âIh, lebai banget sih kamu, Dan. Ini loh, aku bawa baju bagus buat kamu. Tadi Mbak habis shopping ke mol di kota terus Mbak ingat kamu jadi beliin ini deh untuk kamu. Buruan pakai untuk salat di masjid pasti keren banget!â Mbak Lili mengeluarkan baju kemeja warna abu-abu lalu memaksa Mas Danu untuk memakainya.,âTerima kasih Mbak, ini aku simpan saja sekarang aku pakai ini saja. Istriku sudah bersusah payah menyiapkannya,â tolak Mas Danu.âCk, pakai ini saja yang bagus. Itu jelek bulukan!â Mbak Lili mencoba melepaskan kancing baju Mas Danu, tapi tangannya dipukul oleh Mas Danu.âJangan lancang ya, Mbak! Aku bukan mahrammu!âMbak Lili terlihat marah kemudian di pergi begitu saja. Aku jadi was-was dengan tingkah Mbak Lili. Dulu perasaan pas awal-awal menikah dia juga begitu, tapi setelah Mas Danu kecelakaan dia berhenti. Ini kok, sekarang mulai lagi.âJangan-jangan Mbak Lili suka sama kamu, Mas.ââHei, cantik kalau ngomong jangan suka asal. Gini-gini juga aku masih normal. Mana mau aku
âTa, itu Kia kayaknya ngantuk, kamu susui dulu sana. Biar Mamah yang siapin teh hangat untuk Danu dan yang lain. Nanti ada orang berapa yang ke sini?ââEnggak paham aku, Mah. Biar saja aku Mah, nanti Mamah capek loh.ââKayak apa aja capek, cuma buat teh kok.â Baru mau menyahut lagi Mamah Atik sudah ke dapur.Benar saja, baru beberapa menit Kia sudah tidur lelap.âMana Wak Wasimin, Ta!â Itu suara Mbak Lili.âEh, siapa kamu main masuk rumah orang tanpa permisi, dasar enggak punya sopan santun!â tegur Mamah Atik.âHalah, ini juga bukan rumah. Ini gubuk!â elak Mbak Lili.âOh, dasar perempuan gendeng! Pergi sana kamu!â Usir Mamah Atik. Sebelum terjadi keributan yang lebih besar aku segera ke luar kamar.âSitu yang siapa main usir sembarangan!â Bantah Mbak Lili.âCukup Mbak! Jangan buat keributan di rumah orang malam-malam begini! Benar kata Mamah Atik kalau masuk rumah orang itu permisi. Kalau enggak berarti yang masuk setan,â ucapku kesal sekali.âHih, kamu ya, sekarang belagu sekali!â pr
âMaafin Bapak ya, Bu. Insya Allah Wak Tono tidak apa-apa,â ucap Mas Danu. Bapak tersenyum mendengar ucapan Mas Danu.âOh, iya, siapa ini yang pakai baju kuning?â tanya bapak pada Mbak Lili.âIni Lili, Mas. Dari pagi tadi dia ingin sekali bertemu denganmu,â jawab ibu sumringah.âYa Allah, Lili. Wak sampai enggak paham. Mana suamimu? Mana anak perempuanmu satunya, Yem?â Ditanya suami Mbak Lili langsung cemberut.âSuaminya lagi pulang ke rumah istri mudanya, Mas. Katanya tadi cuma sebentar, tapi sampai malam begini belum pulang. Kalau Asih masih dagang Mas, di perempatan gang situ nanti beli ya dagangan Asih. Enaka loh masakannya.â Bapak kaget mendengar jawaban ibu.âIya, insya Allah nanti aku mampir. Loh, ini Lili masa sih, wanita secantik ini diduakan?â tanya bapak lagi.âYa, namanya juga orang enggak bersyukur Mas. Kamu tahu Mas, madunya Lili jelek banget,â jawab ibu semangat.âInnalillahi waInnailaihirojiâuun ... Yem, tidak patut kamu bilang begitu. Orang cantik jelek akhlaknya banya
âAssalamualaikum, Bu. Apa kabar?â Kujawab telepon dari ibuku. Tumben sekali ibuku pagi-pagi telepon.âWaâalaikumsalam ....â Suara ibu serak parau seperti orang yang menahan tangis.âIbu menangis?â tanyaku khawatir.âEnggak Nak, Ibu hanya batuk saja,â jawab ibu sedikit gugup. Aku jadi kepikiran. Padahal aku mau cerita tentang mertuamu yang sudah kembali.âIbu masak apa hari ini? Sudah sarapan belum?â tanyaku basa-basi semoga nanti ibu mau cerita beliau kenapa.âAlhamdulillah sudah, Nak. Ibu masak opor ayam sama sambal merah kesukaan Bapak. Kamu masak apa, Nak? Toko gimana lancar?â Suara ibu sudah mulai ceria.âAku masak oseng toge campur kemangi sama goreng ayam, Bu. Alhamdulillah lancar. Kami ada rencana untuk buka cabang di pasar induk kabupaten, Bu. Tapi, entah kapan masih dipikir-pikir dulu.ââAlhamdulillah, Ibu bahagia sekali dengarnya, Nak. Ibu, mau minta maaf sama kamu ....â Terdengar isak tangis ibu. Aku diam saja membiarkan ibu menangis terlebih dulu biar plong hatinya.Samar
