“Sini duduk dekat Mamah.” Tanganku ditarik Mamah Atik, aku menurut saja. Mas Danu hendak menggenggam tanganku, tapi aku tepis lalu aku buang muka.“Kalau cemberut gitu jelek loh, Ta,” tegur ibu. “Kalau ada masalah dibicarakan baik-baik nanti kalau dipendem sendiri jadinya penyakit,” ujar Mamah Atik.Mas Danu pindah tempat ke belakangku dan memelukku erat sekali sampai aku susah nafas.Aku diam saja tidak berniat sama sekali untuk berontak ataupun membalas pelukan Mas Danu.Lucunya Kia minta ikutan dipeluk. Dia sibuk menghampiri kami.“Eyuk, Bu, eyuk!” pinta Kia. Iya diambil oleh ibuku dan dipeluknya.“Maafkan aku ya, Dik. Tidak jujur padamu.” Degh! Apa Mas Danu sudah tahu ya?Kalau Mas Danu sudah tahu berarti selama ini mereka berdua antara Mas Danu dan Mbak Lili sering kali saling berbalas pesan dan mungkin Mbak Lili sudah seringkali juga mengirimkan foto seksinya kepada Mas Danu.“Hem, suami sayang begitu kok, masih aja dicemberutin,” ucap ibu.“Cemburu tanda sayang, marah tandany
“Nanti kalau Lili makin nekat, biar Mamah yang maju. Mamah cabein mulutnya si Lili itu sekalian sama nonoknya Mamah cabein biar punya malu.”“Jangan Mah kasihan,” ucapku.“Iya, biar aja sekali-kali memang dia harus ditegasin. Apalagi sudah bikin kamu resah dan gelisah. Kami semua yang ada di rumah ini menjadi sasarannya,” jawab Mamah Atik.“Iya, Tapi kasihan Mah, kalau bisa dengan cara yang lain saja. Ya, sudah deh iya ... maafkan aku ya, Mas.”“Nah, gitu dong! Mas sudah maafin kok, wajar kamu begitu itu tandanya cinta sama Mas,” jawab Mas Danu. Ge-er! Dia menjawil hidungku.“Sudah sana siap-siap katanya mau ngedate?”“Siapa yang bilang, Mah?” tanyaku heran.“Danu, siapa lagi?” jawab ibu.“Kia gimana?”“Sama Mamah sama ibumu, aman Insya Allah.”“Iya, sudah sana kalau mau jalan-jalan. Ibu juga bingung enggak ada kegiatan apa-apa kalau momong Kia kan, sedikit sibuk. Dari pada Ibu kepikiran Wira,” ucap Ibu. Buru-buru beliau menutup mulutnya.“Ada apa, Bu?” tanyaku penasaran. Pasti Wira
~K~U🌸🌸🌸“Danu kamu mau ke mana?” Ibu tergopoh-gopoh menghampiri kami yang sedang bersiap-siap memasukkan barang bawaan ke mobil.“Kami mau jalan-jalan Bu,” jawabku jujur tidak mungkin kan, aku berbohong pada ibu yang ada kebersamaan kami bukan membawa keberkahan malah membawa kesialan.“Loh, kok, Ibu enggak diajak?” protesnya. Wajahnya langsung masam lalu ibu berkacak pinggang.“Ayok, ikut, Bu!” ajakku. Ah, sepertinya tidak apa-apa jika hanya mengajak ibu yang penting Mbak Asih dan Mbak Lili tidak ikut. Kasihan juga Ibu kalau sendirian di rumah pasti beliau sedih memikirkan Mbak Asih.“Beneran boleh ikut, Ta?” tanya ibu memastikan, aku mengangguk mengiyakan.Ibu mertuaku gegas masuk ke rumah tak lama muncul dengan dandanan yang super cetar. Mbak Lili dan Mbak Asih juga ikutan ngekorin ibu.“Muatan sudah tidak ada tempat lagi. Ini khusus untuk para ibuku dan juga istriku. Mbak Lili dan Mbak Asih dilarang ikut!” kata Mas Danu tegas.Mereka tentu saja tidak terima dan main serobot s
Assalamualaikum ....Selamat pagi, selamat beraktifitas. Hayooo siapa yang belum follow cuss bantu follow akunku 🙏🌸🌸🌸“Palingan juga Ita mengarang cerita bebas. Biasalah, Ita sama Lili kan, enggak pernah akur atau jangan-jangan Ita yang cemburu sama Lili karena Danu dekat sama Lili,” kata ibu mertuaku. Sebenarnya beliau tidak salah sih, bilang begitu karena beliau belum tahu sendiri apa yang dilakukan anaknya selama ini.“Dengerin ya, Bu, sebaiknya Ibu jangan terus-menerus membela anak-anak Ibu Karena tak selamanya anak yang kita bela itu berada dalam posisi benar. Jadi, sebaiknya Ibu melihat dulu buktinya jangan berkata yang semakin membuat runyam keadaan,” kataku pada ibu“Halah, Ta, kamu itu anak kemarin sore! Kenapa juga kamu nasehatin Ibu lagi pula sepertinya yang Ibu katakan itu benar. Dasar kamunya saja yang baper,” jawab ibu lagi.“Begini saja deh, Bu, kalau misalnya terbukti Mbak Lili melakukan hal itu apa yang akan Ibu lakukan pada Mbak Lili? Apakah ibu Ibu berani mem
