âKamu makan saja yang benar, nanti keselek, rumah sakit jauh!â ucap Wak Ratno pada ibu.âMakan secukupnya saja, Mas, ini Alhamdulillah kami sudah kenyang,â jawab bapak.âWak, aku mau bawa pulang ya, buat Mas Roni,â ucap Mbak Asih.âAku juga, Wak,â sahut Mbak Lili.âIya, bungkus aja buat makan besok, lumayan,â timpal ibu.Kakak-kakakku yang mendengar cekikikan.âOrang kaya makannya dibungkus. Cari gratisan,â sindir Mbak Ning.âAji mumpung tahu, Mbak,â cibir Mbak Nur. Lagi mereka tertawa.âEh, rejeki itu enggak boleh ditolak pamali!â sahut Mbak Lili.âRejeki ngerampok ha-ha ....â ejek Mbak Ning.âSudah, kalian ini ribut aja!â Ibu sepertinya sudah jengah dari tadi kalah telak kena sindir kakak-kakakku.âNah, sudah, selesai semua ayo, pulang!â Wak Ratno ke kasir untuk membayar semua makanan.âTa, tunggu. Kamu jangan asal percaya sama orang meski itu saudara Danu. Ini uang bnyak loh, Ta. Ratusan juta. Kalau aku jadi kamu mending ikut saja ke rumah Wak Ratno. Takut tertipu,â ucap Mbak Ning.
âKita pulang ke rumah Wak semuanya, tadi saudara Ita, sudah memberi masukan biar besok ke Bank bisa berangkat lebih pagi,â ucap Wak Ratno. Padahal tadi kakak-kakakku tidak bilang seperti itu. Aku jadi malu, ya Allah Wak padahal baik begini masih saja ada yang salah sangka.âOh, gitu, apa tidak merepotkan, Wak?â tanya Mas Danu. Dia pasti heran.âTentu saja tidak, malah Wak senang banget rumah jadi rame kebetulan anak-anak Wak lagi ke rumah mertua. Mungkin besok baru pulang,â jawab Wak Ratno sambil tertawa.âBaiklah kalau kata Wak begitu, aku nurut saja,â jawab Mas Danu.âBukan gitu lah, Dan. Tadi aku tuh dengar ini orang kaya baru si kakak-kakaknya Ita, bilang takut uangnya dibawa kabur Wak Ratno, takut juga kena tipu, makanya mereka minta kita ke sana aja,â sahut Mbak Lili.Mas Danu lalu memandangku penuh tanya, aku mengangguk membenarkan ucapan Mbak Lili.âEnggak apa-apa, wajar mereka begitu, karena ini memang uang dalam jumlah banyak,â bela Wak Ratno. Mbak Lili mendengus kesal mende
âIya, Ita ... sudah jangan begitu. Mungkin maksud saudara kamu baik.â Wak Ratno sungguh baik, semoga jika aku diamanahi harta seperti Wak Ratno aku bisa tetap rendah hati.Saat kami ke luar kamar, di ruang keluarga sedang terjadi keributan. Mereka memperebutkan bingkisan yang dibawa bibi.âOrang kaya, itu enggak perlu beginian. Beli sendiri juga bisa!â ucap Mbak Ning.âAyo, kita ke Indoapril dulu, beli. Mumpung belum malam!â ajak Mbak Nur. Ketiga kakakku lantas pergi ke luar rumah.âKalau ada yang gratis ngapain ngeluarin duit, ya enggak, Li?â ujar Mbak Asih.âBener, lumayan, kan, uangnya bisa untuk yang lain,â jawab Mbak Lili.Ternyata mereka memperebutkan under wear sekali pakai. Bibi yang belanja.Hebatnya bibi bisa menghandle semuanya termasuk tamu-tamu Wak Ratno bahkan tahu kebutuhan-kebutuhan terperinci tamu-tamu majikannya.đ¸đ¸đ¸Paginya kami sudah bersiap tinggal menunggu Wak Ratno.Masya Allah sekali saudara-saudaraku sudah mau dandan ke pesta saja.Mbak Lili dan Mbak Asih s
âDuh, Nyonya baru bangun, ya? Sini-sini lihat ini aku bawa apa buat kamu?â Aku kaget sekali saat membuka pintu kamar ternyata sudah ada Mbak Asih yang sedang menyiapkan sarapan.Pasti karena pintu rumah tidak dikunci makanya dia bisa masuk rumah senaknya. Tadi pagi Mas Danu izin ke Masjid untuk salat subuh, dia mau rutinkan subuhan di Masjid lagi karena kakinya sudah banyak perubahan.Padahal aku bangun juga masih terbilang cukup pagi, jam 05.35 WIB. Ajaib sekali Mbak Asih sudah di sini.âAda acara apa ya, Mbak, kok pagi-pagi sudah ada antar makanan ke sini?â tanyaku penasaran.âYa, enggak ada acara apa-apa loh, Ta. Ini namanya bentuk dari cinta keluarga. Aku tahu kamu capek setelah kemarin seharian ngurus ini dan itu makanya aku berbaik hati memberi sarapan enak ini untuk kamu dan Danu,â jawab Mbak Asih. Ngomongnya lancar kayak jalan tol.âOh, begitu, tapi enggak biasanya, loh?ââKali ini akan terbiasa, Ta. Biar kamu enggak repot dan enggak capek. Kamu cukup urus saja usaha kamu nant
