ibu hanya menjulurkan lidahnya saja.Bulek Minah matur padaku mengudang kami sekeluarga untuk datang.âInsya Allah Bulek, kalau tidak ada halangan kami datang. Selamat ya, Mas, akhirnya ketemu juga dengan jodohnya,â kataku.âTerima kasih Mbak, Ita,â jawabnya.Setelah kami asyik ngobrol ngalor ngidul Bulek Minah pamit undur diri katanya masih ada dua orang lagi yang mau diundang.âHuh, kesempatan mentang-mentang ada tamu jadi enggak mau bantuin di dapur!â sindir ibu mertuaku.âIya, dong.