âKami tadi sudah telepon Danu, dia bilang ok, dan semua model agar dibicarakan denganmu, Ta,â ucap Pak RT.âIya, Pak. Syukurlah kalau begitu.ââApa ini rumah Danu yang kecelakaan kakinya patah?â tanya seorang lainnya saat melihat foto pernikahan kami. Kami baru mencetak foto yang baru karena yang lama sudah ikut terbakar dulu.âIya, betul. Apa Bapak kenal?â tanyaku.âKenal, lah, Danu itu teman kami di kota dulu waktu nguli.â Kemudian mereka berdua heboh dan meminta telepon Mas Danu.Pak RT Vidio Call Mas Danu mereka bertiga asyik ngobrol sendiri. Aku dan Bu RT ke belakang membuat teh dam menyiapkan camilan.âNanti kalau pas renovasi, di rumah Ibu aja, Ta,â kata Bu RT menawari tumpangan.âAh, apa enggak ngerepotin, Bu?ââTentu saja tidak, Ibu malah senang loh,ââApa enggak bisa ya, Bu kalau kami tetap di sini?ââEnggak bisa, Ta. Banyak debu kasihan Kia.ââIya, sih Bu RT benar.ââTa, sini. Mana foto rumah yang kamu mau tadi kami sudah bilang pada Danu,â ucap Pak RT.âBentar aku ambil
âOh, itu mau dibawa ke rumah Pak RT, Mah. Kan, besok sudah mulai renovasi jadi hari ini semuanya barang dipindahin,â jawabku.âAlhamdulillah lebih cepat lebih bagus. Kenapa enggak di rumah, ibumu saja, Ta?â Maksud bapak ibunya Mbak Asih.âHalah mana mau. Dia ya begini, Mas. Dari dulu kelakuannya begitu,â jawab ibu sewot.âAduh, Papah ini kayak enggak tahu aja sama Nenek Sihir satu ini. Mana aman Ita tinggal sama dia,â sahut Mamah Atik. Bapak hanya terkekeh saja.âEm ... di rumah Ibu sudah banyak orangnya Pak, jadi pasti nanti akan sempit kalau kami di sana,â jawabku beralasan. Padahal aku juga tidak ingin di sana karena faktor lain yang sangat aku hindari.âYa, sudah, senyamannya kamu, Nak. Gimana kalau kita langsung ke rumah Tono. Sekalian kita jemput Danu?â ajak bapak.âBisa Pak, barang-barang kami hanya beberapa saja ada Bu RT yang bantu insya Allah aman,â jawabku.âTono kan, di rumah sakit, Mas. Masa kita ke rumahnya?â tanya ibu.âYang di rumah sakit kan, orangnya. Kalau harta ben
âTerserah kamu bilang apa, Rudi. Pokoknya aku tidak mau tahu rumah ini harus segera dikosongkan kalau tidak akan ada pihak kepolisian yang mengusir kalian!" Ancam bapak.âTaâtapi, kami mau pindah ke mana?â jawab Rudi ketakutannya.âTerserah kalian mau pindah ke mana, kalau mau tetap tinggal di sini bayar biaya sewanya,â jawab bapak lagi. Mata Rudi membulat sempurna begitu juga ibu. Aku pun tidak menyangka bapak akan tegas begini. Mungkin bapak sudah sangat kesal pada kelakuan Wak Tono.âYa sudah, itu saja nanti sampaikan saja pesanku pada Tono. Kami permisi.â Ibu yang sedang minum langsung tersedak dan buru-buru menyusul kami yang sudah lebih dulu jalan.âAstaghfirullah ... kok Bapak rasanya pingin marah-marah juga ya, sama anaknya Tono. Belagu sekali,â ucap bapak kesal. Mamah Atik mengelus-elus bahu bapak menenangkan.âBaru ketemu sekali begitu, apalagi Danu anakmu, Pah. Kita enggak bisa bayangin gimana perlakuan mereka dulu,â sahut Mamah Atik.âSemoga saja mereka yang sudah menyia-n
[Lusa datang ke nikahanku. Kamu boleh bawa suamimu yang cacat itu. Awas kalau enggak datang!]Kubaca pesan dari Wira dengan menahan emosi. Apa maksudnya dia pakai ngancam segala, pun bahasanya tidak sopan. Biasanya dia manggil aku dengan sebutan Mbak. Kecuali dia benar-benar sedang dalam keadaan marah.[Kalau enggak niat ngundang enggak usah deh, ngudang segala. Aku enggak datang ke nikahanmu juga enggak rugi!]Kulihat Wira sedang mengetik pesan.[Pokoknya DATANG! Kalau kamu enggak datang aku enggak jadi nikah. Kamu tahu kenapa? Karena Ibu dan Bapak tidak akan merestui dan enggak mau datang kalau kamu dan menantu kesayangannya yang cacat itu tidak diundang. Ribet banget hidupku gara-gara orang cacat itu!]Kubaca balasan pesan dari Wira dengan bertambah emosi.[Bagus deh! Doakan saja kami tidak sibuk. Kalau sibuk kami tidak bisa datang!] Kubalas lagi pesan Wira dengan senyuman sinis.[Datang atau kuacak-acak gubukmu itu!][Lakukan saja jika mau!] Tak mau lagi berdebat yang tidak pentin