âIya, Ibu nyuruh Mas cepat-cepat beli kendaraan katanya takut uangnya habis.ââLah, kok? Habis gimana uang saja ada di rekening semua. Ah, pasti ibu curiga padaku,â kataku kesal.âSssstt ... jangan cemberut begitu, biarkan saja Ibu mau ngomong apa yang penting Mas enggak terpengaruh. Kan, kita sudah sepakat untuk tidak buru-buru kita harus merencanakan semuanya dengan baik,â ucap Mas Danu.âIya, sih, Mas, tapi aku lama-lama juga kesel sama Ibu.ââSabar, ya? Oh, iya ini ada sarapan dari siapa kok enak sekali. Padahal semalam kamu bilang mau masak sayur bening bayam.ââDari Mbak Asih, Mas.â Mas Danu yang sudah mengambil tempe goreng langsung ditaruh lagi.âKita jangan makan-makanan yang dikasih Mbak Asih, Dik.ââKenapa, Mas?ââEnggak apa-apa. Waspada lebih baik, tho?ââYa, sudah aku masak bentar ya, Mas. Tolong jagain Kia.âAku masak seadanya sayur bening bayam dan juga goreng tempe, sambal orek. Kalau masak begini Kia bisa sekalian makan jadi hemat energi juga.âDanu, gimana tawaran Ib
Setelah ini kami pergi ke tempat juragan ikan, dia itu yang punya ruko-ruko di pasar induk, kami berniat menyewa di sana.âDik, Mas Mandi dulu, kamu siap-siap, ya?â titah Mas Danu.âIya, Mas.ââEh, kalian mau ke mana? Kok Ibu enggak diajak?â tanya ibu kepo.âMau ke pulau cinta, Bu. Kalau Ibu ikut, kami malu dong, dilihatin,â candaku.âOwalah, dasar bocah edan! Ditanya baik-baik malah jawabannya begitu!ââBenar kata Ita, Bu,â sahut Mas Danu. Ibu kesal kemudian beliau pulang sambil ngomel-ngomel.âMas, kita berangkat sama siapa?ââSama Joko dan temannya. Aman insya Allah. Kamu siap-siap, ya, salat duha dulu.âAku dan Mas Danu pergi ke sumur belakang. Alhamdulillah suara Mbak Lili sudah tidak terdengar lagi. Aman. Pasti Mbak Desi sudah pergi.âEh, Danu baru mau mandi? Sudah enggak usah nimba, biar aku colokin sanyonya,â ucap Mbak Lili.âEnggak usah Mbak, sudah biasa kami nimba,â jawab Mas Danu.âJangan, ih. Nanti kamu enggak sembuh-sembuh. Sudah tuh, airny sudah ngalir sudah sana masuk s
âNurut dong, Ta. Aku ini kan, saudara yang baik Ha-ha.â Dia tertawa sumbang.âMasa, dulu juga pas juragan ikan ke rumah, Mbak buru-buru pulang. Ada apa sih?â tanyaku penasaran.âKepo aja kamu, Ta. Kami kasih tahu juga situ enggak bakalan ngerti otaknya enggak sampai kamu kan tol*l,â maki Mbak Asih.âBu, tolonglah. Ini aku bukan lagi main-main.â Mohon Mas Danu. Mereka akhirnya pulang meski ngomel-ngomel.Sampai rumah juragan ikan, Joko dan temannya tidak mau ikut masuk. Mereka bilang itu privasinya kami, syukurlah teman Mas Danu punya adab yang bagus.Rukonya dikontrakkan 10 juta per tahun, air lancar, listrik 1300 KWH. Lingkungan juga aman insya Allah.Kami sepakat bayar kontrakan hari ini, kata juragan Teras Bank BRI dekat ruko yang akan kami sewa buka sampai jam 2 siang.Siang ini kami langsung ke lokasi untuk melihat. Sebenarnya kami juga sudah tahu lokasinya makanya kami cepat-cepat menemui juragan karena kalau tidak nanti diambil orang lain. Rukonya pas perempatan pasar jadi sang
Aku sendiri bingung harus bagaimana menanggapinya.âJuragan, aku sungguh tidak tahu kalau juragan akan bicara seperti ini. Karena kami memang tidak tahu masalah itu. Niat kami kan, hanya mau menyewa ruko juragan. Apalah aku juragan tidak berhak menghakimi orang. Aku tidak berani main pukul.â Mas Danu mengusap bahu juragan ikan.Benar yang dikatakan Mas Danu. Kami memang niat mau menyewa tempat bukan yang lain, tapi ternyata Allah kasih petunjuk lain tentang perbuatan Mbak Asih.Biarlah itu urusan sesama lelaki aku tidak akan ikut campur jika tidak diminta. Lagi pula Mbak Asih memang memang Kakak dari Mas Danu meski tidak sedarah mereka tumbuh besar bersama pasti ada ikatan rasa kasih sayang yang kuat.Pasar sangat ramai. Kebetulan sekali aku lewat lapak jualanku dulu. Ibu-ibu yang jualan ngampar di sana pasti masih mengingatku buktinya mereka melihatku sinis padahal aku jalan dengan suamiku sendiri sedang juragan ikan di depan bersama anak buahnya.Kami sengaja jalan kaki mobil di par