“Astagfirullah ... ini beneran foto Lili?” tanya ibu tidak percaya. Ibu mengambil ponsel dari tanganku dan mengamati foto Mbak Lili semalam.“Sekarang kamu baru percaya kan, Yem, kelakuan anak perempuanmu bagaimana?” kata Mamah Atik.“Astaghfirullah, masa Lili foto beginian enggak malu. Atau jangan-jangan ini hanya editannya Ita?” Ibu masih saja tetap tidak percaya bahkan beliau masih saja menyalahkanku.“Ini otak, kamu, ya lama-lama perlu di ruqyah! Mana ada editan sejelas ini. Lihat itu baik-baik muka anakmu. Lihat itu badan anakmu kan, kamu yang ngelahirin dia pasti kamu lebih paham. Ita ya, enggak bisa ngedit-ngedit. Orang kok, otak enggak dipakai buat mikir yang benar!” sangat Mamah Atik seraya menoyor kepala ibu.“Tapi, kenapa Lili tidak malu mengirimi foto seksi bikini kepada Danu atau jangan-jangan Danu yang minta?” kata ibu lagi. Mas Danu justru tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan ibu.“Ibu ini lucu malah ngelawak. Memangnya Ibu tidak tahu sifatku seperti apa? Aku it
Kami happy-happy hari ini. Benar sekali liburan seperti ini akan membuat otak lebih fresh dan hilang semua beban pikiran negatif.Kuupload foto-foto kebersamaan kami di pantai. Kebetulan ada foto yang posenya sedikit mesra. Itu fotonya juga candid yang ambil Mamah Atik.[Nikmat Allah bila disyukuri akan semakin bertambah. Alhamdulillah’alakullihal.]Kumatikan ponsel dan main air laut bersama Kia dan suamiku.Mamah Atik terlihat akur dengan ibuku dan juga ibu mertuaku mereka saling bergantian memotret. Tertawa renyah mereka benar-benar menggambarkan keharmonisan padahal tadi di mobil mereka bersitegang.“Dik, uang tabungan kita sudah cukup belum untuk daftar umroh?”“Kalau ditambah uang sisa penjualan kebun dulu sama hasil panen 5 bulan terakhir ini pas Mas, tapi ngepres banget.”Kami memang punya rencana mau umroh bersama keluarga, tapi, sepertinya uangnya belum cukup.“Dik, gimana kalau kita umrohnya lain kali lagi. Sekarang kita pakai uang yang ada dulu untuk orang tua kita,” usul
“Duh, ada apa ini ramai-ramai ke sini?” Mamah Atik menegur ibu dan anak-anaknya.“Aku mau ketemu sama Danu, ada yang mau aku bicarakan,” jawab Mbak Asih.“Ada apa Mbak, bilang saja di sini,” jawab Mas Danu.“Em ... itu Dan, aku mau mengajukan gugatan cerai bisa minta tolong anterin?” Aku mencium bau-bau tidak beres ini.“Danu sibuk, banyak kerjaan ngapain nemenin kamu segala. Tinggal datang ke pengadilan agama. Beres,” sahut Mamah Atik.“Benar, aku sibuk di toko. Lagi pula aku ini bukan orang sekolahan Mbak jadi enggak ngerti masalah itu,” timpal Mas Danu.“Tolong Dan, sekali ini saja,” ucap Mbak Asih memelas.“Eh, maksa! Danu itu bukan pengangguran yang bisa santai ke sana ke mari. Aneh!” pekik Mamah Atik. Mbak Asih melengos tidak suka.“Aku minta tolong sama adikku sendiri kok situ yang sewot?” protes Mbak Asih.“Owalah ini kuping apa wajan. Nangkring di sini! Danu sudah bilang enggak mau kok kamu maksa!” Mamah Atik menjewer kuping Mbak Asih sampai Mbak Asih mengeluh sakit.“Sekali
🌸🌸🌸🌸Pagi hari di rumah ibu mertuaku sudah terjadi drama. Tangisan saling bersahutan terdengar sampai teras samping rumah.“Coba kamu lihat dulu sana, Dan. Barangkali Ibumu sakit atau innalilahi waInnailaihiroji’uun kok, nangis sampai kedengaran sini,” titah Mamah Atik.“Sssttt .... kalau ngomong hati-hati! Itu pasti mereka sedang bertengkar,” tegur ibuku. Mamah Atik hanya cekikikan saja.“Kesel dari tadi nangis enggak berhenti-henti. Seperti ada kematian saja,” ujarnya lagi.Aku dan Mas Danu gegas ke rumah ibu. Ternyata ada mertua Mbak Lili, Mas Eko, dan Mbak Desi. Ibu, Mbak Lili, dan mertuanya yang menangis. Mas Eko diam saja seperti ayam sayur yang mau disembelih. Sedang Mbak Desi duduk santai.“Ibu ... ada apa kok, tangisannya kuat sekali sampai terdengar ke rumahku?” tanyaku pada ibu. Bukannya menjawab malah ibu semakin histeris menangisnya.“Huaaaa ... Danu, Ibu sedih, Dan. Hanya!”“Iya, Ibu sedih kenapa?” tanyaku. Aku sebenarnya tidak tega kalau melihat orang tua menangis.